Anda di halaman 1dari 10

1

Didik Susilo/ Analisa Efisiensi dan Efektivitas Produksi Rock Imager


Dengan Proses Kitting Melalui Metode 5S di PT.FORMULTRIX INDONESIA

ANALISA EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PRODUKSI ROCK


IMAGER DENGAN PROSES KITTING MELALUI METODE 5S
DI PT. FORMULATRIX INDONESIA
Didik Susilo, DR .Novi Marlyana ST. MT DR. H Andre Sugiyono ST.MM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2019,
Didiksusilo42@gmail.com
Abstrak- PT. Formulatrix salah satu industri penghasil alat atau robot otomasi, maka dari
itu perusahaan dituntut mengasilkan produk otomasi yang memenuhi kebutuhan pasar dunia. PT.
Formulatrix mempunyai 2 devisi produksi LH (Liquid Handling) dan RI (Rock Imager). Contoh
produksi alat-alat otomasi antara lain, NT8, Formulator untuk liquid handling dan RI 1000,RI 182,
RI 54 untuk rock imager. Perbedaan terletak pada bentuk, maupun fungsinya untuk setiap devisi.
Permasalahan fokus pada proses produksi rock imager, dimana produksinya dengan sistem make
to order (mto) danproses perakitan secara pararel, membuat perakitan tidak lancar karena harus
memilih komponen, menunggu komponen penganti karena rusak atau hilang untuk diassembly.
Untuk meningkatkan proses produksi yang efektif dan efisien maka mengganti proses produksi
yang lebih baik. Sedangkan produksi di liquid handling di katakan lancar karena produksinya
sedikit dan produk yang kecil di banding rock imager. Kata kunci :Layout, efektif, efisiensi, 5S,
Kitting.
Abstrack- PT. Formulatrix is one of the industries that produces automation tools or robots,
therefore the company is required to produce automation products that meet the needs of the world
market. PT. Formulatrix has 2 production divisions LH (Liquid Handling) and RI (Rock Imager).
Examples of production of automation equipment include NT8, Formulator for liquid handling and
RI 1000, RI 182, RI 54 for rock imager. The difference lies in the form, as well as the function for
each division. The problem focuses on the rock imager production process, where the production
is made with a make to order (mto) system and a parallel assembly process, making assembly not
smooth because they have to choose components, waiting for replacement components because
they are damaged or lost to be assembled. To improve an effective and efficient production
process, replace a better production process. Meanwhile, production in liquid handling is said to be
smooth because the production is small and the product is small compared to rock imagers.
Keywords: Layout, effective, efficiency, 5S, Kitting.

I. PENDAHULUAN
PT. Formulatrix salah satu industri penghasil alat atau robot otomasi, maka dari itu
perusahaan dituntut mengasilkan produk otomasi yang memenuhi kebutuhan pasar dunia.
PT. Formulatrix mempunyai 2 devisi produksi LH (Liquid Handling) dan RI (Rock Imager).
Contoh produksi alat-alat otomasi antara lain, NT8, Formulator untuk liquid handlingdan RI
1000,RI 182, RI 54 untuk rock imager. Perbedaan terletak pada bentuk, maupun fungsinya
untuk setiap devisi. Permasalahan fokus pada proses produksi rock imager, dimana
produksinya dengan sistem make to order (mto) danproses perakitan secara pararel, membuat
perakitan tidak lancar karena harus memilih komponen, menunggu komponen penganti
karena rusak atau hilanguntuk diassembly. Untuk meningkatkan proses produksi yang efektif
dan efisien maka mengganti proses produksi yang lebih baik. Sedangkan produksi di liquid
handling di katakan lancar karena produksinya sedikit dan produk yang kecil di banding rock
imager. Merakit secara pararel membuat assembler keropotan saat merakit, di karenakan
harus memilah-milah komponen robot pada satu wadah. Membuat perkait tidak produktif,
efisien maupun efektivitas kerja tidak baik. Banyaknya yang mempengaruhi kinerja seperti
layout, penempatan part-part yang mau diassembling, maupun peralatan untuk merakit. [1]
Pada layout produksi saat ini, kemungkinan terjadinya kesalahan saat proses
perakitan atau assembli antara lain :
1. Komponen robot bisa tercampur antara komponen robot ri 1000, 182 dan
54.
2

