0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan2 halaman
Praktikum ini melibatkan pengukuran konsentrasi larutan CTM dengan spektrofotometer, pembuatan kurva kalibrasi, dan perbandingan akurasi serta presisi pipet volume dan mikropipet. Hasilnya menunjukkan pipet volume lebih presisi tetapi mikropipet lebih akurat dalam mengukur konsentrasi larutan.
Praktikum ini melibatkan pengukuran konsentrasi larutan CTM dengan spektrofotometer, pembuatan kurva kalibrasi, dan perbandingan akurasi serta presisi pipet volume dan mikropipet. Hasilnya menunjukkan pipet volume lebih presisi tetapi mikropipet lebih akurat dalam mengukur konsentrasi larutan.
Praktikum ini melibatkan pengukuran konsentrasi larutan CTM dengan spektrofotometer, pembuatan kurva kalibrasi, dan perbandingan akurasi serta presisi pipet volume dan mikropipet. Hasilnya menunjukkan pipet volume lebih presisi tetapi mikropipet lebih akurat dalam mengukur konsentrasi larutan.
Pada praktikum kali ini melakukan sebuah pengukuran konsentrasi pada
sebuah sampel dengan menggunakan spektrofotometer, membandingkan ketelitian pipet volume dengan mikropipet, serta menentukan akurasi, presisi dan standar deviasi. Adapun sampel yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu CTM. Pertama, larutan baku CTM dibuat terlebih dahulu dengan konsentrasi 500 ppm dalam 250 ml, sehingga CTM yang ditimbang adalah 125 mg. Setelah itu dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimal dari CTM tersebut. Adapun panjang gelombang dari CTM tersebut adalah 250, sedangkan pada literatur panjang gelombang maksimal dari CTM adalah 262 nm. Setelah didapatkan larutan baku CTM dengan konsentrasi 500 ppm, larutan tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 100 ppm. Setelah itu dibuat kurva baku yang mana rentang nilai absorbansinya adalah 0,2-0,8 adapun nilai rentang regresinya yaitu 1-0,996. Untuk pembuatan kurva baku ini larutan baku diencerkan menjadi beberapa konsentrasi yaitu, 5 ppm;10 ppm;15 ppm; 20 ppm; dan 25 ppm. Setelah larutan hasil pengenceran didapatkan, selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi dari masing-masing konsentrasi pada panjang gelombang maksimal dari CTM. Setelah dilakukan pengukuran, didapakan hasil sebagai berikut: pada kosentrasi 5 ppm memiliki absorbansi 0,370; pada konsentrasi 10 ppm memiliki absorbansi 0,470; pada konsentrasi 15 ppm memiliki absorbansi 0,688; pada konsentrasi 20 ppm memiliki absorbansi 0, 822; dan pada konsentrasi 25 ppm memiliki absorbansi 0,889. Selanjutnya dibuat kurva sehingga didapatkan nilai regresi yaitu R2= 0,9713 dengan y = 0,0278x + 0,2308. Melihat hasil tersebut bukanlah hasil yang baik karena cukup jauh dengan rentang nilai regresi yang telah ditentukan yaitu 1-0,996. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu, ketika melakukan pengenceran, volume yang diambil dari larutan baku tidak sesuai dengan perhitungan sehingga menyebabkan hasil yang menyimpang. Selanjutnya, dari larutan baku yang sudah dibuat diencerkan menjadi konsetrasi 10 ppm. Setelah itu, dari larutan tersebut diambil 1 ml sebanyak 3 kali dengan menggunakan pipet volume, dan sebanyak 3 kali dengan menggunakan mikropipet. Lalu, dilakukan pengukuran absorbansi kembali dengan menggunakan spektrofotometer, dan dihitung konsentrasi dari setiap larutan 1 ml tersebut. Adapun hasil yang didapatkan yaitu, dengan menggunakan pipet volume konsentrasi tiap larutan yang didapatkan adalah, 7,34;7,4;7,31 (ppm) dengan standar deviasi 0,046. Sedangkan dengan menggunakan mikropipet konsentrasi tiap larutan yang didapatkan adalah, 8,8;8,71;8,14 (ppm) dengan standar deviasi 0,358. Standar deviasi itu sendiri adalah akar dari penjumlahan semua penyimpangan (deviasi) setelah dikuadratkan dibagi dengan banyaknya pembacaan. Semakin besar standar deviasi yang didapatkan maka penyimpangan yang terjadi dalam melakukan sebuah percobaan semakin besar, begitu pun sebaliknya. Adapun yang disebut dengan presisi dan akurasi. Presisi itu sendiri adalah kedekatan kesamaan pengukuran berulang. Suatu pengukuran disebut presisi jika nilai pengukuran yang diperoleh dari data yang satu dengan yang lain tidak berjauhan. Sedangkan Akurasi adalah derajat kedakatan nilai variabel yang diukur terhadap nilai yang sebenernya. Pada praktikum ini khususnya pada saat melakukan pengambilan larutan sebanyak 1ml dengan 2 alat yang berbeda yaitu pipet volume dengan mikropipet fixed 1 ml, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan atau membandingkan mana alat yang memiliki akurasi dan presisi yang lebih tinggi. Setelah dilakukan dan didapatkan hasilnya, pada penggunaan pipet volume konsentrasi tiap larutan yang didapatkan adalah, 7,34;7,4;7,31 (ppm), dimana larutan standarnya itu memiliki konsentrasi 10 ppm, dengan melihat hasil tersebut menandakan bahwa dengan menggunakan pipet volume akurasi yang didapatkan cukup rendah karena nilai konsentrasi yang didapatkan cukup jauh dengan konsentrasi yang sesungguhnya. Tetapi dengan menggunakan pipet volume ini didapatkan akurasi yang tinggi terlihat dari kedekatan dari nilai konsentrasi data yang satu dengan yang lainnya. Pada penggunaan mikropipet fixed 1 ml konsentrasi tiap larutan yang didapatkan adalah 8,8;8,71;8,14 (ppm), jika melihat hasil tersebut sudah jelas bahwa dengan menggunakan mikropipet fixed 1 ml akurasi yang didapatkan cukup tinggi karena nilai konsentrasi yang didapatkan lebih mendekati nilai konsentrasi yang sebenarnya dibandingkan dengan pipet volume. Tetapi presisi yang didapatkan jauh lebih rendah daripada presisi yang didapatkan dengan pipet volume. Selain daripada itu, jika melihat dari standar deviasi, dimana standar deviasi dari penggunaan pipet volume adalah 0,046 sedangkan jika menggunakan mikropipet fixed 1 ml adalah 0,358 dapat disimpulkan bahwa penyimpangan yang terjadi jauh lebih besar menggunakan mikropipet daripada pipet volume. Karena mengingat prinsip sebelumnya bahwa semakin besar nilai standar deviasi yang didapatkan maka semakin besar pula penyimpangan yang terjadi pada sebuah percobaan.