Anggota PGI
MAJELIS SINODE
Jl.Jend.Sudirman No.4
BANJARMASIN
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a. bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB IX pasal 32-34
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b. bahwa peraturan GKE No.1 Tahun 2011 perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja 2015.
c. bahwa Jemaat dan Resort di kawasan GKE semakin hari semakin
berkembang.
d. bahwa untuk mengatur dan menata perkembangan Jemaat dan
Resort diperlukan peraturan, sehingga segala sesuatunya berjalan
dengan tertib.
MEMUTUSKAN :
BAB I
CALON JEMAAT DAN JEMAAT GKE
Pasal 1
PENGERTIAN
(1) Calon Jemaat adalah persekutuan anggota GKE di suatu tempat tertentu sebagai upaya
pengembangan Jemaat definitif, namun belum memenuhi persyaratan untuk menjadi
Jemaat, yang disahkan oleh Sinode Resort.
(2) Jemaat adalah persekutuan anggota GKE di suatu tempat tertentu yang disahkan oleh
Sinode Resort.
(3) Calon Jemaat dibentuk oleh Persidangan Majelis Jemaat yang memekarkan diri dan atau
Sidang Majelis Resort.
(4) Jemaat dibentuk oleh Sidang Majelis Resort dan atau Sinode Resort
(1) Sebuah Jemaat dapat dimekarkan, jika mempunyai anggota sidi sekurang-kurangnya 300
(tiga ratus) kepala keluarga.
(2) Calon Jemaat hasil pemekaran tersebut memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Mempunyai anggota sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) Kepala Keluarga untuk
daerah kota kabupaten/kodya, 15 (limabelas) Kepala Keluarga untuk daerah
pedesaan, 10 (Sepuluh) Kepala keluarga untuk Pos PI.
b. Mempunyai Majelis Calon Jemaat yang tetap, terdiri dari sekurang-kurangnya 5 (lima)
orang Penatua dan 3 (tiga) orang Diakon untuk daerah bupaten/kodya, 3 (tiga) orang
Penatua dan 2 (dua) orang Diakon untuk daerah pedesaan dan Pos PI.
c. Menyelenggarakan kebaktian Minggu secara tetap dan atau telah mempunyai gedung
gereja.
d. Menyelenggarakan administrasi baik umum maupun keuangan.
e. Membuat pernyataan, yang isinya bersedia menaati Tata Gereja GKE dan semua
peraturan GKE yang berlaku.
f. Minimal mampu untuk membiayai 1 (satu) orang pekerja aktif GKE.
(3) Usul pemekaran Jemaat diputuskan dalam Persidangan Jemaat dan atau Sidang Majelis
Resort selanjutnya dilaporkan kepada Sinode Resort terdekat.
a. Pemekaran sebuah jemaat harus tetap menjaga keharmonisan antara Jemaat Induk
dan Calon Jemaat.
b. Lama status Calon Jemaat tergantung pada kelengkapan persyaratan untuk itu, setelah
dievaluasi oleh Jemaat Induk untuk mendapatkan rekomendasi.
Pasal 3
PEMBENTUKAN JEMAAT GKE
(1) Pengesahan Calon Jemaat menjadi Jemaat definitif oleh Sidang Majelis Resort dan atau
Sinode Resort berdasarkan permohonan tertulis dari Majelis Calon Jemaat yang
bersangkutan dan mendapat rekomendasi tertulis dari Majelis Jemaat induknya (kalau ada
jemaat induknya) dan atau Majelis Resort. Surat permohonan yang dimaksudkan disertai
dengan lampiran-lampiran sebagai berikut :
a. Statistik Calon Jemaat yang bersangkutan
b. Data-data keuangan dan daftar barang-barang inventaris calon jemaat yang
bersangkutan.
(3) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Sinode Resort dan atau penetapan dalam
Sidang Majelis Resort, maka Majelis Resort mengeluarkan surat keputusan (SK)
pengesahan Jemaat dan Majelis Jemaat tersebut.
(4) Peresmian sebuah jemaat defenitif yang telah ditetapkan dalam surat keputusan (SK) oleh
Majelis Resort dilakukan dalam sebuah ibadah dengan liturgi khusus untuk itu.
(5) Pembentukan jemaat baru di wilayah pulau Kalimantan yang tidak memiliki induk
jemaat/Resort, akan berkoordinasi dengan Resort terdekat.
(6) Khusus untuk pembentukan jemaat baru GKE di luar pulau Kalimantan yang telah
diputuskan dalam Sidang Majelis Sinode GKE, maka pembentukannya diatur dan
ditetapkan oleh Majelis Sinode GKE berkoordinasi dengan warga jemaat setempat.
(8) Berkaitan dengan butir (7) di atas, apabila jumlah jemaat sudah memungkinkan untuk
membentuk Calon Resort atau Resort dan setelah disahkan di dalam Sinode Umum GKE,
maka jemaat-jemaat tersebut berada dalam otoritas Calon Resort/Resort setempat.
BAB II
RESORT PERSIAPAN, CALON RESORT DAN RESORT GKE
Pasal 4
PENGERTIAN
(1) Resort Persiapan adalah persekutuan beberapa Jemaat dalam suatu Resort yang ingin
memekarkan diri menjadi Calon Resort dan ditetapkan oleh Sinode Resort.
(2) Calon Resort adalah bentuk kehadiran GKE yang merupakan persekutuan jemaat-jemaat
dalam suatu wilayah yang berdekatan sebagai upaya pengembangan resort yang definitif,
namun belum memenuhi persyaratan menjadi Resort, yang ditetapkan oleh Sinode Umum.
(3) Resort adalah bentuk kehadiran GKE yang merupakan persekutuan jemaat-jemaat dalam
satu daerah tertentu yang ditetapkan oleh Sinode Umum.
Pasal 5
KETENTUAN TENTANG RESORT PERSIAPAN,
CALON RESORT DAN RESORT GKE
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
BAB I
MAJELIS JEMAAT GKE
Pasal 1
UMUM
(1) Majelis Jemaat terdiri dari para Penatua (Presbuteros) dan Diakon (Syamas/Diakonos),
Penginjil (Pambarita) dan Pendeta.
(2) Pendeta dan Penginjil yang secara khusus melayani Jemaat menjadi anggota Majelis
Jemaat karena jabatannya.
(3) Penatua dan Diakon menjadi Majelis Jemaat karena telah dipilih oleh anggota Sidi Jemaat
dan ditetapkan dalam Persidangan Jemaat.
(4) Kepengurusan Majelis Jemaat dibentuk oleh Sidang para Penatua, Diakon, Penginjil
(Pambarita) dan Pendeta untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
(6) Jumlah anggota dan susunan Majelis Jemaat sebanding dengan jumlah anggota jemaat
atau sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(7) Untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari, Majelis Jemaat memilih dari antara mereka
sendiri Badan Pekerja Harian Majelis Jemaat yang terdiri dari sekurang-kurangnya 5 orang
sesuai dengan kebutuhan.
(8) Para anggota Badan Pekerja Harian Majelis Jemaat tidak merangkap jabatan dalam
lingkungan Badan Pekerja Harian Majelis Resort, kecuali Ketua Majelis Jemaat tempat
kedudukan kantor Resort.
(10) Anggota Badan Pekerja Harian Majelis Jemaat hanya boleh dijabat dua kali berturut - turut
dalam jabatan yang sama.
(11) Ketua Majelis Jemaat bukan tempat kedudukan kantor Resort, secara ex-officio dijabat
oleh Pendeta atau Pambarita setempat atas penetapan Majelis Resort dengan ketentuan
bahwa jabatan tersebut tidak mengganggu tugas pokok sebagai Pendeta atau Penginjil
Resort.
(12) Berkaitan dengan butir (11) di atas, jika di jemaat tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) orang
pendeta dan atau penginjil maka Ketua Majelis Jemaat ditetapkan oleh Majelis Resort.
(13) Khusus untuk Majelis Jemaat GKE yang baru di luar pulau Kalimantan yang belum memiliki
Calon Resort/Resort, majelisnya diangkat dan ditetapkan oleh Majelis Sinode GKE.
Pasal 2
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
MAJELIS JEMAAT GKE
(1) Majelis Jemaat wajib menaati dan melaksanakan keputusan – keputusan Persidangan
Jemaat, Sidang Majelis Jemaat, Sinode Resort, Sidang Majelis Resort, Sinode Umum,
Sidang Majelis Sinode dan ketetapan – ketetapan dalam lingkungan Resort tersebut
dengan mengindahkan petunjuk-petunjuk dari Majelis Sinode.
(2) Majelis Jemaat bertindak atas nama dan bertanggung jawab kepada Persidangan Jemaat:
a. Kedalam : Memberikan bimbingan, pemeliharaan, dan pengawasan atas kehidupan
anggota-anggota Jemaat dalam lingkungan Jemaat.
(4) Majelis Jemaat mengeluarkan undangan untuk mengadakan Persidangan Jemaat pada
waktu yang ditetapkan oleh Persidangan Jemaat.
(5) Bilamana seorang anggota Majelis Jemaat, kecuali Ketua Jemaat yang dijabat oleh
Pendeta atau Pambrita / Penginjil, oleh salah satu sebab berhenti sebelum masa
jabatannya berakhir, maka Majelis Jemaat mengisi lowongan tersebut dan
mempertanggung jawabkannya kepada Persidangan Jemaat yang berikutnya.
(6) Majelis Jemaat dapat membentuk badan-badan pembantu atau mengangkat pelayan-
pelayan di bidang khusus (anak-anak, remaja, pemuda, wanita, kaum bapak, lansia, dan
kaum professional).
(7) Majelis Jemaat membuat pembagian tugas/tanggung jawab/wewenang yang terperinci dan
jelas bagi anggota-anggota Majelis Jemaat, Badan Pekerja Harian Majelis Jemaat, badan-
badan pembantu dan pelayan-pelayan di bidang khusus dengan menerapkan prinsip-
prinsip managemen yang sehat.
(9) Apabila dirasa perlu untuk kepentingan dan kelancaran pekerjaan, Majelis Jemaat dapat
membuat peraturan-peraturan bagi Jemaat yang bersangkutan, dengan ketentuan tidak
boleh bertentangan dengan Tata Gereja GKE, Peraturan ini dan Peraturan-peraturan
lainnya yang berlaku dalam lingkungan GKE.
(10) BPH Majelis Jemaat mengadakan sidang sekurang – kurangnya 2 kali dalam 1 tahun,
untuk mengadakan koordinasi dan evaluasi kegiatan /program pelayanan.
BAB II
MAJELIS RESORT GKE
Pasal 3
UMUM
(1) Majelis Resort terdiri dari para Penatua (Presbuteros) dan Diakon (Syamas/Diakonos) di
Jemaat dalam lingkungan Resort tersebut yang dipilih oleh Sinode Resort untuk masa
kerja 5 (lima) tahun, kecuali Ketua Majelis Resort.
(2) Pendeta dan Pambarita yang secara khusus melayani di Resort tersebut menjadi anggota
Majelis Resort karena jabatannya.
(3) Jumlah anggota dan susunan (komposisi) Majelis Resort, disesuaikan dengan jumlah
Jemaat dan Calon Jemaat serta disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan.
(4) Untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari, Majelis Resort membentuk Badan Pekerja
Harian Majelis Resort yang terdiri dari sekurang-kurangnya 5 orang sesuai dengan
kebutuhan.
(5) Badan Pekerja Harian hanya boleh dijabat dua kali berturut turut dalam jabatan yang sama.
(6) Badan Pekerja Harian Majelis Resort membuat pembagian tugas yang jelas untuk
dilaksanakan, dengan tetap berpedoman kepada Tata Gereja GKE dan Peraturan –
Peraturan GKE yang berlaku.
(2) Majelis Resort bertindak atas nama Resort GKE disuatu tempat dan bertanggung jawab,
kepada Sinode Resort:
a. Kedalam : Memberikan bimbingan, pemeliharaan dan pengawasan atas pekerjaan
dan kehidupan Jemaat-jemaat dalam lingkungan Resort.
(3) Majelis Resort memberikan pedoman dan bimbingan, kepada Badan Pekerja Harian
Majelis Resort/Majelis Jemaat, badan-badan pembantu dan pelayan-pelayan khusus untuk
peningkatan kehidupan bergereja yang bersekutu, bersaksi dan melayani.
(4) Majelis Resort membuat dan menyampaikan laporan pekerjaan dan keuangan, dan
keputusan-keputusan Sinode Resort dan sidang-sidang Majelis Resort secara berkala
dan teratur kepada Jemaat-Jemaat dalam lingkungan Resort dan kepada Majelis Sinode
GKE.
(5) Majelis Resort membuat dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pekerjaan dan
keuangan meliputi masa kerja periode yang lewat kepada Sinode Resort dan pokok-pokok
kebijakan rencana kerja dan program keuangan berdasarkan GBTP GKE untuk masa kerja
yang dihadapi guna dibahas dan ditetapkan oleh Sinode Resort.
(6) Majelis Resort berkewajiban memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan para pekerja
Resort.
(7) Bilamana seorang anggota Majelis Resort, kecuali Ketua Resort oleh salah satu sebab
berhenti sebelum masa jabatannya berakhir, maka Majelis Resort mengisi lowongan
tersebut setelah mengadakan konsultasi dengan Majelis-Majelis Jemaat dalam
lingkungan Resort dan mempertanggungjawabkannya kepada Sinode Resort yang
berikutnya.
(8) Untuk pengembangan dan kelancaran pekerjaan, atas persetujuan Sinode Resort, Majelis
Resort dapat membentuk badan-badan pembantu yang bertanggungjawab kepada Majelis
Resort.
(9) Majelis Resort mengadakan Sidang rutin sekurang-kurangnya sekali setahun dengan
mengundang semua pelayan di bidang khusus yang ada di dalam lingkungan Resort.
(10) Dalam hal-hal yang mendesak yang tidak dapat menunggu sampai Sinode Resort, Majelis
Resort dapat mengambil keputusan-keputusan dengan kewajiban mempertanggung
jawabkan kepada Sinode Resort yang berikutnya dan kepada Majelis Sinode GKE.
(11) Majelis Resort membuat pembagian tugas/tanggung jawab/kewajiban yang terperinci dan
jelas bagi anggota-anggota Majelis Resort/Badan Pekerja Harian Majelis Resort/Badan-
badan Pembantu/pelayan-pelayan di bidang khusus dengan menerapkan prinsip-prinsip
managemen yang sehat.
(12) Apabila dirasa perlu untuk ketertiban dan kelancaran pekerjaan, Majelis Resort dapat
membuat peraturan-peraturan bagi lingkungan Resort yang bersangkutan, dengan
Pasal 5
MEKANISME MENGATASI PERSOALAN/PERMASALAHAN DI LINGKUNGAN GKE
(5) Jika persoalan/permasalahan di Lembaga, Badan dan Yayasan tidak dapat diselesaikan di
tempat masing-masing, dapat disampaikan kepada lembaga pemilik yang membentuknya.
BAB III
MAJELIS SINODE
Pasal 6
UMUM
(1) Majelis Sinode adalah badan tertinggi GKE yang bertindak untuk dan atas nama GKE dan
bertanggung jawab kepada Sinode Umum:
a. Kedalam : Memberikan bimbingan, pemeliharaan, pengawasan dan evaluasi terhadap
seluruh Resort/Jemaat/ yayasan/lembaga dan Badan dalam lingkungan
GKE atas pekerjaan dan kehidupan Gereja.
b. Keluar : Melakukan kemitraan dan kerjasama sesuai dengan Tata Gereja dan GBTP
GKE serta menangani urusan-urusan yang menyangkut persoalan di
hadapan pengadilan. Dalam hal urusan-urusan yang menyangkut
pengadilan ini diwakili oleh Ketua Umum dan/atau Sekretaris Umum.
(2) Majelis Sinode terdiri dari Penatua, Diakon, Pendeta dan Pambrita aktif yang dipilih oleh
Sinode Umum dan berjumlah sebanyak 25 (dua puluh lima) orang.
(3) Majelis Sinode berkewajiban menjalankan segala keputusan Sinode Umum dengan
berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Sinode Umum.
(4) Majelis Sinode menetapkan program kerja, mengawasi dan menilai pelaksanaan kerja
yang ditugaskan kepada BPH MS GKE dan lembaga, badan, yayasan serta komisi yang
berada dalam lingkungan GKE.
(5) Dalam keadaan luar biasa, Majelis Sinode dapat mengambil kebijaksanaan dan keputusan
yang dipertanggung jawabkan kepada Sinode Umum yang terdekat.
(6) Untuk kelancaran dan efektivitas pekerjaannya, Majelis Sinode dapat membentuk
Perwakilan Majelis Sinode GKE, Badan-badan pembantu yang bertanggungjawab kepada
(7) Majelis Sinode mengadakan Sidang rutinnya sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setahun
dengan mengundang Badan-badan Pembantu, yang ada dalam lingkungan MS GKE.
(9) Bilamana salah seorang anggota BPH Majelis Sinode berhenti sebelum masa kerjanya
berakhir maka lowongan tersebut diisi oleh anggota Majelis Sinode dan diputuskan dalam
Sidang Majelis Sinode terdekat serta dipertanggungjawabkan kepada Sinode Umum
terdekat.
(10) Bilamana salah seorang anggota Majelis Sinode berhenti sebelum masa kerjanya berakhir,
maka lowongan tersebut diupayakan diisi dari utusan-utusan Resort dan diputuskan dalam
Sidang Majelis Sinode terdekat.
(11) Dalam menghadiri segala sidang Majelis Sinode kepada semua anggota diberikan uang
sidang dan penggantian biaya perjalanan bagi mereka yang memerlukannya dari luar kota.
Pasal 7
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB ANGGOTA MAJELIS SINODE
(1) a. Semua Anggota Majelis Sinode berkewajiban menghadiri Sidang Majelis Sinode.
b. Keanggotaan pada Majelis Sinode dengan sendirinya gugur apabila seorang anggota 2
(dua) kali berturut-turut tidak menghadiri sidang-sidang Majelis Sinode tanpa
pemberitahuan atau alasan yang dapat diterima.
c. Lowongan yang terjadi akan diisi oleh Majelis Sinode GKE.
(2) Dalam rangka mengikuti, mengawasi dan menilai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan
oleh Badan Pekerja Harian Majelis Sinode dan Badan Pembantu yang berada dalam
lingkungan GKE maka semua anggota Majelis Sinode diberi tugas khusus oleh Sidang
MSGKE.
(3) Anggota Majelis Sinode yang bukan anggota Badan Pekerja Harian Majelis Sinode
berkewajiban menjaga agar segala keputusan Majelis Sinode dijalankan dengan teratur
dan sepatutnya.
(4) Anggota Majelis Sinode yang bukan Anggota BPH Majelis Sinode dapat menyampaikan
hal-hal yang dirasa perlu sehubungan dengan tugas dan tanggung jawab Majelis Sinode
baik secara lisan ataupun tertulis kepada Majelis Sinode.
(5) Anggota Majelis Sinode yang bukan anggota Badan Pekerja Harian Majelis Sinode dapat
diminta untuk melaksanakan sesuatu tugas ataupun program Majelis Sinode.
Pasal 8
TUGAS / WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
BADAN PEKERJA HARIAN MAJELIS SINODE
(1) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode melaksanakan pekerjaan sehari-hari atas nama
dan bertanggung jawab kepada Majelis Sinode.
(2) Jumlah dan susunan keanggotaan Badan Pekerja Harian Majelis Sinode terdiri dari:
(1) Ketua Umum
(3) Wakil Ketua Umum
(4) Ketua
(5) Ketua
(2) Anggota-anggota Badan Pekerja Harian Majelis Sinode sedapat mungkin bertempat
tinggal berdekatan dengan tempat kedudukan Majelis Sinode, yaitu Banjarmasin.
(3) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode berkewajiban menjalankan segala keputusan
Majelis Sinode dan melaksanakan pekerjaannya dengan berpedoman kepada ketentuan-
ketentuan yang telah digariskan/ ditetapkan oleh Majelis Sinode.
(4) Dalam hal mendesak yang tidak dapat menunggu Majelis Sinode bersidang, Badan
Pekerja Harian Majelis Sinode dapat mengambil kebijaksanaan/keputusan dengan
keharusan mempertanggung jawabkannya kepada Sidang Majelis Sinode yang terdekat.
(5) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode berkewajiban menyiapkan segala sesuatu yang
diperlukan bagi Sidang Majelis Sinode.
(6) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode mengadakan sidangnya sekurang-kurangnya sekali
dalam 6 (bulan) bulan.
(7) Sidang Badan Pekerja Harian Majelis Sinode baru sah apabila dihadiri oleh lebih dari
setengah jumlah anggotanya.
(8) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode berkewajiban menyampaikan kepada Majelis
Pertimbangan dan semua anggota Majelis Sinode Daftar Keputusan Sidang-Sidang
Badan Pekerja Harian Majelis Sinode. Demikian juga Daftar Keputusan Sidang-sidang
Majelis Sinode.
(9) Majelis Pertimbangan Sinode adalah Majelis Pertimbangan Badan Pekerja Harian Majelis
Sinode.
Pasal 9
PEMBAGIAN TUGAS/WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
ANGGGOTA-ANGGOTA BPH MAJELIS SINODE
(1) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode merupakan suatu kollegium yang melaksanakan
pekerjaan atas nama Majelis Sinode secara bersama-sama (kolektif) dan bertanggung
jawab kepada Majelis Sinode, yang terdiri dari:
(a) Ketua Umum ( Pendeta penuh waktu )
(b) Wakil Ketua Umum ( Pendeta penuh waktu )
(c) K e t u a ( bukan Pendeta tidak penuh waktu )
(d) K e t u a ( bukan Pendeta tidak penuh waktu )
(e) K e t u a ( bukan Pendeta tidak penuh waktu )
(f) K e t u a ( bukan Pendeta tidak penuh waktu )
(g) Sekretaris Umum ( Pendeta penuh waktu )
(h) Wkl.Sekretaris Umum ( Pendeta penuh waktu )
(i) Bendahara ( Pendeta/bukan Pendeta penuh waktu )
(j) Anggota ( bukan Pendeta tidak penuh waktu )
(k) Anggota ( bukan Pendeta tidak penuh waktu )
b. Ketua
i. Ketua-ketua Badan Pekerja Harian Majelis Sinode adalah Ketua-Ketua Majelis
Sinode.
ii. Bilamana Ketua Umum dan wakil Ketua Umum berhalangan /tidak berada
ditempat, tugas dan tanggung jawab dilaksanakan oleh seorang Ketua dengan
surat penunjukkan khusus untuk itu.
c. Ketua
i. Ketua-ketua Badan Pekerja Harian Majelis Sinode adalah Ketua-Ketua Majelis
Sinode.
ii. Bilamana Ketua Umum dan wakil Ketua Umum berhalangan /tidak berada
ditempat, tugas dan tanggung jawab dilaksanakan oleh seorang Ketua dengan
surat penunjukkan khusus untuk itu.
iii. Mendampingi Panitia-panitia dalam rangka melaksanakan tugas-tugas
pembangunan dan pengadaan inventaris gereja yang bersifat fisik di lingkungan
GKE, seperti: pembangunan gedung gereja, pastori, kantor, aula, mess/hotel,
asrama, mobil, sepeda motor dan lain-lain.
iv. Mendampingi upaya penambahan dan pengelolaan asset-aset GKE yang produktif
v. Mendampingi Bamuger GKE.
vi. Mendampingi Ikatan Pensiunan GKE.
d. Ketua
i. Ketua-ketua Badan Pekerja Harian Majelis Sinode adalah Ketua-Ketua Majelis
Sinode.
ii. Bilamana Ketua Umum dan wakil Ketua Umum berhalangan /tidak berada
ditempat, tugas dan tanggung jawab dilaksanakan oleh seorang Ketua dengan
surat penunjukkan khusus untuk itu.
iii. Mendampingi tugas-tugas Yayasan/Badan/Lembaga di lingkungan GKE, seperti:
YPTKES GKE, YABIM GKE, Yakes Hanggulan Sinta GKE, Yayasan ABDI, Yayasan
Harapan Khatulistiwa.
iv. Mendampingi Kelompok Kerja Hukum GKE (Pokja Hukum GKE)
v. Mendampingi Badan Penelitian dan Pengembangan GKE (Balitbang GKE)
Pasal 10
PENDANAAN
(1) Semua anggota Badan Pekerja Harian yang menghadiri sidang-sidang Badan pekerja
Harian diberikan uang sidang dan penggantian biaya perjalanan bagi yang datang dari luar
kota.
(2) Kepada Anggota-anggota Badan Pekerja Harian Majelis Sinode diberikan uang
representasi yang jumlahnya diatur dalam Peraturan tersendiri dan atau Majelis Sinode
GKE.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN
BAB I
MAJELIS SINODE
Pasal 1
(1) Majelis Sinode GKE adalah badan tertinggi GKE yang telah dipilih dan ditetapkan dalam
Sinode Umum GKE bertindak atas nama GKE, baik kedalam maupun keluar dan
bertanggung jawab kepada Sinode Umum GKE.
(2) Tugas, wewenang dan tanggungjawab harian Majelis Sinode GKE dilaksanakan oleh
Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE yang telah dipilih dan ditetapkan dalam Sinode
Umum GKE.
(3) Dalam keadaan mendesak dan luar biasa yang dasar hukumnya belum ada untuk itu,
Majelis Sinode GKE dapat mengambil kebijaksanaan dan keputusan yang selanjutnya
akan dipertanggunjawabkan kepada Sinode Umum GKE terdekat.
BAB II
PERWAKILAN MAJELIS SINODE
Pasal 2
(1) Perwakilan Majelis Sinode GKE adalah Badan pembantu perpanjangan tangan Majelis
Sinode GKE yang anggota-anggotanya dipilih, diangkat dan ditetapkan oleh Badan Pekerja
Harian Majelis Sinode GKE.
(2) Tugas, wewenang dan tanggung jawab Pengurus Perwakilan Majelis Sinode GKE diatur
dan ditetapkan oleh Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE yang dicantumkan di dalam
Surat Keputusan pengangkatan dan penetapan Pengurus Perwakilan Majelis Sinode GKE.
(3) Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab, Pengurus Perwakilan Majelis
Sinode GKE bertanggungjawab sepenuhnya kepada Badan Pekerja Harian Majelis Sinode
GKE.
(4) Ketua Perwakilan ditunjuk dan ditetapkan dari seorang warga GKE yang memiliki jabatan
tertinggi dan strategis di pemerintahan atau legilatif oleh Badan Pekerja Harian Majelis
Sinode GKE.
(5) Pengurus Perwakilan Majelis Sinode GKE wajib menyampaikan laporan tertulis (bagian
umum dan keuangan) kepada Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE setiap 1 (satu)
tahun sekali.
(6) Pengurus Perwakilan Majelis Sinode GKE wajib mendukung dan mengamankan kebijakan
Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE, khususnya dalam melaksanakan hasil
Keputusan Sinode Umum GKE dan hasil Keputusan Sidang-Sidang Majelis Sinode GKE.
(7) Perwakilan Majelis Sinode GKE turut serta dalam peningkatan kesejahteraan pekerja-
pekerja Resort di wilayah perwakilan yang bersangkutan.
(8) Dalam hal pelaksanaan program, Perwakilan Majelis Sinode GKE wajib berkoordinasi
dengan Majelis Resort setempat dan mendapat persetujuan dari Majelis Sinode GKE.
(9) Berakhirnya masa Kepengurusan Perwakilan Majelis Sinode GKE bersamaan dengan
berakhirnya masa Kepengurusan Majelis Sinode GKE yang mengangkat dan
membentuknya (5 tahun).
(10) Perwakilan Majelis Sinode GKE statusnya bersifat fungsional bukan struktural.
Pasal 3
HUBUNGAN TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
ANTAR PERWAKILAN MAJELIS SINODE GKE
(1) Hubungan tugas, wewenang dan tanggungjawab antar perwakilan Majelis Sinode GKE
adalah hubungan bersifat Koordinatif atau Konsultatif.
(2) Perwakilan Majelis Sinode GKE di tingkat propinsi diberikan tugas tambahan untuk
membantu atau memfasilitasi pengurus Perwakilan Majelis Sinode GKE tingkat Kabupaten
dan Kota bilamana berurusan dengan pemerintah propinsi dan pemerintah pusat di
Jakarta.
Pasal 4
PENDANAAN
(1) Pengurus Perwakilan Majelis Sinode GKE diberikan hak untuk mencari atau menggalang
dana dari berbagai sumber sepanjang tidak mengikat dan tidak bertentangan dengan
peraturan GKE.
(2) Dana yang diperoleh sebagaimana telah disebutkan pada Butir 1 di atas dipergunakan
untuk keperluan biaya operasional rutin dan program Perwakilan Majelis Sinode GKE.
Pasal 5
KEKAYAAN ATAU ASSET
Kekayaan atau asset yang bergerak dan yang tidak bergerak yang diperoleh dan dikelola oleh
Perwakilan Majelis Sinode GKE adalah kekayaan atau asset milik GKE.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB XII pasal 46
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No.11 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
BAB I
UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN
Majelis Pertimbangan ialah lembaga yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan tentang
proses pelaksanaan seluruh kehidupan Gereja Kalimantan Evangelis.
Pasal 2
PEMBENTUKAN MAJELIS PERTIMBANGAN
(1) Majelis Pertimbangan dibentuk pada setiap jenjang organisasi GKE, yaitu tingkat Jemaat,
Resort, dan Sinode.
a. Majelis Pertimbangan Jemaat dipilih dan ditetapkan oleh Persidangan Jemaat.
b. Majelis Pertimbangan Resort dipilih dan ditetapkan oleh Sinode Resort.
c. Majelis Pertimbangan Sinode dipilih dan ditetapkan oleh Sinode Umum.
(2) Jumlah anggota Majelis Pertimbangan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang. Salah seorang di antaranya ditunjuk sebagai Ketua dan
Sekretaris.
Pasal 3
SYARAT ANGGOTA MAJELIS PERTIMBANGAN
BAB II
TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN PEDOMAN KERJA
Pasal 4
TUGAS DAN WEWENANG
(2) Majelis Pertimbangan Sinode memberikan pertimbangan kepada Majelis Sinode GKE dan
memberi pertimbangan berkaitan dengan kehidupan GKE.
(3) Majelis Pertimbangan Sinode dapat memberi pertimbangan kepada Majelis Resort dan
Majelis Jemaat GKE jika diminta.
(4) Pertimbangan disampaikan secara tertulis, baik secara bersama-sama oleh anggota-
anggota atau secara perseorangan dengan memberi tembusan kepada anggota yang lain.
(5) Majelis Pertimbangan Resort dapat memberikan pertimbangan kepada seluruh jemaat di
wilayah Resort tersebut jika diminta.
Pasal 4
KEWAJIBAN DAN PEDOMAN KERJA
(1) Majelis Pertimbangan wajib menaati Tata Gereja, Keputusan Sinode Umum dan seluruh
Peraturan GKE.
(2) Agar dapat melaksanakan tugas/wewenangnya dengan baik, maka Majelis Pertimbangan
perlu mengikuti semua kegiatan Majelis dalam tingkatnya masing-masing. Untuk itu, maka:
a. Majelis Sinode GKE/Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE mengundang Majelis
Pertimbangan GKE untuk menghadiri setiap Sidang Majelis Sinode GKE / Badan
Pekerja Harian Majelis Sinode GKE.
(4) Dalam hal yang luar biasa Ketua Majelis Pertimbangan dapat mengundang anggota-
anggota Majelis Pertimbangan diluar kesempatan sidang Majelis Sinode GKE untuk
mengadakan sidang Majelis Pertimbangan di tempat dan pada waktu yang ditentukan oleh
Ketua.
(5) Semua pengeluaran Majelis Pertimbangan dibebankan pada masing – masing anggaran
Majelis sesuai jenjangnya.
(6) Majelis Pertimbangan Sinode menyampaikan laporan kepada Sinode Umum GKE, Majelis
Pertimbangan Resort menyampaikan laporan kepada Sinode Resort GKE dan Majelis
Pertimbangan Jemaat menyampaikan laporan kepada Persidangan Jemaat GKE.
BAB IV
PENUTUP
Pasal 5
KETENTUAN PENUTUP
(1) Hal-hal lain yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur dan ditetapkan lebih lanjut
dalam Sidang Majelis Sinode GKE.
(2) Dengan berlakunya peraturan ini, maka peraturan lain yang bertentangan dengan
peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
LAMBANG GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN TENTANG LAMBANG GEREJA KALIMANTAN
EVANGELIS
Pasal 1
PENGERTIAN
(1) Lambang adalah simbol identitas diri yang di dalamnya terkandung makna. Lambang
GKE adalah simbol identitas diri GKE yang mengandung makna teologis, historis,
filosofis, dan cita-cita GKE.
(a) Makna teologis Lambang GKE ialah GKE mengakui bahwa Yesus Kristus adalah
Tuhan dan Juruselamat dunia. Pengakuan ini dilambangkan dengan simbol Salib dan
Alkitab serta lingkaran konsentris yang menunjuk kepada Tri Panggilan GKE.