2. Proses transfer memerlukan waktu lebih, karena jarak yang jauh.


3. Komponen yang tercampur memiliki kemungkinan hilang, sehingga memerlukan
komponen pengganti atau replacement
4. Proses replacement memerlukan waktu lama, sehingga proses perakitan akan
terhenti atau stop time.
Melihat latar belakang masalah maka masalah yang di rumuskan yaitu :
A. belum adanya design proses produksi yang lebih efisien dengan perbandingan yang
terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-
sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan
penggunaan sumber yang terbatas, selain itu terdapat design proses produksi juga
belum efektif yang merupakan kemampuan untuk memilih tujuan atau peralatan
yang tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkandari proses produksi yang lama,
sehingga waktu perkaitan menjadi maksimal. [2]
Dalam penyusunan tugas akhir ini, untuk mengatasi permasalahan yang ada maka penyusun
membatasi permasalahan sebagai berikut :
A. Menganalisa keefisiensi dan keefektivitas di PT. Formulatrix Indonesia
B. Perangkat pemecahan masalah dengan pendekatan sistem kitting
C. Perbaikan sistem produksi hanya di departemen PT. Formulatrix I ndonesia yaitu
departemen produksi perakitan rock imager
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dari permasalahan di departemen perakitan saat ini, membuat proses perkaitan kurang
efisien dan efektif. Adapun beberapa masalah dalam proses perakitan saat ini, waktu pengerjaan
lama, tidak efektiv karena sering menunggunya part-part dari werehouse, komponen dan alat yang
berantakan serta proses perakitan yang kurang maksimal.
Dengan proses kitting di harapakan perakitan robot lebih efisien dan efektif, karena
munuggu, memilah part, serta mencari alat untuk merakit lebih maksimal dari pada proses lama.
Berikut merupakan penelitian sebelumya, yang dapat dijadikan acuan dalam membuat
penelitian ini karena memiliki beberpa persamaan atau metode dan permaslahan yang terjadi di
PT. FOMULATRIX yang dipelajari tentang belum tercapainya proses perakitan yang efisien dan
efektiv..
Berbicara tentang evaluasi ada tiga kata yang mempunyai kemiripan makna yang ada
kalanya dipakai terpisah dan ada kalanya dipakai dalam satu rangkaian. Evaluasi adalah
penilaian terhadap sesuatu. Jadi untuk mudahnya kata evaluasi itu harus dilengkapi dulu
dengan obyek yang dinilai. Misalnya evaluasi belajar, di sekolah dasar, sekolah menengah,
dan sebagainya. Selain kata evaluasi memang ada kata lain yang maknanya mirip dengan
evaluasi, seperti misalnya asesmen (assessment) dan pengukuran (measurement). Tiga kata
yang dimaksud adalah :

1. Asesmen (assessment) adalah aktivitas menentukan kedudukan suatu objek


pada sejumlah variable yang menjadi fokus misalnya mengetes para siswa dan
melaporkan hasilnya. Istilah asesmen juga dipergunakan untuk menjaring
informasi mengenai kebutuhan tertentu (need asessment).
2. Pengukuran (measurement) merupakan aktivitas penempatan nilai numerikal
atau angka terhadap suatu objek dengan menggunakan suatu instrument seperti
mistar, timbangan, stopwatches, dan sebagainya. Pengukuran jarang dilakukan
sendiri, tetapi sering dilakukan dalam kaitan dengan evaluasi, asesmen atau
riset.
3. Evaluasi adalah sebuah proses yang tidak boleh dilewatkan dalam manjemen
perusahaan. Setelah progam direncanakan, disetujui, dilaksakan pada akhirnya
di evalusi.
A. Efektifitas
Pengertian Efektifitas Kerja
Efektifitas kerja terdiri dari kata efektivitas dan kerja. Efektivitas merupakan
kemampuan untuk memilih tujuan atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang
3

