Oleh
Moch. Faisal Hafizh
NIM. A16.2017.00070
Kepada
PROGRAM STUDI FILM DAN TELEVISI
MINAT PRODUKSI FILM
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2021
i
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Penguji 1 Penguji 2
iii
LEMBAR PENGESAHAN
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Cucu dan Lansia di Semarang” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar
karya ilmiah saya sendiri, dan saya tidak melakukan plagiasi atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
dunia ilmu dan masyarakat akademis. Atas pernyataan ini, saya siap
karya ilmiah saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya
saya ini.
v
Rancangan Penyutradaraan menerapkan Teknik Blocking dan Staging
terhadap aktor dengan Genre Drama dalam Menceritakan Hubungan
seorang Cucu dan Lansia di Semarang
vi
Rancangan Penyutradaraan menerapkan Teknik Blocking dan Staging
terhadap aktor dengan Genre Drama dalam Menceritakan Hubungan
seorang Cucu dan Lansia di Semarang
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya, sehingga
proposal produksi film berjudul Rancangan Penyutradaraan menerapkan
Teknik Blocking dan Staging terhadap aktor dengan Genre Drama dalam
Menceritakan Hubungan seorang Cucu dan Lansia di Semarang ini dapat
penulis selesaikan. Tujuan ditulisnya laporan penelitian ini adalah sebagai
syarat untuk dapat lulus dari Universitas Dian Nuswantoro Semarang Program
Studi Produksi Film dan Televisi Fakultas Ilmu Komputer dan memperoleh
gelar sarjana terapan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan pada penulis dalam
menyelesaikan tulisan ini baik yang bersifat materi maupun moril. Ucapan
terimakasih ini penulis tujukan kepada:
1. Kedua Orang Tua Penulis
2. Tunggul Banjaransari, S.Sos., M.Sn selaku Kordinator Tugas Akhir dan Arie
Surastio, SPT., M.Sn selaku Dosen Pembimbing
3. Dr. Ruri Suko Basuki, M.Kom selaku Kepala Program Studi Film dan Televisi
4. Robert Elfansha sebagai Kelompok Produksi Film Tugas Akhir
5. Seluruh Kerabat Kru dan Semua Pihak yang telah membantu proses
Produksi Film Tugas Akhir
6. Teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu
viii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 12
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 13
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 14
E. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 14
F. Landasan Konseptual...................................................................... 16
1.1 Konsep Penyutradaraan ......................................................... 19
1.2 Konsep Penulisan Naskah ...................................................... 20
G. Metode Penelitian/ Desain Produksi Film .............................. 21
1. Metode Pengumpulan Data ................................................... 21
1.1. Studi Pustaka ...................................................................... 22
1.2. Pengamatan Film............................................................... 22
2. Metode Analisis Data ............................................................... 23
2.1. Logline ....................................................................................... 23
2.2. Director Statement ............................................................... 24
2.3. Setting / Visual Statement ................................................ 24
2.4. Sinopsis ................................................................................. 24
2.5. Rancangan Pengadeganan ............................................. 25
2.6. Rancangan Karakter ......................................................... 25
H. Sistematika Penulisan..................................................................... 26
ix
BAB 3 PERAN PENYUTRADARAAN ........................................................ 41
A. Director Treatment ........................................................................... 41
1. Visual Style ................................................................................... 41
1.1. Setting/ Latar ...................................................................... 41
1.2. Tata Cahaya.......................................................................... 42
1.3. Kostum dan Make-up ....................................................... 43
1.4. Pengadeganan .................................................................... 43
2. Floorplan ....................................................................................... 44
3. Mood Board .................................................................................. 44
4. Color Pallets ................................................................................. 44
5. Metode reading Dengan Pemeran Amatir ........................ 45
5.1. Observasi .............................................................................. 45
5.2. Storytelling ........................................................................... 45
5.3. Referensi Film .................................................................... 45
5.4. Pendekatan .......................................................................... 45
B. Pilihan Teknis .................................................................................... 46
1. Pilihan Teknis .............................................................................. 46
1.1. Kamera .................................................................................. 46
1.2. Format Kamera .................................................................. 46
1.3. Format Film ......................................................................... 46
1.4. Lensa ...................................................................................... 46
1.5. Software Editing ................................................................ 46
1.6. Durasi .................................................................................... 46
x
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia menurut Suardiman (2011) adalah individu yang
mengalami proses menua, dengan bertambahnya usia maka
seseorang akan mengalami penurunan kondisi fisik maupun non fisik
secara alamiah dengan begitu lanjut usia akan mengalami penurunan
produktifitas bahkan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya.
