Anda di halaman 1dari 2

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLTK INDONESIA

JAKARTA
Nomor B-209tFtFt.1t01t2009 Jakarta, 30 Januari 2009
Sifat Biasa
Lampiran
Perihal
KEPADAYTH.
Bentuk surat dakwaan melanooar
KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU ruo
Dl-
3'l Tahun 1999 dan Dencantuman
SELURUH INDONESIA
Pasal 18 UU No.31'Tahun 1999
dalam surat dakwaan.

Berdasarkan evaluasi pelaksanaan Supervisi dan Bimbingan


Teknis Penuntutan serta pemantauan terhadap laporan pelimpahan
pelkgg tindak pidana korupsi ke pengadilan negeri, terdapat
ketidakseragaman atas bentuk surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa
Penuntut Umum terhadap pelanggaran Pasal2 ayat (1) dan pasal 3
Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Kgrups! sebagaimana tetah diubah dengan Undang-
lfndang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidani
Korupsi, dalam hal ini terhadap Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 ada yang disusun secara alternatif.
Demikian pula dalam surat dakwaan ada yang mencantumkan pasal
18 dan ada yang tidak mencantumkan.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, maka untuk
keseragamannya perlu diberikan petunjuk sebagai berikut :

1. Meskipun di dalam penjelasan umum atas Undang-Undang


Nomor: 31 Tahun 1999 dinyatakan bahwa tindak pidana korups-i
dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil, akan tetipi
secara substantif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 31
Tahun 1999 berasaldarirumusan Pasal 1 ayat ('t) huruf a Undang-
Undang Nomor : 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1 999 berasal dari rumusan Pasat 1 ayat (1 ) hurufb Undang-Undang
Nomor : 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak pidani
Korupsi.
2. Pada saat masih berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1971, terhadap pelanggaran Pasal 1 ayat (1) huruf a dan huruf b
surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara
subsidiairitas, karena unsur "menyalahgunakan wewenang,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukan
atau jabatan" yang dirumuskan dalam unsur Pasal 1 ayat (1 ) huruf b
pada hakekatnya adalah merupakan perbuatan melawan hukum
sebagaimana dirumuskan dalam unsur Pasal 1 ayat (1) huruf a.
3. Terlepas dari adanya pendapat yang menyatakan bahwa antara
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor: 31 Tahun
1999 bukan merupakan delik yang sejenis sehingga bentuk
dakwaannya disusun secara alternatif namun dalam prakteknya
bentuk dakwaan alternatif terhadap pelanggaran Pasal 2 ayat (1)
dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 hanyalah
sekedar untuk meringankan hukuman bagiterdakwa dengan cara
Jaksa Penuntut Umum dan Hakim langsung membuktikan Pasal 3
yang mempunyai ancaman pidanil lebih ringan daripada Pasal 2
ayat (1 ).
4. Berdasarkan butir 1 s/d 3 di atas, diminta agar para Jaksa Penuntut
Umum dalam membuat surat dakwaan terhadap pelanggaran
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 serta pasal-pasal lainnya dalam
Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 yang fakta hukumnya
tidak dapatdipisahkan daripelanggaran Pasal 2ayat(1) atau Pasal
3 supaya surat dakwaan disusun secara subsidairitas. Diharapkan
dengan surat dakwaan yang disusun secara subsidairitas Jaksa
Penuntut Umum secara maksimal dapat membuktikan terlebih
dahulu dakwaan primair Pasal2 ayat (1) Undang-Undang Nomor:
31 Tahun 1999 sehingga memungkinkan terdakwa dapat dituntut
dengan hukuman yang lebih berat.
5. Demikian pula meskipun Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 bukan merupakan unsur delik, akan tetapi Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tetap perlu dicantumkan
dalam surat dakwaan untuk memberi kepastian supaya terdakwa
dijatuhi hukuman tambahan atas pelanggaran terhadap Pasal 2
ayat (1 ) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1 999.
6. Dalam pelaksanaannya agar para Kepala Kejaksaan Tinggi,
Asisten Tindak Pidana Khusus dan Kepala Kejaksaan Negeri
berperan lebih aktif untuk membimbing para Jaksa Penuntut Umum
dalam pembuatan surat dakwaan untuk keberhasilan penuntutan.
Demikian untuk diindahkan dan Sebagaimana
mestinya.

JAKSAAG MUDA
TINDAK KHUSUS

Tembusan :

1. Yth. Jaksa Agung R.l.;


2. Yth. WakilJaksaAgung R.l.; MAt[,ltr EFFENDY
('l & 2 sebagai laporan) \
3. Yth. JaksaAgung Muda Pengawasan;
4. Yth. KoordinatorTim Satsus Supervisidan Bimbingan Teknis Penuntutan
Perkara Tindak Pidana Korupsi;
5. Arsip;

Anda mungkin juga menyukai