ditetapkan.Efektifitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya seperti yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas kerja
adalah suatu keadaan yang menunjukkan hasil atau akibat seperti yang dikehendaki dan
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
B. Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil
antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil
optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas.Efisiensi mengukur
hubungan antara input dan output atau seberapa berhasil input telah diubah menjadi
output. Untuk memaksimalkan output, Sistem Pemeliharaan Produktif menyarankan
penghapusan enam kerugian, yaitu:

(1) hasil berkurang - dari mulai hingga produksi yang stabil


(2) cacat proses
(3) kecepatan berkurang
(4) penghentian minor
(5) pengaturan dan penyesuaian
(6) kegagalan peralatan
Semakin sedikit input yang digunakan untuk menghasilkan output, semakin besar
efisiensinya.
Di PT Formulatrix Indonesia menerapan perhitungan efisiensi dengan rumus sebagai
total jam normal−pinalti
berikut 1 sistem = x 100
total jam normal
C. Proses Kitting
Di bidang manufaktur, kitting adalah kegiatan membuat kit dari komponen dan /
atau subassemblies dan mengirimkannya ke workstation dalam jumlah yang telah ditentukan
di wadah khusus. Sebuah kit adalah kumpulan spesifik komponen dan / atau subassemblies
yang bersama-sama (yaitu dalam wadah yang sama) mendukung satu atau lebih operasi
perakitan untuk produk atau "pesanan toko" yang diberikan (Bozer dan McGinnis, 1992). Di
industri manufaktur, kitting diterapkan untuk memecahkan masalah:
1.Kurang ruang
2. Kualitas
3. Fleksibilitas
4. Penanganan material
5. Belajar
Untuk lebih memahami kitting dan tujuannya, kita harus menyadari bahwa itu
berinteraksi dengan banyak subsistem dalam stasiun perakitan. Itu harus didefinisikan
dengan memperhatikan untuk operasi yang dilayaninya dan berbagai jenis kit yang ada.
Operasi Kitting
Tiga jenis operasi kitting adalah:
1. Kit-to-customer
2. Kit-to-manufacturing
3. Kit-to-maintenance
Kerugian Kitting
Kitting pada umumnya merupakan aktivitas yang tidak menambah nilai.Kesalahan
dalam proses kitting dapat mengakibatkan terhentinya jalur perakitan.Bagian yang
hilang menghasilkan kit yang setengah jadi. Ini meningkatkan penanganan
material dengan kebutuhan ruang penyimpanan dan mengurangi efisiensi kit.Saat
kitting di muka, persyaratan ruang penyimpanan cenderung meningkat.Kit yang berisi
bagian yang rusak harus dipasang kembali.Memilih bagian adalah pekerjaan yang
berulang yang kemungkinan akan membosankan dalam jangka panjang. Ini dapat
menghasilkan moral kerja yang buruk.
D. 5S
4

5S adalah filosofi dan cara pengorganisasian dan mengelola ruang kerja dan alur kerja
dengan niat untuk meningkatkan efisiensi dengan menghilangkan limbah, meningkatkan
aliran dan mengurangi proses tidak efektif. Ini untuk peningkatan lingkungan kerja.
Ada pun yang menjadi dasar-dasar pemahaman dari 5S adalah sebagai berikut:
1. Seiri/Sort (Ringkas–Sisih–Keteraturan Pemilahan)
2. Seiton/Set in order (Rapi–Susun–Kerapian–Penataan)
3. Seiso/Shine (Resik–Sapu–Kebersihan Pembersihan)
4. Seiketsu/Standardize (Rawat-Seragam – Kepatuhan – Pemantapan)
5. Shitsuke/Suistain (Rajin–Senantiasa Kedisiplinan – Pembiasaan)
III. METODE PENELITIAN
Bab ini membahas langkah-langkah dalam penelitian dan flow chart metodologi
penelitian untuk memecahkan permasalahan beserta penjelasan singkat tiap tahapannya.