Sebagai seorang laki-laki yang sudah lanjut usia sudah ditinggalkan
oleh seorang istri dan anaknya yang sudah berkeluarga. Kesepian
menjadi salah satu masalah krusial yang seringkali tidak disadari oleh
masyarakat. Ketika aktivitasnya monoton dan dilakukan sendiri di
rumah. Walaupun sebetulnya, seseorang yang sudah lanjut usia dapat
mengikuti anaknya untuk tinggal bersama. Namun masih banyak
ditemukan seseorang yang lanjut usia memilih hidup sendiri agar
tidak merepotkan anak-anaknya. Dari sinilah terbentuk hubungan
baru, apabila ada seorang cucu. Hubungan yang sudah mulai renggang
antara seorang kakek atau nenek dan anaknya digantikan oleh
seorang cucu.
Hubungan dengan seorang cucunya biasanya terjadi karena
adanya kesibukan orang tua dengan pekerjaannya. Ada dari sebagian
orang tua yang memilih menitipkan anaknya ataupun dari diri seorang
anak yang justru nyaman hingga memilih menghampiri seorang kakek
ataupun neneknya. Pengalaman membesarkan cucu dapat berdampak
negatif ataupun positif, tergantung dari aspek budaya di Jawa dan
sikap keluarga secara kesuluruhan. Namun berdasarkan beberapa
penelitian menyebutkan bahwa aktivitas momong cucu, memberikan
efek positif terutama mecegah penurunan fungsi kognitif lansia dan
meningkatkan interaksi sosial yang mulai terjalin. Lansia yang berada
dalam tahap integritas dengan baik atau dapat menerima kenyataan
dalam hidupnya, akan mampu memahami makna dalam hidupnya,
12
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu
menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik pula, sehingga
dapat mencapai kepuasan hidup (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Adanya dampak dari adanya seorang cucu di kehidupan seorang
lansia. Berdasarkan pemaparan uraian di atas dan ditemukannya
permasalahan, penulis ingin melakukan produksi film terkait dengan
gambaran hubungan antara seorang cucu dan kakeknya. Dalam
produksi film ini, sebagai sutradara penulis ingin menggunakan
konsep film yang memiliki dua karakter utama. Sehingga diperlukan
adanya blocking dan staging yang nantinya dapat menjabarkan
kompleksitas hubungan kakek dan cucunya.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti oleh penulis dan dicari
jawabannya melalui penelitian ini dirumuskan dalam rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana teknik staging dan blocking mempengaruhi
hubungan yang terbentuk antara seorang cucu dengan
kakeknya?
2. Bagaimana dampak secara psikis seorang lansia yang hidup
sendiri?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan
antara seorang lanjut usia dengan cucunya.
A. Tujuan Umum
1. Merespon kondisi panti jompo yang tidak dipedulikan oleh
pemerintah.
2. Meningkatkan kepedulian yang ditujukan kepada lansia
B. Tujuan Khusus
13
1. Melatih penulis sebagai sutradara untuk mengembangkan
sebuah cerita yang menggunakan teknik Staging dan
Blocking dengan dua karakter utama.
D. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat dari proyek magang ini, antara lain :
A. Bagi Mahasiswa
1. Sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk
menamatkan jenjang kuliah di Universitas Dian Nuswantoro.
2. Mahasiswa mampu menguasai penyutradaraan dengan
teknik Staging dan Blocking.
B. Bagi Masyarakat
1. Masyarakat menjadi memahami masalah mengenai
kehidupan lansia yang seringkali tidak disadari.
E. Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini penulis membuat judul penelitian mengenai
“Rancangan Penyutradaraan menerapkan Teknik Blocking dan
Staging terhadap aktor dengan Genre Drama dalam Menceritakan
Hubungan seorang Cucu dan Lansia di Semarang”, Berdasarkan
penelitian terdahulu, tinjauan pustaka ini bermaksud untuk menjadi
faktor pendukung dan pelengkap. Hal ini memiliki tujuan untuk
memperkuat sumber kepustakaan penulis melalui penelitian
terdahulu.
1.1 Analisis Pengalaman Kakek-Nenek membesarkan cucu di
Indonesia, Tambak Aji, Semarang.
[Approximately 17 percent of grandparents with
grandchildren under the age of 16 provide intensive care for at
least 10 h a week and about 1 in 30 older adult individuals
provide full care or live with their grandchildren (Wellard,
2011, 2014). The number of older adults raising their
grandchildren in Indonesia is unknown. A preliminary survey
14
conducted through interviews with an older adult cadre[1] in
RW 2[2] Tambakaji Village, Semarang City on September 1,
2017 obtained information from as many as 115 people. The
data indicated that 50 older adults in this area raised their
grandchildren. Research on the experience the grandparent
who raised their grandchildren is still limited in Indonesia. The
exploration of this subject is very interesting, especially
regarding the role of the grandparent when raising
grandchildren.]
15
1.2 Dinamika Pengasuhan Cucu di Kota Semarang. Dalam jurnalnya
Yunita Tri Wahyuni, Zaenal Abidi menyebutkan bahwa
Serangkaian pengalaman bersama cucu membawa dampak
secara fisik maupun non fisik bagi ketiga subjek, seperti
kelelahan dikarenakan faktor penurunan secara fisik pada
lansia, akan tetapi terdapat pula lansia yang merasa senang
dengan mengasuh cucu sehingga tidak merasakan keluhan
secara fisik. Keseharian bersama cucu menimbulkan kedekatan
diantara keduanya, baik secara emosional, maupun pemahaa
cucu akan kebutuhan cucu.
F. Landasan Konseptual
Pada bagian sub-bab ini, penulis akan menjelaskan teknik yang
dipakai sebagai acuan dalam membedah permasalahan untuk menjadi
acuan pembuatan film. Merujuk dari rumusan masalah yang sudah
ditemukan. Penulis membuat tahapan konsep umum yang terkait
dengan Staging dan Blocking hingga konsep penyutradaraan.
Dalam sebuah frame, kamera hanya mencakup visual yang
terbatas dalam satu kotak persegi panjang. Staging dan Blocking
dalam film harus memanfaatkan posisi yang tepat agar nantinya
penonton yang duduk dimanapun nantinya baik dalam bioskop dapat
memahami situasi dari tiap karakter.
16
Gambar 1.1 Contoh Staging dan Blocking
17
mana penonton mengelilingi aksinya di kursi duduk satu, dua,
tiga, atau empat sisi atau mungkin benar-benar duduk di atas
panggung. Dalam setiap kasus ini masing-masing anggota
audiens hanya memiliki satu sudut pandang dari posisi statis.
Dalam film, kami melakukan pementasan untuk penonton yang
bisa di mana saja karena kamera bisa di mana saja.]
18
perencanaan seluruh elemen di dalam set (aktor, kru, extras,
peralatan, kendaraan) sehingga sesuai dengan blocking.
Perencanaan ini bekerjasama dengan seorang Director of
Photography (DoP) guna memperkuat storytelling dalam film.
Staging yang tepat dapat memicu sebuah adegan yang lebih
hidup. Gambaran staging sebetulnya dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari melalui dunia ketika penulis,
berinteraksi dengan satu sama lain, lingkungan dan diri
sendiri. Hal ini menyesuaikan kebutuhan kita secara fisik,
emosional dan spiritual. Kita juga dapat bergerak sebagai
respon terhadap orang lain, lingkungan, dan diri kita sendiri.
Singkatnya, Staging sudah kita gunakan sehari-hari dalam
‘mengadegankan’ diri kita sendiri sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan penjabaran di atas, penulis yang berperan
sebagai sutradara menggunakan dua teknik tersebut guna
memperkuat konsep penyutradaraan.
