Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL

KULIAH KERJA LAPANGAN

MEKANISME PENGENAAN SANKSI PIDANA TERHADAP


PELANGGARAN PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
(Studi di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang)

Oleh :
KARNA REDIYAN SYAHPUTRA
NIM. 165010100111022

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2019
A. Judul
MEKANISME PENGENAAN SANKSI PIDANA TERHADAP
PELANGGARAN PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN (Studi
di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang)
B. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dikaruniai Tuhan dengan pesona
bentang alam indah nan mempesona. Pesona alam yang memukau itu
menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi pariwisata yang
menjanjikan. Pariwisata merupakan sektor perekonomian di Indonesia yang
menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara. Berdasar laporan Travel
and Tourism Competitiveness Indeks (TTCI) 2017, Kegiatan pariwisata di
Indonesia telah tumbuh dan berkembang secara pesat tiap tahunnya.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan Pariwisata sebagai leading
sector, penetapan ini karena pariwisata diprediksi akan mempunyai
pertumbuhan yang positif, sebagai sektor yang strategis, serta sebagai media
integrasi antar sektor.
Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) 2017, daya saing
pariwisata Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat, naik secara pesat dari
peringkat 70 tahun 2013 ke peringkat 42 pada tahun 2017. Hal ini mendorong
pemerintah untuk terus
meningkatkan daya saing
pariwisata Indonesia di
mata dunia dengan
pembangunan pariwisata.
Melalui pembangunan
pada sektor pariwisata,
diharapkan dapat lebih
Grafik 1. Daya Saing Pariwisata Indonesia di dunia
meningkatkan
(World Economic Forum, 2017)X
pertumbuhan ekonomi,
penerimaan devisa, penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia. Pemasaran
pariwisata dan pengembangan destinasi wisata unggulan merupakan upaya
pemerintah yang terus digaungkan untuk menarik wisatawan. Wisatawan yang
datang nantinya akan mendorong pengembangan sarana dan prasarana
pariwisata yang pada akhirnya akan mendorong perkembangan pariwisata dan
perekonomian nasional.
Sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur, Kota Malang merupakan kota
yang sering dikunjungi. Apalagi sebagai kota pendidikan dan wisata, tak
jarang banyak orang luar menjadikannya sebagai tujuan kota untuk ditinggali
atau hanya menetap. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah penduduk
dan perkembangan pariwisata. Setiap tahunnya jumlah penduduk Kota
Malang terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk yang
berkunjung dan yang menetap di Malang. Peningkatan jumlah penduduk ini
tentunya juga berdampak terhadap peningkatan suatu usaha pariwisata,
diantaranya peningkatan usaha kuliner, usaha jasa transportasi wisata, daya
tarik wisata, kegiatan hiburan dan rekreasi, serta banyak lain seperti dalam
Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Usaha kuliner, tempat hiburan, taman rekreasi, bioskop, karaoke dan
lainnya di Kota Malang merupakan suatu kegiatan yang disebut pariwisata.
Untuk mendirikan dan menyelenggarakan kegiatan kepariwisataan tersebut di
Kota Malang, maka seseorang atau badan sebagai pengusaha pariwisata harus
wajib mendaftarkan usahanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang
ditunjuk, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Malang
Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Sedangkan khusus untuk usaha Pub, Bar, Klub Malam, Diskotik, Karaoke,
Billyard, Permainan Ketangkasan, Bioskop, Spa, Fitnes Center dan sejenisnya
menurut Pasal 7 ayat (1a) nya pendaftaran usahanya dilakukan dengan
penambahan syarat, seperti:
1. Pengusaha/pemilik hiburan tertentu harus memiliki izin prinsip;
2. Melengkapi syarat-syarat pendaftaran usaha yang terdiri atas:
a. Foto copy proposal rencana usaha;
b. Foto copy bukti sosialisasi rencana usaha/pembangunan kepada warga
sekitar dalam radius 50 m dari tempat usaha yang akan didirikan;
c. Foto copy surat layak sehat bagi usaha yang menyediakan makanan
dan minuman.
Masalah tanda daftar usaha pariwisata di Kota Malang ternyata menurut
Data dari Satuan Polisi Pamong Praja setiap penindakannya pasti ditemukan
usaha pariwisata yang belum memiliki tanda daftar usaha pariwisata. Di Bulan
Februari 2019 saja, terdapat 4 kegiatan usaha pariwisata yang ditemukan tidak
memiliki tanda daftar usaha pariwisata. Kasus yang sedikit menggegerkan
ialah kasus pelanggaran perizinan Warunk Upnormal di Jalan Terusan
Borobudur No. 86 Kota Malang, Satpol PP Kota Malang mendapat aduan dari
masyarakat bahwa Warunk Upnormal tidak memiliki izin tanda daftar usaha
pariwisata. Setelah dilakukan penindakan, ternyata pemilik Warunk Upnormal
tidak dapat menunjukkan tanda daftar usaha pariwisata.
Terhadap pelanggaran tersebut, akan dilakukan pembinaan untuk
mengurus legalitasnya, apabila tidak dipenuhi, akan dikenakan teguran 3 (tiga)
kali maupun dilakukan pembekuan sementara dan pencabutan dan dapat juga
dikenai tindak pidana ringan. Hal itu dapat dilihat dari Bab X sampai dengan
BAB XB Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, terutama persyaratan dalam Pasal 7
ayat (1) yang menyatakan:
“(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasa l6, pengusaha pariwisata
wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Kepala
Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.”
Larangan yang telah diatur tersebut memiliki sanksi pidana kurungan atau
pidana denda bagi yang melanggarnya. Hal itu dapat dilihat pada Bab XB
Pasal 31B ayat (1) nya yang menyatakan :
“(1) Setiap orang, badan, pengusaha yang tidak memenuhi
kewajiban mendaftarkan usahanya sebagaimana dimaksud
ketentuan Pasal 7 ayat (1) diancam pidana kurungan paling lama
3(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah);”
Pemerintah Kota Malang sebenarnya memiliki sanksi pidana bagi orang
yang melakukan pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana
disebut diatas. Ada dua opsi pilihan yang dapat dikenakan bagi pelanggar,
yakni pidana kurungan dan pidana denda. Hal ini mungkin efektif mengingat
seseorang dapat dikenai pidana jika tidak mendaftarkan usaha pariwisatanya,
dengan usahanya yang terkenal akan tetapi tidak memiliki izin. Orang atau
badan yang melanggar penyelenggaraan kepariwisataan memang harus
dikenai pidana, karena walaupun sekedar usaha kecil, apabila dilakukan secara
terus – menerus sembarangan akan menimbulkan kerugian pajak serta
ketertiban di Kota Malang khususnya bagi penegakan peraturan daerah.
Namun, pelaksanaan penerapan pidana ini jarang diketahui, hal ini dapat
terlihat dari banyaknya pendirian usaha pariwisata sembarangan tanpa takut
dikenai pidana.
Menurut data Sidang Tipiring (Tindak Pidana Ringan) dari Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Malang bulan Februari tahun 20191, data pelanggaran
penyelenggaraan kepariwisataan yang dikenai sanksi pidana ialah sebagai
berikut:

Nama/Alamat
N Lokasi Jenis
No. Register Penanggung Perda Sanksi (Rp.)
o Pelanggaran Pelanggaran
Jawab
SURYADI
182/024/35.73.501/201 Jl. Permadi JUAL CILOK 2 Th Ketertiban Umum
1. (PKL) Rp. 100.000,00
9 RT008/RW004 Jl. Tugu Malang 2012 dan Lingkungan
Malang
GUEST HOUSE
REZA “GRIYA
182/039/35.73.501/201 WAHYUDI GRIBIG” 11 Th Penyelenggaraan
2. Jl. Ki Ageng Rp. 500.000,00
9 Jl. Kawista 6 2013 Kepariwisataan
Gribig 100
Sukun Malang
Malang
TOKO MEBEL Penyelenggaraan
SRI AYEM “JEPARA”
182/040/35.73.501/201 Jl. KH. Ahmad 8 Th Usaha
3. Jl. Sumber Kembar Rp. 500.000,00
9 Dalan No. 38 2010 Perindustrian Dan
Dampit
Malang Perdagangan
4. 182/041/35.73.501/201 NUR REZA TOKO ROTI 4 Th Penyelenggaraan Rp. 500.000,00
“MADINAH”
9 INANDRA 2006 Reklame

1
Data Sidang Tipiring Bulan Februari 2019 yang diambil ketika pra-survey di Kantor Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Malang pada tanggal 16 April 2019.
Jl. Emas No. 3 Jl. L.A Sucipto
Malang No. 137 Malang
Penyelenggaraan
TOKO DAGING
182/042/35.73.501/201 BUANG BABI 8 Th Usaha
5. Jl. Kopral Usman Rp. 500.000,00
9 Jl. Bayam Malang 2010 Perindustrian Dan
No. 79 Malang
Perdagangan
YUSAK PANTI PIJAT
182/044/35.73.501/201 GUNAWAN “SHANTY” 11 Th Penyelenggaraan
7. Rp. 500.000,00
9 Jl. L.A Sucipto No. Jl. L.A Sucipto 2013 Kepariwisataan
72 Malang No. 72 Malang
RUDYNI FEBRI RUMAH
182/045/35.73.501/201 INGRAINI MAKAN “233” 4 Th Penyelenggaraan
8. Jl. S. Supriyadi Jl. S. Supriyadi Rp. 500.000,00
9 2006 Reklame
233-A-B Malang 233 Malang
JUAL SATE
HASIM TELOR (PKL)
182/046/35.73.501/201 Jl. Bandung 2 Th Ketertiban Umum
9. Jl. Buring Dalam Rp. 100.000,00
9 Malang (Depan 2012 dan Lingkungan
No. 167 Malang
MAN)
BAKSO
LUKMAN
HAKIM TENGKLENG
182/048/35.73.501/201 KURNIAWAN MAS 11 Th Penyelenggaraan
10. Jl. Borobudur Rp. 500.000,00
9 BAMBANG 2013 Kepariwisataan
Agung Barat V1/2
Jl. L.A Sucipto
Malang
No. 72 Malang
LENY TOKO Penyelenggaraan
SOETRAN MEUBEL “LO
182/050/35.73.501/201 8 Th Usaha
11. GUNAWAN A SOEI” Rp. 500.000,00
9 Jl. KH. Achmad Jl. KH. Achmad 2010 Perindustrian Dan
Dalan No. 41 Dalan No. 41 Perdagangan

