Anda di halaman 1dari 12

Tekmapro : Jurnal of Industrial Enggineering and Manajemen

Vol. 16, No. 01, Tahun 2021, Nomor 94-105


URL: http://tekmapro.upnjatim.ac.id/index.php/tekmapro

EVALUASI EFEKTIVITAS LINI PRODUKSI BETON


PRA-CETAK MENGGUNAKAN OVERALL
EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)
Suluh Elman Swara1), Oyong Novareza2), Sherenia Yuanggra Gita3)
1, 2, 3)
Jurusan Teknik Industri, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia

e-mail: suluh.elmans@ub.ac.id1), novareza15@ub.ac.id2), sherenyuanggra@gmail.com3)

ABSTRAK
PT. XYZ merupakan perusahaan industri penghasil beton pra-cetak di Indonesia dan Asia
Tenggara yang memiliki 6 lini produksi untuk memproduksi beton pra-cetak. Penelitian ini dil-
akukan di lini produksi 2 karena memiliki downtime mesin yang tinggi dan defect yang berada
diatas 1% yang akan berkontribusi terhadap kerugian operasional dan biaya penalti akibat
tertundanya pengiriman barang ke konsumen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran
efektivitas menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE). Berdasarkan hasil perhitungan,
diketahui rata-rata nilai OEE sebesar 38.62% yang menunjukkan efektivitas dari lini produksi 2
masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh waktu siklus yang tidak memperhitungkan loading
time, unloading time, dan waktu tunggu material, sehingga perlu melakukan penelitian waktu
siklus menggunakan Stopwatch Time Study (STS) pada mesin Overhead Crane 1 (dari total 5
Overhead Crane) dan mesin Cor karena memiliki nilai OEE terendah. Penelitian STS
menghasilkan perubahan waktu siklus me- sin Overhead Crane menjadi 6,63 menit dan mesin Cor
menjadi 10.2 menit sehingga terdapat pen- ingkatan nilai OEE yaitu menjadi 40,8167% untuk
mesin Overhead Crane dan 61,6871% untuk mesin Cor.

Kata Kunci: Beton, Pengukuran Efektivitas, Overall Equipment Effectiveness (OEE), Stopwatch
Time Study (STS).

ABSTRACT
PT. XYZ is an industrial company producing pre-cast concrete in Indonesia and Southeast Asia
which has 6 production lines. This research is conducted in production line 2 because it has high
downtime and defect (above 1%). Therefore, it is necessary to measure effectiveness using Overall
Equipment Effectiveness (OEE). Based on the Calculation, the average value of OEE is 38.62%
indicating the effectiveness of production line 2 is low. This is because the cycle time doesn’t take
into account to loading time, unloading time, and the waiting time of the material. So that time
cycle is done using Stopwatch Time Study (STS) on the overhead Crane and casting machine since
it has the lowest OEE value. The STS study resulted in the change of machine cycle time of
overhead Crane to 6,63 minutes and the casting machine became 10,2 minutes so that there was
an increase of OEE value to 40,8167% for overhead Crane machine and 61,6871% for casting
machine.

Keywords: Concrete, Effectiveness Measurement, Overall Equipment Effectiveness (OEE), Stop-


watch Time Study (STS).