1. Konsep Penyutradaraan
1.1 Konsep Ide
Konsep dan latar belakang film “Minggu bersama
Eyang” terbentuk dari keresahan penulis melihat kondisi
seorang lansia yang seringkali mengalami miskonsepsi
persepsi sosial. Terutama kebahagiaan seorang lansia yang
seringkali mengorbankan kebebasannya. Maka dari itu
penulis mengangkat tema “Kompleksitas hubungan antara
kakek dan cucunya.”
Keresahan penulis juga ditemukan ketika seorang kakek
yang sudah pensiunan ini mendapatkan berita hoax dari
whatsapp grup pensiunannya. Seringkali media sosial
menjadi tempat penyebaran berita hoax yang sangat mudah
di masyarakat.
19
Penulis mengambil tema “Kompleksitas hubungan antara
kakek dan cucu”. Alasannya ialah penulis ingin
memperlihatkan hubungan yang seringkali tidak disadari
oleh masyarakat, bagaimana momong cucu menjadi salah
satu hal yang memberikan kebahagiaan dan kebebasan bagi
seorang lansia.
1.3 Mise-en-scene
Mise-en-scene adalah istilah untuk segala hal yang akan
terlihat dalam frame film. Mise-en-scene merupakan istilah
yang diambil dari bahasa Perancis yang berarti “penempatan
segala sesuatu ke dalam adegan”, yang kemudian mengacu
pada segala sesuatu yang ditempatkan di depan kamera
untuk direkam, yang meliputi latar (setting), kostum
(costume) dan tata rias (make-up), pencahayaan (lighting)
serta pengadeganan yang terkait dengan aktor berikut
ekspresi dan gesture mereka (Sikov, 2010: 6; Bordwell &
Kristin, 2013: 115)
20
2. Konsep Penulisan Naskah
1.1 Observasi Naskah
Sebelum menulis naskah, penulis harus observasi tema
atau ide pokok cerita film tersebut berdasarkan fakta nyata.
Metode observasi yang penulis lakukan melalui jurnal data
sumber internet mengenai pengalaman seorang kakek atau
nenek yang mengasuh cucu.
Berdasarkan observasi yang terkumpulkan, aktivitas
momong cucu memberikan dampak yang sangat berarti bagi
seorang lansia. Apalagi adanya permasalahn hoax yang
beredar di internet, kenyataannya justru mempererat
hubungan antara kakek dan cucunya.
21
(2012:6), mengemukakan pengertian metode penelitian kualitatif
yakni sebagai berikut:
“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah.”
Pendekatan ini dipilih guna menjabarkan kehidupan dari
seorang lansia bersama cucunya, terutama dalam objek cerita penulis
ialah seorang lansia memilih hidup sendiri dengan tidak tinggal
bersama anaknya. Hal ini menjadi krusial di Indonesia, khususnya di
kota Semarang, karena kultur Jawa masih erat dengan aktivitas
momong cucu.
22
Like Father Like Son (2013) yang disutradarai Hirokazu
Koreeda. Kedua film ini dijadikan salah satu acuan bagi
penulis untuk menjabarkan hubungan antara kakek dan
cucunya, terutama saat penggunaan teknis staging dan
blocking. Karena kedua film ini memiliki karakteristik yang
sama ketika mencoba menggambarkan kedua hubungan
seorang anak dan ayahnya. Hal ini dapat dijadikan acuan,
karena diharapkan nantinya terlihat bagaimana kedekatan
seorang cucu dan kakeknya, melampaui hubungan seorang
anak dan ayahnya.
Sedangkan untuk gambaran secara visual, penulis
memilih film Boy yang menghasilkan framing yang statis
terhadap karakter seorang anak, namun tetap
menggambarkan kedekatan antara orang dewasa dan
seorang anak-anak. Cuaca yang panas dalam film Boy dapat
mewakilkan keadaan kota di Semarang. Apalagi, gambaran
yang humanis dan memperlihatkan keluguan anak kecil
terwakilkan dengan baik.
2.1 Logline
Bersamaan dengan berita hoax yang beredar di whatsapp
tentang penculikan anak yang dilakukan oleh perempuan
berjilbab, seorang kakek kesulitan mencari cucunya yang
hilang di sebuah pasar burung.