Metode penelitian
Studi pendahuluan pada PT Formulatrix Indonesia pada departemen RI assembly untuk
mengetahui kondisi perusahaan serta informasi yang diperlukan untuk penelitian dan studi literatur
yang mendukung penelitian dilakukan[3].

1. Identifikasi masalah pada PT Formulatrix Indonesia di departemen RI assembly yang akan


dijadikan penelitian.
2. Menetapkan perumusan masalah dalam penelitian.
3. Menetapkan tujuan dari penelitian.
5

4. Pengumpulan data berdasarkan tingkat proses produksi


5. Pengumpulan data dari proses kitting danmetode 5S.
6. Kemudian data diolah sebagai sumber informasi dalam pelaksanaan analisa terhadap
masalah.
7. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk proseskitting dengan metode 5S dilakukan dengan cara
perbandingan proses produksi lama dengan yang baru pada departemen RI assembly PT
Formulatrix Indonesia.
Berikut merupakan alur proses produksi Rock Imager

Alur Proses Produksi Rock Imager

Penjelasan diagram alur proses produksi [4]


1. Raw Material bahan mentah
Material yang digunakan untuk merakit Rock Imager sebelum masuk ke proses produksi dari
gudang yaitu dari bahan dasar yang di beli oleh perusahaan untuk diolah, sehingga bahan
tersebut nantinya akan menjadi barang jadi yang merupakan produk dari perusahaan dan
selanjutnya akan masuk ke warehouse menjadi bahan MTS (make to Stock) / OTS(Order to Stock)
2. Assembly
Penyusunan dan penyatuan beberapa bagian komponen menjadi suatu alat atau mesin yang
mempunyai fungsi tertentu. Perakitan dimulai bila obyek sudah siap untuk dipasang dan berakhir
bila obyek tersebut telah bergabung secara sempurna.Material yang telah siap, akan dirakit di
Assembly menjadi produk Rock Imager
3. QA Instrument
Proses Inspeksi instrument atau system yang telah selesai tahap assembly bahwa system Rock
Imager berfungsi sesuai dengan spesifikasi kualitas dalam perusahaan
4. Packing
Proses pengemasan system Rock Imager sebelum di kirim ke customer
Pengumpulan data proses kitting
Diagram di bawah ini merupakan data komponen yang hilang selama 3 bulan dari bulan
Oktober sampai Desember 2019, setelah di terapkan proses kitting Ditujukan pada diagram 4.1 di
bawah ini.Diagram 4.1 Jumlah komponen yang hilang
6