(b) Makna historis Lambang GKE: GKE lahir, hidup dan melayani di pulau Kalimantan
sebagai pusat GKE. GKE menjadi bagian dari sejarah di Kalimantan. Pengakuan ini
dituangkan dalam bentuk pulau Kalimantan dan tahun lahirnya GKE di Kalimantan
(c) Makna filosofis Lambang GKE: GKE menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
konteks sosial dan budaya di Kalimantan. Pengakuan ini dilambangkan dengan
perahu dan sungai
(d) Cita-cita GKE: dalam lambang GKE terkandung cita-cita GKE sebagaimana tertuang
dalam visi dan misi GKE.
Pasal 2
BENTUK LAMBANG GKE
(1) Lambang GKE berbentuk lingkaran (bundar).
(2) Di dalam lingkaran ada 3 (tiga) lingkaran konsentris. Lingkaran paling dalam
menggunakan lingkaran bergerigi.
(4) Di bawah tulisan GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS dan 1839 ditempatkan gambar
pulau Kalimantan dengan warna hijau dan putih, Salib berwarna merah, Alkitab yang
terbuka bertulis Alpha dan Omega, Jukung, dan Gelombang.
(5) Warna dalam Lambang terdiri dari: kuning keemasan, hitam, merah, ungu, hijau, putih,
dan biru
Pasal 3
ARTI DARI LAMBANG GKE
(1) Lingkaran (bundar) melambangkan kesatuan jemaat-jemaat GKE dan hubungan GKE
dengan gereja-gereja, serta tekad pelayanan yang tidak berkesudahan.
(2) Lingkaran konsentris melambangkan Tri panggilan Gereja. Garis lingkar paling luar
adalah Koinonia, garis lingkar tengah adalah Marturia dan garis lingkar dalam adalah
Diakonia. Lingkaran bergerigi melambangkan dinamika tantangan yang dihadapi GKE tiap
saat baik dari dalam maupun dari luar.
(4) 1839 merupakan tahun lahir Gereja Kalimantan Evangelis berdasarkan Baptisan pertama
tanggal 10 April 1839 di Bethabara.
(5) Pulau Kalimantan melambangkan pusat dan wilayah pelayanan GKE. Warna putih
merupakan wilayah bagian dari Malaysia sedangkan warna hijau adalah wilayah
Kalimantan (Indonesia).
(6) Jukung adalah sarana yang dipakai oleh para misionaris dalam penginjilan di pulau
Kalimantan mengarungi laut dan sungai.
(7) Alkitab yang terbuka melambangkan Firman Allah yang selalu siap dibaca, ditaati,
dipraktekan dan diberitakan.
(8) Salib berwarna merah melambangkan darah Kristus yang menyelamatkan dan
melambangkan kemenangan dari berbagai kuasa jahat dan tantangan.
(9) Puncak Salib memasuki wilayah warna putih dalam gambar pulau Kalimantan,
melambangkan cita-cita mengabarkan Injil sampai keujung bumi.
(10) Huruf kapital Yunani klasik, Alpha dan Omega, melambangkan kasih dan kuasa Kristus
yang tidak berakhir.
(11) Lima gelombang melambangkan tantangan yang dihadapi umat dalam menaati Firman
Tuhan dan melambangkan Lima Sila Pancasil sebagai asas bernegara dan
bermasyarakat.
Pasal 4
MAKNA DARI WARNA LAMBANG GKE
(1) Kuning keemasan yang menjadi latar belakang dan mendominasi lambang GKE
bermakna kejayaan GKE.
(3) Merah yang menjadi lingkaran luar bagian dalam bermakna keberanian menghadapi
segala tantangan.
(7) Putih pada pulau Kalimantan bermakna kehidupan baru bagi Injil dan kesempatan baru
bagi pemberitaan Kabar Baik.
(8) Merah pada Salib bermakna kasih, pengorbanan dan keselamatan Kristus.
(9) Putih pada Alkitab bermakna kebenaran dan kemuliaan yang Abadi.
Pasal 5
PENGGUNAAN LAMBANG GKE
(1) Lambang GKE sebagaimana pada pasal 2 (dua) di atas wajib digunakan oleh Majelis
Sinode GKE sebagai pemimpin/struktur tertinggi Gereja Kalimantan Evangelis.
(2) Dengan menggunakan Lambang GKE sebagaimana pasal 2 (dua) di atas, maka Majelis
Sinode bertanggungjawab terhadap identitas GKE baik ke dalam maupun keluar.
(3) Untuk membedakan identitas kelembagaan secara internal dalam kemajelisan di GKE,
maka ditambahkan tulisan Majelis Resort atau Majelis Jemaat di dalam lingkaran bagian
bawah pada lambang GKE pada cap/stempel resort/jemaat.
(4) Dengan tambahan tulisan Majelis Resort atau Majelis Jemaat dalam lingkaran bagian
bawah pada lambang GKE pada cap/stempel resort/jemaat, maka Majelis Resort dan
atau Majelis Jemaat bertanggung jawab menjaga identitas GKE di wilayahnya masing-
masing.
Pasal 6
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan
tidak berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
BAB I
PERSIDANGAN JEMAAT
Pasal 1
PENGERTIAN
Pasal 2
PELAKSANAAN PERSIDANGAN JEMAAT
(1) Persidangan Jemaat dilakukan dalam bentuk Persidangan Biasa dan Persidangan Luar
Biasa:
a. Persidangan Jemaat Biasa dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun
b. Persidangan Jemaat Luar Biasa diadakan atas permintaan Majelis Jemaat atau 2/3 (dua
pertiga) jumlah anggota Sidi jemaat setempat.
(2) Dalam rangka menetapkan kebijakan pelaksanaan tugas panggilan gereja di lingkungan
jemaat sebagaimana diputuskan dalam Persidangan Jemaat diadakan Sidang Majelis
Jemaat
(1) Anggota Jemaat setempat yang telah sidi dan tidak sedang dikenakan tindakan disiplin
gerejawi.
(2) Majelis Pertimbangan, Badan Pekerja Harian dan seluruh anggota Majelis Jemaat
(Penatua dan Diakon).
(5) 1 (satu) orang wakil dari masing-masing pengurus inti kategorial jemaat
(7) Undangan
(8) Berkaitan dengan butir (1) di atas, dalam kondisi Jemaat tertentu khusus di jemaat
perkotaan yang anggota jemaat/anggota sidinya cukup banyak, peserta persidangan cukup
diwakili oleh utusan perwakilan anggota sidi dari lingkungan-lingkungan dalam jemaat
setempat.
Pasal 4
HAK BICARA DAN HAK SUARA
Pasal 5
TATA TERTIB PERSIDANGAN JEMAAT
Persidangan Jemaat mempergunakan Tata Tertib yang ditetapkan oleh Persidangan Jemaat,
yang tidak bertentangan dengan Peraturan GKE yang berlaku.
Pasal 6
PIMPINAN PERSIDANGAN JEMAAT
Pasal 7
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
PERSIDANGAN JEMAAT
(5) Persidangan Jemaat bertugas untuk memilih dan atau menetapkan Penatua dan Diakon,
jika masa bakti/periode dari Penatua dan Diakon sudah akan berakhir (tahun terakhir dari
dari periode tersebut).
BAB II
Pasal 8
SIDANG MAJELIS JEMAAT
(1) Sidang Majelis Jemaat diselenggarakan dalam rangka memberi kesempatan kepada
semua anggota Majelis Jemaat untuk memikirkan dan mengambil bagian dalam
pelaksanaan tugas panggilan GKE sebagaimana yang telah diputuskan dalam
Persidangan Jemaat.
(2) Sidang Majelis Jemaat dipimpin oleh Badan Pekerja Harian Majelis Jemaat GKE.
(3) Sidang Majelis Jemaat dihadiri oleh seluruh anggota Majelis Jemaat GKE setempat.
(4) Sidang Majelis Jemaat dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
BAB III
SINODE RESORT
Pasal 9
PENGERTIAN
Sinode Resort adalah persidangan gerejawi tertinggi di tingkat Resort yang merupakan
penampakkan persekutuan Jemaat-Jemaat di lingkungan Resort, diselenggarakan dalam
rangka memberikan kesempatan kepada Jemaat-Jemaat di wilayah Resort tersebut untuk turut
memikirkan dan mengambil bagian dalam pelaksanaan tugas panggilan gereja.
Pasal 10
PELAKSANAAN SINODE RESORT
(1) Sinode Resort dilaksanakan dalam bentuk Sinode Resort Biasa dan Sinode Resort Luar
Biasa :
a) Sinode Resort Biasa dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun
b) Sinode Resort Luar Biasa diadakan atas permintaan Majelis Resort atau 2/3 (dua
pertiga) jumlah Jemaat dalam Resort tersebut.
Pasal 11
PESERTA SINODE RESORT
(7) 1 (satu) orang wakil dari masing-masing pengurus inti kategorial Resort
Pasal 12
KETENTUAN BAGI PESERTA SINODE RESORT
(2) Jemaat yang mempunyai anggota sidi lebih dari 50 (lima puluh) orang, untuk tiap-tiap
kelipatan 50 (lima puluh) orang di atas jumlah 50 orang, dapat mengirim seorang utusan
lagi, dengan ketentuan jumlah utusan seluruhnya sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
(3) Jemaat dapat mengirimkan peninjau, sama dengan jumlah utusan, atau sesuai dengan
ketentuan Majelis Resort.
(4) Setiap peserta Sinode Resort (Pasal 11 : 1 – 8) harus membawa Surat Mandat dari
Badan/lembaga yang bersangkutan
Pasal 13
HAK BICARA DAN HAK SUARA
(2) Setiap Peserta dapat berbicara setelah mendapatkan ijin dari Pimpinan Sinode Resort.
(4) Majelis Resort mempunyai hak suara 15% dari jumlah suara yang hadir untuk memutuskan
hal-hal krusial, tetapi tidak berlaku untuk memilih orang.
Pasal 14
PIMPINAN SINODE RESORT
Pasal 15
TATA TERTIB SINODE RESORT
Sinode Resort mempergunakan Tata Tertib yang ditetapkan oleh Sinode Resort yang tidak
bertentangan dengan Tata Gereja dan Peraturan-peraturan GKE lainnya.
(2) Sinode Resort mengadakan pengawasan dan penilaian atas kehidupan gereja dan
memberikan bimbingan agar kehidupan persekutuan (koinonia), kesaksian (marturia) dan
pelayanan (diakonia) berjalan dengan semestinya.
(3) Sinode Resort membahas dan menerima laporan pertanggung jawaban pelaksanaan
program kerja dan keuangan Majelis Resort masa lima tahun.
(4) Sinode Resort bertugas untuk menjabarkan Keputusan Sinode Umum dan Garis – Garis
Besar Tugas Panggilan GKE (GBTP GKE) yang sedang berjalan untuk menjadi pokok
kebijakan program kerja dan keuangan resort.
(5) Sinode Resort membahas usul-usul Majelis Resort dan Jemaat-jemaat bagi penetapan
kebijakan program kerja dan program keuangan untuk masa 5 (lima) tahun berikutnya.
(7) Sinode Resort dapat membuat peraturan-peraturan tertentu untuk kepentingan pelayanan di
lingkungan Resort, asal tidak bertentangan dengan Peraturan GKE yang berlaku.
BAB IV
SIDANG MAJELIS RESORT
Pasal 17
(1) Sidang Majelis Resort diselenggarakan dalam rangka memberi kesempatan kepada semua
anggota Majelis Resort untuk memikirkan dan mengambil bagian dalam pelaksanaan tugas
panggilan GKE sebagaimana yang telah diputuskan dalam Sinode Resort.
(2) Sidang Majelis Resort dipimpin oleh Badan Pekerja Harian Majelis Resort.
(3) Sidang Majelis Resort dihadiri oleh seluruh anggota Majelis Resort GKE setempat.
(4) Sidang Majelis Resort dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 18
PENGERTIAN
Pasal 19
PELAKSANAAN SINODE UMUM
1) Sinode Umum dilaksanakan dalam bentuk Sinode Umum Biasa dan Sinode Umum Luar
Biasa:
a) Sinode Umum Biasa dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun
b) Sinode Umum Luar Biasa diadakan atas permintaan Majelis Sinode atau 2/3 (dua
pertiga) jumlah Resort
2) Dalam rangka untuk menjabarkan Keputusan Sinode Umum ke dalam program kerja
tahunan diadakan Sidang Majelis Sinode
Pasal 20
PESERTA SINODE UMUM
(8) Undangan
Pasal 21
KETENTUAN BAGI PESERTA SINODE UMUM
(2) Apabila dalam suatu Resort jumlah anggota jemaat lebih dari 1.000 (seribu) orang, maka
untuk tiap-tiap kelipatan 500 (lima ratus) orang di atas jumlah 1.000 (seribu) dapat
mengutus 1 (satu) orang lagi, dengan ketentuan jumlah utusan seluruhnya sebanyak-
banyaknya 7 (tujuh) orang.
(3) Tiap-tiap Resort dapat mengirim Peninjau yang jumlahnya tidak melebihi jumlah utusan,
atau sesuai dengan ketentuan dari MS GKE.
(4) Anggota Majelis Sinode, Majelis Pertimbangan, Badan Pengawas Perbendaharaan (BPP),
serta wakil-wakil Lembaga/ Yayasan/Badan/Komisi di lingkungan MS GKE tidak boleh
menjadi utusan Resort.
Pasal 22
HAK BICARA DAN HAK SUARA
(5) Majelis Sinode mempunyai hak suara 15% dari jumlah suara yang hadir untuk memutuskan
hal-hal krusial, tetapi tidak berlaku untuk memilih orang.
Pasal 23
TATA TERTIB PERSIDANGAN
Sinode Umum mempergunakan Tata Tertib Persidangan yang telah ditetapkan untuk itu, demi
ketertiban dan kelancaran jalannya persidangan.
Pasal 24
PIMPINAN SINODE UMUM
Sinode Umum dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari Ketua Umum dan seorang Ketua
Majelis Sinode GKE, ditambah dengan 3 (tiga) orang anggota yang bukan anggota Majelis
Sinode GKE (utusan Resort, minimal 1 orang perempuan) serta dibantu oleh Sekretaris Umum
dan Wakil Sekretaris Umum sebagai Sekretaris dan Wakil Sekretaris Persidangan.
Pasal 25
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB SINODE UMUM
(2) Sinode Umum mengadakan pengawasan atas kehidupan gereja secara menyeluruh serta
memberikan bimbingan agar kehidupan persekutuan (koinonia), pemberitaan (marturia)
serta pelayanan (diakonia) berjalan dengan semestinya.
(3) Sinode Umum membahas dan menerima laporan pertanggung jawaban pelaksanaan
program kerja dan keuangan Majelis Sinode GKE, Majelis Pertimbangan (MP) dan Badan
Pengawas Perbendaharaan (BPP) Sinode GKE.
(4) Menetapkan Garis-Garis Besar Tugas panggilan GKE berdasarkan usul-usul dari Majelis
Resort, Majelis Sinode, Yayasan, lembaga/Badan di lingkungan GKE.
BAB VI
SIDANG MAJELIS SINODE
Pasal 26
(1) Sidang Majelis Sinode diselenggarakan dalam rangka memberi kesempatan kepada semua
anggota Majelis Sinode untuk memikirkan dan mengambil bagian dalam pelaksanaan tugas
panggilan GKE sebagaimana yang telah diputuskan dalam Sinode Umum.
(2) Sidang Majelis Sinode dipimpin oleh Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE.
(3) Sidang Majelis Sinode dihadiri oleh seluruh anggota Majelis Sinode GKE.
(4) Sidang Majelis Sinode dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan
Sidang Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan
tidak berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
PENGERTIAN
Lingkungan adalah persekutuan anggota Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) yang berada di
satu jemaat menjadi perpanjangan tangan Majelis Jemaat dalam pelayanan.
Pasal 2
TUJUAN
Lingkungan dibentuk dengan tujuan untuk kelancaran pelayanan Jemaat yang tepat guna dan
berdaya guna.
Pasal 3
PEMBENTUKAN DAN PENGESAHAN LINGKUNGAN
(2) Lingkungan dapat dibentuk dengan jumlah anggota sekurang-kurangnya 100 orang.
(3) Pengurus Lingkungan adalah Penatua dan Diakon yang berdomisili dilingkungan yang
bersangkutan dan adalah anggota Majelis Jemaat.
(4) Ketua Pengurus Lingkungan sedapat-dapatnya adalah anggota Badan Pekerja Harian
Majelis Jemaat.
(5) Pengurus Lingkungan diangkat dan disahkan dengan Surat Keputusan Majelis Jemaat.
Himpunan Peraturan GKE 33
Pasal 4
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
(2) Mematuhi Keputusan Persidangan Jemaat, Sidang Majelis Jemaat, Keputusan Majelis
Jemaat dan semua Peraturan GKE yang berlaku.
Pasal 5
HAK
(1) Lingkungan berhak memperoleh perlakuan yang sama dari Majelis Jemaat.
Pasal 6
KEWAJIBAN
(1) Pengurus lingkungan wajib melaksanakan kegiatan pelayanan sesuai dengan program
kerja dan program bidang keuangan serta ketentuan dari Majelis Jemaatnya.
(3) Pengurus Lingkungan wajib melaporkan seluruh keuangan yang ada kepada Majelis
Jemaat yang membentuknya.
(4) Pengurus Lingkungan wajib menyetor 100 % dari penerimaan kolekte ibadah,
persembahan syukurdan lain-lain di lingkungannya kepada Majelis Jemaatnya.
(5) Sebagai bagian integral dari Majelis Jemaat maka semua jenis penerimaan keuangan di
lingkungan ditetapkan oleh Majelis Jemaat.
(6) Dalam rangka mendukung program Majelis Jemaat yang dilaksanakan oleh lingkungan,
maka Majelis Jemaat berkewajiban menganggarkan dana untuk kebutuhan lingkungan
tersebut.
(7) Setiap anggaran yang dibuat sesuai dengan program Majelis Jemaat di tiap lingkungan
berdasarkan Keputusan Sidang Majelis Jemaat wajib dikeluarkan oleh Majelis Jemaat
melalui Bendahara Jemaat.
(8) Setiap anggaran yang diterima oleh lingkungan wajib dilaporkan kepada Majelis Jemaat.
Pasal 7
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
DASAR
Penyelenggaraan Pelayanan Kategorial, Lansia dan Kaum Profesional GKE didasarkan pada
Pelayanan Yesus Kristus sebagaimana disaksikan dalam Alkitab.
Pasal 2
PEMAHAMAN ISTILAH
(1) Yang dimaksudkan dengan Pelayanan Kategorial ialah pelayanan khusus kategori
berdasar usia dan jenis kelamin.
(2) Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan kategori di atas adalah Anak, Remaja,
Pemuda, Perempuan dan Bapak.
(3) Yang dimaksudkan dengan Pelayanan Lansia ialah pelayanan khusus yang ditujukan
kepada kelompok lanjut usia (usia di atas 55 tahun).
(4) Yang dimaksudkan dengan Pelayanan Profesional ialah pelayanan khusus yang ditujukan
kepada kelompok profesional tertentu.
Pasal 4
PELAYANAN KATEGORIAL, LANSIA DAN PROFESIONAL
DALAM JENJANG KEMAJELISAN GKE
(1) Pelayanan Kategorial, Lansia dan Professional sebagaimana pasal 3 adalah badan-badan
pembantu Majelis menurut tingkatnya :
a. Komisi adalah badan pembantu di tingkat Majelis Sinode atau Majelis Resort.
b. Seksi adalah badan pembantu di tingkat Majelis Jemaat.
c. Lansia dan kaum Profesional adalah badan pembantu di tingkat Majelis Jemaat
Pasal 5
PEMBENTUKAN KOMISI, SEKSI, KELOMPOK LANSIA
DAN KELOMPOK PROFESIONAL
(1) Untuk mencapai tujuan seperti tersebut dalam Pasal 3 di atas, gereja dalam tingkat
kemajelisannya, membentuk Badan Pembantu, yaitu : Komisi untuk Tingkat Sinode dan
Resort, Seksi dan Kelompok Lansia serta Kelompok Prefesional untuk tingkat Jemaat.
(2) Pembentukan Komisi dan Seksi Kategorial dilakukan oleh masing-masing, yaitu:
a. Majelis Sinode untuk tingkat Sinode yang Surat Keputusannya (SK) dikeluarkan oleh
Majelis Sinode.
b. Majelis Resort untuk tingkat Resort, yang Surat Keputusannya (SK) dikeluarkan oleh
Majelis Resort.
c. Majelis Jemaat untuk tingkat Jemaat, yang Surat Keputusannya (SK) dikeluarkan oleh
Majelis Jemaat.
(3) Kelompok Lansia dan Kelompok Profesional dibentuk dan di SK-kan oleh Majelis Jemaat.
Pasal 6
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
(1) Komisi dan Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional memberikan masukan-masukan
menurut bidang tugasnya masing-masing kepada Majelis yang membentuknya.
(2) Melaksanakan program kerja Majelis yang bersangkutan, menurut bidang tugasnya
masing-masing :
a. sendiri-sendiri.
b. Secara bersama Komisi, Seksi, Lansia,dan Profesional pada tingkat kemajelisan yang
sama.
c. Secara bersama Komisi, Seksi, Lansia, dan Profesional pada tingkat kemajelisan yang
berbeda.
Himpunan Peraturan GKE 37
d. Bersama bidang pembinaan atau Badan/Lembaga/Yayasan lainnya dalam lingkungan
GKE, serta Gereja dan Lembaga Kristen lainnya.
(3) Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional bertanggungjawab jawab kepada Majelis
yang membentuknya
Pasal 7
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
(1) Setiap anggota Pelayanan Kategorial, Kelompok Lansia dan Profesional berhak:
a. Dapat dipilih untuk berbagai jabatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Menyampaikan pendapat lisan maupun tertulis.
(2) Setiap Anggota Pelayanan Kategorial, Kelompok Lansia dan Profesional berkewajiban:
a. Mengikuti kegiatan pelayanan kategorial/Kelompoknya masing-masing
b. Mematuhi ketentuan yang berlaku pada Pelayanan Kategorial/Kelompok masing-
masing.
Pasal 8
HUBUNGAN KERJA
(1) Hubungan antara Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional dengan Majelis yang
membentuknya adalah hubungan struktural/ tanggung jawab.
(2) Program Kerja dan Anggaran Belanja Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan
Profesional adalah bagian integral dari Program Kerja dan Anggaran Belanja Majelis
yang membentuknya.
(3) Hubungan antara Komisi dan Seksi pada tingkat kemajelisan yang berbeda adalah
hubungan Konsultatif dan Partisipatif.
(4) Hubungan keluar GKE dilakukan melalui Majelis Sinode GKE (cq. Badan Pekerja Harian),
sedangkan hubungan di dalam lingkungan GKE dapat dilakukan secara langsung oleh
Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional yang bersangkutan dengan
sepengetahuan Majelis yang bersangkutan.
Pasal 9
SUMBER DANA DAN PENGELOLA
(1) Sumber dana atau pemasukan keuangan khusus untuk program tertentu selain dari
Anggaran kemajelisan, dapat juga diusahakan menggali sumber dana yang lain:
a. Sumbangan sumber dana yang lain.
b. Bantuan atau usaha yang tidak mengikat dari pihak lain, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
c. Usaha Non tradisional
(2) Pengelolaan keuangan berdasarkan Rencana Anggaran yang disetujui oleh Majelis.
(3) a. Keuangan yang diperoleh oleh Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional disetor
seluruhnya kepada Bendahara Majelis sesuai jenjangnya
b. Dalam kegiatan rutin bendahara Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional
mengelola dana berdasarkan keputusan Majelis sesuai jenjangnya.
(4) Program / Anggaran Belanja Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional menyatu
dengan Anggaran Majelis yang membentuknya.
Pasal 10
PEMBINA
Untuk lebih mengintensifkan Pelayanan Kategorial, kelompok Lansia dan Profesional,
Majelis dapat mengangkat Pembina sesuai jenjangnya
Pasal 11
KEPENGURUSAN
(1) Masa bakti kepengurusan Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional sama dengan
masa bakti Majelis yang membentuknya.
(2) Apabila seorang atau lebih anggota pengurus berhenti sebelum masa jabatannya berakhir
(karena mengundurkan diri, meninggal dunia ataupun diberhentikan oleh pengurus atau
pindah tempat), maka atas usul dari pengurus yang masih aktif, Majelis yang bersangkutan
dapat mengangkat penggantinya.
(3) Komposisi kepengurusan tingkat Sinode, Resort, dan Jemaat disesuaikan dengan
kebutuhan kemajelisan masing-masing.
(4) Ketua Seksi/Komisi Pelayanan Kategorial dan kelompok Lansia dan Profesional di tingkat
Jemaat/ Resort adalah anggota Majelis sesuai dengan tingkatnya.
Pasal 12
HAL - HAL LAIN
(1) Komisi, Seksi, Kelompok Lansia dan Profesional tidak mempunyai Cap tersendiri, tetapi
menggunakan Cap Majelis yang membentuknya.
(2) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini ditentukan bersama antara Komisi, Seksi,
Kelompok Lansia dan Profesional dengan Majelis yang bersangkutan.
Pasal 13
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
PENETAPAN/PENGANGKATAN
KETUA MAJELIS RESORT DAN CALON RESORT DI LINGKUNGAN GKE
(Perbaikan Peraturan GKE No. 9 Tahun 2011)
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
PENGERTIAN
Penetapan/pengangkatan Ketua Majelis Resort dan Ketua Majelis Calon Resort adalah
penunjukkan/penetapan salah seorang Pendeta/ Pambarita aktif GKE oleh Majelis Sinode GKE
sebagai Ketua Majelis Resort di salah satu Resort dan Ketua Majelis Calon Resort di salah satu
Calon Resort dalam lingkungan GKE.
Pasal 2
TUJUAN
(1) Agar Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE dapat secara obyektif mengangkat dan
menetapkan Ketua Majelis Resort dan Ketua Majelis Calon Resort di lingkungan GKE.
(2) Agar Pendeta/Pambarita GKE dan Resort/Calon Resort mendapat penyegaran dalam
pelayanan.
(3) Agar ada pemerataan pelayanan bagi seluruh Pendeta/Pambarita aktif GKE.
(4) Agar setiap pekerja GKE mendapat kesempatan mengembangkan sumber daya yang
dimiliki dalam hal kepemimpinan, organisasi GKE serta dalam karier.
(2) Ketua Majelis Resort/Ketua Calon Resort tingkat Kabupaten/ Kota/ Provinsi:
a. Pendeta GKE yang mempunyai pengalaman pelayanan minimal 10 (sepuluh) tahun
sebagai Pendeta aktif GKE.
b. Pernah menjabat Ketua Majelis Resort tingkat Desa/Kecamatan dan atau pimpinan
Lembaga/Badan di lingkungan GKE.
c. Dapat bekerjasama baik dengan Majelis Sinode, Majelis Resort/Jemaat maupun teman
sekerja dan warga Jemaat.
d. Memiliki keterampilan managerial dan kepemimpinan yang mapan.
e. Memiliki prestasi kerja yang baik di tempat tugasnya yang lama.
f. Memiliki loyalitas, integritas dan tanggung jawab serta rajin dan kreatif.
g. Mendapat dukungan dari keluarga
h. Memiliki pengetahuan teologi minimal S1
i. Laki-laki atau perempuan, sudah berkeluarga atau belum dan usia maksimal 55 tahun
j. Dikonsultasikan dengan yang bersangkutan dan dengan MR/MCR setempat.
(3) Ketua Majelis Resort/Ketua Majelis Calon Resort diangkat dan ditetapkan oleh Badan
Pekerja Harian Majelis Sinode GKE melalui Surat Keputusan
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan
Sidang Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan
tidak berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB XI pasal 43 (6)
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No.10 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan Jabatan di sini ialah jabatan Ketua Majelis Resort dan Ketua Majelis
jemaat tempat kedudukan kantor Resort. Jabatan Ketua Majelis Jemaat tempat kedudukan
kantor Resort secara ex – officio dijabat oleh Ketua Majelis Resort.
Pasal 2
TUJUAN
(1) Untuk meningkatkan kinerja pelayanan di tingkat Resort maupun di tingkat Jemaat tempat
kedudukan Resort.
(2) Untuk memberikan kemudahan dalam komunikasi, birokrasi dan pelayanan di Majelis
Resort dan Majelis Jemaat tempat kedudukan Resort.
Pasal 3
PENGANGKATAN
(1) Ketua Majelis Resort GKE diangkat dan ditetapkan oleh Badan Pekerja Harian Majelis
Sinode GKE.
(3) Berkaitan dengan butir (2) di atas, maka Ketua Majelis Resort ex-officio Ketua Majelis
Jemaat mampu menjaga dan menjalankan kedua jabatan tersebut secara professional.
(4) Ketua Majelis Jemaat bukan tempat kedudukan Kantor Resort diangkat dan ditetapkan
oleh Majelis Resort
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
BAB I
BENTUK, STATUS DAN TUJUAN
Pasal 1
BENTUK
(1) Kelompok Pekabaran Injil (PI) merupakan persekutuan yang terdiri dari sekurang-
kurangnya 5 (lima) orang yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat setempat sebagai badan
pembantu.
(2) Satu atau dua orang di antara anggota Kelompok PI tersebut hendaknya Penatua atau
Diakon.
(3) Kelompok PI ini sedapat mungkin dibentuk di tiap lingkungan/ wilayah pelayanan Jemaat
dan merupakan Kelompok PI Inti.
(4) Kelompok PI Inti ini dapat menggandakan dirinya dengan membentuk kelompok -
kelompok PI binaan di lingkungan/ wilayah pelayanan masing-masing dengan
melaporkannya kepada Majelis Jemaat setempat.
Pasal 2
STATUS
(1) Kelompok PI Jemaat adalah alat pembantu Majelis Jemaat dan oleh sebab itu berada di
bawah pengawasan Majelis Jemaat.
Himpunan Peraturan GKE 44
(2) Kelompok PI bersifat fungsional, bukan struktural.
(3) Penatua, Diakon, warga GKE yang telah mendapat pelatihan Kabar Baik GKE yang
menjadi anggota Kelompok PI berfungsi sebagai penghubung antara Majelis Jemaat
dengan Kelompok PI dan berkewajiban menyampaikan laporan dan informasi baik dari
dan kepada Majelis Jemaat, maupun dari dan kepada Kelompok PI.
(4) Majelis Jemaat menetapkan keanggotaan Kelompok PI untuk masa bakti 5 (lima) tahun
dan dapat ditetapkan kembali untuk masa bakti berikutnya.
Pasal 3
TUJUAN
(1) Meningkatkan aktivitas Pekabaran Injil baik secara pribadi atau kelompok baik para
anggota maupun pelayan GKE.
(3) Meningkatkan kesadaran warga Jemaat untuk memberitakan Injil melalui persekutuan,
kesaksian dan pelayanan, terutama melalui perilaku hidup Kristiani.
(4) Meningkatkan pemahaman yang sama mengenai pekabaran Injil dan menyebarkan
pemahaman tersebut di kalangan warga jemaat.
BAB II
KEGIATAN
Pasal 4
(1) Membudayakan kegiatan membaca Alkitab, dari Kitab Kejadian sampai Wahyu secara
teratur.
(4) Menyiapkan literatur-literatur berkaitan dengan tugas pekabaran Injil sesuai ketentuan
Majelis Sinode GKE.
Pasal 5
(3) Membantu pendanaan untuk kegiatan-kegiatan kelompok atau daerah yang dilayani oleh
Majelis Jemaat/Resort dan Majelis Sinode
Pasal 6
PELAYANAN
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
PASAL 1
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN
(1) Badan Penelitian dan Pengembangan GKE (Balitbang GKE) adalah sebuah badan
pembantu khusus yang dibentuk oleh Majelis Sinode GKE dengan masa kepengurusan
sesuai dengan masa kepengurusan Majelis Sinode GKE.
(2) Balitbang GKE berkedudukan di Banjarmasin tempat kedudukan Majelis Sinode GKE
PASAL 2
STATUS DAN TUJUAN
(1) Balitbang GKE adalah kelengkapan Majelis Sinode dan bertanggungjawab kepada Majelis
Sinode GKE melalui Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE.
(2) Balitbang GKE dibentuk dengan tujuan membantu pengembangan GKE dalam
melaksanakan tugas panggilan gereja di tengah masyarakat, bangsa dan negara, melalui
penelitian, pengkajian dan kegiatan lainnya yang menunjang pengembangan GKE.
(1) Pengurus memberi masukan dan menyampaikan laporan litbang kepada Majelis Sinode
untuk membantu Majelis Sinode membuat kebijakan dan srategi pengembangan GKE
berdasarkan hasil penelitian.
(3) Menyusun program kerja untuk jangka panjang dan pendek, menyusun Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Balitbang GKE.
(4) Melakukan penelitian dan pengkajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
kehidupan gereja, baik yang menyangkut masalah-masalah internal maupun eksternal bagi
pengembangan GKE.
(6) Membina hubungan “jaringan kerja” (network) dengan para pemikir, pakar, cendikiawan
dari berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dengan kelompok-kelompok studi dari
berbagai kalangan dalam masyarakat dan di berbagai daerah.
(7) Mengadakan seminar, konsultasi studi, simposium dan latihan-latihan yang menunjang
tujuan Balitbang GKE.