1
Swara, Novareza, Gita / Tekmapro / Vol. 16, No. 01, Tahun 2021,
Hal. 94-105

I. PENDAHULUAN
Dunia industri di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya dan menuntut
perusahaan untuk memiliki kemampuan bersaing untuk menghasilkan kualitas produk
yang baik, seperti proses produksi, mutu produk, dan sumber daya yang ada pada
perusahaan. Untuk memenuhi hal tersebut, perusahaan perlu memerhatikan bahwa tidak
terdapat gangguan produksi yang disebabkan oleh kerusakan, pemberhentian, dan
kegagalan mesin serta berusaha seminimal mungkin menghasilkan produk cacat sehingga
mampu menjaga kestabilan produksi perusahaan.
PT. XYZ adalah perusahaan yang memproduksi beton yang menjadi produsen dan
pemimpin pasar utama produk beton pra-cetak di Indonesia dan Asia Tenggara. Beton
pra- cetak yang dihasilkan memiliki berbagai macam bentuk dan tipe, antara lain tiang
listrik, tiang pancang, bantalan jalan rel, balok jembatan, bangunan air, komponen
bangunan gedung, dinding penahan tanah, pondasi, dan produk beton lainnya yang
berguna dalam pembangunan gedung dan jembatan. Penelitian ini dilakukan pada lini
produksi 2 beton pra-cetak yang menghasilkan beton berbentuk silinder karena memiliki
permintaan terbanyak dibandingkan dengan lini produksi lainnya sehingga menyebabkan
kepadatan produksi dan jumlah yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang
menyebabkan lini produksi 2 kurang produktif dan optimal.
Pada periode Januari – Desember 2016, rata-rata downtime mesin mencapai 27.17%
tiap bulannya. PT. XYZ menerapkan sistem preventive maintenance dalam proses
produksi namun masih sering mengalamai hambatan dalam produksinya sehingga
berpengaruh terhadap efektivitas proses produksi. Selain itu, lini produksi 2 memiliki
rata-rata cacat sebesar 3.38% dari keseluruhan beton yang dihasilkan tiap bulannya
padahal PT. XYZ memiliki batas toleransi cacat produk yaitu sebesar 1% dari total hasil
produksi yang mampu berdampak pada pengurangan beton yang diproduksi dan
mengakibatkan kerugian yang dialami perusahaan.
Sesuai dengan permasalahan yang terjadi, maka perlu menerapkan pengukuran
efektivitas proses produksi pada lini produksi 2. Menurut Nakajima (1988), Overall
Equipment Effectiveness (OEE) merupakan pengukuran yang efektif untuk menganalisis
efektivitas dari peralatan dalam sistem manufaktur. OEE juga merupakan total
pengukuran terhadap performance yang memiliki hubungan dengan availability dari
proses produktivitas dan kualitas yang dihasilkan. Pengukuran OEE yang dilakukan dapat
menunjukkan seberapa baik perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki, yaitu
peralatan, pekerja, dan kemampuan untuk memuaskan konsumen dengan menghasilkan
produk yang memiliki kualitas yang baik. OEE diformulasikan dalam parameter
pengukuran availability, performance rate, dan quality rate.
Pengukuran efektivitas menggunakan OEE mampu menjadi acuan untuk mengukur
rencana performansi mesin produksi. Untuk mengukur performansi mesin, diperlukan
pengukuran waktu siklus dengan mempertimbangkan waktu loading, unloading, dan
waktu tunggu material dari proses sebelumnya. Untuk mengetahui waktu penyelesaian
beton pra- cetak yang diproduksi oleh setiap mesin sehingga perusahaan mampu
menetapkan jumlah beton pra-cetak yang akan diproduksi. Oleh karena itu, dilakukan
perhitungan waktu siklus menggunakan Stopwatch Time Study (STS) untuk mengetahui
waktu siklus dengan mempertimbangkan waktu loading, unloading, dan waktu tunggu
material. Menurut Wignjosoebroto (2008) Terdapat tiga metode STS yang dapat
digunakan untuk mengukur elemen kerja, yaitu continuous timing, repetitive timing, dan
accumulative timing. Setelah itu, dilakukan perbandingan mengenai nilai efektivitas
antara waktu siklus yang ditetapkan perusahaan dan waktu siklus melalui penelitian
mengguakan STS.