jumlah komponen yang hilang


6

0
Oktober November Desember

jumlah data yang hilang

Berikut ini adalah keterangan dari data komponen yang hilang, setiap bulan menunjukan
data berkurangnya komponen yang hilang pada bulan Oktober, November dan Desember
ditunjukan pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 jumlah komponen yang hilang
Bulan Nama Barang/Part Number Jumlah kehilangan
Pcs/batch
Bulan 1 Panel Spacer/230166 5
(Oktober) Screw M4x35/201865 0
Washer Flat M4/201919 0
Bulan 2 Rivet Nut M4/230122 3
(November) Springlock M4/201894 1
Bulan 3 Circulation tube spacer/230085 0
(Desember) Locknut nylon Insert M6/202309 0
Spring Lock M4/201894 0
Dari data diatas menunjukkan bahwa banyak komponen yang hilang, sehingga proses
produksi terhenti. Merakit secara pararel membuat assembler keropotan saat merakit, di karenakan
harus memilah-milah komponen robot pada satu wadah. Membuat perkait tidak efisien maupun
efektivitas kerja tidak baik, membuat produksi berhenti(stop time). Banyaknya yang
mempengaruhi kinerja seperti layout, 5S, penempatan part-part yang mau diassembling, maupun
peralatan untuk merakit. [5]
Pengumpulan data 5S
Pengumpulan data sebelum penerapan 5S di devisi rock imager assembling. Penaruhan
komponen yang tidak rapi membuat perakitan terganggu,berhenti merakit karena ada komponen
yang hilang.
Penempatan komponen yang tidak rapi, karena proses perakitan 5 sistem secara langsung,
Membuat perakitan robot tidak nyaman, tidak efisien dan tidak efektif.Karena komponen sering
rusak maupun hilang, dan harus menunggu replacement
Penyimpanan komponen satu wadah untuk 5 sistem, membuat komponen cacat dan
hilang. Membuat perakitan berhenti karena komponen rusak maupun hilang. Membuat jam kerja
karyawan membengkak atau melebihi target.
Pengolahan Data
Pengolahan data proses kitting
7

Dari hasil penerapan proses kitting didapatkan proses produksi yang lebih efektif dan
efisien. Dimana perakitan lebih cepat dan rapi dari proses sebelumnya. Dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

Sebelum Penerapan Kitting di Devisi Assembly


Sebelum penererapkan kitting, proses perakitan robot jadi satu sama komponen.Membuat tempat
perakitan tidak rapi dan membuat komponen hilang tercampur bekas perakitan. Berdampak ke
proses perakitan yang berhenti.

Sesudah Penerapan Kitting di Devisi Assembly 1


Sesudah penerapan kitting, proses perakitan robot lebih efektiv dan efisien. Kompnen yang
dipisah-pisah, membuat lebih mudah saat perakitan robot.
Pengolahan Data 5S
Setelah melakukan pengumpulan data 5S sebagai penunjang proses kitting di devisi rock
imager assembling, proses perkaitan robot satu meja dengan komponen,dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 4.5 Sebelum 5S Devisi Asembly


Gambar diatas merupakan tempat perakitan yang tidak teratur di devisi assembly sebelum 5S.
Perakitan yang tidak efektif dan tidak efisien.
8

Sesudah 5S Devisi Asembly Rock Imager


Dari hasilanalisis yang dilakukan peneliti, sistem kitting pada proses produksi saat ini
memberikan keefektifan dan efeisen saat proses produsi. Dimana dibuktikandengan jam kerja
karyawan di batch kedua lebih baik dari batch pertama.Di batch pertama perakitan tidak lancar,
membuat jam kerja karyawan membengkak. Dibawah ini gambar data diagram batangjam kerja
karyawan devisi rockimager.
Gambar dibawah ini merupakan contoh data input harian bacth 1.

Data input harian batch 1 yang membengkak


Dari data jam karyawan dapat memberi data target jam kerja karyawan yang harus di input salama
bacth 1 dan batch 2. Dengan jam yang sudah di tentukan 600 jam untuk karyawan dalam satu
batch, maka karywan akan mengetahui jam sudah melebihi target apa tidak.

Data jam perakitan


Data jam perakitan yang terjadi sebelum proses kitting, dengan batas waktu perakitan 300 jam.
Terjadi kelebihan waktu merakit di bulan July 15 jam, Agusutus 20 jam dan September 15 jam
dengan total 50 jam. Berarti untuk total perakitan satu bacth 350 jam. Di karenakan proses yang
tidak efektif dan tidak efisien. Penundaan perakitan karena menunggu komponen yang hilang
maupun rusak. Dengan demikian jam kerja karyawan akan melebihi target. Untuk batch 2 data
input harian dapat lebih baik dari batch pertama. Di bawah ini merupakan gambar data input
harian batch 2.
9