(8) Menerbitkan hasil-hasil penelitian dan pengkajian serta bahan-bahan yang dianggap perlu
untuk disebarluaskan.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB VIII pasal 26 -
28 memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No.3 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
(1) Penatua adalah jabatan pelayanan gerejawi bersifat sukarela yang diberikan oleh gereja
dalam bentuk pengutusan kepada seseorang yang menerima panggilan Tuhan dan
diteguhkan melalui penahbisan.
(2) Diakon adalah jabatan pelayanan gerejawi bersifat sukarela yang diberikan oleh gereja
dalam bentuk pengutusan kepada seseorang yang menerima panggilan Tuhan dan
diteguhkan melalui penahbisan.
(3) Penatua lebih mengarahkan pelayanannya dalam membantu Pendeta dan penginjil pada
bidang spiritual sedangkan Diakon lebih mengarahkan pelayanannya pada bidang sosial-
material.
(4) Penatua dan Diakon dipilih, diutus dan ditahbiskan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan
dapat dipilih kembali untuk periode selanjutnya.
(5) Keberadaan dan kedudukan Penatua dan Diakon adalah Penatua dan Diakon Jemaat,
bukan lingkungan.
(6) Penatua dan Diakon memiliki kedudukan dan derajat yang sama sebagai Pelayan Gereja.
(3) Selain tugas-tugas tersebut di atas, Penatua dan Diakon wajib mengikuti setiap sidang-
sidang Majelis Jemaat sesuai dengan fungsinya.
Pasal 3
SYARAT-SYARAT PENATUA DAN DIAKON
(2) Anggota GKE yang sudah Sidi, laki-laki atau perempuan dan tidak sedang dikenakan
disiplin Gerejawi.
(3) Kehidupan sehari-hari dapat menjadi teladan, baik di dalam maupun di luar lingkungan
jemaat (I Timotius 3 : 1 – 13; Titus 1 : 5 – 10).
(4) Setia sebagai warga GKE dan tidak menjadi warga gereja lain.
Pasal 4
JUMLAH PENATUA DAN DIAKON
Banyaknya Penatua dan Diakon yang dipilih dalam 1 (satu) jemaat sebanding dengan jumlah
anggota jemaat yang sudah sidi di tempat tersebut, dengan perbandingan sebagai berikut:
(1) 3 orang untuk 50 orang warga jemaat;
(2) 4 orang untuk 51 – 100 orang warga jemaat;
(3) 6 orang untuk 101 – 150 orang warga jemaat;
(4) 8 orang untuk 151 – 200 orang warga jemaat;
(5) 12 orang untuk 201 – 250 orang warga jemaat;
(6) 14 orang untuk 251 – 300 orang warga jemaat;
(7) 16 orang untuk 351 – dst.
(8) Khusus untuk jemaat perkotaan yang jumlah warga jemaatnya besar dan volume
pelayanannya padat, maka jumlah Penatua da Diakon dapat ditambah sesuai kebutuhan.
Pasal 5
KETENTUAN PENCALONAN PENATUA DAN DIAKON
(3) Pengajuan nama-nama bakal calon, dijaring melalui Persidangan Jemaat atau pengajuan
secara tertulis kepada Majelis Jemaat.
(4) Setiap bakal calon diadakan penelitian dengan mengacu pada pasal 3, yaitu persyaratan.
(5) Nama-nama yang telah terjaring sebagai bakal calon, diumumkan kepada anggota Jemaat
sekurang-kurangnya 4 kali berturut-turut dalam kebaktian Minggu.
(6) Setiap bakal calon yang telah diumumkan dan tidak ada keberatan dari warga jemaat
ditetapkan oleh Majelis Jemaat sebagai calon Penatua dan Diakon.
Pasal 6
PEMILIHAN PENATUA DAN DIAKON
(1) Penatua dan Diakon tidak ditunjuk dan dipilih oleh Majelis Jemaat tetapi dipilih oleh
anggota sidi jemaat.
(2) Tata cara pemilihan Penatua dan Diakon dilakukan sebagai berikut:
a. Penatua dan Diakon dipilih dari calon-calon yang dimajukan oleh Majelis Jemaat atau
panitia yang dibentuk oleh Majelis Jemaat.
b. Tata cara pemilihan dilaksanakan secara langsung dalam Persidangan Jemaat dan
atau melalui kertas suara yang diedarkan kepada setiap anggota sidi/pemilih;
c. Berkaitan dengan butir (2) b di atas, Penatua dan Diakon tidak hanya dipilih oleh
anggota sidi di lingkungan tetapi dipilih oleh seluruh anggota sidi jemaat setempat.
d. Perolehan suara terbanyak menurut jumlah Penatua dan Diakon yang diperlukan
dinyatakan sebagai calon Penatua dan Diakon terpilih;
e. Nama-nama Penatua dan Diakon yang memperoleh suara terbanyak untuk menjadi
Penatua dan Diakon diumumkan kepada anggota jemaat, sekurang-kurangnya 4 kali
dalam Kebaktian Minggu dan atau kebaktian-kebaktian Keluarga.
Pasal 7
PENEGUHAN
(1) Nama-nama Penatua dan Diakon yang terpilih ditetapkan menjadi Penatua dan Diakon
dalam Persidangan Jemaat.
(2) Penatua dan Diakon yang sudah dipilih, wajib diberikan pembekalan minimal bimbingan
tentang tugas-tugas Penatua dan Diakon yang akan dilaksanakan.
(3) Penatua dan Diakon tersebut diteguhkan melalui pentahbisan ke dalam Jabatan Penatua
dan Diakon dengan mempergunakan liturgi khusus dalam kebaktian Minggu.
(4) Penatua dan Diakon yang sudah diteguhkan diangkat sebagai Majelis Jemaat dengan
diterbitkan Surat Keputusannya oleh Majelis Resort.
Pasal 8
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 9
LARANGAN
Dalam rangka menjaga, memelihara dan mempertahankan wibawa dan nama baik Penatua dan
Diakon dilarang:
a. Merangkap keanggotaan gereja di luar GKE.
b. Menjadi pengurus gereja lain di luar GKE.
c. Menjadi petugas liturgis dan pembina/pendamping kategorial di gereja lain di luar GKE
d. Melakukan KDRT dan menceraikan istri/suaminya
e. Melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etik moral secara Alkitabiah maupun
kemasyarakatan
f. Memecah atau merusak persekutuan jemaat dalam bentuk apapun.
Pasal 10
SANKSI
(1) Jika Penatua dan Diakon GKE melanggar pasal 8 (2) dan pasal 9 di atas, maka dapat
diberikan sanksi :
a. Nasihat
b. Teguran
c. Di non aktifkan dari jabatan Penatua atau Diakon
d. Diberhentikan dari jabatan Penatua atau Diakon
(2) Pemberian sanksi sebagaimana butir (1) di atas, harus melalui proses sebagai berikut:
a. Penggembalaan oleh tim khusus yang ditunjuk oleh Majelis Jemaat untuk itu.
b. Jika butir (2) a di atas tidak diindahkan, maka diberikan teguran lisan maupun tertulis.
c. Jika butir (2) b di atas tidak diindahkan, maka yang bersangkutan di nonaktifkan dalam
waktu tertentu dari tugas pelayanan sebagai Penatua atau Diakon dan dari jabatan
struktur kemajelisan.
Pasal 11
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB VIII pasal 29 -
30 memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 4 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
BAB I
UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN
(1) Pendeta GKE adalah jabatan pelayanan gerejawi yang diberikan gereja dalam bentuk
pengutusan kepada seseorang yang menerima panggilan Tuhan dan diteguhkan melalui
penahbisan oleh Majelis Sinode sesudah menjalani masa vikariat selama periode waktu
tertentu.
(2) Penginjil (Pambarita) GKE adalah jabatan pelayanan gerejawi yang diberikan gereja dalam
bentuk pengutusan kepada seseorang yang menerima panggilan Tuhan dan diteguhkan
melalui penahbisan oleh Majelis Sinode sesudah menjalani masa pelayanan di
Resort/Jemaat dan mendapat rekomendasi dari Resort/Jemaat tempat pelayanan yang
bersangkutan untuk dapat menjadi Pambarita/Penginjil GKE.
(3) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE adalah Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE
penuh waktu. Yang bersangkutan diangkat dan ditetapkan oleh Majelis Sinode GKE dalam
tugas tertentu di lingkungan GKE.
(4) Jabatan Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE melekat pada seseorang selama yang
bersangkutan berada dalam kerangka pelayanan GKE dan setia serta memiliki komitmen
yang teguh untuk melaksanakan pelayanan sesuai hakikat pengutusannya.
Himpunan Peraturan GKE 54
B A B II
KEDUDUKAN, STATUS, TUGAS, HAK, KEWAJIBAN
LARANGAN DAN SANKSI
Pasal 2
KEDUDUKAN
(1) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE karena fungsinya adalah pegawai GKE, diangkat
oleh Majelis Sinode GKE.
(2) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang bertugas di Resort / Jemaat karena jabatan
gerejawinya, otomatis menjadi anggota Majelis Jemaat / Resort di tempat yang
bersangkutan bertugas.
(5) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengutusan/pelayanan sejalan dengan kebutuhan
serta perkembangan organisasi, Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE dapat berstatus
pegawai aktif maupun non aktif GKE.
(6) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE, karena status kepegawaian berakhir atau yang
memohon berhenti, maka yang bersangkutan menjadi Pendeta dan Penginjil (Pambarita)
GKE non aktif.
(7) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE non aktif dapat membantu pelayanan di Jemaat
jika diminta oleh Majelis Jemaat dan atas rekomendasi dari Resort, setelah Majelis Resort
berkonsultasi dengan MS GKE.
(8) Berkaitan dengan butir (6) di atas, maka pemberian jasa pelayanan oleh Majelis Jemaat
diberikan di setiap melaksanakan tugas pelayanan.
Pasal 3
STATUS
(1) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE adalah pegawai aktif GKE dengan usia maksimal
60 tahun.
(2) Status Pendeta dan Penginjil (Pambarita) Gereja Kalimantan Evangelis adalah:
a. Pendeta dan Penginjil (Pambarita) Resort, yaitu Pendeta dan Penginjil (Pambarita)
yang ditugaskan sebagai pelayan dan gembala di jemaat – jemaat dalam lingkungan
resort.
b. Pendeta dan Penginjil (Pambarita) dengan tugas pelayanan khusus yang ditugaskan
dengan pengutusan khusus atau mendapat rekomendasi oleh gereja pada kantor
Majelis Sinode GKE, lembaga mitra GKE, Yayasan, Badan dan Lembaga lainnya
c. Pendeta Emiritus, yaitu Pendeta yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik
sampai memasuki masa pensiun wajib usia 60 tahun di Sinode, Resort, Jemaat,
Lembaga atau bidang khusus.
(3) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang ingin menjadi Pegawai Negeri atau di
lembaga lain harus mendapat izin tertulis dari Badan Pekerja Harian MS GKE.
(4) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang menjadi Pegawai Negeri Sipil atau di
lembaga lain tanpa mandapat izin dari BPH MS GKE maka jabatan kependetaan dan
kepenginjilannya dicabut oleh Badan Pekerja Harian MS GKE.
(5) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang menjadi Pegawai Negeri Sipil atau di
lembaga lain atas izin dari Badan Pekerja Harian MS GKE maka statusnya akan menjadi
Pendeta Non Aktif GKE.
(6) Yang dimaksud dengan Pendeta dan Penginjil (Pambarita) non aktif ialah seseorang yang
karena sesuatu hal tidak lagi sebagai pegawai aktif GKE oleh sebab menjadi:
(7) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang pindah karena mengikuti suami/isteri
sedangkan pada tempat tugas yang baru, Majelis Resort tidak mampu membayar gajinya,
maka status yang bersangkutan tidak aktif, dan jika Majelis Resort mempekerjakannya
untuk pelayanan, maka harus ada rekomendasi Majelis Sinode GKE.
(8) Pendeta GKE yang telah berusia 60 tahun, secara otomatis menjadi Pendeta Emiritus,
ketentuan untuk itu diatur sesuai dengan Peraturan Dana Pensiun PGI.
(9) Pendeta Emiritus dapat membantu pelayanan di mana yang bersangkutan menetap,
sepanjang diperlukan oleh Majelis Resort.
(10) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang telah dicabut status jabatan gerejawinya
dapat dipulihkan kembali jabatan gerejawinya dengan pertimbangan-pertimbangan yang
sangat khusus oleh BPH MS GKE.
Pasal 4
TUGAS-TUGAS POKOK PENDETA DAN PENGINJIL (PAMBARITA) GKE
Pasal 5
HAK – HAK
(1) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE berhak mendapatkan dukungan dan perlindungan
dari Majelis Jemaat, Majelis Resort dan Majelis Sinode.
a. Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang mengalami tindak Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) wajib melaporkan kepada MJ/MR tempat yang bersangkutan
bekerja dan kepada BPH MS GKE agar mendapat perlindungan dan pembinaan.
b. Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang menjadi korban KDRT yang dibuktikan
oleh yang berwenang untuk itu dan diceraikan oleh pasangannya, maka yang
bersangkutan berhak mendapat perlindungan dan pembinaan serta mendapat
kesempatan untuk melayani demi kelangsungan hidup keluarganya.
(2) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE berhak untuk mendapatkan jaminan hidup yang
layak.
(3) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE berhak untuk mendapatkan jaminan hari tua
(pensiun). Khusus untuk Penginjil (Pambarita) GKE disesuaikan dengan kemampuan
Resort di mana Penginjil (Pambarita) GKE bekerja dan melayani.
(4) Pendeta yang mengakhiri masa tugasnya secara penuh pada usia 60 tahun berhak
mendapat penghargaan melalui Ibadah Emiritasi di Jemaat/Resort/Lembaga tempat yang
bersangkutan terakhir melayani.
Pasal 6
KEWAJIBAN
(1) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE berkewajiban untuk menjaga, memelihara wibawa
dan nama baik GKE di dalam jemaat maupun masyarakat.
(2) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE berkewajiban membangun dan memelihara
hubungan baik, kerjasama yang harmonis dengan semua orang, terutama dengan sesama
para Pendeta, Penatua, Diakon, Penginjil dan Vikaris yang ada di lingkungan GKE.
(3) Keberadaan kehidupan Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE menjadi teladan yang baik
bagi warga jemaat dan masyarakat.
(4) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE wajib menjalankan tugasnya, di manapun saja di
lingkungan GKE.
(5) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE pada saat ditahbiskan ke dalam jabatan Pendeta
dan Penginjil (Pambarita) GKE menandatangani surat pernyataan bersedia ditempatkan di
mana saja.
(6) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE berkewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas
yang diatur oleh Majelis Jemaat, Majelis Resort dan Majelis Sinode GKE.
(7) Demi menunjang tugas pelayanan yang dilakukan, maka Pendeta dan Penginjil
(Pambarita) GKE wajib mencari pasangan/teman hidup yang memahami dan mendukung
seluruh pelayanannya.
(8) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE beserta keluarganya wajib menyimpan rahasia
jabatan.
(10) Berkaitan dengan butir (9) di atas, maka Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE yang
akan menikah/berkeluarga wajib mendapat katekisasi bersama dengan pasangannya oleh
Badan Pekerja Harian MS GKE.
Pasal 7
LARANGAN
(1) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE dilarang merangkap jabatan kepegawaian pada
instansi lain secara penuh waktu.
(2) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE dilarang untuk terlibat kegiatan-kegiatan yang
amoral dan atau provokatif yang dapat menimbulkan kekacauan, keributan dan kegaduhan
di dalam jemaat dan masyarakat.
(3) Pendeta dan Penginjil (Pambarita) GKE dilarang menjadi pengurus partai politik.
Pasal 8
SANKSI
(1) Jabatan Pendeta dan Penginjil (Pambarita) dapat dicabut oleh Badan Pekerja Harian
Majelis Sinode GKE karena:
a. Pendeta dan Penginjil (Pambarita) beralih tugas secara tetap di instansi lain
(pemerintah atau swasta), kecuali mendapat izin tertulis dari Badan Pekerja Harian
Majelis Sinode GKE dengan catatan jabatan Pendeta tersebut tetap dibutuhkan di
Instansi baru itu (tenaga rohaniawan)
b. Menceraikan pasangannya (suami atau istri)
c. Melanggar moral-etik-integritas Alkitabiah, Tata Gereja dan Peraturan-peraturan GKE
yang berlaku.
d. Menikah lagi setelah cerai – hidup.
(2) Dalam hal menceraikan pasangannya pada butir (1) b di atas harus dibuktikan dengan
Surat Amar Putusan Pengadilan dan Surat Cerai dari lembaga yang menentukan untuk itu,
dengan ketentuan:
a. Jika dalam Surat Amar Putusan Pengadilan tersebut, Pendeta yang bersangkutan
mengalami KDRT (korban), maka jabatan Pendetanya tidak dicabut.
b. Sebaliknya, jika yang bersangkutan terbukti tidak mengalami KDRT, maka jabatan
pendetanya dicabut.
(3) Dalam hal melanggar moral-etik-integritas Alkitabiah dan atau Tata Gereja dan atau
Peraturan-peraturan GKE sebagaimana butir (1) c di atas, diberikan sanksi oleh BPH MS
GKE sesuai dengan tingkat pelanggarannya dalam bentuk:
a. Peringatan ringan, atau
b. Dicutikan, atau
c. Diberhentikan dengan tidak hormat.
(4) Dalam hal menikah lagi setelah cerai – hidup sebagaimana Pasal 5 (1) b dan Pasal 8 (1) d
di atas, maka yang bersangkutan di non-aktifkan dari pegawai GKE dan tidak
diperkenankan untuk melaksanakan pelayanan Liturgis/keimaman dalam peribadatan
jemaat. Pendeta dan Penginjil(Pambarita) GKE yang bersangkutan dapat bekerja di
lembaga, yayasan, badan di lingkungan GKE sesuai kebutuhan yang tidak berkaitan
dengan tugas keimaman.
Pasal 9
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB VIII pasal 29 -
30 memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 5 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan Pakaian Jabatan adalah pakaian khusus yang
dikenakan dalam pelayanan liturgis dan pelayanan lainnya oleh Pendeta dan Penginjil
(Pambarita), Penatua dan Diakon.
Pasal 2
JENIS PAKAIAN JABATAN
(1) Jenis Pakaian Jabatan bagi Pendeta ialah:
a. Jubah atau Toga yang dibuat dari kain berwarna hitam dengan dasi putih berbentuk
huruf V terbalik.
b. Stola (selempang) yang dibuat dari kain, pada bagian kanan tertera lambang XR yang
artinya Yesus Kristus dan pada sebelah kiri tertera lambang GKE.
c. Clerical Collar yaitu kain atau plastik berwarna putih yang dikenakan pada leher baju
berwarna hitam atau sesuai dengan tahun gerejawi. Apabila baju ber-clerical collar
dipadukan dengan jas, maka jas yang dipergunakan berwarna warna hitam atau gelap.
Pasal 3
WAKTU PEMAKAIAN
(1) Jubah atau Toga Pendeta dikenakan dalam memimpin kebaktian hari Minggu atau ibadah–
ibadah khusus hari Raya Gerejawi, pelayanan sakramen, pemberkatan nikah, pemakaman
dan pendampingan pengucapan janji.
(2) Stola dipergunakan oleh Pendeta, Penginjil (Pambarita), Vikaris, Penatua dan Diakon yang
bertugas pada hari Minggu dan ibadah khusus lainnya dengan menyesuaikan warna tahun
Gerejawi dan peristiwa gerejawi.
(3) Pada hari raya gerejawi tertentu seperti Hari Pemuda, Hari Perempuan GKE dan
sejenisnya, para petugas ibadah, yaitu pemuda, perempuan dan bapak-bapak, yang bukan
anggota majelis, dapat menggunakan stola sesuai warna tahun gerejawi.
(4) Toga Penatua dan Diakon dikenakan pada saat pelayanan kebaktian Minggu dan Hari
Raya Gerejawi, dalam pelaksanaan tugas sakramen, pemakaman dan perkawinan yang
dapat mandat untuk itu.
(5) Baju jabatan dengan clerical collar untuk pendeta dipergunakan dalam ibadah khusus,
antara lain: Kebaktian rumah tangga, Natal, pembukaan dan Penutupan Sinode Resort,
Persidangan Jemaat, Pelatihan, Pembinaan, Perkabungan, penghiburan, Pertunangan,
Pemenuhan adat, dan ibadah-ibadah lainnya.
(6) Jas warna hitam atau gelap dengan dasi dikenakan dalam pelayanan liturgis atau
pelayanan lainnya yang dilakukan oleh Penginjil (Pambarita) dan Vikaris.
(7) Lebih lanjut tentang Pakaian Jabatan diatur dalam peraturan tentang Pedoman
Pelaksanaan dan petunjuk Tehnis Peribadatan Dalam Gereja Kalimantan Evangelis.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB VIII pasal 31
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 6 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan vikar ialah seorang yang telah menamatkan pendidikan teologi baik
Diploma III, Strata 1 maupun Strata 2 dan Strata 3 yang telah ditetapkan oleh Badan Pekerja
Harian Majelis Sinode GKE untuk menjalani masa persiapan/praktek pelayanan kependetaan.
Pasal 2
TUJUAN
(1) Untuk memberikan pengalaman secara nyata tentang pelayanan gerejawi baik di bidang
pelayanan liturgis, administratif maupun managerial.
(2) Mempersiapkan calon pendeta yang berdedikasi, mempunyai loyalitas, integritas dan
mampu berteologi secara kontekstual serta berwawasan oikumenis.
Pasal 3
SYARAT – SYARAT VIKAR
(1) Telah lulus pendidikan teologia dari Sekolah Tinggi Teologia GKE atau Sekolah Teologia
lainnya yang disetujui oleh Majelis Sinode GKE, baik program D.3, S.1, S.2 maupun S.3.
(2) Mengajukan permohonan menjadi tenaga Vikar kepada Badan Pekerja Harian Majelis
Sinode GKE.
(4) Setiap calon vikar yang telah lulus dari seleksi sebagaimana ayat (3) di atas,
penempatannya sebagai Vikar Gereja Kalimantan Evangelis ditetapkan dengan Surat
Keputusan BPH Majelis Sinode GKE.
(5) Setiap Vikar sebelum melaksanakan tugasnya sebagai vikar GKE, wajib mengikuti Ibadah
Pengutusan Vikar.
Pasal 4
PEMBEKALAN CALON VIKAR DAN CALON PENDETA
(1) Setiap calon Vikar dan calon Pendeta wajib mengikuti pembekalan dan atau sejenisnya
yang dilaksanakan oleh Majelis Sinode GKE, yang lamanya sekurang-kurangnya 2 Minggu
atau lebih tentang pelayanan GKE secara umum baik bersifat pengetahuan dan
keterampilan.
(2) Para calon Vikar dan calon Pendeta wajib memahami materi-materi pembekalan, antara
lain:
a. Tugas dan panggilan sebagai Vikar GKE dan Pendeta GKE
b. Tata Gereja GKE
c. Visi dan Misi GKE
d. Garis Besar Tugas Panggilan GKE
e. Peraturan-Peraturan GKE
f. Ajaran GKE
g. Katekismus GKE
h. Sejarah GKE
i. Organisasi dan kepemimpinan di GKE
j. Liturgi GKE
k. Wilayah Pelayanan dan konteks GKE
l. Pelayanan, Pembinaan dan Penggembalaan
m. Panggilan, motivasi dan penguatan komitmen sebagai Vikar GKE dan Pendeta GKE
n. Keuangan GKE
o. Materi-materi lainnya untuk calon Pendeta yang ditentukan oleh BPH MS GKE.
(3) Setiap calon Vikar dan calon Pendeta dikenakan biaya pendaftaran dan administrasi.
Pasal 5
TUGAS VIKAR
(1) Melaksanakan tugas-tugas pelayanan kependetaan, baik pelayanan liturgis,
penggembalaan, administrasi maupun managerial, kecuali pelayanan sakramen. Dalam
hal-hal yang luar biasa Ketua Majelis Resort/Jemaat dapat memberikan penugasan
pelaksanaan sakramen dengan Surat Mandat.
(2) Mengikuti rapat-rapat majelis, baik Majelis Resort maupun Majelis Jemaat, agar terlatih
memimpin rapat dan mampu mengambil keputusan.
(3) Mengembangkan kerjasama yang baik dengan Majelis Resort/Jemaat maupun warga
jemaat secara umum.
(4) Membuat laporan tentang tugas pelayanan setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Badan
Pekerja Harian Majelis Sinode GKE dengan diketahui oleh Majelis Resort setempat.
Pasal 6
MASA VIKAR
(1) Masa vikar dilaksanakan selama 2 (dua) tahun dihitung sejak berlakunya Surat Keputusan
yang diterbitkan oleh BPH MS GKE.
Himpunan Peraturan GKE 63
(2) Jika Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE memandang perlu dengan pertimbangan
khusus berdasarkan hasil evaluasi, masa vikar dapat diperpanjang maksimal 1 tahun,
sehingga keseluruhan masa vikar menjadi 3 (tiga) tahun.
(3) Jika masa Vicar telah diperpanjang keseluruhannya menjadi 3 (tiga) tahun, tetapi yang
bersangkutan dinilai tidak layak ditahbiskan menjadi Pendeta, maka BPH MS GKE dapat
memberhentikan Vikar tersebut.
(4) Apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran dinilai tidak memenuhi syarat/tidak
mampu mengemban tugas jabatan pendeta, maka Badan Pekerja Harian Majelis Sinode
GKE berhak menghentikan masa vikar dan tidak mempertimbangkan menjadi pendeta atau
pegawai aktif GKE.
(6) Apabila ternyata benar melakukan pelanggaran sebagaimana butir (5) di atas, maka yang
bersangkutan dapat diberhentikan sebagai vikar.
Pasal 7
BIMBINGAN VIKAR
(1) Ketua Resort/Pendeta Resort dan majelis setempat menjadi pembimbing selama masa
vikar.
(2) Pembimbing bertugas mengarahkan, menasihati dan memberikan motivasi agar vikar
tersebut dapat dipersiapkan sesuai dengan tujuannya.
(3) Pembimbing bertugas memberikan penggarisan tugas yang jelas kepada Vikar agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik dan sesuai tujuannya.
(4) Ketua Resort/pembimbing wajib mengunjungi Vikar di tempat tugasnya dan memberikan
laporan tentang vikar satu tahun sekali kepada BPH Majelis Sinode GKE. Laporan terakhir
akan menjadi dasar pertimbangan kelulusan.
(5) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE wajib memantau Vikar GKE.
Pasal 8
PENILAIAN
(1) Laporan vikar dan laporan Majelis Resort setempat menjadi bahan penilaian terhadap yang
bersangkutan.
(2) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE mengadakan test tertulis, test wawancara dan
pembekalan bagi Vikar yang sudah menyelesaikan masa Vikar untuk menilai dan
menentukan lulus tidaknya seorang vikar.
(3) Hasil investigasi langsung dari Majelis Sinode GKE atau Majelis Resort setempat.
(4) Bagi vikar yang dinyatakan lulus akan ditahbiskan sebagai pendeta GKE, bagi yang tidak
lulus diberhentikan.
Pasal 9
PENTAHBISAN
(1) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE adalah badan yang berwenang melaksanakan
Pentahbisan ke dalam jabatan Pendeta bagi Vikar yang dinyatakan lulus.
Himpunan Peraturan GKE 64
(2) Setiap Vikar yang telah lulus akan ditahbiskan menjadi pendeta GKE wajib menyiapkan
Toga (Jubah Pendeta) dan stola sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(3) Setiap Vikar yang telah lulus dan ditahbiskan ke dalam jabatan Pendeta, menandatangani
Surat Pernyataan di hadapan BPH MS GKE, para Pendeta yang mentahbis dan Jemaat
yang hadir sebagai pegawai GKE dan bersedia ditempatkan di mana saja.
(4) Setiap Vikar yang telah lulus dan ditahbiskan menjadi pendeta wajib melaksanakan
keputusan penempatan di tempat tugas yang baru.
(5) Jika Vikar yang telah lulus dan ditahbiskan menjadi pendeta tidak melaksanakan
keputusan penempatan di tempat tugas yang baru, maka jabatan pendetanya dicabut
untuk sementara dan dapat dipulihkan kembali jika yang bersangkutan siap melaksanakan
tugas pelayanan kependetaannya.
Pasal 10
BIAYA PERJALANAN DAN GAJI SELAMA VIKAR
(1) Biaya penempatan Vikar dan Pendeta baru ditanggung bersama antara Majelis
Cares/Resort/Lembaga/Badan yang meminta dengan MS GKE.
(2) Biaya kembali dari Cares/Resort/Lembaga/Badan ke MS GKE setelah selesai masa vikar
ditanggung oleh Majelis Cares/Resort/Lembaga/Badan setempat.
(3) Selama masa vikar gaji dibayar 80% dan dibebankan kepada Anggaran Belanja Majelis
Cares/Resort/Yayasan/Lembaga/Badan tempat yang bersangkutan menjalani masa vikar.
(4) Sementara menunggu penempatan, Vikar dan Pendeta yang baru ditahbiskan, tidak
mendapatkan uang jaminan / uang tunggu dari MS GKE
Pasal 11
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja Gereja Kalimantan Evangelis BAB XIII pasal 48- 49
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 13 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
SUMBER – SUMBER KEUANGAN GKE
(1) Majelis Jemaat/Calon jemaat membayar iuran wajib kepada Majelis Resort/Majelis Calon
resort yang jumlah nominalnya sesuai dengan keputusan Sidang Majelis Resort/Majelis
Calon Resort.
(2) Majelis Resort/Calon Resort membayar Iuran wajib kepada Majelis Sinode GKE
berdasarkan penetapan Sidang MSGKE dan atau Raker Majelis Sinode GKE
(3) Kolekte Maju ke Depan Hari Minggu Pertama tiap bulan, pembagiannya diatur sbb :
a. 10 % untuk Majelis Jemaat setempat;
b. 20 % untuk Majelis Calon Resort/Resort setempat;
c. 70 % untuk Majelis Sinode GKE
(4) Hasil Pengumpulan Persembahan Syukur Hari Ulang Tahun GKE melalui amplop yang
diedarkan oleh Majelis Sinode GKE, pembagiannya diatur sebagai berikut :
a. 10 % untuk Majelis Jemaat setempat;
b. 20 % untuk Majelis Calon Resort/ Resort setempat;
c. 70 % untuk Majelis Sinode GKE;
Pasal 3
PEDOMAN PELAKSANAAN KEWAJIBAN KEUANGAN GKE
(1) Untuk penetapan jumlah dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Majelis,
Majelis yang bersangkutan dapat menetapkan target angka jumlah penerimaan yang akan
diperoleh dari Majelis yang berada di bawahnya, sesuai perkiraan anggaran yang
ditetapkan oleh Majelis yang berada di bawahnya dan berdasarkan target kewajiban
keuangan.
(2) Perhitungan target anggaran yang sudah ditetapkan/disepakati bersama wajib dipenuhi
oleh Majelis yang berada di bawahnya terhadap Majelis yang berada di atasnya sesuai
jumlah yang ditetapkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan program yang sudah
disepakati.
(3) Majelis Cares/Resort dan Majelis Jemaat harus melaksanakan kewajiban yang sudah
diputuskan/disepakati dalam Persidangan/Rapat Kerja (Raker) sebagai mana ayat (2) di
atas, kecuali bagi Majelis Cares/Resort dan Majelis Jemaat yang tidak mampu ada
pengecualian/perlakuan khusus.
Pasal 4
KEWAJIBAN KEUANGAN LAINNYA
(1) Setiap tahun masing-masing Majelis dalam lingkungan GKE diwajibkan menyusun rencana
anggaran pendapatan dan belanja Majelis dengan anggaran berimbang.
(3) Tiap-tiap Majelis diwajibkan membuat daftar inventaris baik harta bergerak maupun yang
tidak bergerak.
(4) Cares/Resort/Jemaat yang telah menerima bantuan keuangan dari pemerintah dan
bantuan lainnya yang tidak mengikat, agar melaporkannya kepada Majelis Sinode GKE.
Pasal 5
SANKSI
(1) Majelis Resort/Cares/Jemaat GKE yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada Majelis
Sinode sebagai mana pasal 2 dan 3 di atas, maka kepada Ketua Majelis Resort/Cares/
Jemaat akan diadakan penilaian kembali kinerjanya sebagai pemimpin/ketua.
(2) Majelis Resort/Cares/Majelis Jemaat GKE yang tidak mampu memenuhi kewajiban
keuangan sebagaimana ketentuan yang berlaku, diberikan pengecualian karena keadaan
atau kondisi jemaatnya yang terbatas baik jumlah jemaatnya maupun tingkat kemampuan
ekonominya yang tidak mendukung berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian MS GKE.