95
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka
Penelitian Eswaramurthi dan Mohanram (2013) difokuskan pada perbandingan perhi-
tungan menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Overall Resource
Efeectiveness (ORE), serta perbandingan faktor-faktornya. OEE dan ORE berguna untuk
memonitori dan pemahaman yang lebih baik dalam berbagai kerugian yang dapat
digunakan untuk perbaikan. Perbedaan antara OEE dan ORE adalah OEE tidak menye-
diakan waktu kerugian pada produksi dengan metrik untuk perbaikan, sedangkan
readiness dalam ORE menghitung waktu kerugian dalam produksi. Selain itu, OEE hanya
berfokus pada perhitungan tiap mesin, sedangkan ORE mempertimbangkan keseluruhan
fasilitas, seperti mesin, peralatan, serta Jigs and Fixtures. Setelah dilakukan perhitungan
per- bandingan antara OEE dan ORE, dapat diketahui bahwa ORE lebih baik untuk
melakukan perbaikan dalam efektivitas sumber daya dan meningkatkan performansi dari
keseluruhan sumber daya dengan cara mengidentifikasi permasalahan sesuai faktor yang
terdapat pada ORE.
Penelitian Syaifudin (2015) difokuskan untuk mengetahui efektivitas sistem produksi
serta cara meningkatkannya dengan menggunakan metode Overall Equipment Effective-
ness (OEE) dan Overall Throughput Effectiveness (OTE) untuk mengetahui skor
produksi, serta metode penjadwalan perbaikan mesin secara preventif (Preventive
Maintenance) agar dapat meningkatkan efektivitasnya. Dari hasil perhitungan, diperoleh
nilai OTE dan OEE yang menunjukkan bahwa memiliki skor produksi yang rendah tetapi
dapat dengan mudah diperbaiki dengan mengetahui penyebab downtime. Komponen kritis
yang dilakukan per- baikan preventifnya adalah fins dan blade berdasarkan interval waktu
penggantian kompo- nen kritis agar terjadi peningkatan efektivitas mesin.
Penelitian yang dilakukan oleh Winiartika (2015) difokuskan untuk mengetahui kinerja
peralatan produksi dan mencari kendala utamanya dengan menggunakan metode Theory
of Constrain (TOC) dengan mempertimbangkan Overall Equipment Effectiveness (OEE),
Overall Throughtput Effectiveness (OTE), dan Overall Line Effectiveness (OLE) untuk
mengetahui presentase efektivitas lini, mesin, dan sistem produksi yang selanjutnya
diiden- tifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya losses. Setelah dilakukan perhitungan,
rekomen- dasi perbaikan yang diusulkan didasarkan pada metode Total Productive
Maintenance (TPM) dengan cara operator diharuskan untuk melakukan pembersihan dan
pelumasan me- sin secara rutin, memberikan training kepada operator baru yang belum
memahami SOP, dan pembuatan form checklist pemeriksaan kondisi mesin, bearing, serta
level roll.
Penelitian yang dilakukan oleh Garza-Reyes (2015) difokuskan pada perbandingan
perhitungan menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Overall Resource
Efeectiveness (ORE) pada perusahaan yang berada di Stockport, UK. Setelah dilakukan
perhitungan menggunakan OEE dan ORE, diketahui bahwa OEE kurang sensitif terhadap
variasi material dan harga proses produksi sehingga tidak dapat digunakan untuk
penguku- ran performansi dari proses produksi. Sedangkan ORE lebih
mempertimbangkan variasi dari harga proses produksi, variasi harga material, dan
efisiensi material yang dapat digunakan untuk perhitungan keseluruhan efektivitas yang
terjadi dalam proses produksi, dimana lebih lengkap dan dapat dicapai dibandingkan
dengan perhitungan tradisional OEE. Penelitian ini fokus mengenai perhitungan nilai
OEE dan waktu siklus produksi menggunakan STS yang digunakan untuk mengukur
produktivitas dan performansi pada lantai lini produksi 2 PT. XYZ. Perubahan kebijakan
dan strategi yang mungkin terjadi saat saat penelitian, yang mempengaruhi nilai OEE dan
waktu siklus produksi dianggap tidak
ada.
B.Landasan Teori
Araujo dan Castro (2012) mengatakan beberapa tantangan besar bagi pada lingkungan
industri saat ini adalah penggunaan sumberdaya yang tepat dan efisien, baik sumberdaya
manusia maupun operasional, untuk mendukung aktivitas produksi. Overall Equipment
Effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagai alat
ukur dalam penerapan Total Productive Maintenance (TPM) untuk menjaga peralatan dan
mesin pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses. Konsep Total Productive
Maintenance (TPM) diperkenalkan pertama kali oleh Seiichi Nakajima pata tahun 1980-
an dimana menyediakan suatu pengukuran kuantitatif yang merupakan OEE. Menurut
Fuentes (2006) dan Masud et al. (2007), konsep TPM dapat didefinisikan sebagai bentuk
desain manajemen untuk meningkatkan efisiensi total dari peralatan dengan membuat
production- maintenance system yang detail, yang mencakup siklus hidup dari peralatan.
Sharma et al (2006) menggunakan OEE untuk mengukur efesiensi dan efektivitas
sistem manufaktur dalam penerapan TPM. Sedangkan Jeong et al. (2001) memberikan
sebuah skema baru dari klasifikasi loss dalam proses perhitungan OEE untuk industri
dengan tipe capital intensive dan menekankan pada pengukuran utilisasi peralatan yang
akurat. Braglia et al (2009) membuat sebuah model untuk menghitung OEE pada lini
produksi basement mesin yang terotomasi. Oechsner et al (2003) malah memberikan
konsep Overall Factory Effectivenss (OFE) dan mengajukan metode penghitungan yang
sama. Garza-Reyes et al (2010) bahkan melakuan investigasi hubungan antara OEE
dengan Process Capability (PC).
Dalam Overall Equipment Effectiveness (OEE) terdapat 3 perhitungan yang dilakukan
untuk menghasilkan nilai OEE, yaitu perhitungan availability rate, performance rate, dan
quality rate. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Stephen (2004), Bariani dan DelÁrco
Junior (2006), dan Maran et al.(2012) dimana perhitungan OEE didasarkan pada
perkalian persentase ketiga faktor tersebut.
1. Availability Rate
𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑟𝑢𝑛𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑒 × 100% (1)
𝐴𝑅 = 𝑝𝑙𝑎𝑛𝑛𝑒𝑑 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒
2. Performance Rate
𝑝𝑟𝑜𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑚𝑜𝑢𝑛𝑡 × 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑡𝑖𝑚𝑒
𝑃𝑅 = 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒 × 100% (2)
3. Quality Rate
𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛− 𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡
𝑄𝑅 = 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 × 100% (3)
OEE = availability rate × performance rate × quality rate × 100% (4)