23
2.2 Director Statement
Kisah ini mencerminkan hubungan pribadi penulis
dengan almarhum kakek. Saat menuliskan ceritanya, penulis
ingin menampilkan seberapa kuat hubungan Rizal dengan
kakeknya. Tetapi saat penulis menuliskan cerita ini, justru
penulis ingin lebih jauh mengeksplore posisi si kakek yang
sudah hidup sendiri dan masih setia dengan sepeninggalan
istrinya. Mengisi hari-harinya dengan kesendiriannya, ia
justru senang dengan adanya keberadaan cucu laki satu-
satunya. Ketika tidak ada keberadaan cucunya, hari-harinya
hanya dilewati dengan memelihara burung-burung
kesayangannya. Film ini memang bersifat pribadi namun
terpisah dari situ, film ini dapat menceritakan kehidupan
seorang lansia yang hidup sendiri dengan uang pensiunnya
sudah mencukupi kehidupannya sendiri, bahkan bagi seorang
lansia uang ini lebih dari cukup.
2.4 Sinopsis
Setiap hari minggu seorang anak bernama Rizal yang
berusia 9 tahun memiliki rutinitas mengunjungi rumah
kakeknya Joko. Di hari minggu tersebut, kakeknya Joko
24
memenuhi janji Rizal untuk mengajaknya ke salah satu pasar
burung favoritnya. Namun saking banyaknya burung-burung
yang berkicauan di pasar, Rizal hilang bersamaan dengan
berita hoax yang ada di grup whatsapp pensiunan Joko
tentang penculikan anak yang dilakukan oleh perempuan
berjilbab.
25
H. Sistematika Penulisan.
Penulis membagi beberapa bab yang berisi penjelasan dari
beberapa sub bab. Berikut sistematika penelitiannya;
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan
konseptual, metode penelitian/ desain produksi film, dan
sistematika penulisan.
BAB 4 PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan
dengan penelitian yang telah penulis lakukan, serta lembar
berikutnya memuat daftar
26
BAB II
HASIL ANALISIS
27
sehingga menyebabkan
konflik. JOKO justru termakan
berita hoax dari grup
whatsapp pensiunannya.
2 Scene 4-15
RIZAL
• Usia : 9 Tahun, Pria
• Tinggi Badan : 125cm
• Berat Badan : 31kg
• Postur tubuh : Kurus
• Warna Kulit: Putih agak
coklat
• Bentuk Wajah:
Cenderung oval
• Warna Mata : Hitam
• Rambut : Hitam
28
psikis yang mengembalikan
rasa kebahagiannya.
2. Setting
Setting merupakan latar terjadinya suatu peristiwa dalam cerita.
Pada Film Minggu bersama Eyang pada dasarnya memiliki 5
scene interior, sedangkan 10 scene exterior. Setting yang akan
dibangun pada setiap-setiap scene hanya menambahkan
berbagai properti yang sudah sesuai dengan analisa dan
breakdown dari naskah.
2.1 Properti
Properti yang akan digunakan dalam film Minggu
bersama Eyang tentunya memiliki fungsi sebagai
penunjang berjalannya cerita secara realistik. Kandang-
kandang burung, rumah pensiunan JOKO, serta kendaraan
yang dia gunakan untuk pergi bersama RIZAL dapat
mencermikan kehidupan JOKO sebagai lansia yang hidup
sendiri dan tercukupi kebutuhannya dengan uang
pensiunannya.
29
2.2 Lokasi
Lokasi merupakan tempat atau ruang yang
digunakan sebagai tempat kejadian atau tempat
berjalannya cerita terjadi. Lokasi produksi film Minggu
bersama Eyang menggunakan setting di kota Semarang.
Untuk karakter utamanya JOKO yang merupakan seorang
lansia berkecukupan dengan uang pensiunan, rumahnya ia
khas bentuk rumah pensiunan yang dulunya merupakan
rumah paling bagus. Kendaraan yang JOKO gunakan ialah
jeep hardtop yang merupakan mobil mahal pada jamannya
hingga sekarang termasuk kategori mobil kolektor.
Sedangkan setting pasar burung menyesuaikan kondisi
pasar yang ada sekarang di tengah pandemi.