Pasal 6
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB XIII pasal 48–
49 memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 12 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
BAB I
UMUM
Pasal 1
Pengertian
Tata kelola keuangan gereja adalah tugas untuk melakukan penerimaan, pengeluaran,
pembukuan dan pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel serta pengarsipannya
sesuai tuntutan Allah dan organisasi
Pasal 2
Prinsif pengelolaan keuangan
Pengusahaan dan penggunaan keuangan Gereja dikelola secara bertanggung jawab sesuai
dengan prinsip-prinsip tugas panggilan Gereja dan manajemen keuangan yang sehat dan
standar akuntansi yang berlaku umum
Pasal 3
Wewenang Pengelolaan Keuangan
BAB II
FUNGSI DAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN
Pasal 4
Fungsi Perbendaharaan
Perbendaharaan berfungsi sebagai salah satu alat penunjang pelayanan dalam usaha
melaksanakan tugas panggilan dan pengutusan
Pasal 5
Kegiatan-Kegiatan Pengelolaan Perbendaharaan
(1) Penertiban pemasukan keuangan berupa pendapatan rutin dan non rutin yang telah
dianggarkan.
(2) Penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang untuk pembayaran biaya-biaya dan
pembelian barang inventaris sesuai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Tahunan, atau
berdasarkan keputusan Majelis Sinode/Resort/Cares/Jemaat/Calon Jemaat GKE.
(3) Pengaturan likuiditas Keuangan Jemaat agar dapat membiayai pelaksanaan Program
pada waktu yang tepat dengan jumlah dana yang tersedia untuk itu.
(6) Pengumpulan dan penyediaan data-data keuangan untuk Penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Majelis Sinode/Resort/Cares/Jemaat GKE.
(7) Pengarsipan secara baik dan teratur data-data/dokumen keuangan dan asset gereja (baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak) selama jangka waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan GKE atau Undang-Undang yang berlaku.
(9) Pengelolaan perbendaharaan sesuai butir (1) s/d (8) di atas, dilaksanakan sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Keuangan GKE
BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN, KUALIFIKASI,
TUGAS DAN WEWENANG BENDAHARA
Pasal 6
Ruang Lingkup Kegiatan
(1) Menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang, termasuk uang di bank dan pengaturan
likuiditas.
Pasal 7
Kualifikasi
Untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai pengurus Perbendaharaan Majelis, maka seseorang
harus mempunyai kompetensi, memiliki pengetahuan yang memadai dan relevan dengan
jabatannya. Reputasi keuangan, tidak memiliki pinjaman/kredit macet /bermasalah dan tidak
pernah terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dan integritas tidak dalam keadaan pailit
dan tidak pernah dihukum karena terlibat dalam perkara tindak pidana (kasus penyalahgunaan
keuangan). Memiliki pengetahuan/keahlian tentang Perbendaharaan, sesuai dengan pekerjaan
yang ditugaskan kepadanya, jujur, tekun, teliti, akurat.
Pasal 8
Tugas dan Wewenang
(1) Bendahara adalah Pejabat Gereja yang bertugas untuk mengurus, memelihara dan
mengatur keuangan atas nama Badan Pekerja Harian Majelis dalam tingkatnya masing-
masing.
(2) Bila ada wakil bendahara atau sekretaris bidang perbendaraan, maka wakil bendahara
atau sekretaris bidang perbendaharaan bertugas mendampingi Bendahara atau
mewakili/menggantikantugas Bendahara jika ia berhalangan.
(3) Dalam melakukan tugas Perbendaharaan, Bendahara dan Wakil Bendahara atau
sekretaris bidang perbendaharaan dapat dibantu oleh tenaga-tenaga/ pegawai untuk
pekerjaan Pemegang Kas dan Pemegang Buku Kas Pembantu dan pencatatan
pembukuan serta urusan Perbendaharaan lainnya atau sesuai jenis pekerjaan.
(5) Uang yang disimpan di Bank atau Lembaga Keuangan lainnya harus atas nama Majelis
sesuai tingkatnya, dapat diambil hanya atas otorisasi Bendahara bersama Ketua Majelis
yang bersangkutan dan/atau seorang pejabat lain yang ditunjuk untuk itu.
(6) Pengeluaran uang oleh Bendahara dapat dilakukan sesuai Anggaran atas otorisasi dari
Ketua Majelis dalam tingkatnya masing-masing atau oleh pejabat yang ditunjuk.
(7) Berikhtiar mempelancar pengumpulan keuangan dan menggali sumber-sumber baru yang
dapat membantu keuangan Gereja.
BAB IV
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA GKE (APB)
Pasal 9
(1) Setiap tahun wajib disusun/dibuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Majelis
Sinode/Resort/Calon Resort/Jemaat/Calon Jemaat/Lembaga/Badan/Yayasan di lingkungan
GKE.
Himpunan Peraturan GKE 71
(2) Tahun Anggaran Gereja menggunakan Tahun anggaran Takwin mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember.
Pasal 10
(1) Rancangan Pendapatan dan Belanja Tingkat Majelis Sinode GKE diajukan oleh Badan
Pekerjaan Harian Majelis Sinode GKE dan disahkan oleh Sidang Majelis Sinode GKE.
(2) Rancangan Pendapatan dan Belanja tingkat Resort/Cares diajukan oleh Badan Pekerja
Harian Majelis Resort/Caresuntuk ditetapkan dalamSidang Majelis Resort/Cares dan
disahkan oleh Majelis Sinode GKE.
(3) Rancangan Pendapatan dan Belanja tingkat Jemaat/Calon Jemaat diajukan oleh Badan
Pekerja Harian Majelis Jemaat/Calon Jemaat untuk ditetapkan dalam Sidang Majelis
Jemaat dan disahkan oleh Majelis Cares/Resort.
Pasal 11
Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja yang diajukan
oleh majelis setingkat di bawahnya belum memperoleh pengesahan dari majelis setingkat
diatasnya, maka Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja tersebut dianggap sah dan dapat
dilaksanakan.
Pasal 12
Dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja harus berpedoman kepada
peraturan mengenai sumber dan kewajiban keuangan GKE dan peraturan/ketentuan gaji
Pegawai GKE.
BAB V
CARA PENGELUARAN KEUANGAN
Pasal 13
Bendahara menjaga tiap pengeluaran keuangan harus sesuai dengan mata anggaran dalam
Anggaran Belanja.
Pasal 14
(1) Pengeluaran keuangan yang tidak tercantum di dalam mata anggaran dapat dikeluarkan
apabila ada persetujuan oleh :
a. Badan Pekerja Harian Majelis Sinode untuk tingkat Majelis Sinode
b. Badan Pekerja Harian Majelis Resort/Cares untuk tingkat Majelis Resort/Cares
c. Badan Pekerja Harian Majelis Jemaat/Calon jemaat untuk tingkat Jemaat/Calon Jemaat
d. Pengurus Badan/Lembaga/Yayasan untuk Badan/Lembaga/Yayasan
(2) Pengeluaran seperti tersebut di atas harus disampaikan kepada sidang-sidang Majelis/
Pengurus yang bersangkutan untuk mendapatkan keputusannya dalam sidang berikutnya.
Pasal 15
Pasal 16
Bendahara berhak menolak pembayaran bentuk apapun bukti transaksi yang menyimpang dari
prosedur /ketentuan yang berlaku. Sebaliknya bendahara wajib membayar/mengeluarkan dana
sesuai program yang sudah di putuskan dan disahkan.
BAB VI
TATA LAKSANA PEMBUKUAN, PROSEDUR KERJA
DAN PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN
Pasal 18
Tata Laksana dan Prosedur Kerja Keuangan
(1) Sistem pembukuan GKE disesuaikan dengan sifat dan volume pekerjaan dari setiap
bidang pelayanan/kegiatan disertai pelaksanaan pencatatan mutasi-mutasi keuangan dan
harta milik gereja, dilakukan dengan tertib guna memudahkan pemeriksaan/kontrol
pembukuan dengan baik secara berkala. Untuk maksud tersebut di atas, diselenggarakan
Pembukuan oleh Majelis Sinode, Majelis Resort/Cares dan Majelis Jemaat/Calon Jemaat
GKE sesuai dengan Sistem Akuntansi yang berlaku di GKE.
(2) Setiap akhir hari kerja, Bendahara atau Pejabat lain yang ditugaskan untuk itu
mengadakan pemeriksaan Saldo Kas dan kebenaran formil dari bukti-bukti
Pendapatan/Belanja Kas yang telah dibukukan.
(3) Uang tunai yang di dalam Kas Majelis Sinode, Majelis Resort/Cares dan Majelis
Jemaat/Calon Jemaat GKE dibatasi jumlahnya menurut kebutuhan. Selebihnya uang Kas
disimpan disuatu Bank dan perhitungan pembayaran dalam jumlah besar dengan pihak
lain dibayar melalui Bank.
(4) Setiap akhir bulan Bendahara wajib untuk melakukan pencocokan saldo menurut buku
bank dengan rekening koran yang diterima dari bank.
(5) Setiap akhir tahun buku, Majelis Sinode, Majelis Resort/Cares dan Majelis Jemaat/Calon
Jemaat GKE wajib menyusun dan memutakhirkan daftar inventaris yang berada di bawah
penguasaannya.
Pasal 19
Pertanggungjawaban Keuangan
(5) Laporan Keuangan dalam rangka alih tugas Ketua Umum Majelis Sinode, Ketua Majelis
Resort/Cares dan Ketua Majelis Jemaat/Calon Jemaat GKE terdiri dari Laporan Kas dan
Bank, Daftar Inventaris serta Memori Akhir Tugas.
(6) Semua Laporan Keuangan wajib ditandatangani oleh Bendahara dan Ketua Umum/Ketua
masing-masing tingkatan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
M E M U T U S K A N:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN
(1) Yang dimaksud dengan Pengawasan Perbendaharaan dalam peraturan ini ialah suatu
fungsi mengawasi, memeriksa, membina dan menggembalakan pengelola
perbendaharaan agar tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan dilaksanakan
secara adil, jujur dan independen.
Pasal 2
PEMBENTUKAN DAN NAMA
(1) Badan Pengawas Perbendaharaan Jemaat dipilih dan dibentuk oleh Persidangan Jemaat
(2) Badan Pengawas Perbendaharaan Resort dipilih dan dibentuk oleh Sinode Resort
(4) Badan Pengawas Perbendaharaan disingkat dengan BPP. Sesuai dengan tingkatnya
disebut: BPP Sinode, BPP Resort, dan BPP Jemaat. Ketiga jenjang BPP tersebut di atas
dalam peraturan ini disebut BPP GKE
BAB II
STRUKTUR, KEANGGOTAAN DAN KUALIFIKASI JABATAN
Pasal 3
Keanggotaan Badan Pengawas Perbendaharaan
(1) BPP GKE yang dipilih dan ditetapkan oleh persidangan masing-masing jenjang
kemajelisan dipilih untuk masa jabatan 5 (lima) tahun sesuai dengan masa bakti
kemajelisan.
(2) BPP Resort dan BPP Jemaat masing-masing beranggotakan 3 (tiga) sampai 5 (lima) orang
dan masing-masing anggota menjabat tidak lebih dari dua masa bakti berturut-turut.
(3) BPP Sinode beranggotakan 5 (lima) orang terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota,
seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris merangkap anggota dan 2
(dua) orang anggota.
(4) Apabila salah satu anggota BPPdalam jenjang kemajelisan GKE berhenti sebelum habis
masa baktinya karena alasan:
a. Meninggal dunia.
b. Berhalangan tetap.
c. Pindah domisili dari wilayah GKE
d. Atas permohonan sendiri
Maka pengisian lowongan tersebut dilakukan melalui pemilihan di sidang kemajelisan
sesuai tingkatnya dengan mempertimbangkan usul dari BPP dan ditetapkan melalui Surat
Keputusan.
Pasal 4
Struktur Badan Pengawas Perbendaharaan
(1) Struktur Organisasi BPP di tingkat Sinode, Resort dan Jemaat merupakan satu kesatuan
dengan wilayah tugas yang berbeda.
(2) BPP GKE, yaitu: BPP Sinode, BPP Resort dan BPP Jemaat wajib saling melakukan
koordinasi sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing yang terkait dengan
keuangan dan asset GKE.
(3) BPP Resort dan BPP Jemaat diwajibkan menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) ke BPP Sinode dalam rangka memantau dan mengetahui sejauh mana kewajiban
keuangan dan laporan lainnya yang di sampaikan ke Majelis Sinode GKE sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
Pasal 5
Syarat-Syarat BPP Dalam Jenjang Kemajelisan GKE
Seseorang dapat diangkat menjadi BPP dalam jenjang kemajelisan GKE, bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
(a) Warga negara Indonesia dan menjadi anggota GKE minimal 5 (lima) tahun, terdaftar pada
salah satu Jemaat GKE.
(b) Mempunyai Integritas, kompetensi dan Reputasi pribadi yang baik dan tidak pernah di
Hukum.
(c) Memiliki cukup waktu untuk melakukan tugasnya secara teratur dan berkesinambungan
(d) Memiliki pengetahuan/keahlian/pengalaman dibidang keuangan, akuntansi dan auditing.
Himpunan Peraturan GKE 76
(e) Tidak menjabat sebagai anggota Badan Pekerja Harian Majelis dan anggota badan-badan
lain bentukan dari Majelis.
(f) Menyatakan kesediaan dan mampu melakukan tugas sebagai BPP dalam tingkat
kemajelisan masing-masing.
BAB III
STATUS DAN FUNGSI PENGAWASAN
Pasal 6
BPP GKE adalah suatu badan yang merupakan alat kelengkapan GKE sesuai jenjang
organisasi GKE dan bertanggungjawab kepada persidangan menurut jenjang organisasi
masing-masing.
Pasal 7
BPP GKE berfungsi sebagai Pengawas dan Pembina pengelolaan Perbendaharaan dan Asset
GKE di majelis masing-masing menurut jenjang organisasi GKE sehingga tercapai adanya
daya guna, hasil guna, penghematan, tertib Organisasi dan administrasi
Pasal 8
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
(1) BPP Sinode melakukan pengawasan perbendaharaan di tingkat Sinode, BPP Resort/Cares
melakukan pengawasan perbendaharaan di tingkat Resort/Cares, dan BPP Jemaat
melakukan pengawasan perbendaharaan di tingkat jemaat.
(4) Melakukan tindakan preventif (pencegahan) apabila ada tindakan yang akan merugikan
keuangan GKE.
(5) BPP Sinode jika dipandang perlu dapat diminta oleh BPH MS GKE untuk melakukan
pengawasan terhadap pengelolaan dan pendayagunaan harta kekayaan GKE di tingkat
Resort/Jemaat/Badan/Yayasan dan Lembaga di lingkungan GKE.
(6) Apabila BPP GKE sesuai jenjangnya merasa perlu, dapat meminta bantuan akuntan publik
yang terdaftar untuk melakukan pemeriksaan.
(7) BPP GKE sesuai jenjangnya wajib memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada
Badan Pekerja Harian (BPH) Majelis Sinode/ Majelis Resort / Majelis Jemaat yang
diperiksa untuk langkah lebih lanjut untuk melakukan perbaikan/koreksi.
(8) BPP Sinode wajib memeriksa dan menyampaikan hasil pemeriksaan atas laporan tahunan
keuangan Majelis Sinode kepada Majelis Pertimbangan, Majelis Resort GKE dan pihak
yang terkait.
BAB IV
APARATUR DAN SARANA
Pasal 9
(1) BPP dalam rangka melaksanakan pemeriksaan dan pembinaan diberikan fasilitas kerja
oleh majelis di tingkatnya masing-masing berupa : transportasi, akomodasi/konsumsi dan
uang sidang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan didasari atas kemampuan GKE.
Himpunan Peraturan GKE 77
(2) Biaya-biaya yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas BPP GKE dianggarkan dan
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja ( APB ) masing-masing majelis
sesuai jenjang organisasi GKE
BAB V
SIDANG – SIDANG
Pasal 10
(1) BPP Sinode, BPP Resort dan BPP Jemaat masing-masing bersidang sekurang-kurangnya
satu kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) BPP Sinode, BPP Resort dan BPP Jemaat diundang menghadiri sidang BPH masing-
masing tingkatan serta waktu membahas keuangan bersama-sama dengan
perbendaharaan.
(3) BPP Sinode dapat meminta / diminta / diundang menghadiri Sinode Resort GKE dan
rapat-rapat kelengkapan GKE lainnya untuk memberikan saran, pendapat dan informasi
mengenai perkembangan/keadaan keuangan dan Perbendaharaan GKE.
(4) BPP Sinode / BPP Resort / BPP Jemaat dapat diundang menghadiri setiap sidang Badan
Pekerja Harian Majelis Sinode / Majelis Resort / Majelis Jemaat untuk memberikan
informasi hasil pemeriksaannya mengenai pengelolaan dana dan harta milik GKE.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 11
(1) BPP Sinode dapat melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan oleh perbendaharaan
GKE secara periodik dengan uji petik dari keseluruhan pertanggung jawaban keuangan /
perbendaharaan Majelis Sinode GKE. Jika diminta oleh MS GKE, maka BPP Sinode dapat
melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan Majelis Resort, Majelis Jemaat, Yayasan
dan Lembaga GKE bekerjasama dengan BPP setempat.
(2) Pemeriksaan sebagaimana butir (1) di atas dilakukan sesuai program dan keperluan.
(3) Opname kas dan inventarisasi fisik yang berada pada penguasaan GKE pada tingkat
Majelis Sinode /Majelis Resort/Majelis Jemaat, Yayasan dan Lembaga dilakukan sewaktu-
waktu menurut kebutuhan dan sekurang-kurangnya 1(satu) kali selama masa bakti
BPPGKE sesuai jenjangnya.
(4) Badan Pekerja Harian di kemajelisan GKE dan Badan-badan kelengkapan GKE wajib
melayani pemeriksaan dan memberikan dokumen/data/bukti dan informasi sesuai dengan
yang dibutuhkan BPP GKE dalam tingkatnya masing-masing saat melakukan pemeriksaan
yang terkait dengan keuangan/perbendaharaan GKE menurut jenjangnya.
(6) BPP Sinode memerlukan tenaga dalam suatu pemeriksaan dapat meminta bantuan dari
tenaga BPP Resort atau anggota jemaat GKE yang memenuhi persyaratan sebagaimana
pasal 5 peraturan ini.
BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 12
(1) BPP Sinode menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagai berikut :
Himpunan Peraturan GKE 78
a. Dalam Sidang Pra Sinode Umum,BPP Sinode menyampaikan kompilasi hasil kerja
BPP Sinode selama 5 (lima) tahun, untuk mendapat konfirmasi dari Persidangan,
sebelum disampaikan kepada Sinode Umum GKE.
b. Hasil laporan BPP Sinode yang telah terkonfirmasikan sebagaimana butir (1) a. di atas
disampaikan sebagai laporan pertanggungjawaban BPP Sinode GKE dalam Sinode
Umum GKE.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan
Sidang Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan
tidak berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB XIII pasal 50
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 15 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
BAB I
PENGERTIAN PENGAWASAN UMUM
Pasal 1
BAB II
TUJUAN PENGAWASAN UMUM
Pasal 2
(1) Pengawasan Umum dalam pelaksanaan tugas dan wewenang serta tanggung jawab
penyelenggaraan kemajelisan, bertujuan untuk mengetahui secara langsung kebenaran
dokumen/data/bukti serta informasi dalam penyelenggaraannya.
(2) Dari hasil pengawasan umum sebagaimana di atas yang diketahui dapat diambil menjadi
bahan lebih lanjut:
BAB III
MANFAAT PENGAWASAN UMUM
Pasal 3
Manfaat hasil Pengawasan Umum dari hasil temuan merupakan umpan balik bagi
ketua/pimpinansebagai bahan persidangan kemajelisan GKE serta menjadi bahan
pertimbangan lebih lanjut dalam rencana dan program ke depan serta untuk melakukan
perbaikan/koreksi kepada petugas dalam rangka pembinaan di bidang masing-masing.
BAB IV
PERANGKAT PENGAWASAN UMUM
Pasal 4
(1) Perangkat Pengawasan Umum ditetapkan dalam persidangan tertinggi sesuai jenjang
organisasi GKE untuk satu periode, dituangkan dalam Surat Keputusan yang disebut
Badan Pengawas Perbendaharaan, yaitu BPP Sinode, BPP Resort, BPP Jemaat.
BAB V
WEWENANG PERANGKAT PENGAWASAN UMUM
Pasal 5
BAB VI
RUANG LINGKUP PENGAWASAN
Pasal 6
(1) Melakukan pengawasan, meneliti, menilai dan melakukan pembinaan kepada Badan
Pekerja Harian (BPH) kemajelisan GKE mendayagunakan semua sarana, prasarana dan
dana dengan harapan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(2) Pengelolaanbidang-bidang :
BAB VII
KOORDINASI DAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 7
(1) Koordinasi antara perangkat pengawasan sangat diharapkan adanya kerja sama yang
harmonis antara BPP Sinode, BPP Resort, dan BPP Jemaat untuk menunjang kesamaan
kerja meliputi :
a. Sarana Pengawasan
b. Waktu Pemeriksaan
c. Kesatuan Bahasa dan penggunaan istilah
d. Cara pembuatan laporan
e. Bentuk/model Laporan
f. Tindak Lanjut Pengawasan
(2) Untuk meningkatkan koordinasi, pada setiap sidang Majelis di tiap tingkat kemajelisan GKE
wajib dihadiri oleh BPP GKE
BAB VIII
NORMA PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 8
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
………………………………………………………………
TENTANG
BAGIAN I
DAFTAR PEMERIKSAAN KAS RUTIN/ PEMBANGUNAN
BAGIAN II
DAFTAR PEMERIKSAAN SARANA DAN PRASARANA
1. Mintalah Daftar Inventaris yang dimiliki oleh Majelis, Yayasan, Lembaga, Badan dan lain-
lain, yang bersumber dari pengadaan sendiri, pemberian pihak ke-3.
3. Apakah ada kegiatan kerjasama antara Majelis dengan Pemerintah atau pihak ke-3 ?
Sebutkan jenis kegiatan kerjasamanya.
BAGIAN III
DAFTAR MATERI PEMERIKSAAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN
3. Periksa para pegawai yang aktif/tidak aktif dalam ruang lingkup Majelis dan Yayasan-
yayasan, Badan, Lembaga yang ada.
BAGIAN IV
PENGELOLAAN PEMBANGUNAN
4. Berita Acara Pemeriksaan fisik selesai dari Panitia ke BPH Majelis yang bersangkutan
BAGIAN V
MATERI PEMERIKSAAN BIDANG UMUM/LAIN-LAIN
1. Pemeriksaan KOPERASI
2. Perpustakaan
……………………………………………..
............................................. ..........................................
Ketua Sekretaris
……………, 00 xx 20xx
Nomor :
Lampiran :
Perihal : Audit Rutin /Audit Khusus..............
Kepada Yth. :
Ketua Majelis .............GKE ..............
di-
..................................-
_______________
Ketua
Tembusan :
1. Majelis …… GKE ………
2. Masing-masing petugas
3. Arsip
Tentang : ......................................................................................
Pada : ......................................................................................
Nomor : ......................................................................................
Tanggal : ......................................................................................
I. PENDAHULUAN
1. Landasan/Dasar Pemeriksaan : Surat Tugas Pemeriksaan Nomor:......Tanggal.......
2. Sifat Pemeriksaan : Regelur/Khusus
3. Periode yang diperiksa : …..............s/d.................
4. Ruang lingkup Pemeriksaan : a. Organisasi dan Manajemen
b. Tata Pengelolaan Keuangan
c. Sarana& Prasarana
d. Pengelolaan& Pemeliharaan Pembangunan
e. Efektif dan Efesien dalam pengelolaan APB
f. Efektivitas Pencapaian Program dan Tujuan
5. Tujuan Pemeriksaan : a. Untuk menilai pengelolaan Keuangan
b. Mengetahui sampai sejauhmana pencapaian kinerja
sesuai program yang sudah ditetapkan tingkat
pencapainnya
c. Memantau/melihat sampai dimana ketaatan
memenuhi kewajiban-kewajiban yang sejalan dengan
ketentuan yang berlaku.
d. Memberikan saran dan pendapat untuk memperbaiki
atas kelemahan-kelemahan yang ditemukan
6. Waktu Pemeriksaan : Dari tanggal..............s/d ....................
7. Petugas Pemeriksa : 1 ......................................................
2 ......................................................
3 ......................................................
IV. SARAN-SARAN
V. PENUTUP
Demikian Laporan Hasil Pemeriksaan ini dibuat dan disusun sesuai dengan
Fakta/Data/Dokumen/Bukti yang dapat dipertanggung jawabkan dan selanjutnya dapat
dijadikan bahan masukan guna mengambil langkah-langkah perbaikan selanjutnya.
........................,............................
3....................................
______________
Ketua
Pada hari ini …........... tanggal .................bulan …......... tahun ............... ( 00.00.20xx ) yang
bertanda tangan dibawah ini, kami :
1. Nama lengkap :
Jabatan :
2. Nama Lengkap :
Jabatan :
3. Nama lengkap :
Jabatan :
Sesuai dengan Surat Tugas Pemeriksaan Nomor : .................. tanggal 00 Juni 20xx dan
setelah memperlihatkan surat bukti diri Tim melakukan pemeriksan pada :
Nama lengkap :
Jabatan : Bendahara Majelis.......... GKE............
1. KAS UMUM
a. Uang Kertas/logam Rp. 00
b. Saldo Bank Rp. 00
c. Jumlah Rp 00
d. Saldo menurut Buku Kas Rp. 00
Selisih Rp. 00
2. KAS PENSIUN
a. Uang Kertas/logam Rp. 00
b. Saldo Bank Rp. 00
c. Jumlah Rp 00
d. Saldo menurut Buku Kas Rp. 00
Selisih Rp. 00
c. Jumlah Rp 00
2………………………….
_____________________
Bendahara 3………………………….
MENGETAHUI/MENYETUJUI
BPH MAJELIS ............ GKE.........................
_____________________________
Ketua
Pada hari ini ............. tanggal ............. bulan ............. tahun ...............( 00.00.20xx ) yang
bertanda tangan dibawah ini, kami :
1. Nama lengkap :
Jabatan :
2. Nama lengkap :
Jabatan :
3. Nama lengkap :
Jabatan :
Sesuai dengan Surat Tugas Pemeriksaan Nomor : ...................... tanggal 00 00 20xx dan
setelah memperlihatkan surat bukti diri Tim melakukan pemeriksan pada :
Nama lengkap :
Jabatan : Bendahara …..... GKE...........
Sesuai Job Discription selaku Bendahara Majelis .......... GKE ......... ditugaskan sebagai
Pengurus Barang Inventaris dan barang cetakan pada Majelis ..............GKE............. dengan
hasil sebagaimana termuat dalam lampiran Berita Acara Pemeriksaan ini.
Demikian Berita Acara Pemeriksaan Barang Inventaris ini untuk bahan lebih lanjut untuk
penyesuaian dengan bukti terlampir
2………………………
_______________________
Bendahara 3………………………
MENGETAHUI/MENYETUJUI
BPH MAJELIS ......... GKE.........
_____________________
Ketua
Nama Tahun
Nilai/
Brg Jlh Perolehan
No harga Keadaan Ket
Merk/ Brg /Asal
Rp
type perolehan
B RR RS RB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. ………………..
------------------------------- 3. ..........................
MENGETAHUI/MENYETUJUI
BPH MAJELIS ......... GKE.........
_____________________
Ketua
Keterangan : B (baik)
RR (Rusak Ringan)
RB (Rusak Berat)
PENGANTAR
Kepada : Yth
Dari :
Nomor :
Tanggal :
Sifat :
Lampiran :
Perihal : Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan ( LHP )
Sesuai dengan Program Kerja Pengawasan Tahunan ( PKPT ) tahun ............. Badan
Pengawas Perbendaharaan Majelis.............GKE...............telah melakukan pemeriksaan
pada.....................................................................
Apabila Ketua Majelis ..............GKE............ berkenan menerima LHP ini mohon dapat ditanda
tangani surat tanda terima untuk ditanda tangani.
_____________________ _____________________
Ketua Sekretaris
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB XIII pasal 48
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 24 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
PENGERTIAN
(2) Perjalanan dinas harus disertai dengan Surat Keterangan Tugas Jalan (SKTJ).
Pasal 2
KEWAJIBAN
(1) Setiap penerima Surat Keterangan Tugas Jalan (SKTJ) wajib mengembalikan SKTJ yang
sudah difiat oleh pejabat yang dikunjungi.
(2) Setiap penerima SKTJ wajib membuat laporan pelaksanaan tugas (pertanggung jawaban
pelaksanaan tugas).
Pasal 3
BIAYA
(1) Biaya perjalanan dinas ditanggung oleh lembaga yang memberi tugas.
(3) Besarnya biaya (biaya makan, penginapan, transport, dan uang harian / saku) ditetapkan
oleh lembaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 peraturan ini.
(4) Biaya perjalanan dinas atas permintaan Resort, Calon Resort, Jemaat serta
Yayasan/Badan lembaga lingkungan GKE kepada Badan Pekerja Harian Majelis Sinode
GKE dibebankan kepada pihak yang meminta.
(5) Biaya perjalanan dinas atas permintaan lembaga mitra GKE, baik dalam maupun luar
negeri melalui Majelis Sinode GKE ditanggung oleh masing-masing lembaga di lingkungan
GKE yang mengutus utusannya menghadiri undangan mitra GKE tersebut (Majelis Sinode,
Majelis Resort, Badan, Lembaga dan Yayasan GKE).
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(2) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(3) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB III pasal 12
dan Pasal 22 memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 29 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
Mengingat : 1) Tata Gereja – Gereja Kalimantan Evangelis
2) Keputusan Sinode Umum XXIII GKE tanggal 9 Juli 2015 di Tamiang
Layang
3) Keputusan Sidang I Majelis Sinode GKE tanggal 24 Oktober 2015 di
Kuala Kurun
4) Keputusan Sidang II Majelis Sinode GKE tanggal 20 Oktober 2016 di
Sampit
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM
SALING TOPANG MENOPANG DALAM GEREJA KALIMANTAN
EVANGELIS
Pasal 1
DASAR
(1) Firman Allah seperti tertulis dalam Imamat 25; Mazmur 112: 9; Roma 15:1-6; I Kor. 16:1- 4.
(2) Tata Gereja – Gereja Kalimantan Evangelis.
(3) GBTP-GKE ( 2010 – 2015 ) BAB III B. Butir 11 tentang Misi GKE.
Pasal 2
PENGERTIAN
(1) Yang dimaksud dengan program saling topang menopang adalah program yang memberi
peluang bagi pihak yang kuat untuk membantu pihak yang lemah agar mampu menggali
dan mengembangkan sumber dayanya sendiri untuk kebutuhan sendiri dan pada gilirannya
dapat membantu pihak lainnya juga dalam lingkungan GKE.
(2) Peserta dari program saling topang menopang terbuka bagi semua badan organik dan
badan pembantu yang ada di dalam lingkungan GKE.
(3) Bentuk program saling topang menopang bisa berupa bantuan personil, dana maupun
material.
(4) Waktu pelaksanaan program saling topang menopang harus dibatasi supaya ada usaha
yang terencana dari pihak yang dibantu untuk menggali dan mengembangkan sumber
dayanya sendiri.
Pasal 5
PENGAWASAN PROGRAM
(1) Laporan pelaksanaan program wajib dibuat dan dikirimkan paling lambat 3 bulan setelah
program dilaksanakan.
(2) Laporan dibuat secara berkala oleh yang melaksanakan program kepada pihak yang
memberikan bantuan dengan tembusan kepada Majelis/Lembaga/Yayasan yang terkait
dan kepada Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE.
(3) Demi mempererat hubungan dan lebih mengenal situasi dilapangan maka pihak yang
membantu dapat diundang untuk berkunjung baik ketika program sedang dilaksanakan
ataupun setelah program dirampungkan.
Pasal 6
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
(3) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2017.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
BADAN PEKERJA HARIAN MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB XIII pasal
49memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No.40 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
JENIS RUMAH DINAS GKE
YANG BERHAK MINTA PEMASANGAN PESAWAT TELEPON
Jenis rumah-rumah dinas atau jabatan yang berhak meminta pemasangan pesawat telepon
dinas ialah sebagai berikut:
(1) Rumah Dinas Ketua Umum Majelis Sinode GKE;
Pasal 3
BEBAN BIAYA
(1) Terhadap telepon yang dipasang pada rumah dinas GKE, maka :
a. Biaya pemasangan dan pengadaan pesawat telepon dibebankan kepada majelis,
yayasan, lembaga, atau badan yang memiliki rumah dinas yang bersangkutan;
b. Biaya pemakaian tiap bulan dalam batas jumlah tertentu dibebankan kepada majelis,
yayasan, lembaga atau badan yang memiliki rumah dinas yang bersangkutan. Jika
melebihi jumlah batas yang ditetapkan menjadi beban pejabat yang menempati rumah
dinas yang bersangkutan;
c. Ketentuan jumlah batas yang dibebankan kepada dinas ditetapkan oleh Badan Pekerja
Harian Majelis Sinode GKE dengan Surat Keputusan.
(2) Telepon yang dipasang pada kantor atau Sekretariat Majelis Jemaat, Majelis Resort,
Majelis Sinode GKE serta Yayasan, Lembaga atau Badan milik GKE sepenuhnya menjadi
beban Majelis, Yayasan, Badan atau Lembaga yang bersangkutan.
(3) Telepon yang dipasang dirumah pribadi, tidak ditanggung oleh GKE.