OEE umumnya digunakan sebagai indikator kinerja dari utilisasi sebuah peralatan.
Singh et. Al (2013) mengatakan OEE akan memberi informasi apakah sebuah peralatan
beroperasi sesuai performa atau dibawah performa seharusnya.
Metode Stopwatch Time Study (STS) pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W.
Taylor pada abad 19. Metode ini biasanya digunakan untuk pekerjaan yang berlangsung
secara singkat dan berulang–ulang. Menurut Wignjosoebroto (2008), terdapat tiga metoda
STS yang dapat digunakan untuk mengukur elemen kerja, yaitu sebagai berikut.
1. Continuous Timing
Pada metode ini, stopwatch akan dijalankan terus menerus selama pengamatan.
Stopwatch akan dihentikan pada saat pengamatan yang dilakukan selesai lalu dilakukan
pencatatan waktu. Untuk mendapatkan masing-masing waktu pada setiap prosesnya,
maka dilakukan proses pengurangan dari setiap waktu yang dicatat.
2. Repetitive Timing
Pada metode ini, stopwatch dibaca secara simultan dan angka pada stopwatch
dikembalikan ke angka nol setelah setiap proses selesai sehingga menghasilkan waktu
dari setiap prosesnya tanpa perlu melakukan pengurangan waktu.
3. Accumulative Timing
Pada metode ini melibatkan dua atau lebih stopwatch, hal ini dikarenakan metode yang
digunakan yaitu ketika stopwatch yang pertama berhenti kemudian stopwatch yang kedua
mulai dijalankan dan ketika stopwatch yang kedua berhenti maka stopwatch yang ketiga
dijalankan. Dengan kata lain, metode ini merupakan penggabungan dari metode
continuous timing dan repetitive timing.

III. METODOLOGI PENELITIAN


Langkah awal yang dilakukan untuk melakukan penelitian adalah dengan observasi
awal untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan secara langsung serta
mengetahui informasi terkait dengan topik pnelitian. Observasi dilakukan di lini produksi
2 PT. XYZ. Kemudian dilakukan studi pustaka untuk mendapatkan dan mempelajari
teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di lapangan. Studi pustaka
dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku, jurnal, artikel terdahulu, dan
skripsi mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Overall
Equipment Effective- ness (OEE) dan Overall Resource Effectiveness (ORE).
Setelah melakukan studi pustaka, dilakukan identifikasi masalah yang merupakan
upaya untuk mengetahui permasalahan terhadap objek yang akan diamati. Berdasarkan
survey dan wawancara oleh pihak perusahaan, permasalahan yang sering terjadi yaitu
keterlam- batan distribusi produk karena downtime dan cacat yang dihasilkan. Identifikasi
masalah yang telah dilakukan berguna untuk menyusun rumusan masalah yang pada
penelitian di- mana peneliti untuk dapat menyelesaikan masalah yang terdapat di PT.
XYZ dengan menggunakan metode penyelesaian yang sesuai. Rumusan masalah lalu
digunakan untuk menentukan tujuan penelitian yang merupakan upaya untuk menjaga
penelitian dapat ber- jalan secara sistematis dan tidak menyimpang dari permasalahan
yang telah disebutkan.
Setelah menentukan tujuan penelitian, maka dilakukan pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data dan informasi terkait dengan permasalahan yang terdapat pada objek
penelitian dan sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian. Data yang
digunakan yaitu, profil perusahaan, proses produksi beton, jadwal produksi beton, data
downtime mesin, data cacat produk, dan data cycle time mesin. Data yang telah didapat,
kemudian diolah berdasarkan metode yang diterapkan. Hal pertama yang dilakukan
adalah perhitungan OEE untuk mengukur efektivitas setiap mesin pada lini produksi 2.
Nilai OEE yang dihasilkan didapat dari 3 faktor, yaitu availability rate, performance
rate, dan quality rate.
Setelah diketahui faktor yang menyebabkan nilai OEE rendah, maka dilakukan
penelitian lanjut untuk menemukan rekomendasi perbaikan yang sesuai dengan permasa-
lahan. Rekomendasi perbaikan menggunakan penelitian waktu siklus menggunakan Stop-
watch Time Study (STS) untuk mengetahui waktu siklus dengan mempertimbangkan
waktu loading, unloading, dan waktu tunggu material. Setelah itu, dilakukan
perbandingan mengenai nilai efektivitas antara waktu siklus yang ditetapkan perusahaan
dan waktu siklus melalui penelitian mengguakan STS.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Penelitian dilakukan di lini produksi 2 dan dilakukan pada 11 mesin, yaitu mesin
Mixer, Wire Caging, Cor, Stressing, Spinning, Trolley, dan 5 mesin Overhead Crane.
Berikut merupakan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan.

Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)


Dalam Overall Equipment Effectiveness (OEE) terdapat 3 perhitungan yang dilakukan
untuk menghasilkan nilai OEE, yaitu perhitungan availability rate, performance rate, dan
quality rate.
1. Availability Rate
Berikut merupakan contoh perhitungan availability rate pada mesin Wire Caging bulan
Januari 2016 menggunakan persamaan (1)
22025
𝐴𝑅 = × 100% = 69.52%
31680

Nilai availability rate pada 11 mesin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Availability Rate

Dari Gambar 1 yang merupakan hasil perhitungan availability rate dari setiap mesin,
dapat dilihat bahwa semua mesin yang terdapat di lini produksi 2 memiliki nilai dibawah
standar JIPM yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 90%. Mesin overhead Crane 5
memiliki nilai availability rate terendah, yaitu sebesar 68.72% pada bulan Juni.
Sedangkan Trolley memiliki nilai availability rate terbesar pada bulan Mei sebesar
78.05% dan pada bulan September sebesar 78.13%. Nilai availability rate yang rendah
disebabkan karena down- time mesin yang tinggi sehingga memiliki pengaruh terhadap
operation time lini produksi
2. Downtime yang berada di lini produksi 2 disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu mesin
atau part rusak dan berhenti, perbaikan atau pergantian part yang rusak, dan kurang
produk- tifnya operator dalam menjalankan mesin serta memproduksi beton.

2. Performance Rate
Berikut merupakan contoh perhitungan performance rate pada mesin Wire Caging
bulan Januari 2016 menggunakan persamaan (2)
1923×
𝑃𝑅 = × 100% = 61.12%
22025

Nilai performance rate pada 11 mesin dapat dilihat pada grafik yang ditunjukkan oleh
Gambar 2. Dari Gambar 2 yang merupakan grafik hasil perhitungan performance rate
dari setiap mesin, dapat dilihat bahwa semua mesin yang terdapat di lini produksi 2
memiliki nilai performance rate dibawah standar JIPM yang telah ditetapkan, yaitu
sebesar 95%. Mesin yang memiliki nilai performance rate terendah adalah mesin
Overhead Crane 1 sebesar 31.56% pada bulan Juni. Sedangkan Trolley memiliki nilai
performance rate terbesar pada bulan Maret sebesar 68.68%. Nilai performance rate yang
rendah disebabkan karena jumlah produk yang dihasilkan sedikit dan tidak dapat
memenuhi target yang telah ditetapkan padahal jam kerja yang disediakan perusahaan
tinggi. Kuantitas produk yang dihasilkan masih rendah juga disebabkan oleh faktor arus
produksi berhenti karena mesin tidak dapat melakukan proses produksi tanpa bantuan
operator.
Gambar 2. Grafik Performance Rate

3. Quality Rate
Berikut merupakan contoh perhitungan quality rate pada mesin Wire Caging bulan Jan-
uari 2016 menggunakan persamaan (3)
1923−34
𝑄𝑅 = × 100% = 98.23%
1923

Nilai quality rate pada 11 mesin dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 3. Grafik Quality Rate

Dari Gambar 3 yang merupakan grafik hasil perhitungan quality rate dari setiap mesin,
dapat dilihat bahwa hanya terdapat 2 mesin yang dilakukan perhitungan nilai quality rate,
yaitu mesin Wire Caging dan mesin Spinning dimana kedua mesin tersebut masih berada
dibawah standar The Japan Institute of Plan Maintenance (JIPM) yang telah ditetapkan,
yaitu sebesar 99%. Meskipun kedua mesin tersebut masih berada dibawah standar JIPM,
namun hasil perhitungan quality rate kedua mesin tersebut hampir mendekati standar
JIPM. Mesin Wire Caging pada bulan Januari - Desember memiliki nilai quality rate
sebe- sar 98.23 – 98.55%, dan mesin Spinning memiliki nilai quality rate sebesar 98.04 –
98.41%.
Berikut merupakan contoh perhitungan OEE pada mesin Wire Caging bulan Januari
2016 menggunakan persamaan (4)
OEE = 69.52 × 61.12 × 98.23 = 41.74%
Nilai OEE pada 11 mesin dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 4. Grafik OEE

