Paper yang menjadi bahan dalam pembuatan essay ini berasal dari 1 sumber, yaitu :
Indonesia adalah salah satu negara dengan potensi geothermal terbesar di dunia. The
Center for Geological Resources mengusulkan Tarutung, Sumatra Utara menjadi target
eksplorasi geothermal di masa depan, dimana terdapat struktur pull-apart basin yang
terbentuk sepanjang sesar sumatra. Daerah ini ada kemiripan geotektonik dengan area
segmentasi step-over kanan pada sesar sumatera, yang menyebabkan terbentuknya Tarutung
pull-apart basin. Sedang Cekungan Sarulla berelasi dengan ekstensi normal dari untaian
Posisi volcanic arc berelasi dengan geometri dari zona subduksi. Pada zona subduksi
Di Tarutung ada 3 gunung api yang berdekatan dengan garis sesar, yaitu gunung api
Imun, Helatoba, dan Dolok Martimbang, yang diindikasikan dengan segitiga merah pada
gambar di atas. Sepanjang sesar Sumatera, setengah dari pembuangan fluida panas
berhubungan dengan pull-apart basins dan setengah lainnya berhubungan dengan aktivitas
vulkanik.
Dengan menggunakan waktu travel lokal tomografi dari kali seismik yang direkam,
didapatkan anomali low and high Vp/Vs di cekungan tarutung dan sarulla. Tetapi untuk
eksplorasi geothermal, model ini relatively coarsely parameterized pada arah horizontal dan
vertikal, dan hanya menggunakan 3 stasiun saja di sekitar cekungan Tarutung dan Sarulla.
Tetapi distribusi stasiun dan ray coverage-nya tidak cukup padat untuk menyelesaikan fitur
lokal pada daerah yang dipelajari. Akhirnya dipasang network baru yang lebih dense untuk
Network yang baru menggunakan 42 short period seismic instruments. Gempa terjadi
cukup sering di bagian paling selatan dari cekungan Sarulla. Networknya menutupi seluruh
area Tapanuli Utara dengan mega fault, dengan average station spacing sekitar 5 km.
Terekam 2586 kejadian di cekungan Tarutung dan Sarulla. Terdapat beberapa masalah
sehingga terjadi pemisahan data, dimana akhirnya data yang digunakan adalah dari 809
1) The inversion for the so-called minimum-1D-velocity model (Vp dan Vp/Vs) and
2) The simultaneous inversion for the 3D tomographic velocity structure (Vp and
Vp/Vs) and the eathquake hypocenter using the program code SIMUL2000
Lokasi hiposenter dari HYPO71 menjadi starting values untuk VELEST, yang
diaplikasikan untuk relokasi hiposenter dan juga menentukan 1D velocity model dan station
corrections. X27 digunakan pada inversi sebagai stasiun referensi. Ray tracing dilakukan
untuk mendaatkan prediksi travel time berdasarkan velocity model. Inversi diaplikasikan
untuk menyesuaikan 1D model, lokasi hiposenter, dan koreksi stasiun. Niliai misfit RMS
minimum dicari dengan mengiterasi hasil forward calculation. Rasio Vp/Vs sebesar 1.68
digunakan untuk mengestimasi modified wadati diagram. Nilai ini lebih rendah dari yang
ditentukan Weller, yaitu 1.77, untuk bagian selatan dari daerah yang dipelajari. Sedangkan
Koulakov mendapatkan Vp/Vs sebensar 1,62 pada kedalaman 5 km di daerah Toba. Data
variansi dan residual RMS mengalami penurunan nilai, yang menunjukkan solusi yang
meyakinkan. Model paling bagus ada di kedalaman 4 – 12 km, yang konsisten dengan
distribusi hiposenter. Koreksi stasiun P-wave menunjukkan nilai negatif, yang berarti
kemungkinan mereka merekam delayed arrivals yang relatif terhadap stasiun X27
(mengindikasikan adanya sedimen karena terjadi delay). Sedangkan stasiun S-wave relatively
balanced.
simultaneous inversion code SIMUL2000, dimana kode ini bisa menginversi Vp dan Vp/Vs.
Presdiksi ray path dan travel times dihitung dengan menggunakan efficient pseudo-bending
technique, dan residual antara teoritis dan observasi dari travel time dihitung secara iteratif
stabil dengan nilai RMS minimum. Damping factors ditentukan secara empiris dengan trade-
off curve antara data dengan model variansi. Damping values yang dipilih adalah data
variansi yang terminimalisir oleh moderate model variance. Nilai damping factor yang cukup
evaluasi spread function yang bisa dihitung dengan model resolusi matrix, mengikuti
prosedur Eberhart-Phillips dan Michael. Pada kedalaman 0 km, spread function ditemukan
patchy dan lebih kecil pada nodes yang dekat dengan stasiun karena rays cenderung
terkonsentrasi disana. Horizontal smearing relatif lebih kecil dibanding yang vertikal. Pada
kedalaman 2 km dan lebih dalam, modelnya lebih bagus, tetapi jauh ke selatan, modelnya
terselesaikan sepanjang sesar, dimana sesuai dengan distribusi stasiun dan events. Di
Tarutung, modelnya bagus pada jarak 12 km ke kiri danan kanan dari garis sesar sumatra,
dimana juga didapatkan small spread values dan small smearing effect sepanjang sections A,
B, dan C.