Pasal 4
LAIN-LAIN
Setiap penghuni rumah dinas GKE wajib memelihara dan mempergunakan pesawat telepon
yang berada dirumah yang ditempatinya dengan sebaik-baiknya, menghemat pemakaian dan
menghindari pemborosan.
Pasal 5
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB XIII pasal 49
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 41 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
(1) Yang dimaksud dengan rumah dinas GKE adalah semua rumah/ bangunan dalam
lingkungan GKE termasuk perwatasannya, baik yang dibangun sendiri maupun dibeli
ataupun diterima sebagai hibah, oleh :
a. Majelis Sinode GKE
b. Majelis Resort GKE
c. Majelis Calon Resort GKE
d. Majelis Jemaat GKE
e. Lembaga milik GKE
f. Yayasan milik GKE.
g. Badan milik GKE
(2) Rumah dinas GKE dengan atau tanpa perabot sebagai inventarisnya, selanjutnya dalam
peraturan ini disebut rumah dinas.
Pasal 2
PENEMPATAN
(1) Rumah dinas GKE bisa ditempati pegawai GKE dengan surat penunjukan/persetujuan dari
Badan yang termaktub dalam Pasal 1 di atas.
Himpunan Peraturan GKE 101
(2) Prioritas penempatan rumah dinas GKE diberikan kepada pegawai aktif GKE dengan
memperhatikan urutan jenjang kepangkatan dan jabatan.
(3) Penunjukan/persetujuan untuk menempati rumah dinas GKE oleh seorang pegawai bisa
terjadi karena jabatan dan/atau atas pertimbangan khusus dari badan yang berwenang
dalam hal itu, sepanjang keadaan memungkinkan.
(4) Bagi pegawai GKE yang memegang jabatan, yang atas pertimbangan dari
Majelis/Lembaga/Yayasan GKE yang berwenang, berhak menempati rumah dinas, tetapi
menempati rumah sendiri mendapat penggantian biaya air dan listrik saja.
(5) Hak untuk menempatirumah dinas GKE gugur atau berakhirdengan sendirinya apabila
masa jabatannya berakhir dan atau pensiun.
Pasal 3
PEMELIHARAAN
(1) Semua kerusakan baik berat maupun ringan pada rumah dinas GKE, menjadi
tanggungan pihak badan yang memberi izin/penunjukan penempatan (lih. Pasal 1, butir 1).
(2) Kerusakan akibat kelalaian pihak penghuni dibebankan kepada pihak yang bersangkutan
berdasarkan suatu keputusan rapat Majelis/Lembaga/Yayasan GKE.
Pasal 4
KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PENGHUNI
(1) Menaati segala peraturan tentang rumah dinas GKE dan menandatangani Surat
Perjanjian mengenai kewajiban penghuni.
(4) Tidak dibenarkan memindahkan hak penempatan rumah dinas sebagian dari padanya
maupun perabotnya untuk sementara atau selama-lamanya kepada pihak ketiga dengan
jalan mengontrak, menggadaikan atau menjual.
Pasal 5
BANTUAN BIAYA LISTRIK DAN AIR
(1) Kepada pegawai GKE yang menempati rumah dinas mendapat bantuan biaya air dan
listrik.
(2) Bagi Pegawai GKE yang atas pertimbangan dari Majelis /Lembaga/Yayasan/Badan GKE
yang berwenang berhak mendapat rumah dinas, tetapi menempati rumah sendiri
mendapat penggantian biaya air dan listrik.
(3) Besarnya bantuan biaya listrik dan air untuk Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE
penuh waktu, Ketua Majelis Resort, Ketua Majelis Calon Resort, Ketua Majelis Jemaat,
Ketua-Ketua Yayasan / Lembaga / Badan di lingkungan GKE di tanggung 100% oleh
(4) Besarnya bantuan biaya listrik dan air untuk Pegawai GKE di luar Pegawai GKE yang
memegang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Butir 3 Peraturan ini ditetapkan
oleh Majelis/Yayasan/Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Butir 1 Peraturan ini.
Pasal 6
SANKSI
Setiap penghuni rumah dinas GKE yang tidak menaati Peraturan Rumah Dinas GKE ini setelah
diberi nasehat dan teguran namun tidak dipatuhi sebagaimana mestinya, maka penghuni
tersebutakan dikeluarkan dari rumah dinas GKE, dan apabila perlu persoalannya diajukan ke
pihak yang berwajib.
Pasal 7
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas Peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB VIII pasal 30
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa peraturan GKE No. 16 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
M E M U T U S K A N:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN
(1) Pegawai Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dalam Peraturan yang berlaku di lingkungan GKE diangkat oleh
Pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pelayanan gerejawi yang
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan.
(2) Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat dan
atau memberhentikan pegawai GKE berdasarkan peraturan yang berlaku.
(3) Pegawai GKE adalah pelayan gerejawi yang melayani bidang pelayanan khusus serta
pelayanan umum.
(4) Atasan yang berwenang adalah pejabat yang karena kedudukannya atau jabatannya
membawahi seorang atau lebih pegawai GKE.
Pasal 2
STATUS DAN FUNGSI
(2) Pegawai Gereja Kalimantan Evangelis sesuai dengan jenjang kelembagaan terdiri dari :
a. Pegawai Kantor Majelis Sinode GKE.
b. Pegawai Kantor Majelis Resort GKE
c. Pegawai Kantor Majelis Jemaat GKE
d. Pegawai Yayasan, Lembaga, Badan di lingkungan GKE.
(3) Pegawai Gereja Kalimantan Evangelis dari segi fungsinya terdiri dari :
a. Pendeta
b. Penginjil/Pambarita
c. Tenaga Administrasi
d. Tenaga Teknis
e. Tenaga Edukatif
f. Tenaga Keamanan
BAB II
KEDUDUKAN, KEWAJIBAN DAN HAK
Pasal 3
KEDUDUKAN
Pegawai GKE adalah unsur aparatur Gereja Kalimantan Evangelis sebagai pelayan Tuhan di
bidangnya masing-masing, yang dengan penuh kesetiaan dan keyakinan kepada Firman
Tuhan, serta berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, melaksanakan tugas pelayanan bagi
Gereja dan masyarakat.
Pasal 4
KEWAJIBAN
Setiap Pegawai GKE pada saat pengangkatannya wajib menandatangani Surat Pernyataan
yang telah ditentukan.
Pasal 5
Setiap pegawai GKE dalam melaksanakan tugas wajib taat terhadap Tata Gereja GKE,
Peraturan-peraturan GKE yang berlaku dan Keputusan-keputusan Majelis/Pengurus di
lingkungan GKE.
Pasal 6
(1) Setiap pegawai GKE dalam melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya
wajib melaksanakan dengan penuh pengabdian, kesetiaan, kejujuran, kesadaran dan
tanggung jawab.
(2) Demi menunjang tugas kedinasan sebagaimana butir (1) di atas, pegawai GKE wajib
mencari pasangan/teman hidup yang mendukung seluruh tugas kedinasan tersebut.
(3) Pegawai GKE (khususnya Pendeta dan Pambarita/Penginjil) yang akan menikah, wajib
mendapat katekisasi bersama dengan pasangannya oleh Badan Pekerja Harian MS GKE.
(4) Setiap pegawai GKE yang sudah menikah/berkeluarga wajib menjaga keharmonisan
rumah tangganya supaya dapat menjadi contoh dan teladan bagi warga jemaat.
Pasal 7
Setiap pegawai GKE wajib menyimpan rahasia jabatan.
Pasal 9
HAK
(1) Setiap pegawai GKE berhak memperoleh gaji atau penghasilan yang layak sesuai dengan
pekerjaan dan tanggung jawabnya dan bantuan lainnya.Peraturan tentang gaji pegawai
GKE diatur dalam peraturan tersendiri.
(2) Pegawai GKE dan keluarganya berhak memperoleh perawatan kesehatan pada waktu
sakit maupun melahirkan. Ketentuan tentang pengobatan dan perawatan diatur dalam
peraturan tersendiri.
(3) Bagi pegawai GKE yang pensiun normal, pensiun wajib, pensiun dini atau dipensiunkan,
maka yang bersangkutan berhak menerima Manfaat Pensiun.
(4) Bagi pegawai GKE yang meninggal sebelum pensiun atau setelah pensiun, maka
keluarganya berhak menerima manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus.
Pasal 10
Setiap pegawai GKE berhak atas cuti. Peraturan tentang cuti diatur dalam peraturan tersendiri.
Pasal 11
Pegawai GKE yang menjadi korban tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang
dibuktikan oleh pengadilan dan diceraikan oleh pasangannya, maka yang bersangkutan berhak
mendapat perlindungan dan pembinaan serta mendapat kesempatan untuk melayani demi
kelangsungan hidup keluarganya.
Pasal 12
(1) Pegawai GKE yang mengalami suatu kecelakaan dalam menjalankan tugas kewajibannya,
berhak memperoleh perawatan.
(2) Pegawai GKE yang menderita cacat jasmani, atau cacat rohani dalam menjalankan tugas
kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun, berhak
memperoleh bantuan. Ketentuan tentang bantuan biaya perawatan diatur dalam Peraturan
tersendiri.
(3) Pegawai GKE yang meninggal dalam menjalankan tugas kewajiban keluarganya berhak
memperoleh bantuan dana sebesar 3 bulan gajidari Resort/Lembaga di tempat dimana
pegawai aktif yang bersangkutan terakhir bekerja.
(4) Tentang pengobatan dan perawatan pegawai GKE dijabarkan dalam peraturan tersendiri
Pasal 13
(1) Setiap pegawai aktif GKE ikutmenjadi peserta Dana Pensiun PGI atau badan lainnya
sesuai keputusan Majelis Sinode GKE. Dan setiap pegawai GKE yang telah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan berhak mendapat pensiun.
(2) Setiap pegawai GKE dianjurkan untuk ikut program Jaminan Kesehatan Nasional atau
BPJS.
(4) Peraturan tentang pensiun, berpedoman kepada Undang-Undang N0.11 Tahun 1992
Tentang Dana Pensiun dan Peraturan GKE.
Pasal 14
PEGAWAI GKE YANG BEKERJA DI LUAR LINGKUNGAN GKE
(1) Pegawai GKE yang menjadi Anggota DPR RI, DPRD, DPD RI, Tenaga Utusan Gerejawi
dan menduduki jabatan tertentu dalam instansi Pemerintah karena pilihan ( Kepala desa,
Lurah dll) tetap menjadi pegawai GKE tetapi tidak aktif selama periode menjalani tugas
ditempat tersebut.
(2) Setiap Pegawai GKE yang bekerja diluar lingkungan GKE, apabila akan kembali bekerja di
GKE harus membuat surat permohonan, menjadi bahan pertimbangan GKE dalam
menerima atau menolak.
(3) Setiap pegawai GKE yang bekerja di luar lingkungan GKE, wajib membayar Iuran Pensiun
Pekerja dan Lembaga. Apabila berturut-turut selama 6 (enam) bulan, BPH MS GKE berhak
untuk menarik kepesertaan pegawai yang bersangkutan.
(4) Setiap pegawai GKE (Pendeta) yang beralih tugas menjadi Pegawai Negeri Sipil, maka
uang pensiun yang sudah disetor ke Dana Pensiun PGI dipotong 40% dari jumlah yang
disetor.
BAB III
PEMBINAAN PEGAWAI GKE
Pasal 15
TUJUAN PEMBINAAN
(1) Pembinaan pegawai GKE bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
untuk melaksanakan tugas pelayanan yang berdaya guna dan berhasil guna.
(2) Pembinaan yang dimaksudkan dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan sistem karier,
sistem prestasi kerja dan jabatan
Pasal 16
KEBIJAKAN PEMBINAAN
Pasal 17
Untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan dan kekompakkan serta dalam rangka
menjamin kesetiaan, ketaatan dan motivasi kerja, perlu dipupuk dan dikembangkan jiwa
persekutuan/korp di kalangan pegawai GKE.
BAB IV
FORMASI DAN GOLONGAN, KENAIKAN GOLONGAN
DAN PENGANGKATAN DALAM JABATAN
Pasal 18
FORMASI DANGOLONGAN
Jumlah dan susunan golongan pegawai GKE yang diperlukan, ditetapkan dalam formasi untuk
jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus dilaksanakan.
(1) Pengangkatan pegawai GKE adalah untuk mengisi formasi yang ada.
(3) Usia pengangkatan menjadi pegawai GKE maksimal 35 (tiga puluh lima) tahun.
(4) Untuk menjadi pegawai GKE harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan untuk
itu.
(5) Calon pegawai GKE yang telah diterima, menjalani masa percobaan, selama 2 tahun dan
diatur dalam peraturan tersendiri.
Pasal 20
Pasal 21
KENAIKAN GOLONGAN
(2) Setiap pegawai GKE yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, berhak atas kenaikan
golongan reguler.
(3) Pemberian golongan pilihan adalah penghargaan atas prestasi kerja yang bersangkutan.
(4) Syarat-syarat kenaikan golongan reguler adalah prestasi kerja, kesetiaan, pengabdian,
pengalaman dan syarat-syarat obyektif lainnya.
(5) Kenaikan golongan pilihan disamping harus memenuhi syarat-syarat seperti yang
dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, harus pula didasarkan atas jabatan yang dipangkunya
dengan memperhatikan daftar urut golongan
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Tentang Golongan dan Gaji pegawai Gereja Kalimantan Evangelis diatur dalam peraturan
tersendiri
BAB V
PEMBERHENTIAN DAN DISIPLIN
Pasal 25
(1) Pegawai GKE diberhentikan dan atau dipensiunkan dengan hormat karena :
a. Permintaan sendiri.
(2) Pegawai aktif GKE yang mencapai usia pensiun penuh (usia 60 tahun) diberikan
penghargaan berupa 3 (tiga) bulan gaji sejak memasuki masa pensiun oleh
Resort/Lembaga di tempat dimana pegawai aktif yang bersangkutan terakhir bekerja.
(3) Pegawai GKE yang diberhentikan pada butir c dan d diberikan pesangon maksimal
sebesar 3 ( tiga) bulan gaji dari Resort/Lembaga di tempat dimana pegawai yang
bersangkutan terakhir bekerja.
(4) Pegawai GKE yang minta berhenti karena alih fungsi menjadi Pegawai Negeri
Sipil/TNI/POLRI, atau Badan lain diluar lingkungan GKE seperti poin (1).e, maka iuran
pensiun yang telah disetorkan Dana Pensiun PGI baru dapat diberikan setelah memenuhi
persyaratan dari Peraturan Dana Pensiun PGI dan dikenakan biaya administrasi sebesar
40%.
(5) Pegawai aktif GKE yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap berhenti dengan
hormat dan mendapat penghargaan berupa 3 (tiga) bulan gaji oleh Resort/Lembaga di
tempat di mana pegawai aktif yang bersangkutan terakhir bekerja.
(7) Pejabat yang berwenang memberhentikan pegawai GKE adalah pejabat dari lembaga yang
mengangkat dan mengeluarkan Surat Keputusan untuk pegawai tersebut.
Pasal 26
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan pegawai GKE
perlu diadakan perpindahan jabatan dan atau perpindahan wilayah kerja (mutasi). Ketentuan
tentang perpindahan (mutasi) diatur dalam peraturan tersendiri.
Pasal 27
Pegawai GKE yang dikenakan tahanan sementara oleh pejabat yang berwajib karena disangka
melakukan suatu tindakan pidana kejahatan, di non-aktifkan untuk sementara.
Pasal 28
Untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas diadakan peraturan disiplin
pegawai GKE.
BAB VI
PENDIDIKAN, KESEJAHTERAAN DAN PENGHARGAAN
Pasal 29
PENDIDIKAN
Untuk meningkatkan pengabdian dan pelayanan bagi gereja dan masyarakat kepada pegawai
GKE perlu diberikan kesempatan pendidikan lanjutan. Ketentuan tentang pendidikan lanjutan
diatur dalam peraturan tersendiri.
Himpunan Peraturan GKE 109
Pasal 30
KESEJAHTERAAN
(1) Untuk meningkatkan kegairahan kerja, diusahakan secara terus menerus penyesuaian
kesejahteraan pegawai GKE dengan mengambil perbandingan pada Pegawai Negeri Sipil.
(2) Bagi pejabat tertentu di lingkungan GKE disediakan rumah dinas dan fasilitas. Ketentuan
tentang rumah dinas dan fasilitas, diatur dalam peraturan tersendiri.
(3) Bagi pegawai GKE, jumlah anak yang masuk dalam tanggungan maksimal 3 (tiga) orang,
dengan usia maksimal 25 tahun bagi yang belum berkeluarga.
Pasal 31
PENGHARGAAN
(1) Pegawai GKE yang telah menunjukkan kesetiaan atau berjasa terhadap gereja atau yang
telah menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan tersebut di atas dapat berupa: piagam, kenaikkan golongan, berkala,
promosi jabatan atau bentuk penghargaan lainnya
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 17 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa peraturan GKE no 25 Tahun 2016 Tentang Pokok Kepegawaian
GKE Bab IVPasal 19 butir (22) memerlukan penjabaran dan petunjuk
pelaksanaan.
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : PERATURAN TENTANG GOLONGAN DAN GAJI PEGAWAI GKE
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN
Dalam peraturan GKE ini yang dimaksud dengan golongan adalah kedudukan yang
menunjukkan tingkat seorang pegawai GKE dalam rangkaian susunan kepegawaian dan
digunakan sebagai dasar penggajian.
Pasal 2
Golongan pegawai GKE dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi adalah sebagaimana
diatur secara khusus.
Pasal 3
(1) Pegawai GKE diangkat dalam golongan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Pengangkatan dalam golongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
berdasarkan peraturan yang berlaku.
Pasal 4
Kepada pegawai GKE yang diangkat dalam suatu golongan menurut peraturan GKE ini,
diberikan gaji pokok berdasarkan golongan ruang yang ditetapkan untuk golongan itu.
Pasal 5
(1) Kepada orang yang diangkat menjadi calon pegawai GKE diberikan gaji pokok sebesar
80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Kepada calon pegawai GKE sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila telah
mempunyai pengalaman kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok,
diberikan gaji pokok yang segaris dengan pengalaman kerjanya yang telah ditetapkan
sesuai dengan peraturan yang berlaku (sebagaimana masa kerja serta dengan menebus
kerja dimaksud).
(3) Pemberian gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) setinggi-tingginya ditetapkan
berdasarkan gaji pokok maksimum dalam golongan ruang yang bersangkutan setelah
dikurangi 2 (dua) kali kenaikan gaji berkala yang terakhir dalam golongan ruang tersebut.
Pasal 6
Kepada seorang yang diangkat langsung menjadi pegawai GKE apabila telah mempunyai
pengalaman kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok, diberikan gaji
pokok yang segaris dengan pengalaman kerja yang ditetapkan sebagai masa kerja golongan.
Pasal 7
Kepada pegawai GKE yang diangkat dalam suatu golongan yang lebih tinggi dari golongan
lama, diberikan gaji pokok baru berdasarkan golongan baru yang segaris dengan gaji pokok
dan masa kerja golongan dalam golongan ruang menurut golongan lama.
Pasal 8
Kepada pegawai GKE yang diturunkan golongannya ke dalam suatu golongan yang lebih
rendah dari golongan semula diberikan gaji pokok berdasarkan golongan baru yang segaris
dari gaji pokok dan masa kerja golongan ruang menurut golongan lama.
Pasal 9
Kepada pensiunan pegawai GKE yang diangkat menjadi pegawai bulanan disamping pensiun
diberikan gaji pokok berdasarkan golongan dan masa golongan yang dimilikinya pada saat ia
pensiun.
Pasal 10
Masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok bagi calon pegawai GKE
dan pegawai GKE ditetapkan menurut peraturan yang berlaku.
B A B III
KENAIKAN GAJI BERKALA, PINDAH RUANG
DAN KENAIKAN GAJI ISTIMEWA
Pasal 11
Kepada pegawai GKE diberikan kenaikan gaji berkala apabila dipenuhi syarat-syarat:
Pasal 12
(1) Pemberian kenaikan gaji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan
dengan surat pemberitahuan oleh Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE atau badan
yang berwenang untuk itu.
(2) Pemberitahuan kenaikan gaji berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan 2
(dua) bulan sebelum kenaikan gaji berkala itu berlaku.
(3) Bentuk pemberitahuan kenaikan gaji berkala tersebut diserahkan kepada Badan Pekerja
Harian Majelis Sinode GKE atau Badan yang berwenang untuk itu.
Pasal 13
(1) Apabila pegawai GKE yang bersangkutan belum memenuhi syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), maka kenaikan gaji berkalanya ditunda paling lama 1
(satu) tahun.
(2) Apabila sehabis waktu penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pegawai GKE
yang bersangkutan belum juga memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
ayat (2), maka kenaikan gaji berkalanya ditunda lagi tiap-tiap kali paling lama 1 (satu)
tahun.
(3) Apabila tidak ada lagi alasan untuk penundaan maka kenaikan gaji berkala tersebut
diberikan mulai bulan berikutnya dari masa penundaan itu berakhir.
(4) Penundaan kenaikan gaji berkala dilakukan dengan surat keputusan pejabat yang
berwenang.
(5) Masa penundaan kenaikan gaji berkala dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala
berikutnya.
Pasal 14
(1) Pegawai GKE Golongan I/D ke II/A, II/D ke III/A, dan jika telah memenuhi persyaratan
pasal 11, diberikan kenaikan golongan/pindah ruang tanpa ujian dinas.
(2) Pegawai GKE Golongan III/D ke IV/A selain persyaratan pasal 11, maka yang
bersangkutan diwajibkan untuk membuat makalah.
Pasal 15
(1) Kepada pegawai GKE yang menurut daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan
menunjukkan nilai "amat baik" sehingga ia patut dijadikan teladan, dapat diberikan
kenaikan gaji istimewa sebagaimana penghargaan dengan memajukan saat kenaikan gaji
berkala yang akan datang dan saat-saat kenaikan gaji berkala selanjutnya dalam golongan
yang dijabatnya pada saat pemberian kenaikan gaji istimewa tersebut.
(2) Pemberian kenaikan gaji berkala istimewa dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Badan
Pekerja Harian Majelis Sinode GKE.
B A B IV
TUNJANGAN
(2) Selain daripada tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pegawai GKE dapat
diberikan tunjangan-tunjangan lainnya, yang mempunyai kaitan dengan beban tugas.
(3) Selain tunjangan bulanan sebagaimana butir (1) dan (2) di atas, bagi Pegawai GKE yang
aktif diberikan Tunjangan Hari Raya sekali dalam setahun sebesar 1 (satu) bulan gaji.
Pasal 17
(1) Kepada pegawai GKE yang beristeri/bersuami diberikan tunjangan isteri/suami sebesar
10% (sepuluh persen) dari gaji pokok, dengan ketentuan apabila suami isteri kedua-
duanya berkedudukan sebagai pegawai GKE maka tunjangan tersebut hanya diberikan
kepada yang mempunyai gaji pokok lebih tinggi.
(2) Kepada pegawai GKE yang mempunyai anak atau anak angkat yang berumur kurang dari
21 (dua puluh satu) tahun belum pernah nikah, tidak mempunyai penghasilan sendiri, dan
nyata menjadi tanggungannya, diberikan tunjangan anak sebesar 5 % (lima persen) dari
gaji pokok untuk tiap-tiap anak. Tunjangan anak tersebut diberikan dengan batas umur
maksimal 25 (dua puluh lima) tahun, belum pernah nikah, masih sekolah dan belum
mempunyai penghasilan sendiri.
(3) Tunjangan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan sebanyak-banyaknya
untuk 3 (tiga) orang anak.
Pasal 18
(1) Kepada pegawai Gereja Kalimantan Evangelis yang menjabat jabatan tertentu diberikan
tunjangan jabatan.
(2) Macam-macam jabatan serta besarnya tunjangan jabatan diatur dalam peraturan
tersendiri.
Pasal 19
(1) Kepada pegawai Gereja Kalimantan Evangelis beserta keluarganya diberikan tunjangan
pangan.
(2) Tunjangan pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Badan
Pekerja Harian Majelis Sinode GKE.
Pasal 20
(1) Selain tunjangan sebagaimana dimaksud Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, apabila ada
alasan-alasan yang kuat, kepada pegawai GKE dapat diberikan tunjangan-tunjangan
lainnya.
Pasal 21
Kepada pegawai bulanan disamping pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan
tunjangan-tunjangan yang berlaku bagi pegawai Gereja Kalimantan Evangelis.
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan GKE ini diatur lebih lanjut dengan
keputusan Majelis Sinode GKE.
Pasal 23
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan peraturan GKE ini ditetapkan oleh Badan Pekerja
Harian Majelis Sinode GKE.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 21 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa peraturan GKE No. 26 Tahun 2016 Tentang Golongan dan Gaji
Pegawai GKE Bab IV Pasal 16 (1) dan Pasal 18 (1) (2)memerlukan
penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
PENGERTIAN
Jabatan Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE (BPH MS GKE) penuh waktu adalah
jabatan khusus pilihan Sinode Umum GKE untuk periode 5 (lima) tahun.
Pasal 2
KETENTUAN GAJI DAN GOLONGAN
(1) Pegawai GKE yang terpilih dalam Sinode Umum GKE (SU GKE) untuk menduduki jabatan
BPH Majelis Sinode GKE tetap dalam golongan/ruang gaji semula. Kenaikan
golongan/ruang gaji mengikuti peraturan yang berlaku.
(2) Pegawai GKE yang terpilih dalam SU GKE menjadi BPH Majelis Sinode GKE, kepada
yang bersangkutan diberikan kenaikan golongan istimewa 1 (satu) kali dalam setiap
periode.
Pasal 3
TUNJANGAN JABATAN
(1) Kepada Badan Pekerja Harian MS GKE penuh waktu (Ketua Umum, Wakil Ketua Umum,
Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum dan Bendahara) di samping gaji yang diterima
juga diberikan tunjangan jabatan.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 22 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa Peraturan GKE No. 25 Tahun 2016 tentang Pokok Kepegawaian
GKE pada Bab II Pasal 10 perlu penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
PENERIMA BIAYA PENGOBATAN DAN PERAWATAN
(2) Bagi pegawai GKE yang telah didaftarkan pada BPJS Kesehatan, maka semua biaya
pengobatan dan perawatannya tidak lagi dibebankan kepada Majelis tempat yang
bersangkutan bekerja, dengan ketentuan gaji mereka tidak dipotong oleh Majelis setempat
untuk biaya kesehatan.
Pasal 3
PEMERIKSAAN DAN PENGOBATAN KE LUAR DAERAH
(1) Pemeriksaan dan pengobatan ke luar daerah harus berdasarkan surat keterangan atau
rujukan dari dokter Rumah Sakit Umum atau Pukesmas setempat.
(2) Bila diperlukan pendamping harus berdasarkan Surat Keterangan Dokter setempat dan
hanya 1 (satu) orang.
(4) Yang ditanggung hanya biaya transport yang diatur sebagai berikut:
a. Bagi yang berangkat dengan pesawat terbang ditanggung 50 % (lima puluh persen) dari
harga tiket (pasien dan 1 orang pendamping)
b. Bagi yang berangkat dengan kapal atau kendaraan darat (bukan carteran) mendapat
penggantian biaya 100% (seratus persen) sesuai tarif umum (pasien dan 1 orang
pendamping).
Pasal 4
PEMBUATAN ATAU PENGGANTIAN KACAMATA
(1) Biaya pembuatan atau penggantian kacamata berdasarkan resep dokter, mendapat
penggantian paling banyak Rp. 1.000.000,- (Satu Juta rupiah) dan dilampirkan dengan
kwitansi asli.
(2) Untuk butir 1 di atas hanya berlaku bagi pegawai GKE, tidak termasuk anggota
keluarganya dan hanya dapat diklaim 2 (dua) tahun sekali.
Pasal 5
PENGOBATAN DAN PERAWATAN GIGI
(2) Biaya pembuatan atau penggantian gigi mendapat penggantian paling banyak
Rp.1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) untuk 2 tahun sekali, dilampiri dengan kwitansi asli.
(3) Pembersihan karang gigi dan lain-lain yang berhubungan dengan kesehatan gigi diganti
50% (lima puluh persen).
Pasal 6
BIAYA BERSALIN
(1) Bantuan biaya bersalin diberikan 3 (tiga) kali melahirkan selama bekerja di GKE, dengan
jumlah bantuan sesuai kwitansi nominal masing-masing maksimal Rp.2.500.000 (Dua Juta
Lima Ratus Ribu Rupiah).
(3) Untuk Resort/ Cares / Lembaga khusus di daerah pedalaman yang tidak mampu
memenuhi butir 2 di atas, dapat diupayakan penggalangan bantuan dana melalui topang
menopang
Pasal 7
PERMINTAAN PENGGANTIAN BIAYA PENGOBATAN
DAN ATAU PERAWATAN
(1) Permintaan penggantian biaya pengobatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sampai
dengan Pasal 6 diatas harus berdasarkan kwitansi asli dari dokter atau Rumah Sakit atau
Apotik.
(2) Dalam hal biaya konsultasi atau periksa dokter disatukan dengan harga obat, perlu diminta
rincian masing-masing. Jikalau ternyata masih disatukan maka BPH Majelis Sinode atau
Resort atau Pengurus Yayasan atau Lembaga yang bersangkutan dapat mengambil
kebijakan sesuai tarif pemeriksaan dokter setempat yang berlaku umum. Selisihnya
merupakan harga obat yang diganti sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) b.
(3) Apabila pegawai GKE yang terdaftar pada BPJS Kesehatan meminta bantuan pengobatan
dan perawatan kepada majelis setempat, maka ketentuan dalam pasal 2 s/d pasal 6
diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan Majelis tempat yang bersangkutan
bekerja.
Pasal 8
BIAYA PENGOBATAN BAGI PEGAWAI AKTIF GKE
YANG MENGALAMI SAKIT MENETAP
(1) Yang dimaksud dengan pegawai aktif GKE yang mengalami sakit menetap, yaitu sakit yang
menurut diagnosa dokter penyembuhannya lama dan atau tidak bisa disembuhkan, seperti:
lumpuh, gangguan jiwa, penyakit kronis dan lain-lain, sehingga tidak dapat melakukan
aktivitas pelayanan.
(2) Pegawai aktif yang bersangkutan diberi bantuan biaya pengobatan sesuai peraturan yang
berlaku selama 6 (enam) bulan setelah keputusan dokter dan dibayar oleh lembaga tempat
yang bersangkutan terakhir bekerja.
(3) Pegawai aktif yang bersangkutan diberi gaji penuh selama 6 (enam) bulan setelah
keputusan dokter dan dibayar oleh lembaga tempat yang bersangkutan terakhir bekerja.
(4) Pegawai aktif yang bersangkutan setelah 6 (enam) bulan dapat dipensiunkan oleh BPH MS
GKE karena sakit dan mendapat biaya pengobatan bagi penerima manfaat pensiun sesuai
peraturan yang berlaku.
(5) Dalam keadaan luar biasa, yaitu keterbatasan biaya pengobatan sementara pengobatan
masih sangat perlu berdasarkan keterangan dokter, maka BPH MS GKE dapat
mengeluarkan rekomendasi untuk pengupayaan dana bagi pegawai yang bersangkutan.
Pasal 9
PEMBEBANAN ANGGARAN
Pasal 10
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 23 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa Peraturan GKE No. 25 Tahun 2016 tentang Pokok Kepegawaian
GKE pada Bab II Pasal 11 (3) (4) perlu penjabaran dan petunjuk
pelaksanaan.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
Yang dimaksudkan dengan bantuan pengobatan dan perawatan bagi penerima manfaat
pensiun GKE adalah bantuan untuk biaya pengobatan dan perawatan dengan batas jumlah
maksimal untuk satu tahun yang boleh dibayarkan untuk setiap penerima manfaat pensiun
GKE.
Pasal 2
PENERIMA BANTUAN PENGOBATAN DAN PERAWATAN
(2) Anggota keluarga Penerima Manfaat Pensiun GKE, yaitu: suami atau isteri dan anaknya
yang sah sebanyak – banyaknya 3 ( tiga) orang, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Usia maksimum 21 tahun dan belum mempunyai penghasilan tetap.
b. Usia maksimum 25 tahun bagi yang masih dalam pendidikan dengan menunjukkan
surat keterangan dari lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 3
BESAR BANTUAN PENGOBATAN DAN PERAWATAN
(1) Bantuan biaya pengobatan dan perawatan bagi setiap Penerima Manfaat Pensiun GKE
sebagaimana Pasal 2 ayat (1) di atas mendapat penggantian maksimum sebesar
Rp.7.500.000, - ( Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) untuk setiap Tahun Anggaran GKE.
Pasal 4
PEMBEBANAN ANGGARAN
(1) Bantuan Pengobatan dan Perawatan bagi Penerima Manfaat Pensiun GKE sebagaimana
Pasal 1 sampai dengan Pasal 3 di atas adalah sbb:
a. Bagi Penerima Manfaat Pensiun yang bekerja di Resort/Jemaat, pembebanan biaya
pengobatan ditanggung oleh Resort/Jemaat setempat.
b. Bagi Penerima Manfaat Pensiun yang tidak dipekerjakan di Resort/Jemaat/
lembaga/Badan di lingkungan GKE karena alasan tertentu (sakit dll) khusus di daerah
pedalaman, pembebanan biaya pengobatan ditanggung oleh MS GKE bekerjasama
dengan Resort/Jemaat/Lembaga/Badan di lingkungan GKE.