Data input harian batch 2

Data jam Perakitan

Dengan adanya proses kitting di bacth 2, membuat proses perakitan lebih baik dari bacth pertama.
Dengan kelebihan di bulan Oktober 5 jam, November 10 jam dan Desember 7 jam. Jadi total
kelebihan jam, hanya 22 jam dan total keselurhan menjadi 322 jam.
KESIMPULAN
Pengujian dilakukan setelah adanya beberapa faktor yang mempengaruhi tidak
terpenuhinya target produksi pada divisi assembly rock imager. Diantaranya ,proses produksi
kurang efisien dan efektif, penaruhan komponen yang tidak teratur. Dengan proses produsi saat
ini, dikatakan lebih baik dan efisien dari sebelumnya, dapat dibuktikan dengan nilai efisiensi yang
di hitung menggunakan rumus sebagai berikut.
Jika berhentinya proses produksi karena menunggu komponen yang rusak, akan
menimbulkan pembengkakan (pinalti) pada avalaibility time. Stop time dapat dihitung dengan:
 Batch pertama
1 batch = 300 jam/8 jam= 37 hari
Pinalti = 50 jam, jadi jumlah jam satu sistem 350 jam
Jadi total jam dibagi 8(satu karyawan) jam = 350/8 = 43 hari kerja
Rata–rata stop time di dapat dari total waktu pinalti dibagi total assembling satu sistem.
50 jam / 43 hari = 1.2 jam perhari.
Cara menghitung nilai efisiensi:
total jam normal−pinalti 300−50
1 sistem = x 100 = x 100= 83% efisiensi.
total jam normal 300
Standart efisiensi yang ditentukan PT Formulatrix Indonesia adalah 90%, jadi proses
produksi masih di bawah standart. Sehingga diperlukan perbaikan proses produksi.
 Batch kedua
10

1 batch = 300 jam/8 jam= 37hari


Pinalti = 22 jam, jadi jumlah jam satu sistem 322 jam
Jadi total jam dibagi 8(satu assembler) jam =322/8 = 40 hari kerja
Rata–rata stop time di dapat dari total waktu pinalti dibagi total assembling satu sistem.
22 jam / 40 hari = 0.5 jam perhari.
Cara menghitung nilai efisiensi:
total jam normal−pinalti 300−22
1 sistem = x 100 = x 100= 92% efisiensi
total jam normal 300
Dengan adanya proses kitting pada batch kedua, nilai efiseinsi proses produksi rock
imager lebih baik dari batch pertama.
Peneliti menyimpulkan dengan adanya 5S, tempat produksi lebih rapi, alur produksi lebih
tertata. Komponen yang rusak muapun hilang berkurang dan secara aktual mendukung proses
kitting.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada semua pihak yang membantu, Sahabat PT FORMULATRIX ,
keluarga tercinta, saudara-saudaraku Fakultas Teknik Industri 2015 dan juga segenap keluarga
besar bapak dan ibu dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

PUSTAKA

[1] Abdullah, M. Ma’ruf, 2007, Manajemen Evaluasi dan kinerja karyawan, Aswaja
Presindo,Yogyakarta.
[2] Armia Chairumam, 2002, Pengaruh Budaya Terhadap Efektivitas Organisasi: Dimensi Budaya
Hofstede
[3] Asefeso, Ade (2014). 5s for Supervisors. Publisher: CreateSpace Publishing.
Fu-Kwun W. (2006). Evaluating the efficiency of implementing total productive maintenance.
[4] Gene F. Schwind. Bagaimana sistem penyimpanan membuat kit terus bergerak. Teknik
Penanganan Material , 47, 1992.
[5] H. Brynzer dan MI Johansson. Desain dan kinerja kitting and picking
sistem. Jurnal Internasional Ekonomi Produksi , 41, 1995.

Semarang, Oktober 2019


Menyetujui

Dosen Pembimbing 1

DR. H Andre Sugiyono ST.MM

Dosen Pembimbing 2

DR. Novi Marlyana ST.MT

Anda mungkin juga menyukai