Berdasarkan data di atas, maka Pemerintah Kota Malang melalui satuan


polisi pamong praja sebagai pelaksana serta penegak hukum Peraturan Daerah
Kota Malang harus menerapkan sanksi pidana Pasal 31B ayat (1) bagi
pelanggar penyelenggaraan kepariwisataan tidak memenuhi kewajiban
mendaftarkan usahanya, apalagi hal itu tertuang dalam produk hukum daerah.
Penerapan pidana dilakukan bertujuan untuk memberikan efek jera bagi
masyarakat Kota Malang tentang mendaftarkan usaha kepariwisataannya
dengan baik dan menjalankannya secara benar. Sebab masih banyak usaha
kepariwisataan yang tetap berdiri tanpa adanya Tanda Daftar Usaha Pariwisata
(TDUP), hal ini terbilang usaha pariwisata yang ilegal.
Pelaksanaan penerapan pidana ini mestinya dilaksanakan secara konsisten
mengingat bertumbuhnya usaha-usaha di Kota Malang yang setiap tahunnya
selalu meningkat. Pelaksanaan penerapan pidana ini dilaksanakan agar
penyelenggaraan kepariwisataan di Kota Malang dapat terjamin dengan baik
dan benar. Maka melalui latar belakang tersebut, penulis mencari jawaban atas
bagaimana mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran
penyelenggaraan kepariwisataan di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang.
C. Ruang Lingkup Kegiatan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka ruang lingkup kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang akan dilakukan penulis di Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Malang ini ialah hendak mengidentifikasi tentang:
1. Nama kantor lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang;
2. Fungsi dan tugas lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang;
3. Visi dan misi lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang;
4. Struktur organisasi lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang;
5. Mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran
penyelenggaraan kepariwisataan;
6. Kendala yang dihadapi oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang
dalam mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran
penyelenggaraan kepariwisataan;
7. Upaya yang telah dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang
dalam mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran
penyelenggaraan kepariwisataan;
8. Rekomendasi dari penulis untuk penyempurnaan atau alternatif solusi
pemecahan kendala yang dihadapi.
D. Tujuan Kegiatan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan Kuliah Kerja
Lapangan yang dilakukan di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan mekanisme pengenaan sanksi pidana
terhadap pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan;
2. Mengetahui, memahami dan menganalisis kendala di Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Malang dalam mekanisme pengenaan sanksi pidana
terhadap pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan;
3. Mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Malang dalam mekanisme pengenaan sanksi pidana
terhadap pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan.
E. Manfaat Kegiatan
Dari hasil yang diperoleh dari Kuliah Kerja Lapangan tersebut, penulis
berharap memperoleh manfaat, diantaranya sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di harapkan memberi tambahan
pemikiran yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, bagi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan pengembang ilmu
hukum, khususnya ilmu hukum pidana.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Membeberkan gambaran dan pemahaman tentang aplikasi teori, konsep
dan proses dalam mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap
pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan dan sebagai bahan
evaluasi tentang pengetahuan yang telah diserap dalam perkuliahan oleh
mahasiswa dengan realitas kondisi serta evaluasi yang ada di lapangan.
Selain itu sebagai sarana memperluas pengetahuan dan sebagai
pengalaman di lapangan pekerjaan sebelum terjun di dunia lapangan
yang sebenarnya.
b. Bagi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini diharapkan dapat memberikan
suatu informasi bagi perkembangan pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya. Sebagai bahan tambahan alternatif materi kuliah
dan penyempurnaan kurikulum agar lebih efektif dan efisien.
c. Bagi Masyarakat
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan di harapkan mampu memberikan
pandangan kepada masyarakat mengenai bagaimana pelaksanaan
peraturan daerah itu harus ditaati dan bagaimana sanksi jika ada yang
melanggarnya.
d. Bagi Satuan Polisis Pamong Praja Kota Malang
Sebagai bahan evaluasi untuk langkah – langkah yang sudah atau
sedang di ambil oleh instansi terkait untuk mencapai tujuannya dalam
mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran
penyelenggaraan kepariwisataan. Serta memperluas jaringan atau kerja