(2) Dalam hal bekerjasama dengan Resort-Resort GKE sebagaimana ayat (1) di atas, Resort-
Resort terutama Resort mampu berkewajiban memberikan bantuan pengobatan
sebagaimana peraturan ini kepada penerima manfaat pensiun yang berada di resort
tersebut.
(3) Bagi Resort yang tidak mampu (sesuai penilaian MS GKE) akan diatur oleh MS GKE
bekerjasama dengan resort-resort mampu dan pihak lain yang tidak mengikat.
(4) Bagi penerima manfaat pensiun GKE yang pensiun di Lembaga/Yayasan/Badan di
lingkungan GKE, biaya pengobatan dan perawatan ditanggung oleh
Lembaga/Yayasan/Badan dimana yang bersangkutan bekerja.
Pasal 5
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
(3) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2017.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 25 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa Peraturan GKE No. 25 Tahun 2016 tentang Pokok Kepegawaian
GKE pada Bab VI Pasal 27 perlu penjabaran dan petunjuk
pelaksanaan.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN TENTANG PENDIDIKAN LANJUTAN BAGI PEGAWAI
GKE
Pasal 1
PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan pendidikan Lanjutan Pegawai GKE ialah pemberian kesempatan
kepada pegawai aktif GKE untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang (Strata) berikutnya yang
lebih tinggi, yaitu dari Diploma ke S1, dari S1 ke S2, dari S2 ke S3 atau pendidikan profesi,
keahlian/keterampilan dalam rangka peningkatan sumber daya pegawai GKE
Pasal 2
TUJUAN
Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dibidang ilmu pengetahuan, teologi,
kepemimpinan dan peningkatan prestasi kerja demi pelayanan dan perkembangan GKE.
Pasal 3
JENIS PENDIDIKAN LANJUTAN PEGAWAI GKE
(1) Jenis pendidikan lanjutan pegawai aktif GKE terdiri dari Tugas Belajar dan Ijin Belajar.
(2) Tugas belajar ialah penugasan oleh lembaga / badan yang berwenang terhadap pegawai
aktif GKE untuk mengambil pendidikan profesi, keahlian (keterampilan) atau melanjutkan
pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi, misalnya dari D.3 ke S.1, dari S.1 ke S.2, dari
S.2 ke S.3, sesuai dengan kebutuhan.
(3) Tugas Belajar ialah penugasan oleh lembaga/badan yang berwenang terhadap pegawai
aktif GKE untuk mengikuti kursus bagi peningkatan pengetahuan/ketrampilan, yang bersifat
non-gelar dalam jangka waktu tertentu.
TENTANG:
MUTASI PEGAWAI GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Perbaikan Peraturan GKE No. 19 Tahun 2011)
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 19 Tahun 2011 perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa Peraturan GKE No. 25 Tahun 2016 tentang Pokok Kepegawaian
GKE pada Bab V Pasal 24 perlu penjabaran dan petunjuk
pelaksanaan.
M E M U T U S K A N:
BAB I
UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN DAN KEWENANGAN
(1) Mutasi adalah pemindahan pegawai aktif GKE dari satu tempat kerja ke tempat kerja
lainnya.
(3) Pelaksanaan mutasi antar jemaat di dalam satu resort (rolling) adalah kewenangan Majelis
Resort bersangkutan.
Pasal 2
TUJUAN
(1) Untuk memberi penyegaran, suasana baru serta peningkatan kreatifitas dalam
pengembangan karier bagi pegawai GKE.
(7) Karena alasan lain di luar butir (1) sampai (6) di atas.
Pasal 3
KETENTUAN UMUM
(1) Pegawai aktif GKE di suatu Resort/Calon Resort atau suatu jabatan ditetapkan 5 (lima)
tahun untuk satu periode atau bila dipandang perlu hal tersebut masih bisa diperpanjang
maksimal sampai 10 (sepuluh) tahun.
(2) Berkaitan dengan butir (1) di atas pegawai aktif GKE tersebut dapat dimutasikan oleh BPH
MS GKE.
(3) Untuk mengisi lowongan jabatan, demi kepentingan GKE lebih luas, pembinaan pegawai
aktif yang bermasalah, kebutuhan Pelayanan dan alasan-alasan lain yang belum
disebutkan, pegawai aktif GKE dapat dimutasikan dengan tidak mengacu pada butir (1) di
atas.
(4) Pegawai aktif GKE yang telah berusia lebih 56 tahun, dapat meminta tempat (Resort/Calon
Resort) dalam rangka persiapan pensiun, dengan mempertimbangkan:
o Jumlah tenaga pelayan yang ada di Resort/Calon Resort tersebut, masih kurang.
o Kemampuan Anggaran Resort/Calon Resort tersebut.
o Kemampuan pegawai aktif yang bersangkutan dalam melaksanakan pelayanan di
Resort/Calon Resort yang diminta.
BAB II
JENIS MUTASI, PROSEDUR DAN BIAYA MUTASI
Pasal 4
JENIS MUTASI
(1) Mutasi Reguler sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 ayat (1) di atas.
(2) Mutasi karena promosi jabatan atau karena mengemban suatu Jabatan Struktural di
lingkungan GKE.
(3) Mutasi atas permintaan sendiri.
(4) Mutasi karena pertimbangan-pertimbangan tertentu atau alasan-alasan lain, seperti
kepentingan GKE yang lebih luas, pembinaan pegawai aktif yang bermasalah, karena sakit
dan lain-lain.
Pasal 5
PROSEDUR MUTASI
Prosedur mutasi dilaksanakan oleh Badan Pekerja Harian MS GKE melalui Sidang BPH MS
GKE penuh waktu dengan hasil keputusannya dikomunikasikan kepada pihak Majelis
Resort/Calon Resort/Lembaga asal dan Resort/Calon Resort/Lembaga yang akan dituju serta
pegawai aktif yang bersangkutan.
Pasal 6
BIAYA MUTASI
(1) Biaya Mutasi sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1,2 dan 4) ditanggung
bersama-sama dengan ketentuan:
a. Majelis Resort/Calon Resort/Lembagatempat asal sebesar 35%
b. Majelis Resort/Calon Resort/Lembagatempat tugas baru sebesar 35%
c. Majelis Sinode sebesar 30%
Himpunan Peraturan GKE 128
(2) Mutasi karena permintaan sendiri, biaya mutasi ditanggung 100% oleh yang bersangkutan.
(3) Bagi mutasi karena ada permintaan Majelis Resort/Majelis calon Resort maka seluruh
biaya mutasi menjadi tanggung jawab Majelis Resort/Majelis calon Resort yang meminta.
(4) Perincian biaya mutasi harus dibuat oleh pegawai yang bersangkutan dan disetujui oleh
BPH MS GKE.
BAB III
SANKSI
Pasal 7
(1) Untuk menjaga dan menjamin agar mutasi pegawai GKE berjalan lancar sehingga sesuai
dengan tujuan mutasi tersebut, maka setiap pegawai GKE wajib memenuhi keputusan
mutasi sesuai pernyataan setiap pegawai GKE, yaitu siap ditempatkan di mana saja.
(2) Bagi Pegawai GKE yang tidak memenuhi ketentuan di atas, dikenakan sanksi sebagai
berikut:
a. Status pegawai aktif GKE dicabut dan yang bersangkutan menjadi pegawai tidak aktif
GKE, jika pegawai yang bersangkutan menolak mutasi dan meminta cuti di luar
tanggungan.
b. Status kependetaan dan pegawai aktif GKE dicabut jika pegawai yang bersangkutan
tetap mangkir setelah mendapat Surat Peringatan 3 (tiga) kali berturut turut.
c. Pegawai tidak aktif GKE tidak bisa diangkat sebagai tenaga Honorer di Resort, Calon
Resort/ Jemaat. Jika ikut pelayanan di Resort/Jemaat, yang bersangkutan wajib
mengajukan lamaran kepada Majelis Resort/Majelis Jemaat setempat dengan terlebih
dahulu mendapat rekomendasi dari Majelis Sinode. Jika yang bersangkutan bertugas
melayani ibadah mendapat uang transport atau ucapan terima kasih dari Majelis
Jemaat/Resort yang menugaskannya, diberikan per- kegiatan pelayanan .
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 20 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa Peraturan GKE No. 25 Tahun 2016 tentang Pokok Kepegawaian
GKE pada Bab II Pasal 9 perlu penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN TENTANG CUTIDAN IZIN PEGAWAI GEREJA
KALIMANTAN EVANGELIS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN
Cuti pegawai GKE adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu
tertentu.
Pasal 2
PEJABAT BERKEWENANGAN MEMBERIKAN CUTI
(1) Badan Pekerja Harian Majelis Sinode GKE bagi pegawai aktif GKE.
(2) Majelis Resort GKE bagi pegawai yang diangkat oleh Majelis Resort/Majelis Jemaat GKE.
(3) Pengurus yayasan atau pimpinan lembaga/badan bagi pegawai yang diangkat oleh
yayasan/lembaga/ badan.
B A B II
CUTI PEGAWAI GKE
Pasal 3
JENIS-JENIS CUTI
(1) Cuti tahunan.
Bagian Pertama
CUTI TAHUNAN
Pasal 4
(1) Pegawai GKE baik aktif maupun honorer yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun berhak atas cuti tahunan.
(4) Untuk mendapatkan cuti tahunan pegawai GKE yang bersangkutan mengajukan
permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti
dengan mempertimbangkan volume kerja kantor yang bersangkutan.
(6) Cuti tahunan yang tidak diambil pada tahun tersebut tidak bisa diambil pada tahun
berikutnya.
(7) Cuti tahunan dapat ditolak oleh pejabat yang berwenang jika pegawai yang bersangkutan
sering izin meninggalkan tugas.
Pasal 5
Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit transportasinya, maka jangka waktu cuti
tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 7 (tujuh) hari.
Pasal 6
Khusus pegawai GKE yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang
mendapat liburan menurut peraturan yang berlaku tidak berhak mendapat cuti tahunan.
Bagian Kedua
CUTI BERSALIN
Pasal 7
(2) Lamanya cuti bersalin tersebut sebagaimana butir (1) di atas maksimal 3 (tiga) bulan.
Pasal 8
(1) Untuk mendapat cuti bersalin, pegawai GKE perempuan yang bersangkutan mengajukan
permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal 9
Selama menjalankan cuti bersalin sesuai pasal 7 di atas, pegawai GKE yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh.
Pasal 10
(1) Pegawai GKE yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
(2) Pegawai GKE yang menderita sakit dapat mengajukan permintaan cuti secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3) Apabila berdasarkan hasil pengujian medis atas pegawai GKE yang bersangkutan belum
sembuh dari sakitnya di atas 6 (enam) bulan dan yang bersangkutan mengalami sakit
permanen, maka yang bersangkutan dapat dipensiunkan
Bagian Keempat
CUTI DILUAR TANGGUNGAN GKE
Pasal 11
(1) Pegawai GKE yang telah bekerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun secara terus menerus
karena alasan pribadi yang penting/mendesak umpama :
a. Mengikuti suami/istri yang tugas belajar dalam/luar negeri.
b. Karena alasan-alasan yang sangat pribadi.
(2) Untuk mendapatkan cuti diluar tanggungan GKE, pegawai GKE yang bersangkutan harus
mengajukan secara tertulis kepada yang berwenang memberikan cuti, disertai dengan
alasan-alasan yang jelas.
(3) Cuti diluar tanggungan GKE bukan hak, oleh sebab itu permintaan cuti ini dapat ditolak
atau dikabulkan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(4) Pegawai GKE yang menjalankan cuti ini dibebaskan dari jabatan dan pelayanannya serta
jabatan yang lowong itu segera diisi.
(5) Selama menjalankan cuti diluar tanggungan GKE, pegawai GKE tersebut tidak berhak
menerima penghasilan dari GKE dan tidak diperhitungkan masa kerja kepegawaian GKE.
(6) Batas waktu cuti di luar tanggungan maksimal jumlahnya 6 (enam) tahun dan setelahnya
dapat dipensiunkan.
(7) Pegawai GKE yang cuti diluar tanggungan tidak diperkenankan menjadi tenaga honorer
pada jemaat, resort dan sinode.
BAB III
IZIN
Pasal 12
PENGERTIAN DAN KEWENANGAN
(1) Izin adalah suatu keadaan untuk tidak mengikuti kegiatan kerja atau tidak melaksanakan
tugas sebagamana mestinya dalam jangka waktu tertentu.
(5) Izin mengikuti kegiatan di luar gereja (sesuai dengan waktu kegiatan)
Pasal 14
KETENTUAN PEMBERIAN IZIN
(1) Izin selama 1 – 7 hari pemberian izin dilakukan oleh BPH Majelis Resort/Pengurus
Lembaga/Badan di lingkungan GKE di tempat di mana pegawai aktif bekerja.
(2) Izin di atas 7 (tujuh) hari pemberian izin dilakukan oleh Majelis Sinode GKE.
(3) Izin sesuai dengan butir (2) di atas, disampaikan kepada Majelis Sinode GKE dengan
menyertakan persetujuan BPH Majelis Resort/Pengurus Lembaga/Badan.
B A B IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa peraturan GKE No. 18 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa Peraturan GKE No. 25 Tahun 2016 tentang Pokok Kepegawaian
GKE pada Bab V Pasal 26 perlu penjabaran dan petunjuk
pelaksanaan.
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
PENGERTIAN
Disiplin Pegawai GKE merupakan wujud kesetiaan, ketaatan, keaktifan, kesungguhan serta
kejujuran melaksanakan tugas pelayanan dalam tugas dan jabatan yang diemban oleh setiap
pegawai GKE.
Pasal 2
KETENTUAN PEGAWAI GKE
(1) Pegawai GKE adalah seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan yang berlaku dilingkungan GKE, diangkat oleh pejabat yang berwenang,
serta diserahi tugas dan tanggung jawab dalam suatu jabatan pelayanan gerejawi yang
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan.
(2) Pegawai GKE adalah pelayan gerejawi yang melayani bidang pelayanan khusus serta
pelayanan umum.
(3) Pegawai GKE yang dituntut kedisiplinan dalam tugas dan tanggung jawab pelayanan
adalah pegawai yang berstatus pegawai aktif.
(4) Pegawai GKE Honorer dituntut kesungguhan dalam melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya dan berkewajiban memelihara nama baik korp pegawai GKE.
(1) Setiap pegawai GKE wajib menunjukkan kesetiaan, loyalitas, dedikasi dan ketaatan
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya, sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku di lingkungan GKE.
(2) Setiap pegawai GKE wajib menunjukkan kesungguhan dan kejujuran dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.
(3) Setiap Pegawai GKE wajib membayar iuran pensiun sesuai dengan jumlah penetapan oleh
Dana Pensiun PGI.
(4) Setiap pegawai GKE wajib melaksanakan tugas pelayanan di gereja dan masyarakat
secara aktif dan kreatif serta kritis sebagai salah satu unsur penilaian peningkatan karier.
(5) Setiap pegawai GKE wajib mendapat ijin/persetujuan dari pejabat yang berwenang apabila
meninggalkan tugas/tempat tugas.
(6) Setiap pegawai GKE (secara khusus Vikar, Pambarita/Penginjil dan Pendeta), dilarang
untuk mengambil cuti tahunan pada saat hari raya gerejawi, seperti: Jumat Agung, Paskah,
Natal, dan Tahun Baru dan sejenisnya.
Pasal 4
SANKSI
Bagi setiap pegawai GKE yang tidak mengindahkan kewajibannya sebagaimana pasal 3 di
atas, dikenakan tindakan disiplin kepegawaian dan administratif:
(1) Diberikan teguran lisan atau tertulis oleh pejabat yang berwenang menurut Peraturan
Pokok Kepegawaian GKE pasal 1 ayat (2).
(2) Apabila tetap tidak mengindahkan teguran, yang bersangkutan diberikan skorsing
maksimal 3 bulan dan gaji tidak dibayar oleh lembaga pemberi kerja. Untuk dapat
diaktifkan kembali dalam tugas, yang bersangkutan wajib mengajukan pernyataan
kesediaan melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Diberi cuti diluar tanggungan GKE maksimal 2 tahun dan gaji tidak dibayar.
(4) Dibebaskan dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai aktif GKE dan diberikan
hak Pensiun diperlambat / Pensiun tunggu, sesuai dengan ketentuan Dana Pensiun PGI.
a. Setiap Pegawai GKE yang menjalani cuti diluar tanggungan, wajib membayar Iuran
Pensiun Pribadi ke Dana Pensiun PGI sesuai dengan yang diatur untuk itu.
b. Setiap Pegawai aktif GKE dan kemudian atas permohonan sendiri meminta untuk
menjadi pegawai tidak aktif, yang bersangkutan dapat memilih apakah tetap menjadi
anggota Dana Pensiun PGI atau mengundurkan diri.
c. Setiap Pegawai GKE yang telah mengundurkan diri dari anggota Dana Pensiun
PGI,tidak lagi bergabung dengan Dana Pensiun PGI.
d. Setiap pegawai yang cuti atau tidak aktif, jika dalam jangka waktu tertentu terus
menerus tidak memenuhi kewajiban pensiunnya ke Dana Pensiun PGI, maka MS GKE
dapat mengusulkan pencabutan keanggotaannya pada Dana Pensiun PGI.
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DI LINGKUNGAN GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Perbaikan Peraturan GKE No. 26 Tahun 2011)
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BAB V pasal 21 (1)
(2) memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa Peraturan GKE No. 26 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
M E M U T U S K A N:
BAB I
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 1
DASAR
Penyelenggaraan pendidikan di lingkungan GKE didasarkan pada Firman Allah yang tertulis
dalam Alkitab Perjanjian lama dan Perjanjian Baru, berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945
Pasal 2
FUNGSI
Pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan GKE berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia umumnya dan warga
gereja khususnya dalam upaya mewujudkan panggilan GKE dalam pemberitaan kabar baik dan
mewujudkan tujuan nasional dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pasal 3
TUJUAN
BAB II
JALUR, JENIS DAN JENJANG PENDIDIKAN
Pasal 4
JALUR PENDIDIKAN
(1) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan
sekolah dan luar sekolah.
(2) Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan melalui kegiatan
belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
(3) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah
melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
Pasal 5
JENIS PENDIDIKAN
(1) Jenis pendidikan yang termasuk pendidikan sekolah yang diselenggarakan di lingkungan
GKE terdiri ataas pendidikan umum, kejuruan, keagamaan / teologi dan akademik.
(3) Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk
dapat bekerja pada bidang tertentu.
(4) Pendidikan keagamaan / teologi merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus
tentang ajaran agama Kristen Protestan yang bersumber pada Alkitab.
(5) Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya.
Pasal 6
JENJANG PENDIDIKAN
(1) Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
(5) Pendidikan akademik yang juga dikenal sebagai pendidikan keilmuan diselenggarakan
pada jenjang pendidikan tinggi.
B A B III
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 7
PENDIDIKAN UMUM
(1) Penyelenggaraan pendidikan umum oleh GKE dilaksanakan sebagai mitra pemerintah
dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.
(3) Selain jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah, GKE juga
menyelenggarakan pendidikan pra sekolah, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
Taman Kanak-Kanak (TK).
(4) Kurikulum pendidikan umum berpedoman pada kurikulum yang ditetapkan pemerintah,
dengan tetap mengindahkan ciri khas yang bersifat kristiani sesuai dengan tugas dan
panggilan serta Visi dan Misi GKE.
(5) Pendidikan umum bersifat terbuka, yang menerima peserta didik baik Kristen maupun
bukan Kristen.
Pasal 8
PENDIDIKAN KEJURUAN
(1) Pendidikan kejuruan yang diselenggarakan GKE dimaksudkan untuk melengkapi dan
mengarahkan peserta didik dengan keterampilan-keterampilan khusus.
(2) Pendidikan kejuruan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah yang terdiri atas:
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) GKE Mandomai Jurusan Tehnik Pertukangan dan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) GKE Agri Karya Bakti Tumbang Lahang jurusan
Pertanian dan Perkebunan dilengkapi dengan Pusat Latihan Pertanian dan Perkebunan
(PLPP) dengan memperhatikan tuntutan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan gereja.
(3) Kurikulum berpedoman pada kurikulum yang ditetapkan pemerintah, dengan tetap
mengindahkan ciri khas yang bersifat kristiani sesuai dengan tugas dan panggilan serta
Visi dan Misi GKE.
(4) Pendidikan kejuruan bersifat terbuka, menerima peserta didik baik Kristen maupun bukan
Kristen.
Pasal 9
PENDIDIKAN KEAGAMAAN / TEOLOGI
(1) Pendidikan keagamaan / teologi yang diselenggarakan oleh GKE dimaksudkan untuk
mempersiapkan peserta didik melaksanakan peranannya baik sebagai pendeta maupun
sebagai guru agama Kristen.
(3) Pendidikan keagamaan / teologi pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas : Sekolah Tinggi
Teologia GKE (STT GKE di Banjarmasin dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Abdi Wacana
(STAK AW) di Pontianak. STT GKE Menyelenggarakan program D3, S1 dan S2
sedangkan STAK AW program D3 dan S1.
(5) Pendidikan keagamaan/teologi hanya menerima peserta diidik dari warga gereja, baik dari
anggota GKE maupun diluar GKE.
Pasal 10
PENDIDIKAN AKADEMIK
(1) Pendidikan akademik diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi yang disebut
Perguruan Tinggi dan juga dapat berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi dan Universitas.
(3) Universitas merupakan Perguruan Tinggi yang terdiri dari sejumlah Fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan ilmu tertentu.
Pasal 11
PENDIDIKAN TINGGI
(1) Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh GKE merupakan kelanjutan pendidikan
menengah yang ada dilingkungan GKE, yang menyiapkan peserta didik agar mampu
meningkatkan penalaran, mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi, berjiwa penuh
pengabdian serta memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan
masyarakat, bangsa, negara dan gereja.
(2) Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh GKE terdiri atas Sekolah Tinggi Teologia di
Banjarmasin, Sekolah Tinggi Agama Kristen Abdi Wacana danUniversitas Kristen
Palangka Raya
Pasal 12
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA GKE
(1) Sekolah Tinggi Teologia GKE adalah pendidikan tinggi keagamaan/teologi pada jenjang
pendidikan tinggi di lingkungan GKE yang mendidik para calon pendeta GKE.
(2) Sekolah Tinggi Teologia GKE mendidik para calon pendeta yang diharapkan memiliki :
a. Kemampuan berteologi secara kontekstual dalam kondisi sosial budaya Kalimantan,
sebagai bagian dari kemandirian teologia;
b. Kemampuan berteologi secara oikumenis dalam konteks lokal, regional, nasional dan
internasional;
c. Kemampuan menumbuhkan motivasi seluruh warga jemaat umumnya dan para pejabat
gereja khususnya dalam rangka usaha menuju kemandirian teologi, daya dan dana di
lingkungan GKE;
d. Kemampuan menumbuhkan motivasi seluruh warga jemaat umumnya dan para pejabat
gereja khususnya, agar sebagai warga kerajaan Allah dapat menjadi garam dan terang
di tengah kehidupan bangsa yang sedang membangun;
e. Kemampuan menjadi pemimpin yang baik dalam kehidupan bergereja dan
bermasyarakat;
f. Kemampuan untuk menjadi teladan bagi warga jemaat dan warga masyarakat.
g. Kemampuan melaksanakan fungsi managerial dengan baik.
h. Pengenalan, pemahaman dan kecintaan terhadap GKE
(3) Kurikulum ditetapkan oleh lembaga pendidikan dengan berpedoman pada ketentuan yang
berlaku (kurikulum standar minimal) dan muatan lokal yang disesuaikan dengan ciri khas,
keadaan dan kebutuhan GKE.
Pasal 13
SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN ABDI WACANA GKE
(1) Sekolah Tinggi Agama Kristen Abdi Wacana adalah pendidikan tinggi keagamaan/teologi
pada jenjang pendidikan tinggi di lingkungan GKE yang mendidik para Calon Pendeta dan
Calon Guru Agama.
(2) Sekolah Tinggi Agama Kristen Abdi Wacana mendidik para calon pendeta yang
diharapkan:
a. Memiliki kompetensi dasar tentang Teologi dan mampu membangun teologi
kontekstual
b. Berintegritas dan berjiwa pelayan sebagai hakekat dari karakter kristiani
c. Berwawasan plural dan memiliki semangat oikumenis
d. Berwawasan global bertindak lokal
Himpunan Peraturan GKE 140
e. Berjiwa enterpreuner
f. Memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan
g. Memiliki kemampuan leadership/kepemimpinan dalam kehidupan bergereja dan
bermasyarakat;
h. Menjadi teladan bagi warga jemaat dan warga masyarakat.
i. Memiliki pengenalan, pemahaman dan kecintaan terhadap GKE.
(3) Sekolah Tinggi Agama Kristen Abdi Wacana mendidik para calon Guru Agama yang
diharapkan :
a. Memiliki kompetensi dasar tentang pengetahuan ilmiah dan ilmu agama
b. Mampu mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi sesuai dengan bidang
ilmu agama Kristen.
c. Memiliki kualitas mendidik dalam bidang PAK, pastoral, dan tenaga musisi gereja
d. Berwawasan plural dan memiliki semangat oikumenis
e. Berwawasan global bertindak lokal
f. Berjiwa enterpreuner
g. Memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan,
h. Memiliki kemampuan leadership/kepemimpinan dalam kehidupan bergereja dan
bermasyarakat;
i. Menjadi teladan bagi warga jemaat dan warga masyarakat
j. Memiliki pengenalan, pemahaman dan kecintaan terhadap GKE
Pasal 14
UNIVERSITAS KRISTEN PALANGKA RAYA
(1) Universitas Kristen Palangka Raya adalah lembaga pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh GKE dengan membina berbagai disiplin ilmu yang berorientasi pada
disiplin ilmu-ilmu eksakta, tanpa mengabaikan disiplin ilmu-ilmu non eksakta yang sesuai
dengan kebutuhan pemerintah, masyarakat dan gereja.
(2) Universitas Kristen Palangka Raya mendidik calon-calon pemimpin yang memiliki keahlian
akademik serta membentuk manusia yang :
a. Berjiwa Pancasila dan memiliki integritas kepribadian yang tinggi sebagai sarjana dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Memiliki daya nalar, bersikap dan bertindak sebagai ilmuwan;
c. Bersifat terbuka, tanggap terhadap perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi maupun masalah yang dihadapi masyarakat, khususnya yang berkaitan
dengan bidang keahliannya;
d. Mampu menerapkan keahlian dan pengatahuan yang dimilikinya kedalam kegiatan
yang produktif untuk melayani masyarakat, bangsa, negara dan gereja.
(3) Universitas Kristen Palangka Raya bersifat terbuka dalam menerima peserta didik baik
Kristen maupun bukan Kristen.
(4) Penyelenggaraan Universitas Kristen Palangka Raya berpedoman pada ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengindahkan ciri khas,
keadaan / kebutuhan GKE dan ketentuan lainnya yang ditetapkan GKE.
(5) Menerapkan pengenalan dan kecintaan terhadap GKE khususnya dalam upaya-upaya
kemandirian GKE di lingkungan Universitas Kristen Palangka Raya baik dalam kurikulum
maupun dalam proses belajar mengajar dan kegiatan akademik.
BAB IV
ORGANISASI
Pasal 15
PENGORGANISASIAN
(1) GKE dalam menyelenggarakan pendidikan melalui jalur sekolah membentuk badan
pembantu yaitu yayasan pendidikan.
Pasal 16
YAYASAN PENDIDIKAN
(1) Yayasan Pendidikan Kristen (YPK), membina pendidikan umum dari tingkat pra sekolah,
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan kejuruan
(2) Yayasan Pendidikan Teologia (YPT), membina Sekolah Tinggi Teologia GKE.
(3) Yayasan STAK Abdi Wacana, membina Sekolah Tinggi Agama Kristen Abdi Wacana.
(4) Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Eka Sinta (YPTKES), membina Universitas Kristen
Palangka Raya.
(5) Yayasan Bina Insan Mandiri, mengelola/membuka SMK GKE Mandomai dan PLPP GKE
Tumbang Lahang serta SMK Agri Karya GKE Tumbang Lahang.
BAB V
TATA KERJA
Pasal 17
WEWENANG / TANGGUNG JAWAB
(1) Majelis Sinode GKE adalah pemilik dan penanggung jawab umum semua yayasan
pendidikan dan lembaga pendidikan yang ada dilingkungannya serta berwewenang
mengangkat dan memberhentikan organ yayasan pendidikan, yaitu Pembina, Pengurus
dan Pengawas.
(3) Khusus untuk jabatan Rektor/Ketua, pengangkatan maupun pemberhentian dilakukan oleh
yayasan pendidikan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Sinode GKE.
(4) Lembaga pendidikan adalah penanggung jawab teknis operasional kegiatan pendidikan /
akademik.
(5) Majelis Resort sebagai perpanjangan tangan Majelis Sinode GKE bertindak sebagai
koordinator semua yayasan/lembaga pendidikan yang ada di daerahnya.
(6) Majelis Sinode GKE memberikan pertanggungjawaban kepada Sinode Umum tentang
penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan oleh GKE.
(8) Tata kerja yayasan pendidikan dengan Majelis Sinode GKE diatur dalam peraturan
tersendiri.
Pasal 18
HUBUNGAN YAYASAN PENDIDIKAN DENGAN LEMBAGA PENDIDIKAN
(1) Yayasan Pendidikan bertanggung jawab atas pengembangan dan peningkatan lembaga
pendidikan yang dibinanya.
(3) Yayasan Pendidikan berhak mengadakan pemeriksaan keuangan yang dikelola oleh
lembaga pendidikan yang dibinanya.
(4) Tata kerja antara yayasan dengan lembaga pendidikan, diatur dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga Lembaga Pendidikan yang bersangkutan ditetapkan
bersama oleh yayasan dan lembaga pendidikan yang dibinanya.
Pasal 19
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB LEMBAGA PENDIDIKAN
(2) Lembaga pendidikan dapat berhubungan ke luar tanpa melalui yayasan pendidikan
pembina, sepanjang hal itu menyangkut pelaksanaan kegiatan pendidikan / akademik.
(3) Hubungan ke luar yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang menyangkut
kebijaksanaan umum dan keuangan, harus melalui / sepengetahuan yayasan pendidikan
pembina. Khusus hubungan dengan badan/mitra GKE di luar negeri dilakukan melalui
Majelis Sinode GKE dengan persetujuan / sepengetahuan yayasan pendidikan/ pembina.
(4) Rencana anggaran pendapatan dan belanja lembaga pendidikan diajukan di setiap awal
tahun akademik untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari yayasan
pendidikan/ pembina.
B A B VI
Pasal 20
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
(3) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2017.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
KETENTUAN
Tata cara bagi rohaniawan Kristen Protestan (Gereja Kalimantan Evangelis) pada waktu
mendampingi Aparatur Sipil Negara/pejabat tertentu beragama Kristen Protestan yang
mengucapkan janji jabatan, memberlakukan ketentuan dari Direktorat Jenderal Bimas Kristen
(Protestan) Departemen Agama RI dalam suratnya tanggal 13 Mei 1977, No.: E.II/15/0628/77,
tentang Tata Cara Peneguhan Sumpah/Janji Jabatan.
Pasal 2
PELAKSANAAN
(1) Pengambil janji jabatan ialah Kepala Daerah atau Kepala Instansi atau orang yang
ditetapkan untuk hal tersebut berdasarkan undang-undang. Sebab hal ini merupakan
sumpah/janji jabatan dan bukan janji di Gereja.
(2) Rohaniawan Kristen Protestan mendampingi disebelah kiri dari yang diambil janjinya
dengan memegang Kitab Suci tertutup.Sedangkan yang diambil janjinya meletakkan
telapak tangan kirinya di atas Kitab Suci, sedangkan tangan kanan diacungkan dengan
membuka dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) seraya mengucapkan kembali janji
sebagaimana yang diucapkan oleh Kepala Daerah atau Kepala Instansi atau orang yang
ditetapkan untuk hal tersebut berdasarkan undang-undang.
(4) Yang dimaksudkan dengan Rohaniwan Kristen ialah : Pendeta, Pambrita dan Penatua
yang ditugaskan oleh Majelis Resort GKE setempat.
(5) Rohaniwan Kristen Protestan hanya sebagai pendamping dan tidak mengucapkan
kata/kalimat apapun, kecuali diminta oleh pengambil sumpah/janji.
(6) Pada saat pengambilan sumpah/janji, semua hadirin berdiri tegak dan tertib.
Pasal 3
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja - Gereja Kalimantan Evangelis BABV pasal 21 butir
(6), (7)memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
b) bahwa Peraturan GKE No. 39 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
DASAR
Firman Allah seperti tertulis dalam kitabKel. 20 3-5; Ul. 6 : 14; I Kor. 10: 20—32; Gal. 5:20.