Untuk tes kelas pertama, background model terganggu oleh anomali yang berubah
dengan ± 15% terhadap latar belakang Vp dan Vp/Vs, masing-masing. Untuk pengujian
sintetik, ditentukan ulang nilai redaman untuk Vp dan Vp / Vs dan memperoleh nilai redaman
yang hampir identik dengan inversi sebenarnya. Gangguan ± 15% sesuai dengan studi kasus
tersebut, di mana pada kedalaman dangkal kisaran model Vp kita adalah 3,00–4,03 km/s
sedangkan kisaran model Vp/Vs adalah 1,43–1,93. Dihasilkan 2 tipe checkerboard yang
mencakup 12 nodes dan 8 nodes di masing-masing anomali positif dan negatif. Ditambahkan
gaussian noise untuk menghitung travel time P dan S-P dengan standar deviasi ± 0,1 s.
Kemudian dilakukan inversi. Di daerah yang mengandung cukup banyak crossing rays, hasil
checkerboard cukup baik untuk Vp dan Vp/Vs. Semakin dalam, semakin bagus. Tapi di
bagian dangkal juga cukup bagus untuk di daerah dengan sesar Sumatra. Sisanya bisa dilihat
di gambar.
Didesign juga synthetic model yang diabstraksi dari hasil asli data inversi. Anomali ±
15% terhadap backgroundmodel Vp dan Vp/Vs digabungkan dalam bentuk yang serupa
dengan hasil asli data inversi. DIperkirakan struktur dengan Vp rendah di sesar Sumatra
adalah graben dan cekungan yang terisi oleh unconsolidated material. Hasil inversi model
yang diabstraksi identikal dengan checkerboard test dan real data. Diperkirakan low Vp
structure memanjang ke barat laut dan tenggara tapi tidak bisa digambarkan karena
kurangnya ray paths. Perbandingan dari good recovery dari synthetic structures dan distribusi
dari spread value menunjukkan nodes dengan spread value lebih dari 2 dapat dikatakan
merupakan hasil yang baik, sedangkan spread value di antara 2.0 dan 3.0 juga baik api
dengan moderate smearing. Hasil yang baik mencakup yang pertama, cross-sections A ke C
di Tarutung, 10 km ke kiri dan kanan sesar sumatra. Tetapi moderate smearing muncul pada
kedalaman dangkal (0 km). Kedua, sepanjangan cekungan sarulla pada kedalaman 2 km.
cakupan yang luas mengindikasikan kompeksitas fault system di Tarutung pull-apart basin.
Di selatan, seismisitas mirip bentuk sesar sumatra. Di daerah Sarulla, distribusi gempa
mengindikasikan sesar yang curam dan sempit. Vp rendah pada kedalaman rendah
merefleksikan keberadaan sedimen quaternary dan holoscene. Zona Vp rendah yang lebih
menonjol di sepanjang sesar Sumatra berasosiasi dengan least consolidated sediment fillings.
Berdasarkan hasil analisis, cekungan Tarutung dan Sarulla tidak berhubungan dan memiliki
geological conditions pada cekungan Tarutung, yang menyebabkan nilai Vp/Vs yang rendah.
Nilai Vp/Vs rendah di daerah barat diasosiasikan dengan konten quartz di batuan andesitik
atau granitik yang lebih tinggi. Di bagian timur, distribusi Vp/Vs lebih kompleks. Nilai
Vp/Vs yang lebih tinggi di bagian barat laut mengindikasikan batuan sedimend yang
karakteristik dari cekungan Tarutung dan Sarulla. Hasil interpretasinya adalah diasumsikan
sedangkan higher Vp/Vs cluster diasosiakan dengan keberadaan fluids dan fracturing dimana
keduanya megurangi Vs lebih kuat dari Vp, sehingga nilai Vp/Vs menjadi lebih tinggi.
meningkatnya kedalaman maka semakin redah porositasnya, dan ada perbedaan petrologi
pada batuan vulkanik. Diperkirakan cairan panas ditransportaikan dari kedalaman yang dalam
dari zona sesar sumatra ke daerah yang lebih dangkal, di barat laut cekungan Tarutung,
menggunakan permeable fluid pathways. Model cekungan Sarulla juga memiliki3 lapisan
structuring dari background diperkirakan terjadi karena alasan yang sama seperti Tarutung.
Sarulla graben merefleksikan struktur sesar yang lebih simpel daripada Tarutung pull-apart
basin.
Pada kedua model, sumber panas diasumsikan ada di kedalaman yang lebih dalam yang
berhubungan dengan aktifias magmatik yang dipicu oleh proses subduksi, dan panas
ditransportasi sepanjang permeable Sumatran fault ke daerah yang lebih dangkal pada
cekungan Tarutung dan Sarulla. Permeabilitas tinggi berhubungan dengan wider damage
zone dan daerah patah yang terbentuk pada strike slip tektonics pada temporary impermeable
gauge zone.
Tarutung adalah pull-apart basin, terbentuk oleh releasing step-over. Daerah barat laut
Tarutung didominasi dilatational stress regime, yang berfokus pada transportasi fluid dari
greater depth ke area ini. High fluid content dan fracturing tergambarkan oleh nilai Vp/Vs
yang tinggi.
Sarulla graben memiliki struktur sesar yang lebih simpel, dan menunjukkan nilai Vp/Vs
yang tinggi di dalam narrow fault zone pada greater depth dan shallow part di atas ner-
Terima kasih.