sama dengan lembaga lain dengan meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu diharapkan pula dapat menjadi masukan yang bersifat
objektif bagi instansi terkait untuk membantu meningkatkan kinerja
dengan mendorong agar melakukan revisi peraturan daerah yang belum
efektif.
F. Metode Kegiatan
Adapun metode pencarian data yang dilakukan oleh penulis berkaitan
dengan pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang dilakukan di Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Malang sebagai berikut:
1. Metode Partisipatif
Dalam hal ini penulis terlibat langsung dalam proses kegiatan yang
dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Malang.
2. Metode Wawancara
Penulis mencari informasi terkait dengan mekanisme pengenaan sanksi
pidana terhadap pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan. Diharapkan
dengan adanya metode ini penulis dapat memperoleh data secara langsung
dengan cara melakukan tanya jawab dengan Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Malang dan atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil serta masyarakat Kota
Malang guna menunjang keberhasilan penulis dalam melaksanakan
penelitian KKL di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang.
3. Studi Dokumentasi
Pelaksanaan KKL ini mengandalkan studi literatur dan kepustakaan baik
dalam bentuk cetak ataupun media elektronik serta peraturan perundang-
undangan. Dengan adanya studi literatur dan kepustakaan maupun pada
peraturan perundang-undangan, dapat dijadikan landasan bagi penulis
dalam menyusun proposal KKL ini.
4. Metode Observasi
Yaitu penulis menggunakan metode dengan cara melakukan pengamatan
terhadap kegiatan dan atau obyek yang dituju.
G. Tahapan Kegiatan
Dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), penulis akan
mengamati dan mencari informasi mengenai mekanisme pengenaan sanksi
pidana terhadap pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan. Hal ini tidak
lepas dari dukungan, partisipasi, serta bantuan dari segala pihak yang ada di
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang sehingga dapat membantu serta
memperlancar jalannya KKL yang akan dilaksanakan oleh penulis. Prosedur
pelaksanaan KKL yang akan dilakukan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
1. Persiapan: Minggu I-II
a. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing untuk mendiskusikan
mengenai hal yang berkaitan dengan proposal pelaksanaan KKL.
b. Mengurus surat pengantar dari Dekan Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya di bagian akademik yang ditujukan kepada lembaga KKL.
2. Pelaksanaan: Minggu III – VI
a. Menyampaikan surat pengantar dari Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya dan proposal KKL yang telah disetujui oleh
dosen pembimbing ke lembaga tempat KKL.
b. Mencari data-data di lembaga tempat KKL dengan menggunakan
metode partisipatif, wawancara, dan dokumentasi.
c. Pada saat melaksanakan KKL mahasiswa yang bersangkutan mencatat
berbagai informasi yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1) Nama kantor lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang;
2) Fungsi dan tugas lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Malang;
3) Visi dan misi lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang;
4) Struktur organisasi lembaga Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Malang;
5) Mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran
penyelenggaraan kepariwisataan;
6) Kendala yang dihadapi oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Malang dalam mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap
pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan;
7) Upaya yang telah dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Malang dalam mekanisme pengenaan sanksi pidana terhadap
pelanggaran penyelenggaraan kepariwisataan;
8) Rekomendasi dari penulis untuk penyempurnaan atau alternatif
solusi pemecahan kendala yang dihadapi.
3. Evaluasi : Minggu VII-VIII
Evaluasi terhadap kegiatan KKL yang dilakukan oleh dosen pembimbing
yang meliputi:
a. Evaluasi pelaksanaan KKL
b. Evaluasi pembentukan laporan dari kegiatan KKL
c. Kegiatan yang akan dilaksanakan penulis selama kuliah kerja lapangan
(KKL) di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang terbagi menjadi 2
(dua) jenis yaitu:
1) Kegiatan Pengamatan
Kegiatan pengamatan adalah kegiatan yang meliputi menyimak,
mendengarkan, mempelajari dan mengamati mekanisme pengenaan
sanksi pidana terhadap pelanggaran penyelenggaraan
kepariwisataan di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang.
2) Kegiatan Wawancara
Kegiatan wawancara adalah kegiatan untuk memperoleh informasi
data melalui wawancara maupun dialog dengan sumber yang
berasal dari Satpol PP dan atau PPNS serta lain yang dituju.