Pasal 2
PENGERTIAN
(1) Yang dimaksud dengan Adat di sini ialah ritus atau kebiasaan yang berhubungan dengan
nilai-nilai kepercayaan di luar Agama Kristen Protestan yang dianut oleh warga GKE.
(2) Ciri-ciri Adat yang menunjuk kepada kepercayaan yang lain itu nampak dalam bentuk:
a. Hukum Pali atau Tabu
b. Pengharusan memakai unsur tertentu (seperti: darah binatang kurban, sesajen) dalam
acara adat.
c. Merapal mantera atau bacaan tertentu yang menyebutkan unsur ilah atau roh yang
menyertai acara adat tersebut.
d. Minyak, benda-benda yang dianggap berkekuatan magis.
Pasal 3
PEDOMAN
(1) Bagi Warga GKE yang diundang untuk mengikuti acara adat menurut pasal 2, ayat (1) dan
(2) di atas berlaku ketentuan:
Himpunan Peraturan GKE 146
a. Tidak perlu hadir kalau pihak pengundang bukanlah kaum kerabat atau warga
sekampung.
b. Bisa hadir demi menghormati dan memelihara hubungan dengan pihak pengundang
yang adalah kaum kerabat atau warga sekampung sepanjang tidak ambil bagian
dalam acara adat dimaksud.
c. Boleh hadir sebagai wisatawan ataupun untuk kebutuhan penelitian.
(2) Bagi warga GKE yang kebetulan adalah kepala adat di kampung itu atau sebagian
keluarganya yang belum Kristen masih memelihara adat berlaku ketentuan:
a. Dapat ikut mengundang pihak lain untuk menghadiri acara adat itu sedangkan untuk
pelaksanaan acara adat tersebut dipercayakan kepada pihak yang memang adalah
penganut kepercayaan dari adat itu.
b. Untuk mengokohkan persaudaraan dengan sesama warga kampung dan yang
terutama sekali sebagai wujud pelayanan kasih Kristen, maka warga GKE dianjurkan
ikut membantu persiapan dan pelaksanaan pesta yang menyertai acara adat itu, baik
tenaga maupun pendanaan.
(3) Dalam hal membuat ukiran, memainkan alat-alat musik atau mengikuti tarian-tarian
sebagai ungkapan seni budaya daerah yang menyertai acara adat itu maka keikutsertaan
warga GKE dapat dibenarkan dengan memperhatikan kuat/lemahnya iman Jemaat
setempat dan sebaiknya mendapat persetujuan dari Majelis Jemaat setempat.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
DASAR
Firman Allah yang tertulis dalam I Samuel 12:1–25; Matius 16:19; Matius 18:15–17; Yohanes
20: 23; II Korintus 2: 5–11; Efesus 5 : 1–21.
Pasal 2
PENGERTIAN
Tindakan disiplin gerejawi adalah tindakan atau sanksi yang diberlakukan oleh gereja (dalam
hal ini Majelis Jemaat) kepada seseorang yang telah angkat Sidi atau yang dianggap telah
dewasa secara fisik dan mental sehubungan dengan pelanggaran terhadap kesucian dan
ketertiban hidup bergereja.
Pasal 3
JENIS PELANGGARAN DISIPILN
(1) Perzinahan:
Perbuatan zinah adalah hubungan seksual di luar ikatan nikah yang resmi.
(2) Perjudian:
Semua jenis perjudian dengan alasan adat, misalnya memanfaatkan saat kematian dan
acara lainnya.
Himpunan Peraturan GKE 148
(3) Pemujaan Berhala:
a. Aktif melibatkan diri dalam upacara ritual agama/kepercayaan lain seperti : melakukan
palas darah, memberi makan batu, mengantar sesajen, memuja roh orang mati, belian,
mengeramatkan kuburan, pohon atau benda-benda tertentu.
b. Percaya kepada kekuatan gaib seperti : ajimat, mantera, perdukunan dan sejenisnya.
Pasal 4
TAHAPAN TINDAKAN DISIPLIN
(1) Nasehat
Majelis Jemaat dan pelayan khusus memberikan nasehat dan menyadarkan yang
bersangkutan, bahwa perbuatannya telah melanggar/menodai kehidupan persekutuan dan
kesucian gereja. Nasehat dapat dilakukan secara berulang-ulang, baik oleh perorangan
anggota Majelis/pelayan khusus maupun secara bersama-sama sebagai lembaga organik
gereja.
(2) Teguran
Setelah dinasehati berulang-ulang yang bersangkutan tidak menunjukkan perubahan,
maka Majelis dengan memberikan tegoran pertama sampai tiga kali baik lisan maupun
tertulis.
(3) Larangan
Pada tahap ini tindakan berupa melarang yang bersangkutan ambil bagian sebagai saksi
baptisan, ikut perjamuan kudus, tidak bisa dipilih dalam jabatan pelayanan gerejawi untuk
waktu tertentu berdasarkan keputusan Majelis Jemaat yang bersangkutan.
(4) Pengucilan
Berdasarkan keputusan Sidang Majelis Jemaat, yang bersangkutan dikucilkan dari
persekutuan gereja (Jemaat). Pengucilan dilaksanakan di dalam kebaktian Jemaat pada
hari Minggu, dengan mempergunakan liturgia (Tata Ibadah) pengucilan yang telah
tersedia, setelah dua minggu berturut-turut diumumkan menggunakan liturgi khusus untuk
itu. Kebaktian dipimpin oleh seorang Pendeta.
(5) Dikeluarkan dari keanggotaan GKE dengan Surat Keputusan Majelis Jemaat.
Pasal 5
PENERIMAAN KEMBALI
(1) Seseorang yang terkena tindakan disiplin gerejawi sebagaimana pasal 3 ayat (1) dan (2)
diwajibkan menyatakan penyesalan dihadapan Majelis Jemaat dan menunjukkan sikap
hidup dalam pertobatan (meninggalkan perbuatan dosa).
(3) Seseorang yang terkena tindakan disiplin sebagaimana pasal 3 ayat (4), hanya bisa
diterima kembali apabila yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Majelis
Jemaat, dengan menunjukkan sikap pertobatan yang sungguh-sungguh dalam tenggang
waktu pengamatan dari Majelis Jemaat minimal 6 bulan setelah permohonan diterima.
(4) Penerimaan kembali anggota jemaat yang dikucilkan dilaksanakan dalam kebaktian jemaat
pada hari Minggu yang dipimpin seorang Pendeta dengan menggunakan liturgi (Tata
Ibadah) yang telah tersedia setelah diumumkan dalam berita jemaat 2 (dua) minggu
berturut-turut. Surat Keputusan penerimaan kembali diterbitkan oleh Majelis Jemaat.
(5) Seluruh bentuk tindakan disiplin gerejawi dengan sendirinya berakhir pada saat yang
bersangkutan meninggal dunia, dan Majelis wajib melayani pemakaman sebagaimana
layaknya seorang anggota Jemaat.
Pasal 6
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
LETAK MIMBAR DAN MEJA PERJAMUAN
DALAM RUANGAN GEDUNG GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Perbaikan Peraturan GKE No. 37 Tahun 2011)
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
LETAK MIMBAR UTAMA
(1) Pemberitaan Firman mempunyai tempat yang sentral dalam ibadah gereja. Pemahaman ini
berdasarkan tugas utama gereja adalah memberitakan Firman Allah di dunia ini
sebagaimana disaksikan oleh Alkitab. Pemberitaan Firman berlangsung atas perintah
Tuhan (Matius 28:18–20).
(2) Pemberita Firman yang berdiri di mimbar utama menyampaikan Firman, bukan atas dasar
wibawa dirinya sendiri atau wibawa Jemaat, melainkan atas dasar wibawa dan kuasa dari
Allah.
(3) Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka mimbar utama melambangkan peranan
Firman yang disampaikan. Oleh sebab itu, letak Mimbar Utama diletakkan di tengah
bagian muka dari ruangan tempat beribadah, sekaligus juga agar jemaat mengarahkan
hatinya kepada Firman yang disampaikan.
Pasal 2
LETAK MIMBAR KEDUA
(1) Mimbar kedua berfungsi sebagai tempat bagi Liturgos, untuk menyampaikan warta Jemaat,
dan sebagai tempat menyampaikan sambutan.
(2) Mimbar kedua diletakkan disebelah kiri atau kanan mimbar utama, sesuai dengan kondisi
ruangan gedung gereja.
Himpunan Peraturan GKE 151
Pasal 3
MEJA PERJAMUAN
(1) Meja perjamuan adalah menyerupai mezbah (Yeh. 41 : 22), dan erat kaitannya dengan
kehadiran dan janji Allah (Kel. 25 : 23 – 30), yang digenapi melalui Tuhan Yesus Kristus.
(2) Meja Perjamuan menjadi simbol kehadiran Tuhan Yesus Kristus ditengah-tengah umatNya.
Ia hadir untuk memberi diriNya bagi umatNya, yang disimbolkan melalui perjamuan malam
(Lukas 22 : 14 – 20), sehingga umat beroleh kepastian dan jaminanan akan keselamatan
kekal atau makan dan minum semeja dengan Tuhan Yesus Kristus dalam kerajaanNya
(Lukas 22 : 29 – 30).
(3) Meja perjamuan ditempatkan di depan mimbar utama, dan di atasnya diletakkan janji Allah
yang tertulis dalam Alkitab. Selain dari pada itu diletakkan juga alat–alat Baptisan Kudus,
Perjamuan Kudusyang menandakan perbuatan – perbuatan Allah dan penerimaan umat
terhadapNya.
(4) Kantong Persembahan ditempatkan di tempat khusus diatur oleh Majelis Jemaat setempat.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
DASAR DAN PENGERTIAN
(1) Baptisan Kudus ialah sebagai tanda dan materai anugerah Allah yang diperintahkan oleh
Tuhan Allah, berdasarkan kesaksian Alkitab Injil Matius 28 : 18-20 dan Injil Matius 16 : 16.
(2) Baptisan Kudus adalah salah satu Sakramen yang diakui oleh Gereja Kalimantan
Evangelis, dengan diyakini dan dipercayai sebagai prinsip dasar sebagai tanda dan
materai yang ditentukan dan diperintahkan oleh Allah. Sebagai tanda dari dasar
pengampunan dosa, dan yang memateraikan janji – janji Allah dalam berbagai anugerah.
Baptisan Kudus sekaligus menjadi dasar masuknya seseorang dalam persekutuan dengan
umat Allah yang menerima keselamatan.
(3) Baptisan Kudus bermakna bahwa dengan dibaptis seseorang dibasuh dengan darah
Kristus dan dibersihkan dari segala dosa (Why.7:14b; Lih. 1Yoh.1:7;Ef.5:25-26;Ibr.10:22;
Tit.3:5; Mzm. 51:2) Dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, karena Allah
Tritunggal berkarya dalam baptisan : AllahBapa telah memberi hidup, Anak Allah
membersihkan dosa dan Roh Kudus menguduskan. Melalui baptisan seseorang ambil
bagian dalam kematian dan Kebangkitan Kristus (partisipasi) Rm.6:3-4; Lih. Kol.2:12.
Selain itu melalui baptisan seseorang menjadi bagian dari Gereja sebagai tubuh Kristus
(inisiasi) 1 Kor. 12:13.
(4) Baptisan Kudus dilaksanakan oleh Gereja Kalimantan Evangelis, baik Baptisan dewasa
maupun baptisan anak, sebagai salah satu syarat keanggotaan GKE.
Pasal 3
PELAKSANAAN BAPTISAN KUDUS
(1) Pelaksanaan Baptisan Kudus mempergunakan liturgi Baptisan Kudus untuk Anak dan
Baptisan Kudus Dewasa untuk orang dewasa yang sudah disahkan dalam Sinode Umum
GKE.
(2) Pelaksanaan Baptisan Kudus darurat baik untuk anak maupun orang dewasa
mempergunakan Liturgi khusus untuk itu.
(3) Pelaksanaan Baptisan Kudus Anak dan Dewasa untuk orang dewasa dilaksanakan pada
ibadah –ibadah pada kebaktian hari minggu atau hari raya gerejawi.
(4) Pelaksanaan Baptisan Kudus Anak dan Dewasa karena keadaan tertentu atas permintaan
keluarga dan melalui keputusan Majelis Jemaat setempat dapat dilaksanakan (diluar
ketentuan butir (3), di rumah dan pada saat ibadah tertentu, karena pertimbangan yang
sangat khusus.
(5) Pelaksanaan Baptisan Kudus Anak yang orang tua belum diberkati oleh gereja, maka
pada saat pelaksanaan Baptisan yang mendampingi dan memangku anak yang akan
dibaptis dilakukan oleh salah seorang Penatua atau Diakon.
(6) Petugas yang melaksanakan baptisan memercik atau mencurahkan air ke kepala yang
dibaptis (baik anak maupun orang dewasa), sebanyak tiga kali dan mengucapkan kalimat:
“Dalam Nama Allah Bapa, AnakNya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus “ dan diakhiri
dengan “Amin”.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
DASAR DAN PENGERTIAN
(1) Perjamuan Kudus adalah peringatan akan pengorbanan tubuh dan darah Tuhan Yesus
Kristus untuk pengampunan dosa manusia.
(2) Perjamuan Kudus adalah sakramen yang menunjuk kepada persekutuan hidup dan
pemeliharaan iman orang percaya yang dibangun berdasarkan pengorbanan Yesus
menuju kesempurnaannya pada saat kedatangan Yesus yang kedua kali, yang diatur
berdasarkan:
a. Alkitab Perjanjian Baru
b. Ajaran GKE Tentang Perjamuan Kudus.
Pasal 2
SYARAT-SYARAT PERJAMUAN KUDUS
(1) Perjamuan Kudus yang bersifat rutin dilaksanakan minimal 4 kali dalam satu tahun, yaitu
Jumat Agung, Hari Pengucapan Syukur PI GKE, Hari Perjamuan Kudus Sedunia dan
Tutup Tahun.
(2) Perjamuan Kudus dilaksanakan dalam keadaan khusus (orang sakit, kegiatan gerejawi).
(3) Pelaksanaan Perjamuan Kudus yang bersifat rutin butir (1), mempergunakan liturgi yang
telah disahkan oleh Sinode Umum GKE.
(4) Pelaksanaan Perjamuan Kudus dilaksanakan dalam keadaan khusus (orang sakit,
kegiatan gerejawi), dilaksanakan mempergunakan liturgi GKE khusus atau liturgi Gereja
anggota PGI untuk peringatan hari raya gerejawi.
(5) Waktu dan tempat Pelaksanaan Perjamuan Kudus untuk yang rutin disesuaikan dengan
tahun gerejawi.
(6) Waktu dan tempat Pelaksanaan Perjamuan Kudus yang bersifat darurat dan khusus
disesuaikan dengan kepentingannya.
(7) Pelaksanaan Perjamuan Kudus untuk anak menggunakan liturgi khusus untuk anak.
(8) Perjamuan Kudus yang bersifat rutin waktu pelaksanaannya diumumkan tiga kali berturut-
turut melalui berita Jemaat dalam ibadah Minggu dan Kebaktian keluarga.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG :
PELAYANAN PERNIKAHAN
DALAM LINGKUNGAN GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Perbaikan Peraturan GKE No. 33 Tahun 2011)
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
PENGERTIAN DAN DASAR PERNIKAHAN
(1) Pernikahan adalah kasih karunia Allah yang dinyatakan dalam hubungan yang khas dan
utuh terikat secara lahir-batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam
ikatan suami istri yang sah menurut aturan agama Kristen dan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 2
SYARAT- SYARAT PERNIKAHAN
(6) Melaksanakan Catatan Sipil Pernikahan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
(7) Apabila salah seorang calon mempelai berasal dari Katolik, jikalau yang bersangkutan
sudah menerima Sakramen Ekaristi, maka yang bersangkutan tidak perlu untuk diteguhkan
sidi lagi, cukup menunjukkan Surat Tanda Peneguhan yang sudah dikeluarkan oleh paroki
yang bersangkutan.
(8) Apabila pernikahan yang akan dilaksanakan, ada masalah maka diatur secara khusus
dalam peraturan pernikahan bermasalah dalam lingkup GKE
Pasal 3
PELAKSANAAN PERNIKAHAN
(1) Peneguhan dan pemberkatan nikah mempergunakan liturgi pernikahan yang sudah
disahkan dalam Sinode Umum GKE.
(2) Peneguhan dan pemberkatan nikah dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh Majelis
Jemaat atau Majelis Resort GKE yang bersangkutan.
(3) Sebelum peneguhan dan pemberkatan nikah, dilaksanakan katekisasi nikah oleh petugas
yang ditunjuk Majelis Jemaat GKE yang bersangkutan.
(4) Peneguhan dan pemberkatan nikah dilaksanakan di gedung gereja, di rumah, di gedung
lainnya ataupun ditempat lainnya.
(5) Dalam pelaksanaan peneguhan dan pemberkatan nikah, pendeta yang bertugas
memakai jubah/toga yang berlaku di lingkungan GKE, tetapi kalau petugas lainnya
memakai pakaian yang rapi, misalnya jas atau minimal mengenakan dasi.
(6) Pengumuman pernikahan dalam ibadah Jemaat GKE yang bersangkutan, minimal 2 (dua)
kali berturut-turut sebelum dilaksanakan peneguhan dan pemberkatan nikah.
(8) Bagi calon mempelai yang sedang menjalani sanksi gereja, maka peneguhan dan
pemberkatan nikahnya dilaksanakan setelah yang bersangkutan mengucapkan
pengakuan dosa di depan Majelis Jemaat GKE yang bersangkutan.
(10) Dalam rangka Pemenuhan Hukum Adat bagi warga GKE dilaksanakan sesuai dengan
jalan adat yang dipegang pasangan pengantin oleh Dewan/Majelis Adat setempat dalam
koordinasi dengan majelis jemaat setempat.
(11) Warga GKE berhak untuk menolak jika dalam pemenuhan hukum adat itu dilaksanakan
ritus kepercayaan agama lainnya.
(12) Berkaitan dengan butir (10) di atas, sahnya hubungan suami-isteri/pernikahan adalah
setelah diteguhkan dan diberkati oleh gereja.
Pasal 4
KETENTUAN PENUTUP
(1) Hal-hal lain yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur dan ditetapkan lebih lanjut
dalam Sidang Majelis Sinode GKE.
(2) Dengan berlakunya peraturan ini, maka peraturan lain yang bertentangan dengan
peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Peraturan GKE No. 34 Tahun 2011, perlu perbaikan untuk
menyesuaikan dengan Tata Gereja dan situasi.
b) bahwa Peraturan GKE No. 41 Tahun 2016 Pasal 3 butir (9)
memerlukan penjabaran dan petunjuk pelaksanaan.
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
DASAR
(1) Firman Allah seperti tertulis dalam Imamat 18; I Korintus 13:5; Ibrani 13 : 4; I Petrus 1 : 16.
Pasal 2
PENGERTIAN
(1) Pernikahan bermasalah dalam lingkungan GKE adalah belum terpenuhinya syarat-syarat
sebagaimana dasar dan pengertian dari pernikahan di lingkungan GKE dan Undang-
Undang yang berlaku.
(2) Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menegaskan bahwa Perkawinan itu sah
apabila dilaksanakan menurut agama yang dianut oleh mempelai, kemudian dicatat
menurut perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan perkawinan menurut ketentuan
Pasal 3
KATEGORI PERNIKAHAN BERMASALAH
(1) Pernikahan bermasalah, apabila perkawinan itu dilaksanakan menurut Adat tanpa
pemberkatan oleh Gereja dan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pernikahan bermasalah, apabila salah satu atau kedua orang yang akan menikah itu
belum mendapat peneguhan Sidi dan pengajaran katekisasi nikah yang memadai sedang
pemberkatan nikah akan dilaksanakan dalam waktu yang segera.
(3) Pernikahan bermasalah, apabila pasangan itu telah melakukan hubungan intim, sehingga
dalam waktu dekat akan melahirkan anak dan karenanya meminta agar pemberkatan
nikahnya segera dilaksanakan oleh Gereja.
Pasal 4
PROSEDUR DAN PEDOMAN
(1) Bagi Pemberkatan Nikah Bermasalah menurut Pasal 3 ayat (1) diatas berlaku ketentuan:
a. Pasangan yang bersangkutan menulis surat permohonan kepada Majelis Jemaat
setempat yang isinya meminta agar nikah mereka diberkati menurut ketentuan/tata
cara yang berlaku di GKE.
b. Permohonan ini dilampiri dengan:
1. Surat pengakuan bersalah atas pelaksanaan nikah dan hidup bersama selama ini,
serta dilaksanakan pengakuan dosa dan penerimaan kembali sesuai liturgi yang ada
dihadapan Majelis dan orang tua wali saat katekisasi nikah.
2. Surat pernyataan bersedia mengikuti pelajaran Katekisasi Sidi (bagi yang belum)
dan Katekisasi Nikah yang waktunya diatur oleh Majelis Jemaat minimal selama 4
bulan.
c. Persetujuan tertulis untuk pemberkatan nikah diberikan oleh Badan Pekerja Harian
Majelis Jemaat setempat.
d. Persetujuan/pelaksanaan pemberkatan nikah diputuskan dan diatur oleh Majelis
Jemaat setempat.
e. Sebelum pemberkatan nikah dilakukan peneguhan Sidi (bagi yang belum).
f. Surat Nikah dari Majelis Jemaat setempat baru diberikan setelah diktum 1.b.2.
dilaksanakan.
g. Kepada pasangan bersangkutan kemudian wajib melaksanakan Catatan Sipil atas
pernikahannya
(2) Bagi Pemberkatan Nikah Bermasalah menurut Pasal 3 ayat (2) diatas berlaku ketentuan :
a. Pasangan yang bersangkutan menulis surat permohonan kepada Majelis Jemaat
setempat yang isinya meminta agar nikah mereka diberkati menurut ketentuan/tata
cara yang berlaku di GKE.
b. Permohonan dilampiri dengan :
1. Surat pernyataan bersedia mengikuti pelajaran Katekisasi Sidi dan Katekisasi Nikah
yang waktunya diatur oleh Majelis Jemaat minimal 4 (empat) bulan.
2. Surat pernyataan dari salah satu pihak orang tua dan atau wali pasangan itu bahwa
mereka bersedia ikut membimbing dan mengawasi pelaksanaan katekisasi
dimaksud.
c. Peneguhan Sidi dilaksanakan mendahului pemberkatan nikah.
d. Persetujuan / pelaksanaan pemberkatan nikah diputuskan dan diatur oleh Majelis
Jemaat setempat.
e. Surat Nikah dari Majelis Jemaat setempat baru diberikan setelah diktum 2.b
dilaksanakan.
(3) Bagi Pemberkatan Nikah Bermasalah menurut Pasal 3 ayat (3) berlaku ketentuan :
Pasal 5
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja GKE Bab VII Bagian Kesatu, Pasal 23, Ayat 1,
Butir b, dan Ayat 2, Butir b memerlukan penjabaran dan petunjuk
pelaksanaan
b) bahwa untuk ketertiban pelaksanaan Tata Gereja GKE tersebut di atas
perlu ditetapkan dan diterbitkan Peraturan tentang Katekisasi dan
Peneguhan Sidi di lingkungan GKE.
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : PERATURAN TENTANG PENGAJARAN KATEKISASI DAN
PENEGUHAN SIDI DALAM LINGKUNGAN GEREJA KALIMANTAN
EVANGELIS
Pasal 1
PENGERTIAN SIDI
Kata “sidi” berasal dari bahasa Sansekerta “sidh-ti” yang berarti penuh, dewasa atau
sempurna.Ketika dipakai di gereja kata sidi itu merujuk kepada “pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus” (Ef. 4:13). Berkaitan dengan status keanggotaan gereja, anggota sidi
adalah anggota penuh di dalam gereja.Bayi yang dibaptis belum menjadi anggota penuh di
dalam gereja karena mereka belum mengakui sendiri iman mereka.Orang percaya baru
menjadi anggota penuh ketika pada saat sidi mereka mengakui iman yang sudah dipahami
betul.Sedangkan orang yang dibaptis dewasa langsung menerima baptis sidi, karena sidi berarti
dewasa.Dalam pengertian ini, maka sidi diartikan mengaku kepercayaan yang dilakukan oleh
anggota dewasa di hadapan Tuhan dan sidang jemaat.
Pasal 2
PENGERTIAN KATEKISASI
Kata “katekisasi” atau “katekese” berasal dari bahasa Yunani “katekhein” yang berarti mengajar
(Lukas 1:4; Kis. 18:25; Rom. 2:17-18; 1 Kor. 14:19; Gal. 6:6). Dalam ayat-ayat tersebut, kata
katekisasi atau katekhein dimaknai sebagai mengajar bukan dalam arti intelektualitas semata,
tetapi lebih kepada arti praktis, yaitu mengajar atau membimbing seseorang supaya ia semakin
menjadi “milik Yesus Kristus yang memberi kepastian mengenai hidup yang kekal dan
menjadikan aku sungguh-sungguh rela dan siap untuk selanjutnya mengabdi kepada-Nya.”
Setiap orang percaya membutuhkan katekisasi seumur hidup agar semakin mantap dalam iman
Pasal 3
PENGERTIAN KATEKISASI SIDI
Katekisasi sidi adalah salah satu bentuk katekisasi khusus yang diberikan sebagai persiapan
peneguhan sidi, biasanya pada usia remaja menjelang dewasa. Maka peserta katekisasi sidi
(katekumen) dibina dengan metode yang sesuai usia remaja/pemudaagar mereka semakin
mantap dalam iman Kristen, baik dari segi keyakinan hati, maupun dari segi pemahaman
pengajaran gereja maupun dari segi praktek iman.
Pasal 4
PENGERTIAN PENEGUHAN
Tuhan mengehendaki agar hati orang percaya semakin diteguhkan dalam firman-Nya
(1Petr. 1:19; Mzm. 119:28; Kis. 18:23; Kol. 2:7).Maka gereja melayani ibadah peneguhan pada
fase tertentu dalam kehidupan warga gereja, seperti misalnya peneguhan sidi,
peneguhan/pemberkatan nikah, dan peneguhan untuk jabatan khusus di dalam
gereja.Peneguhan itu biasanya dilambangkan dengan penumpangan tangan.Ibadah
peneguhan itu menandai bahwa tahap tertentu dalam pertumbuhan iman sudah tercapai.Tetapi
sesudah ibadah peneguhan itu masing-masing warga tetap perlu bertumbuh, dibina dan
diteguhkan terus-menerus.
Pasal 5
PENGERTIAN PENEGUHAN SIDI
Peneguhan sidi mempunyai pengertian bahwa proses pembinaan atau pengajaran iman yang
dilakukan selama katekisasi sidi telah selesai dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu,
para katekumen yang telah selesai dan lulus mengikuti katekisasi sidi menerima peneguhan sidi
yang dilaksanakan oleh Pendeta dalam acara kebaktian di gereja. Jadi, di GKE peneguhan sidi
berarti suatu upacara khusus sebagai simbol seseorang sudah semakin dewasa di dalam iman
dan sudah menjadi anggota jemaat kategori dewasa melalui pengakuan iman di hadapan
Tuhan dan di hadapan umat-Nya dalam acara kebaktian di gereja. Dengan menerima sidi,
setiap katekumen menyatakan kesediaannya untuk terus melayani dan terus-menerus dibina di
dalam gereja.
Pasal 6
TUJUAN
(1) Pembinaan iman, agar iman warga GKE terus bertumbuh, dewasa, kokoh dan matang
secara benar berdasarkan Alkitab.
(2) Warga GKE siap dan terampil menjadi saksi Tuhan Yesus Kristus di tengah-tengah
kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa dalam negara kesatuan Republik Indonesia
dan dunia pada umumnya.
(3) Memenuhi syarat dipilih menjadi Penatua dan Diakon GKE.
(4) Memenuhi syarat untuk menerima pemberkatan nikah.
(5) Memenuhi syarat menjadi saksi baptisan kudus.
(6) Memenuhi syarat bagi pemuda-pemudi GKE yang ingin masuk kuliah di STT GKE
Banjarmasin atau STAK AW GKE Pontianak.
Pasal 7
SYARAT-SYARAT SIDI
Pasal 8
PELAKSANAAN
(1) Pengajaran Katekisasi Sidi dilakukan oleh Majelis, terutama Pendeta, Pambarita/Penginjil
atau Penatua setempat.
(3) Pedoman Katekisasi Sidi menggunakan buku Pedoman Katekisasi GKE dan juga buku-
buku lainnya yang dianjurkan dan ditetapkan oleh BPH Majelis Sinode GKE.
(4) Para katekumen yang telah dinyatakan lulus oleh pengajar katekisasi diteguhkan sidinya
oleh pendeta dalam ibadah di gereja.
(5) Peneguhan Sidi adalah pemberkatan dengan penumpangan tangan di atas kepala
katekumen oleh pendeta, sementara katekumen berlutut. Sebelum pemberkatan pendeta
membacakan nas Alkitab sebagai nas sidi bagi katekumen tersebut sambil menjabat
tangan katekumen. Sesudah pemberkatan katekumen berjabat tangan dengan Pendeta
dan dengan Majelis Jemaat sebagai simbol bahwa ia sudah menjadi warga penuh di dalam
jemaat.
(6) Para katekumen yang telah menerima peneguhan sidi menerima Kartu Peneguhan Sidi
dari Majelis Jemaat setempat.
Pasal 9
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN
DALAM LINGKUNGAN GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
DASAR PENGGEMBALAAN
Pasal 2
PENGERTIAN PENGGEMBALAAN
Penggembalaan adalah upaya yang dilakukan oleh Gereja untuk menjaga dan memelihara
serta membangun anggota jemaat dalam hal ajaran dan perbuatan yang benar sesuai dengan
Firman Allah dan dalam pelaksanaan tugas panggilannya selaku anggota jemaat
Pasal 3
TUJUAN PENGGEMBALAAN
(1) Penggembalaan bertujuan agar warga GKE ikut serta dalam karya Allah di dunia,
memberlakukan kasih, sukacita, damai sejahtera, kebenaran, keadilan dan setia menjadi
warga GKE sebagai wujud tubuh Kristus yang bersekutu, bersaksi dan melayani.
(3) Penggembalaan dilaksanakan agar warga yang sudah menjauh dari persekutuan GKE,
yang tersesat atau yang melanggar Tata Gereja GKE dan Peraturan GKE sadar dan
menyesal atas tindakannya.
Pasal 4
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN
(1) Penggembalaan yang bersifat umum dan diprogramkan dilaksanakan sebagai aktivitas
rutin gereja untuk mengenal dan mengetahui serta memahami situasi kehidupan warga
GKE sehingga antara gembala dan domba saling mengenal.
(2) Penggembalaan secara rutin adalah bagian dari cara preventif gereja agar warga gereja
tidak terombang-ambing oleh ajaran yang dapat menyesatkannya.
(4) Setiap warga GKE yang telah dikenakan tindakan disiplin gerejawi memerlukan
penggembalaan secara khusus agar yang bersangkutan sadar akan dosa-dosanya.
Pasal 5
KEWAJIBAN PENGGEMBALA
(1) Menjadi pendengar yang baik.
(3) Mampu menyimpan rahasia, apa yang dia dengar tidak untuk dipublikasikan kepada pihak
manapun juga.
(4) Penggembala adalah orang yang dipercayakan oleh Tuhan untuk memulihkan.
Pasal 6
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Menimbang : a) bahwa Tata Gereja GKE Bab IV tentang Tugas Panggilan Persekutuan
memerlukan penjabaran.dan petunjuk pelaksanaan khususnya dalam
hal pelaksanaan peribadatan
b) bahwa pelaksanaan peribadatan harus dilaksanakan secara teratur,
tertib dan seragam di lingkungan GKE
c) bahwa pedoman pelaksanaan dan petunjuk tehnis tentang peribadatan
di GKE perlu diatur dan ditetapkan dalam peraturan GKE
M E M U T U S K A N:
Pasal 1
IBADAH HARI MINGGU
(1) Beberapa orang Penatua dan Diakon yang bertugas pada hari minggu berdiri di depan
pintu gereja menyambut warga jemaat yang datang beribadah.
(2) Sebaiknya setelah warga jemaat masuk ke dalam ruangan gereja, ada beberapa orang
Penatua atau Daikon bertugas mengantar warga jemaat tersebut ke bangku atau kursi
tempat duduk.
(3) Semua petugas ibadah, kecuali petugas di depan pintu gereja, yang melayani ibadah
minggu berkumpul di ruangan konsistori untuk berdoa menyerahkan rangkaian proses dan
pelaksanaan ibadah minggu agar dapat berjalan dan terlaksana dengan tertib, aman,
lancar dan nyaman serta diberkati oleh Allah.
(4) Petugas pembaca Berita Jemaat sekaligus memimpin lagu pembuka ibadah memasuki
ruangan ibadah berdiri di mimbar kecil (mimbar kedua).
(5) Ketika para petugas ibadah keluar dari konsistori dan memasuki ruangan gereja dengan
urutan didahului oleh Petugas Salam Prebiter dan diikuti oleh Pendeta dan Liturgos serta
Penatua / Diakon yang bertugas, maka warga jemaat telah berada dalam posisi berdiri.