Dari Gambar 4 yang merupakan grafik hasil perhitungan OEE dari setiap mesin, dapat
dilihat bahwa semua mesin masih berada dibawah nilai standar JIPM 85% yang
merupakan nilai produksi yang dianggap kelas dunia. Namun pada kenyataannya yang
terjadi di PT. XYZ nilai OEE masih rendah dimana hanya mesin Wire Caging, Stressing,
Spinning, dan Trolley yang memiliki nilai diatas 40%, sedangkan mesin lainnya berada
dibawah 40%. Nilai 40% yang merupakan standar JIPM dianggap memiliki nilai
efektivitas yang rendah. Hasil perhitungan OEE masih menunjukkan nilai yang kecil,
dengan nilai sebesar 23.22
– 51.49% menunjukkan bahwa nilai tersebut masih berada dibawah standar JIPM yang
idealnya adalah 85%. Perhitungan OEE yang telah dilakukan tersebut tidak mempertim-
bangkan waktu loading dan unloading. Padahal untuk menghitung waktu siklus
diperlukan waktu loading dan unloading yang termasuk dalam waktu set up mesin dalam
memproduksi tiap betonnya. Menurut Passos et al. (2004), apabila informasi mengenai
data untuk mendukung perhitungan OEE yang benar tidak selalu tersedia, maka perlu
dilakukan pengumpulan dan analisis data dari sumberdaya produktif. Pernyataan ini
didukung oleh Hansen (2006), bahwa penerapan sistem pengukuran dan manajemen key
parameter yang benar akan berkontribusi dalam peningkatan produktivitas antara area
multifungsional dan perusahaan itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan
pengamatan mengenai waktu loading dan unloading menggunakan Stopwatch Time Study
(STS) yang memperhi- tungkan setiap elemen kerjanya. Berdasarkan perhitungan OEE
yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai OEE terendah berada pada mesin
Overhead Crane 1 (mewakili Crane) dan Cor yang berarti efektivitas mesin tersebut
masih rendah sehingga dilakukan pengamatan STS pada kedua mesin tersebut.
Pengamatan menggunakan STS akan dijelas- kan mengenai hubungan antara mesin
dengan operator, dan aktivitas apa saja yang dil- akukan oleh operator dalam menjalankan
mesin tersebut.
Waktu pada perhitungan waktu siklus mesin Overhead Crane dan Cor diperoleh dari
rata-rata 10 replikasi yang dilakukan saat mengamati operator. Setelah melakukan penga-
matan dengan 10 kali replikasi, lalu dilakukan uji kecukupan dan uji keseragaman
menggunakan Excel dan dinyatakan bahwa sample yang telah diambil telah cukup.
Setelah itu, dilakukukan uji normalitas data menggunakan SPSS 2.0 yang menghasilkan
bahwa data berdistribusi normal. Tabel peta kerja mesin Overhead Crane 1 dan Cor dapat
dilihat pada tabel I dan tabel II.
Penelitian menggunakan STS menghasilkan nilai baru terhadap hasil perhitungan OEE
yang akan dijelaskan dibawah ini.
1. Perhitungan Mesin Overhead Crane 1
Waktu siklus pada mesin Overhead Crane 1 menggunakan STS adalah 6,63 menit
dengan waktu idle mesin sebesar 5.03 yang dimasukkan dalam perhitungan Performance
Rate. Tabel III menunjukkan perbandingan antara OEE sebelum mempertimbangkan STS
load dan unloading time untuk mesin Overhead Crane 1.

TABEL I
PETA KERJA MESIN OVERHEAD CRANE 1
Operator 1 Operator 2 Mesin Overhead Crane 1
Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu
Memposisikan mesin diatas Mesin bergerak mendekati
curing 2.01 2.01
beton
Mengatur tinggi wire rope
agar turun 0.34 Idle 2.67 Idle 0.34
Wire rope bergerak turun
Idle 0.32 mendekati beton 0.32
Mengaitkan hook
Mengaitkan hook ke beton 0.34 0.34
ke beton sebelah
sebelah kiri kanan Idle 0.55
Mengatur tinggi wire rope
0.21
agar naik
Idle 0.31 Idle 2.58 Wire rope bergerak naik 0.31
Mengoperasikan mesin over-
Mesin overhead drane ber-
head Crane agar bergerak 2.06 2.06
gerak maju
maju
Mengatur tinggi wire rope Mengoperasikan
0.32 Idle 0.32
agar turun dan memposisikan 0.69
Idle 0.37 trolley Wire rope bergerak turun 0.37
Melepas kaitan hook dari 0.35 Melepas kaitan 0.35
beton hook dari beton Idle 5.38
Menunggu beton dari proses
5.03 Idle 5.03
sebelumnya
Total waktu 11.66 Total waktu 11.66 Total waktu 11.66

TABEL II
PETA KERJA MESIN COR
Operator 1 Operator 2 Operator 3 Mesin Cor
Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu
Menyiapkan Memposisikan Mesin cor berge-
mesin 0.45
cetakan 0.45 rak mendekati ce- 0.45
Idle 4.37
dibawah
Idle mesin 3.92 takan
Mengoperasi- Proses penuangan
kan dan memer- Merapikan ado- Merapikan
5.02 adonan beton ke 5.02
hatikan mesin nan di dalam 1.1 adonan di da- 1.1
cetakan
cor cetakan lam cetakan
Mengoperasi-

Mengoperasi- kan trolley un- Mesin bergerak


0.59 Idle 0.59 menjauhi cetakan 0.59
kan trolley pe- tuk memin-
nutup cetakan dahkan cetakan
1.52 Memasukkan
Memasukkan
spons ke dalam spons ke da-
0.93 0.93
sela-sela ce- lam sela-sela
takan cetakan
Mengambil Mengambil
Mesin menerima
baut dan kunci 0.24 baut dan 0.24
adonan beton dari 4.14
inggris kunci inggris mesin mixer
Idle 3.21 Memasang baut Memasang
0.85 baut kanan 0.85
kiri
Mengencangkan Mengen-