3. Tingkat Konflik
Konflik adalah ketika protagonis hendaknya ingin
mencapai tujuannya terbentur dengan suatu hambatan. Dalam
film Minggu bersama Eyang konfliknya ialah adanya berita hoax
yang muncul di grup whatsapp JOKO mengenai pelaku
penculikan anak dilakukan oleh perempuan berjilbab telah
membuatnya paranoid ketika RIZAL cucunya menemaninya
pergi ke pasar burung. Apalagi pesan whatsapp tersebut berasal
dari grup pensiunannya yang notabene berisikan teman-teman
satu pekerjaannya dahulu, ketika ia menjabat sebagai KTT
(Kepala Teknik Tambang).
30
4. Tangga Cerita
Setting merupakan latar terjadinya suatu peristiwa dalam
cerita. Pada Film Minggu bersama Eyang pada dasarnya
memiliki 5 scene interior, sedangkan 10 scene exterior.
4.1 Struktur Cerita
Struktur Cerita film Minggu bersama Eyang
menggunakan struktur 3 babak. Babak 1 berguna untuk
pengenalan protagonis dan konflik. Babak 1 dalam film
Minggu bersama Eyang terjadi mulai dari RIZAL yang
mengunjungi rumah JOKO dan baru mengetahui bahwa
salah satu burung peliharaannya hilang. Namun RIZAL
senang justru janji kakeknya yang dulunya akan
membawanya ke pasar burung akhirnya ditepati.
Babak 2 atau babak pertengahan berguna sebagai
perkembangan konfliknya. Di babak pertengahan ini,
konfliknya bermula ketika JOKO mendapatkan pesan
whatsapp mengenai penculikan anak oleh perempuan
berjilbab saat di mobil. Hal ini menyebabkan sifat JOKO
menjadi jauh lebih over protektif dan cenderung paranoid
dengan keadaan pasar yang dipenuhi oleh banyak orang.
Babak 3 atau babak akhir berguna untuk
menunjukkan klimaks dan anti klimaks. Klimaks dalam
film ini dimulai ketika RIZAL menjauhi kakeknya sehingga
menjadi terpisah. Sedangkan antiklimaksnya ialah justru
JOKO dihampiri oleh RIZAL dan Wanita berjilbab, yang
membuatnya kaget dan bahkan JOKO memilih diam saat
melihat hal tersebut.
31
5. Lampiran Naskah
32
33
34
35
36
37
38
39
40
BAB III
Peran Penyutradaraan
A. Director Treatment
Director treatment ialah aspek rancangan sutradara yang dibuat
untuk menggambarkan konsep dan gaya penyutradaraan dalam cerita
yang akan di produksi. Rancangan tersebut harus mampu dipahami
secara visual bagi departemen lainnya pada produksi filmnya.
1. Visual Style
Merupakan bentuk rancangan treatment sutradara yang
memperhatikan unsur gambar / visual. Bagian ini
merupakan aspek teknis yang mengolah unsur naratif dan
saling berkaitan dengan mise-en-scene. Rancangan visual
style dibagi menjadi 4, sebagai berikut:
1.1 Setting / Latar
Menggunakan rumah bergaya klasik khas seorang
pensiunan.
41
Serta lokasi pasar burung karimata sebagai tempat
kejadian cerita.
1.2 Pencahayaan
Film Minggu bersama Eyang terinspirasi dari
realita yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga hal ini dijadikan sebagai acuan dalam
penentuan cahaya. Agar memberikan kesan realita
sehari-hari, adegan-adegan yang terjadi di luar ruangan
atau eksterior kebanyakan akan menggunakan natural
light, yaitu matahari. Selain itu akan tetap menggunakan
artificial light untuk menghasilkan adegan yang lebih
hidup, menyesuaikan dengan kebutuhan film.
Pada scene mobil, teknik pencahayaannya tetap
akan menggunakan tambahan artificial light yang tidak
hanya mengandalkan cahaya matahari. Selain itu, adegan
seperti lorong akan menggunakan teknik high key yang
42
sepenuhnya menggunakan artificial light. Mengingat
kondisi lorong pasar yang gelap dengan menyesuaikan
kebutuhan logika pencahayaan ceritanya. Secara
kesuluruhan warna lampu yang akan digunakan
kecendrungan warnanya oranye ke putih.