Himpunan Peraturan GKE 169
Pasal 2
BERITA JEMAAT
(2) Berita Jemaat sebaiknya disampaikan dalam bentuk lembaran kertas tertulis/cetak dan
digandakan, yang ditandatangi oleh BPH Majelis Jemaat GKE setempat.
(3) Berkaitan dengan butir (2) di atas, jika ada ralat atau pembetulan Berita Jemaat, petugas
hanya cukup menyampaikan isi ralat atau perbaikan Berita Jemaat tersebut.
(4) Pengumuman atau berita penting lainnya yang tidak tercantum dalam Berita Jemaat agar
dibacakan sesingkat mungkin (pokok-pokok penting saja).
(5) Jika ada undangan/berita/selebaran/pengumuman dari lembaga atau instansi di luar GKE,
maka tidak boleh dibacakan kecuali mendapat ijin dari BPH Majelis Jemaat GKE setempat.
Pasal 3
SALAM PRESBITER
(1) Salam Presbiter adalah penyerahan mandat pemberitaan Firman Tuhan (atas nama
majelis).
(2) Salam Presbiter hanya dilaksanakan pada Ibadah Minggudan Ibadah Hari Raya Gerejawi
yang dilaksanakan di gereja.
(3) Salam Presbiter diupayakan sedapat mungkin dilaksanakan oleh Penatua, kecuali karena
tidak ada Penatua maka diganti oleh Diakon.
(4) Ketika memulai ibadah, para petugas keluar dari ruang konsistori yang didahului oleh
petugas Salam Presbiter yang membawa Alkitab keluar lebih dulu lalu diikuti oleh Pendeta /
Pelayan Firman dan selanjutnya diikuti oleh Penatua / Diakon petugas ibadah lainnya.
(5) Salam Presbiter dilaksanakan di depan meja sakramen, di mana petugas Salam Prebiter
menyerahkan Alkitab kepada Pendeta/Pelayan Firman dan dilanjutkan dengan jabat
tangan.
(6) Setelah melaksanakan Salam Presbiter, Pendeta / Pelayan Firman berjalan menuju
mimbar untuk melaksanakan tugas dan petugas Salam Presbiter kembali ke tempat duduk
yang sudah disediakan.
(7) Demikian juga ketika Pendeta / Pelayan Firman turun mimbar, Pendeta / Pelayan Firman
berjabat tangan dan menyerahkan kembali Alkitab kepada petugas Salam Presbiter di
depan meja sakramen.
(8) Setelah selesai berjabat tangan dan penyerahan Alkitab, petugas Salam Presbiter
langsung berjalan lebih dahulu diikuti oleh Pendeta/Pelayan Firman serta Penatua / Daikon
petugas ibadah lainnya menuju ke depan pintu gereja untuk berjabat tangan dengan
Jemaat.
Pasal 4
VOTUM, SALAM DAN BERKAT
(1) Rumusan kata-kata Votum harus diambil dari ayat-ayat Alkitab atau mengandung formula
“dalan nama Bapa, Anak dan Roh Kudus”.
(3) Ketika Pendeta / Pelayan mengucapkan kata-kata Salam, ia mengangkat tangan kanannya
dengan siku sejajar bahu dengan telapak tangan terbuka menghadap jemaat.
Himpunan Peraturan GKE 170
(4) Ketika Pendeta / Pelayan Firman menyampaikan Votum dan Salam, warga jemaat berada
pada posisi berdiri dan menatap Pendeta / Pelayan Firman tersebut (tidak dalam posisi
berdoa).
(6) Ketika Pendeta / Pelayan mengucapkan kata-kata berkat, kepalanya agak menunduk
sambil mengangkat ke dua tangannya ke arah jemaat dengan telapak tangan terbuka ke
bawah.
(7) Ketika Pendeta / Pelayan Firman menyampaikan berkat Tuhan, warga jemaat berada
dalam posisi berdiri dengan kepala agak menunduk.
(8) Semua pejabat gerejawi GKE (Penatua, Diakon, Penginjil / Pambarita dan Pendeta) dan
Vikaris yang bertugas memimpin ibadah berkewajiban melaksanakan sebagaimana telah
disebutkan dalam butir 1 – 7 di atas.
Pasal 5
BERITA ANUGERAH
(1) Berita Anugerah adalah berita sukacita di mana Allah yang Mahamurah berkenan
mengampuni dosa-dosa umat-Nya, Dia tidak mengingat-ingat dosa umat milik kepunyaan-
Nya.
(2) Ketika Pendeta / Pelayan Firman menyampaikan Berita Anugerah, warga jemaat berada
pada posisi berdiri.
(3) Warga Jemaat merespon Berita Anugerah itu dengan menyanyi Doxologi.
Pasal 6
KHOTBAH
(1) Dalam ibadah Minggu tertentu, Pendeta / Pelayan Firman diperbolehkan berkhotbah tidak
di mimbar tetapi turun ke bawah berdiri di depan meja sakramen atau berdiri di depan
jemaat, dengan catatan atas kesepakatan dengan Majelis Jemaat setempat.
(3) Berkaitan dengan Khotbah Minggu yang turun dari mimbar diperkenankan Pendeta /
Pelayan Firman memakai baju clerical collar dipadu dengan jas dan stola.
(4) Sebaiknya durasi waktu khotbah pada hari minggu sekitar 20 – 25 menit.
(5) Nas Alkitab untuk bacaan dan khotbah sesuai dengan Almanak Nas GKE, di mana salah
satu nas itu dapat dipilih sebagai nas khotbah.
Pasal 7
DOA
(1) Doa Pribadi fokus untuk diri kita sendiri dan anggota keluarga.
(2) Dalam ibadah-ibadah, doa syafaat difokuskan untuk kepentingan umum atau am, seperti
antara lain: seluruh anggota jemaat, gereja, masyarakat, pemerintah, bangsa, alam dan
lain-lain serta diakhiri dengan Doa Bapa Kami.
(4) Berkaitan dengan butir 3 di atas, doa disampaikan fokus sesuai dengan pokok doa,
misalnya: doa pembukaan ibadah, doa sebelum pembacaan Alkitab, doa sebelum khotbah,
doa syafaat, doa persembahan, doa makan, doa pulang dan seterusnya.
(5) Jika ada pelaksanaan sakramen dalam ibadah, maka Doa Bapa Kami ditempatkan diakhir
doa syukur sakramen.
(6) Doa syafaat di luar ibadah minggu, petugas menyampaikan doa syafaat fokus saja isi doa
syafaatnya untuk keperluan atau tujuan ibadah pada saat itu, misalnya: ibadah rumah
tangga fokus doanya untuk keluarga rumah tangga tersebut, ibadah pernikahan fokus
doanya untuk mempelai dan keluarganya, ibadah perkabungan / penghiburan fokus doanya
untuk keluarga duka dan sidang perkabungan dan seterusnya.
(7) Doa Bapa Kami wajib ada dalam setiap ibadah GKE.
Pasal 8
PERSEMBAHAN
(3) Jumlah Kantong Persembahan maksimal 3 kantong, di luar kotak persembahan (maju ke
depan).
(4) Pengumpulan persembahan hanya sekali dalam ibadah (kantong persembahan dan kotak
maju ke depan dilaksanakan secara bersamaan), kecuali di tambah dengan persembahan
pengucapan syukur Perjamuan Kudus (jika ada pelayanan Perjamuan Kudus).
(5) Berkaitan dengan butir 4 di atas, kolekte kotak maju ke depan diatur oleh Majelis Jemaat
setempat, khususnya mengenai pengaturan warga jemaat maju menuju kotak
persembahan dan sebaliknya kembali ke tempat duduk agar tetap tertib dan teratur.
(6) Pengedar kantong persembahan langsung mengambil kantong persembahan dari tempat
kantong persembahan dan demikian juga selanjutnya setelah kantong persembahan
selesai dikumpulkan, para petugas pengedar kantong persembahan langsung meletakkan
kantong persembahan tersebut di tempat yang telah disediakan.
(7) Kantong kolekte tidak ditempatkan di atas meja sakramen, tetapi ditempatkan di tempat
khusus yang telah disiapkan oleh Majelis Jemaat setempat.
Pasal 9
PENGAKUAN IMAN
(1) Pengakuan iman meneguhkan pokok-pokok ajaran dalam menghadapi ajaran sesat.
Pengakuan iman merupakan jawaban gereja atas muncul ajaran sesat dan selanjutnya
dipakai oleh gereja sebagai bahan pengajaran umum dan juga dalam ibadah.
(2) Pengakuan iman merupakan respons terhadap Pemberitaan Firman. Respons tersebut
bisa dalam bentuk sukacita atas Firman yang meneguhkan atau dalam bentuk jawaban
tegas bahwa jemaat memiliki sikap yang tidak berubah atas Firman yang menguatkan,
meneguhkan, mengingatkan dan menegur.
(3) GKE menerima dan mengakui 2 (dua) Pengakuan Iman, yaitu: Pengakuan Iman Rasuli dan
Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel.
(5) Jemaat berada pada posisi berdiri (tidak tutup mata dan lipat tangan seperti berdoa) ketika
mengikrarkan Pengakuan Iman.
(6) Pengakuan Iman tidak harus diakhiri dengan Haleluya Amin atau Maranatha.
Pasal 10
BAPTISAN KUDUS
(1) Pelayan Baptisan mencurahkan/memercik air sebanyak 3 kali di atas kepala seseorang
yang dibaptis dengan cara curah air pertama disertai menyebutkan “Dalam nama Allah
Bapa”, curah air kedua “Dalam nama Anak” dan curah air ketiga “Dalam nama Roh Kudus”.
(2) Pada saat pelaksanaan Baptisan bayi, orangtua (ibu/bapak/wali) yang menggendong bayi
tersebut berada pada posisi berdiri di hadapan pelayan baptisan.
(3) Pada saat pelaksanaan Baptisan bayi/anak, suami berada di samping isterinya yang
sedang menggendong anaknya.
(4) Jikalau kedua orangtua anak yang akan dibaptis telah meninggal dunia atau sedang dalam
disiplin gereja atau beragama lain, maka yang menggendong bayi/anak tersebut diwakilkan
kepada wali.
(5) Pada saat pelaksanaan Baptisan, para saksi Baptisan berdiri di belakang orang tua / wali
dari bayi yang akan dibaptis.
(8) Sebelum dilaksanakan Baptisan, orang tua / wali / para saksi dari bayi yang akan dibaptis
harus menerima pengajaran katekisasi baptisan yang diberikan oleh Majelis Jemaat
setempat.
(9) Orang tua / wali / para saksi wajib senantiasa memberikan bimbingan, pengajaran dan
keteladan iman yang baik dan benar kepada anak yang telah dibaptis tersebut.
(10) Baptisan dewasa tidak perlu saksi, karena yang bersangkutan telah dewasa secara iman
bertanggung jawab atas dirinya sendiri, kecuali jika ia aberkebutuhan khusus maka
menggunakan bahasa isyarat dan didampingi oleh wali.
Pasal 11
PERJAMUAN KUDUS
(1) Arti dan tujuan melaksanakan Perjamuan Kudus bagi warga GKE adalah untuk
memperingati kematian Tuhan Yesus Kristus dan memaknainya secara benar dalam
kehidupan sehari-hari sebagai umat dan saksi Kristus.
(2) Rumusan Liturgi Perjamuan Kudus disusun secara singkat, cukup dibaca pokok-pokok
penting sesuai ayat –ayat Alkitab pada saat pelaksanaan Perjamuan Kudus.
(3) Dua minggu berturut-turut dalam ibadah minggu sebelum pelaksanaan Perjamuan Kudus
harus ada penjelasan seputar tentang memahami arti dan makna perjamuan kudus,
memeriksa hubungan pribadi umat dengan Allah, memeriksa diri pribadi dengan sesama
umat, memeriksa kesedian diri umat untuk bersaksi dan melayani yang dilakukan oleh
pendeta dalam bentuk sensuramorum ( pemeriksaan diri ) setelah khotbah.
(5) Perjamuan Kudus dilaksanakan secara formal di GKE sebanyak 4 kali sesuai dengan tahun
gerejawi yaitu: Tutup Tahun, Jumat Agung, hari Pekabaran Injil GKE dan Hari Perjamuan
Kudus sedunia; Sedangkan secara temporal karena alasan khusus, Perjamuan Kudus
dapat dilaksanakan di lingkungan GKE, seperti: Perjamuan Kudus untuk orang sakit, lansia,
penutupan Sinode Resort, Persidangan Jemaat, Sinode Umum dan momen lainnya yang
ditentukan oleh majelis setempat.
(6) Dalam hal tertentu karena keadaan yang tidak memungkinkan, maka unsur roti dan air
anggur dapat digantikan dengan unsur yang lain seperti: ubi, kentang, sagu, nasi, air sirup,
air teh, dll.
(7) Sedapat mungkin bagi warga GKE yang sehat untuk ikut Perjamuan Kudus di gereja,
kecuali warga jemaat yang sakit dapat dilayani Perjamuan Kudus di rumah atau di rumah
sakit.
(8) Pendeta/ pelayan Perjamuan Kudus pada ibadah minggu / ibadah lainnya ketika
Perjamuan Kudus dilaksanakan turun dari atas mimbar lalu berdiri dekat mimbar di meja
sakramen.
(9) Pelaksanaan Perjamuan Kudus mempergunakan Liturgi Perjamuan Kudus pendek apabila
dua minggu berturut-turut sebelumnya telah dilaksanaaan pemeriksaan diri
(sensuramorum) dalam ibadah Minggu, apabila tidak dilaksanakan sensuramorum
sebelumnya maka wajib mempergunakan Liturgi Perjamuan Kudus bentuk yang lebih
panjang.
(10) Pendeta / pelayan Perjamuan Kudus membaca petunjuk dan arti perjamuan sesuai dengan
Liturgi Perjamuan Kudus.
(11) Pendeta / pelayan Perjamuan Kudus menyerahkan roti dan air anggur kepada para
Penatua dan Diakon yang bertugas untuk selanjutnya dibagikan kepada warga jemaat.
(12) Setelah selesai roti dan air anggur dibagikan kepada warga jemaat oleh Penatua dan
Diakon, maka Pendeta / pelayan Perjamuan Kudus membagikan roti dan air anggur
kepada para Penatua dan Diakon yang bertugas.
(13) Setelah semua roti dan air anggur dibagi kepada warga jemaat, Penatua dan Diakon, maka
secara bersamaan waktunya memakan roti dan meminum air anggur setelah mendengar
perintah Pendeta / pelayan Perjamuan Kudus.
Pasal 12
PERSEKUTUAN DOA
(1) Persekutuan Doa merupakan salah satu bentuk pelayanan doa di kalangan warga jemaat
GKE.
(2) Persekutuan Doa dilaksanakan berdasarkan program Majelis Jemaat setempat untuk
membangun iman, persekutuan baik dengan sesama maupun dengan Tuhan.
(3) Persekutuan Doa dilaksanakan oleh warga jemaat terdekat (dalam lingkungan tersebut)
yang terdiri dari 5 – 10 orang.
(4) Persekutuan Doa dipimpin atau didampingi oleh Penatua, Pendeta atau Penginjil sesuai
pengaturan Majelis Jemaat setempat.
(6) Dalam persekutuan Doa setiap anggota dapat menyampaikan keluhan atau
pergumulannya agar di doakan.
(7) Keluhan atau pergumulan anggota yang didoakan dalam Persekutuan Doa harus menjadi
rahasia masing-masing kelompok Persekutuan Doa dan tidak dibeberkan keluar.
(8) Anggota Persekutuan Doa wajib saling menolong, menguatkan dan saling menghibur baik
selama persekutuan Doa berlangsung maupun di luar Persekutuan Doa.
(10) Pesekutuan Doa harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap anggota
serta tidak mengganggu ketentraman keluarga dan masyarakat sekitarnya
Pasal 13
POSISI MEMPELAI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
SEBELUM DAN SESUDAH PENEGUHAN DAN PEMBERKATAN NIKAH
(1) Dalam pernikahan yang paling utama adalah Peneguhan dan Berkat Pernikahan.
(2) Posisi sebelum prosesi pernikahan, ketika pengantin memasuki gereja (atau di tempat lain)
untuk diberkati, posisi mempelai laki-laki ada di sebelah kanan mempelai perempuan dan
mempelai perempuan ada di sebelah kiri mempelai laki-laki.
(4) Posisi setelah peneguhan dan pemberkatan nikah, posisi mempelai laki-laki ada disebelah
kiri mempelai perempuan dan mempelai perempuan ada di sebelah kanan laki-laki.
Pasal 14
IBADAH PERKABUNGAN / PENGHIBURAN DAN PEMAKAMAN
(1) Majelis Jemaat setempat mengatur dan menentukan petugas/pelayan yang akan melayani
ibadah perkabungan / penghiburan.
(2) Berapa kali dilaksanakan ibadah perkabungan/ penghiburan ditentukan oleh Majelis
Jemaat setempat berkoordinasi dengan pihak keluarga duka.
(3) Hasil kolekte / dana solidaritas yang dikumpulkan waktu ibadah perkabungan / penghiburan
sebelum jenazah dimakamkan diserahkan seluruhnya kepada keluarga duka.
(4) Memasukkan jenazah ke dalam peti jenazah dilaksanakan dalam ibadah perkabungan /
penghiburan setelah khotbah, dengan cara:
a. Seluruh keluarga duka diminta untuk berdiri berkumpul disekeliling peti jenazah dan
sementara proses keluarga duka berkumpul tersebut, diiringi dengan pujian/nyanyian
dari anggota jemaat
b. Selanjutnya sebelum keluarga duka memasukan jenazah ke dalam peti jenazah yang
telah disediakan, Pendeta / pelayan yang bertugas menyampaikan doa sebagai berikut:
“Ya Allah, kami yakin dan percaya bahwa Allah akan menyediakan tempat yang kekal
dan mulia untuk semua orang yang telah meninggal di dalam iman dan percaya kepada
Tuhan Yesus Kristus. Sekarang ini keluarga duka telah menyediakan peti jenazah untuk
almarhum/almarhumah . . . . . . . . . . . . . . . . sebagai tanda hormat dan kasih-sayang
mereka kepada almarhum/almarhumah. Karena itu kami akan memasukan dan
meletakkan jenazah almarhum/almarhumah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ini ke dalam peti
(5) Prosesi ibadah di rumah, di gereja dan di kuburan merupakan satu rangkaian liturgi yang
tidak terpisahkan, karena itu Votum dan Salam cukup diucapkan dalam ibadah di rumah
dan berkat diucapkan dalam ibadah di kuburan (dalam ibadah di gereja tidak perlu
diucapkan votum, salam dan berkat).
(6) Berkaitan dengan butir 5 (lima) di atas, jenazah yang dibawa ke gereja untuk
disemayamkan adalah jenazah para pejabat gerejawi (Penatua, Diakon, Penginjil dan
Pendeta yang aktif maupun yang tidak aktif) dan juga jenazah non pejabat gerejawi yang
dinilai dan diakui berjasa kepada GKE oleh Majelis Jemaat setempat. Dan khususnya untuk
persemayaman jenazah non pejabat gerejawi menggunakan liturgi biasa.
(7) Posisi peti jenazah di gereja ditempatkan posisi kepala jenazah ke arah mimbar atau
jenazah menghadap ke arah jemaat.
(8) Khotbah disampaikan di rumah untuk warga jemaat yang meninggal di luar kriteria butir (6)
di atas dan khotbah disampaikan di gereja apabila warga jemaat yang meninggal termasuk
criteria butir (6) di atas.
(9) Pemimpin ibadah (Pendeta, Penatua, dll) pada saat pemakaman di kuburan berdiri di posisi
peti jenazah.
(10) Pendeta / pelayan menjatuhkan tanah 3 kali ke dalam liang kubur dengan cara
menjatuhkan tanah pertama mulai dari kata “tanah”, dan tanah kedua mulai dari kata:
“memang asal tubuh manusia”, dan tanah ketiga mulai dari kata: “Sebab itu iapun
kembali menjadi tanah”, akan tetapi Yesus Kristus yang pohon kehidupan, akan
menghidupkan tubuh orang yang percaya untuk memperoleh kehidupan yang kekal”.
Pasal 15
PEMINDAHAN MAKAM
(1) Pemindahan makam warga GKE hanya boleh dilaksanakan dengan 3 (tiga) alasan, yaitu:
a. Gempa bumi, tanah longsor dan banjir (kerusakkan alam)
b. Pengaturan tata kota oleh pemerintah setempat.
c. Dipindahkan ke desa atau kota lain dekat keluarga almarhum / almarhumah (alasan
pemeliharaan atau perawatan makam).
(2) Berkaitan dengan butir 1 (satu) di atas, sebelum pembongkaran kuburan atau makam pihak
keluarga menyampaikan maksud tersebut dengan mohon ijin ke pihak Majelis Jemaat
setempat.
(3) Sebelum melaksanakan pembongkaran makam harus terlebih dahulu diawali dengan doa
yang dipimpin oleh Pendeta/ Penginjil/ Penatua/ Diakon/ Vikaris.
(4) Ketika dilaksanakan pemakaman kembali tulang belulang almarhum / almarhumah oleh
pihak keluarga di tempat lokasi kuburan atau makam yang baru, maka dilaksanakan ibadah
biasa tidak pakai liturgi pemakaman yang dipimpin oleh Pendeta atau Penginjil / Pambarita
atau Penatua.
(5) Jika pihak keluarga ingin melaksanakan ibadah syukur atas telah dilaksanakan
pemakaman kembali almarhum / almarhumah maka dapat berkoordinasi dengan pihak
Majelis Jemaat setempat untuk dilayani.
Pasal 16
PEMAKAIAN JUBAH DAN CRELICAL COLLAR PENDETA
(1) Pendeta pakai jubah waktu mimpin ibadah Minggu, pemberangkatan jenazah,
persemayaman di gereja, pemakaman, perjamuan kudus, baptisan kudus, pernikahan,
pentahbisan gedung gereja, peresmian kantor dan gedung lainnya di lingkungan GKE,
pembukaan dan penutupan Sinode Umum, pelantikan jabatan di pemerintah, pelantikan
Majelis Sinode, MP dan BPP GKE yang terpilih dalam Sinode Umum, pelantikan jabatan
ketua Majelis Resort GKE.
(2) Pada ibadah pemakaman, pendeta dapat memakai jubah maupun memakai baju dengan
clerical collar sesuai dengan situasi kondisi pemakaman.
(3) Pendeta pakai baju dengan crelical collar waktu mimpin ibadah di rumah tangga, ibadah
natal, pembukaan dan penutupan sinode resort, persidangan jemaat, pelatihan /
pembinaan, ibadah perkabungan / penghiburan, ibadah pertunangan / pemenuhan adat,
dan ibadah-ibadah lainnya di luar ibadah sebagaimana disebutkan dalam butir 1 di atas.
Dan pada ibadah hari minggu tertentu atas ijin majelis jemaat setempat, pendeta yang
bertugas dapat memakai crelical collar + jas warna hitam apabila menyampaikan khotbah
turun dari mimbar.
Pasal 17
PAKAIAN PENATUA DAN DIAKON
(1) Penatua dan Diakon yang bertugas sebagai pengkhotbah dan liturgos pada ibadah Minggu,
Jumaat Agung, Paskah, baptisan, perjamuan kudus dan pemakaman menggunakan jubah
penatua warna putih + stola yang warnanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di GKE.
(2) Pakaian Penatua dan Diakon sebagai pengkhotbah dan liturgos pada ibadah rumah
tangga, ibadah syukur lainnya, memakai baju putih + dasi + celana panjang/rok yang
warnanya bebas.
(3) Dalam rangka kontekstualisasi budaya setempat, maka petugas ibadah etnik dapat
menggunakan pakaian daerah.
Pasal 18
PAKAIAN PENGINJIL / PAMBARITA
(1) Pakaian Penginjil / Pambarita memimpin ibadah pada hari Minggu, Jumaat Agung, Paskah,
baptisan kudus, perjamuan kudus, pernikahan dan pemakaman memakai Jas warna hitam
+ baju putih + dasi + celana panjang dengan warna bebas.
(2) Pakaian Penginjil / Pambarita memimpin ibadah rumah tangga dan ibadah syukur lainnya
pakai baju putih + dasi + celana panjang/rok dengan warna bebas.
Pasal 19
PAKAIAN VIKAR
(1) Vikaris GKE memimpin ibadah Minggu, ibadah penghiburan, pemakaman, ibadah Natal,
tutup tahun, Jumaat Agung, Paskah, pemenuhan adat pernikahan, ibadah syukur memakai
baju putih + dasi + jas warna hitam + celana panjang/rok warna gelap.
(2) Vikaris GKE mimpin ibadah diluar dari butir 1 (satu) sebagaimana disebutkan di atas,
memakai baju putih + dasi + celana panjang/rok warna gelap.
(1) Stola adalah vestimentum liturgis dari berbagai denominasi Kristen, termasuk GKE. Stola
berupa sehelai selempang kain dengan bordiran lambang GKE dan lambang Alfa Omega.
(2) Makna Stola yang pertama adalah tanda kesetiaan memikul kuk yang diberikan Tuhan
Yesus, seperti Tuhan Yesus sendiri setia sampai mati memikul kuk/salib ke Golgota.
Makna Stola yang kedua adalah alat pemersatu dan komunikasi sesama pelayan liturgis.
Makna ketiga adalah bagian pakaian kebesaran hamba menghadap Allah yang Mahakudus
yang hadir pada perayaan liturgi.
(3) Ada 7 Warna stola GKE, yaitu: putih, hitam, hijau, ungu, merah tua, merah muda dan
kuning.
(4) Stola digunakan dalam ibadah Minggu sesuai dengan warna tahun gerejawi.
(5) Penggunaan dan pemakaian stola di luar warna tahun gerejawi dalam acara khusus adalah
seperti berikut:
a. Ibadah pernikahan pakai stola putih.
b. Ibadah acara adat pertunangan pakai stola putih.
c. Ibadah perkabungan, persemayaman, pemakaman dan penghiburan memakai stola
hitam.
d. Pentahbisan pendeta dan penginjil/pambarita memakai stola putih.
e. Pengutusan vikaris GKE pakai stola putih.
f. Peneguhan Penatua dan Diakon pakai stola putih.
g. Pentahbisan gedung gereja, peresmian pastori dan kantor serta gedung lainnya pakai
stola putih.
h. Pelantikan MS GKE, MP GKE, MR, MJ, BPP GKE pakai stola putih.
i. Pelantikan Ketua MR / MJ GKE dan pimpinan lembaga di lingkungan GKE pakai stola
putih.
j. Pelantikan pejabat eksekutif/ pemerintah, yudikatif, legeslatif, TNI dan POLRI pakai stola
putih.
k. Pelantikan pengurus yayasan, badan dan lembaga di lingkunan GKE pakai stola putih.
l. Ibadah Natal pakai stola putih.
m. Ibadah dan perayaan HUT GKE pakai stola kuning.
n. Ibadah Pekabaran Injil GKE pakai stola putih.
o. Ibadah Jumaat Agung pakai stola hitam
p. Ibadah Paskah pakai stola putih
q. Ibadah tutup tahun pakai stola putih.
r. Ibadah pembukaan Sinode Umum, Sidang Majelis Sinode, sinode resort dan
persidangan jemaat pakai stola putih.
s. Memimpin doa dalam rangka memperingati kemerdekaan RI setiap 17 Agustus, HUT
Provinsi, Kabupaten dan Kota pakai stola putih.
Pasal 21
KERJASAMA KHATOLIK DAN GKE DALAM PELAYANAN PERNIKAHAN
(1) GKE dan Katolik telah melaksanakan kerjasama dalam melaksanakan pernikahan warga
GKE dan warga Katolik yang hendak menikah, pernikahan dilaksanakan bersama oleh
Pendeta GKE dan Pastor Khatolik.
(2) Dalam pelaksanaan pernikahan diatur secara mufakat tugas masing-masing antara
pendeta GKE dan Pastor dari Katolik setempat, miasalnya, siapa yang meneguhkan dan
memperkati mempelai, siapa yang menyampaikan khotbah, dst.
(3) Demikian juga dengan liturgi pernikahan, diatur dan disepakati bersama oleh Pendeta GKE
dan Pastor Katolik setempat.
(5) Mengenai Gereja tempat pelaksanaan pernikahan juga diatur dan disepakati bersama oleh
Pendeta GKE / majelis dan Pastor Katolik / majelis setempat.
(6) Kartu Nikah dikeluarkan oleh salah satu gereja: dari Katholik atau GKE berdasarkan
kesepakatan mempelai/keluarga.
Pasal 22
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31Oktober 2016
TENTANG:
MAJELIS SINODE
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
M E M U T U S K A N:
BAB I
UMUM
Pasal 1
(1) Pelayanan pemakaman atau pengabuan diberlakukan bagi setiap warga GKE dan warga
simpatisan GKE.
(2) Setiap warga GKE yang meninggal dunia dimakamkan di pemakaman Kristen atau pada
tempat yang telah ditetapkan untuk itu.
(3) Warga GKE yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) di atas adalah yang terdaftar sebagai
warga GKE di suatu jemaat tertentu.
(4) Warga simpatisan GKE adalah seseorang dari kepercayaan lain yang rajin mengikuti
kebaktian atau kegiatan di GKE, tetapi belum dibaptis.
BAB II
PELAKSANAAN PEMAKAMAN ATAU PENGABUAN
Pasal 2
(1) Setiap warga GKE yang meninggal dunia dimakamkan di pemakaman Kristen atau pada
tempat yang telah ditetapkan untuk itu.
Pasal 3
Apabila seseorang yang masih menjalani tindakan disiplin Gerejawi meninggal dunia, maka
tindakan disiplin Gerejawi tersebut dinyatakan berakhir dan yang bersangkutan dimakamkan
atau diperabukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di GKE.
Pasal 4
(1) Anggota atau mantan anggota ditingkat Sinode: Majelis Sinode, MP, dan BPP; ditingkat
Resort: Majelis Resort, MP, dan BPP; dan ditingkat Jemaat: Majelis Jemaat, MP, dan BPP
yang meninggal dunia disemayamkan di gedung Gereja dalam rangkaian acara kebaktian
pemakaman, kecuali atas permintaan keluarga bahwa yang bersangkutan tidak perlu
disemayamkan di gedung Gereja.
(2) Apabila Pejabat Gerejawi yang aktif maupun yang sudah tidak aktif menjalani tindakan
disiplin gerejawi meninggal dunia, maka jenazahnya tidak disemayamkan di gedung Gereja
dalam rangkaian acara kebaktian pemakaman.
(3) Apabila warga GKE meninggal dunia dan yang bersangkutan bukan kategori pasal 4 ayat
(1), tetapi telah banyak berjasa untuk pelayanan Gereja dan atas permintaan keluarga
serta disetujui oleh Majelis Jemaat atau sebaliknya, maka jenazahnya dapat
disemayamkan di gedung gereja dalam rangkaian acara kebaktian pemakaman, dengan
menggunakan liturgi biasa.
(4) Yang dimaksud dengan warga GKE yang berjasa pada ayat (3) di atas, adalah: warga
yang menghibahkan tanah atau aset lainnya bagi GKE, sebagai Ketua Panitia
Pembangunan, Koster Gereja, menyediakan rumahnya sebagai tempat beribadah secara
terus-menerus, dan Guru Sekolah Minggu.
(5) Apabila mantan anggota majelis, MP dan BPP (MJ, MR dan MS) meninggal dunia, tetapi
sempat berpindah keagama non-Kristen lalu kembali lagi ke GKE sebelum meninggal
maka jenazahnya tidak disemayamkan di gedung gereja.
Pasal 5
(1) Apabila seseorang yang bukan Kristen meninggal dunia dan di tempat itu tidak ada
kuburan dari agama yang bersangkutan atas permintaan tertulis dari keluarga yang
bersangkutan dapat dimakamkan di pemakaman Kristen tanpa menggunakan liturgi
pemakaman atau pengabuan.
(2) Apabila seseorang anggota simpatisan atau yang sedang dalam proses pengajaran untuk
menjadi Kristen meninggal sebelum sempat dibaptiskan, maka dapat dimakamkan atau
diperabukan di pemakaman Kristen, jika tidak ada keberatan dari pihak keluarga, dengan
menggunakan liturgi yang berlaku untuk itu.
(3) Apabila seseorang warga GKE meninggal dunia, dan jenazahnya tidak dapat ditemukan
dan pihak keluarga meminta agar ada prosesi pemakaman, maka pelaksanaan
pemakaman hanya bersifat simbolis.
(4) Pelaksanaan pemakaman simbolis pada butir (3) diatas mempergunakan Liturgi Khusus
untuk itu.
(5) Tata laksana pemakaman atau pengabuan ditetapkan dalam liturgi pemakaman dan
pengabuan.
(2) Pelaksanaan untuk pengabuan, seluruh liturgi dilaksanakan dirumah atau ditempat
pelaksaanaan pengabuan. Setelah acara liturgi selesai, jenazah diserahkan untuk
diperabukan. Pihak keluarga hanya menerima abu dari jenazah yang telah diperabukan.
Pasal 7
KETENTUAN PENUTUP
(1) Perubahan atas peraturan ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Sidang
Majelis Sinode GKE.
(2) Semua peraturan atau ketentuan yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.
Ditetapkan di : Banjarmasin
Pada tanggal : 31 Oktober 2016