Menunggu 2.12 cangkan baut 2.12


baut kiri
kiri
beton dari 1.02 Idle 1.02 Idle 1.02 Idle 1.02
batching plant
Total waktu 11.22 Total waktu 11.22 Total waktu 11.22 Total waktu 11.22

2. Perhitungan Mesin Cor


Waktu siklus pada mesin Cor menggunakan STS adalah 10.2 menit dengan waktu idle
mesin sebesar 1.02 menit yang dimasukkan dalam perhitungan Performance Rate.
Berikut merupakan tabel perbandingan nilai OEE menggunakan waktu siklus perusahaan
dan waktu siklus dengan STS. Tabel IV menunjukkan perbandingan antara OEE sebelum
mempertimbangkan STS load dan unloading time untuk mesin Cor.
TABEL III
PERBANDINGAN PERHITUNGAN WAKTU SIKLUS MESIN OVERHEAD CRANE 1
OEE OEE
Periode Sebelum Setelah
STS (%) STS (%)
Januari 23,85 40%
Februari 23,94 40%
Maret 25,74 43%
April 24,44 41%
Mei 24,75 41%
Juni 24,21 40%
Juli 25,6 42%
Agustus 25,75 43%
September 24,19 40%
Oktober 25,13 42%
November 24,68 41%
Desember 23,22 38%

TABEL IV
PERBANDINGAN PERHITUNGAN WAKTU SIKLUS MESIN COR
OEE OEE
Periode Sebelum Setelah
STS (%) STS (%)
Januari 35,78 60%
Februari 35,91 60%
Maret 38,62 64%
April 36,67 61%
Mei 37,12 62%
Juni 36,32 61%
Juli 38,4 64%
Agustus 38,62 65%
September 36,29 61%
Oktober 37,69 63%
November 37,03 62%
Desember 34,83 58%

Terdapat perbedaan nilai OEE yang dihasilkan antara waktu siklus yang telah
ditetapkan perusahaan dan waktu siklus menggunakan STS. Hasil OEE pada mesin
Overhead Crane mengalami peningkatan yang sebelumnya sebesar memiliki OEE rata-
rata 24,625% menggunakan waktu siklus yang telah ditetapkan perusahaan menjadi
40,8167% menggunakan waktu siklus STS. Sedangkan pada mesin Cor mengalami
peningkatan yang sebelumnya sebesar 36,94% menggunakan waktu siklus yang telah
ditetapkan perusahaan menjadi 61,6871% menggunakan waktu siklus STS. Waktu siklus
yang didapatkan menggunakan STS dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui
nilai efektivitas yang sesungguhnya dari mesin dikemudian hari.
V. KESIMPULAN
STS yang digunakan dalam proses penghitungan loading dan unloading time sangat
mempengaruhi nilai dari OEE sebelumnya. Peningkatan nilai OEE terjadi hampir dua kali
lipat, karena perhitungan OEE sebelum menggunakan STS tidak mempertimbangkan
load- ing dan unloading time di masing-masing mesin. Kondisi bias tersebut
mengakibatkan perhitungan OEE yang tidak tepat, sehingga menghasilkan opini adanya
idle time, padahal kondisi aktualnya tidak ada idle time, karena sebetulnya yang terjadi
adalah aktivitas load- ing dan unloading. Munculnya idle time memberikan implikasi
buruknya proses perencanaan aktivitas.
OEE merupakan hal yang penting dalam mengukur produktivitas, tetapi OEE tidak
cukup digunakan untuk mengukur performansi produk pada pabrik (Scott dan Pisa,
1998). Sehingga muncul istilah Overall Equipment Effectiveness dimodifikasi sebagai
Overall Re- source Effectiveness (ORE) yang merupakan metode baru yang membahas
kerugian yang terkait dengan sumber daya, yaitu manusia, mesin, material, dan metode
secara individual. Faktor yang perlu diketahui untuk menghitung ORE adalah readiness,
availability of facil- ity, changeover efficiency, availability of material, availability of
man power, performance efficiency, dan quality rate (Eswaramurthi dan Mohanram,
2013). ORE membantu dalam pengambilan keputusan untuk analisis lebih lanjut dan akan
terus meningkatkan kinerja sumber daya yang digunakan untuk mengidentifikasi
efektivitas sistem manufaktur karena perusahaan dapat memperoleh pengetahuan yang
lebih rinci mengenai efektivitas produksi berdasarkan 7 faktor yang terdapat dalam ORE
(Garza-Reyes,2015).
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu adanya variabel dan parameter yang
lebih detail untuk mengukur efisiensi dari lini produksi dan mesin, misalnya
menggunakan Overall Resource Effectiveness (ORE). ORE mempertimbangkan
perhitungan readiness, availability of facility, changeover efficiency, availability of
material, availability of man- power, performance efficiency, dan quality rate, dimana
hal-hal tersebut bisa lebih sensitif untuk mendeteksi lack of effectiveness dari lini
produksi atau mesin.