No Bentuk kegiatan Bulan I Bulan II


I II III IV I II III IV

Persiapan (Melakukan konsultasi


dengan dosen pembimbing juga
mengurus segala sesuatu
mengenai proposal dan mengurus
surat pengantar dari Dekan
Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya)
Pelaksanaan (Menyampaikan surat
pengantar dan juga mulai mencari
informasi berkaitan dengan pokok
pembahasan yang terdapat pada
proposal)
Evaluasi (Mengevaluasi mengenai
pelaksanaan KKL dan juga
Mengenai penyusunan laporan
dari KKL)
Tabel 1
Rencana Tahapan Kegiatan KKL

b. Tinjauan Pustaka
1. Kajian Umum Tentang Penegakan Hukum
Pengertian dari penegak hukum sendiri banyak dikemukakan oleh
pendapat para ahli, yang tentunya masing-masing memiliki penafsiran
secara logis dan dapat diterima mengenai perihal penegakan hukum itu
sendiri.
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum merupakan suatu
kegiatan untuk menyerasikan hubungan nilai yang terdapat dalam suatu
peraturan perundangan-undangan dengan tindakan yang ditujukan sebagai
upaya tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
kedamaian di dalam kehidupan.2
Sedangkan menurut pandangan Waye La-Favre mengatakan bahwa
penegakan hukum merupakan suatu proses penerapan diskresi yang
mengenai pembuatan keputusan diatur oleh kaidah hukum secara tidak
ketat, namun memiliki unsur penilaian pribadi.3
Penegakan hukum sendiri memiliki beberapa faktor-faktor yang dapat
memengaruhinya, diantaranya adalah sebagai berikut:4
2
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2012, hlm.
5.
3
Ibid. hlm. 7.
4
Ibid. hlm. 8.
a. Faktor hukumnya sendiri yang dibatasi pada undang-undangnya saja;
b. Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum itu sendiri;
c. Faktor sarana dan prasarana yang mendukung dalam proses penegakan
hukum;
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
diterapkan;
e. Faktor kebudayaan yakni sebagai suatu cipta, karya, maupun rasa
manusia di dalam kehidupan sehari-hari.
Selain terdapat faktor-faktor penegakan hukum yang dijelaskan diatas,
terdapat pula unsur-unsur penegakan hukum, yang mana menurut Satjipto
Rahardjo, yang dibedakan menjadi 3 (tiga) unsur dalam proses penegakan
hukum:5
a. Unsur Pembuatan Undang-Undang
Undang-Undang menurut Purbacaraka dan Soerjono Soekanto yaitu,
undang-undang dalam arti materiil merupakan peraturan yang dibuat
oleh pejabat maupun pusat maupun daerah yang berlaku umum.6
Undang-undang dalam arti materiil mencakup:7
1) Peraturan pusat yang berlaku pada seluruh masyarakat pada suatu
negara maupun pada suatu golongan dengan berlaku umum di
sebagian wilayah negara.
2) Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah
saja.
Agar undang-undang dapat berdampak positif, dapat mencapai
tujuan, dan efektif, maka terdapat beberapa asas, yaitu:8
1) Undang-Undang tidak berlaku surut, dimana Undang-Undang hanya
boleh diterapkan setelah peraturan perundang-undangan dinyatakan
berlaku, serta suatu kejadian yang telah disebutkan pada peraturan
perundang-undangan.