1.3 Kostum dan Make-Up
Dalam Film Minggu bersama Eyang penulis menerapkan
konsep realis, oleh sebab itu wardrobe yang digunakan
akan menyesuaikan kebutuhan cerita yang ada dan
berdasarkan kehidupan sehari-hari masyarakat.
1.4 Pengadeganan
Sebagai film drama keluarga yang di desain realis dan
memberikan kesan natural. Gerak-gerik dan ekspresi
tokohnya tidak dilebih-lebihkan. Dimulai dari awal cerita
dimulai,
2. Floorplan
43
3. Mood Board
Setiap scene dalam film Minggu bersama Eyang akan
menampilkan mood yang tidak jauh berbeda. Penulis tidak
akan memberikan kesan gloomy / rundung / ataupun sedih.
Penulis justru berkeinginan membawa kesan yang lumayan
panas, ketika berada di mobil dan pasar.
4. Color Pallets
Warna dalam film Minggu bersama Eyang akan cenderung di
dominasi warna oranye serta sedikit warna biru agar
menggambarkan suasana panas namun tidak menyengat
menyesuaikan kondisi di kota Semarang.
44
5. Metode reading dengan Pemeran Amatir
Selaku penulis dan sutradara dalam latihan pengadeganan di
kala pandemi, penulis tetap akan belajar bersama dengan
aktor walaupun efektivitasnya menurun.
5.1 Observasi
Metode ini digunakan oleh penulis dengan
menyesuaikan karakterisasi yang sudah dibuat oleh
penulis, sehingga membantu penulis untuk mencari
pemeran.
5.2 Story Telling
Menceritakan keseluruhan benang merah cerita kepada
seluruh pemeran, termasuk dari pengenalan tiap
karakternya secara mendalam. Yang nantinya dapat
mempengaruhi pola gerak tubuh.
5.3 Refrensi Film
Memberikan gambaran film yang nantinya mendasari
kedekatan dari seorang kakek dan cucu. Refrensi film ini
dapat digunakan oleh kedua pemeran untuk mendalami
psikologis karakter dalam film Minggu bersama Eyang.
5.4 Pendekatan
Pendekatan artinya penulis selaku sutradara harus
sering berkomunikasi baik saat tatap muka dengan tiap
karakter ataupun melalui daring. Hal ini diperlukan agar
penulis dapat memahami pemeran secara psikis dan
dapat mempermudah penulis mengadegankan tiap
pemeran nantinya.
45
B. Pilihan Teknis
Selaku sutradara, penulis sudah memiliki beberapa gambaran
alat-alat yang nantinya akan digunakan untuk produksi film. Berikut
list-list alat yang digunakan oleh penulis, yaitu :
1.1 Kamera
Black Magic Cinema 4K dan Black Magic Pocket Cinema 2K.
1.2 Format Kamera
Cinema RAW DNG 4K dan Cinema RAW DNG 2K.
1.3 Format Film
H.264 Ratio 16:9
1.4 Lensa Film
Samyang 35mm, Samyang 50mm, Tokina 11-16mm.
1.5 Software
Davinci Resolve, Adobe Audition CC 2018
1.6 Durasi Film
10-12 Menit.
46
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Terdapat hubungan yang bermakna dan menarik dari aktivitas
mengasuh seorang cucu. Kenyataannya hal ini mempengaruhi kondisi
psikis seorang kakek. Walaupun dihadapkan dengan tanggung jawab
di masa tuanya, seorang kakek yang masih sehat secara fisik tetap ingin
mengembannya. Walaupun keputusan mengasuh seorang cucu dapat
dipengaruhi oleh faktor ditinggal seorang istri, memilih untuk tidak
merepotkan anaknya ataupun memang uang pensiunannya sudah
tercukupi, sehingga keinginannya bebas untuk hidup sendiri ingin
dipenuhinya.
B. Saran
Hasil dari film ini dikala pandemi pastinya memiliki banyak
kekurangan. Waktu tatap muka yang dibatasi sangat berdampak pada
proses pra-produksi film. Sehingga perlunya upaya lebih jauh lagi agar
penelitian ini dapat berjalan dengan mudah.
47
DAFTAR PUSTAKA
48