PUSTAKA
Bariani, L., Del’Arco Junior, A.P., (2006),”Utilização da tecnologia da informação por grupos integrados de manufatura
para o controle de indicadores de produção enxuta”, Revista de Ciências Humanas, Vol. 12, No. 1, pp. 67-79

Braglia, M., Frosolini, M., and Zammori, F., (2009),”Overall Equipment Effectiveness of a manufacturing line (OEEML)”,
Journal of Manufacturing Technology Management, vol. 20, no 1, pp. 8-29

Castro, F.P., and Araujo, F.O., (2012), “Proposal for OEE(Overal Equipment Effectiveness) Indicator Deployment in a
Bev- erage Plant”, Brazilian Journal of Operations & Production Management, vol.9, no.1, pp.71-84

Eswaramurthi, K.G., and Mohanram, P.V., (2013), “Improvement of Manufacturing Performance Measurement System
and Evaluation of Overall Resource Effectiveness”, American Journal of Applied Sciences, Vol.10, No.2, pp.131-
138

Fuentes, F.F.E., (2006),”Metodologia para inovação da gestão de manutenção industrial”, Tese, Universidade Federal de
Santa Catarina, Florianópolis, Brasil.

Garza-Reyes, J.A., (2015), “From Measuring Overall Equipment Effectiveness (OEE) to Overall Resource Effectiveness
(ORE)”, Journal of Maintenance Engineering, Vol.21, Iss 4, pp.506-527

Garza-Reyes, J.A., Eldridge, S., Barber, K.D., dan Soriano-Meier, H., (2010),”Overall Equipment Effectiveness (OEE) and
Process Capability (PC) Measures”, International Journal of Quality and Reliability Management, vol.27, no.1, pp.
48-62

Hansen, R.C., (2006), Eficiência global dos equipamentos: uma poderosa ferramenta de produção/manutenção para o au-
mento dos lucros, Porto Alegre: Bookman.

Jeong, K.Y., and Phillips, D.T., (2001), “Operational efficiency and effectiveness measurement”,International Journal of
Production and Management, Vol 22, No.11, pp.1404-1416

Maran, M., Manikandan, G. and Thiagarajan, K. (2012), “Overall Equipment Effectiveness Measurement by Weighted Ap-
proach Method”, International MultiConference of Engineers and Computer Scientists, IAENG, Hong Kong.
Masud, A.K.M., Al-Khaled, A., Jannat, A.K.M. S., Khan, S.A. and Islam, K.J. (2007), “Total Productive Maintenance in
RMG sector A case: Burlingtons Limited, Bangladesh”, Journal of Mechanical Engineering, Bangladesh, Vol.
ME37, pp. 62-65

Nakajima, S., (1988). Introduction to Total Productive Maintenance, 1st Edition, Cambridge: Productivity Press, Inc.

Oechsner, R., Pfeffer, M., Pfitzner, L., Binder, H., and Muller, E., (2003),”From Overall Equipment Efficeincy (OEE) to
Overall Fab Effectiveness(OFE)”, Material Science in Semiconductor Processing, Vol.5, pp.333-339

Passos, A., Antunes Júnior, J.A. and Klippel, M., (2004), “Considerações críticas sobre a eficiência nos sistemas produtivos
industriais – uma abordagem a partir do Sistema Toyota de Produção e da Teoria das Restrições”, Encontro Nacional
de Engenharia de Produção, ABEPRO, Florianópolis

Scott, D., and Pisa, R. (1998), “Can Overall Factory Effectiveness Prolog Moore’s Law?”, Solid State Technology, Vol.41,
pp.75-82

Sharma, R. K., Kumar, D., and Kumar, P. (2006), “Manufacturing excellence through TPM implementation: a practical
analysis”, Industrial Management & Data Systems, Vol. 106, pp.56-280

Singh, R., Shah, D.B., Gohil, A.M., and Shah, M.H. (2013), “Overall Equiment Effectiveness (OEE) Calculation –
Automation through Hardware & Software Development”, Procedia Engineering, Vol. 51, pp.579-584

Stephen, M., (2004), Productivity and Reliability Based Maintenance Management, New Jersey: Pearson Education Inc.

Syaifudin, H.L., Novareza, O., dan Efrianto, R.Y., (2015), “Pengukuran Performansi Sistem Produksi Menggunakan Overall
Throughput Effectiveness (OTE)”, Jurnal Rekayasan dan Manajemen Sistem Industri, vol. 3, no.3

Wignjosoebroto, S., (2008), Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Surabaya: Prima Printing

Winiartika, A., Rahman, A., dan Himawan, R., (2015), “Analisis Kendala Pada Electrolytic Tinning Line Berdasarkan
OEE, OLE, dan OTE”, Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri, vol. 3, no.10.

Anda mungkin juga menyukai