5
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2014, hlm. 24.
6
Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 11.
7
Ibid. hlm. 11
8
Ibid. hlm. 7-8.
2) Undang-Undang memiliki kedudukan yang lebih tinggi apabila
Undang-Undang tersebut dibuat oleh pejabat yang lebih tinggi
kedudukannya.
3) Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang sama, apabila
Undang-Undang bersifat khusus mengesampingkan Undang-Undang
yang bersifat umum.
4) Undang-Undang yang berlaku sekarang menggantikan Undang-
Undang yang terdahulu, hal tersebut disebabkan Undang-Undang
terdahulu sudah tidak sesuai lagi.
5) Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat.
6) Undang-Undang merupakan suatu alat dalam mencapai keamanan,
kenyamanan, dan kesejahteraan masyarakat.
Peraturan hukum ini menentukan berhasil atau tidaknya para
penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya setelah peraturan hukum
tersebut telah dilaksanakan setelah dibuat.
b. Unsur Penegak Hukum
Istilah penegak hukum secara luas adalah para penegak hukum yang
langsung dan tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan
hukum.9 Penegak hukum merupakan komponen untuk mendisiplinkan
peraturan-peraturan yang ada di dalam masyarakat guna pembatas
setiap tingkah laku manusia dalam masyarakat, dimana unsur penegak
hukum ini peraturan hukum berperan cukup besar dalam hubungannya
dengan pelaksanaan peraturan yang dilakukan oleh para penegak
hukum.10
Penegakan hukum secara sosiologis, dimana setiap penegak hukum
mempunyai suatu kedudukan (status) dan suatu peranan (role), yang
dimana suatu kedudukan (sosial) tersebut merupakan posisi tertentu
dari dalam struktur kemasyarakatan, yang tinggi sampai dengan rendah
yang pada dasarnya kedudukan tersebut merupakan suatu wadah, yang
isinya adalah suatu hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang

9
Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 19.
10
Satjipto Rahardjo, loc.cit. hlm. 21.
keduanya merupakan peranan.11 Peranan tertentu tersebut dapat
disebutkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut:12
1) Peranan yang ideal (ideal role)
2) Peranan yang seharusnya (expected role)
3) Peranan yang dianggap diri sendiri (perceived role)
4) Peranan yang sebenarnya dilaksanakan (actual role)
Penegak hukum merupakan suatu golongan panutan atau menjadi
titik sentral dalam masyarakat, yang hendaknya memiliki kemampuan
tertentu yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, yang harus bisa
berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari sasaran, disamping
mampu membawakan atau menjalankan peran yang dapat diterima oleh
mereka.13
c. Unsur Lingkungan
Unsur lingkungan merupakan salah satu komponen penegakan hukum
yang berasal tentunya dari masyarakat yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian masyarakat, oleh karena itu masyarakat dapat memengaruhi
penegakan hukum dengan pendapat-pendapat masyarakat mengenai
hukum sangat mempengaruhi kepatuhan hukumnya.14 Unsur
masyarakat tersebut bersatu padu dengan unsur kebudayaan.
Kebudayaan atau sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai yang
menjadi dasar berlakunya hukum, nilai merupakan beberapa konsepsi
yang bersifat abstrak terhadap dianggap baik dan yang dianggap
buruk.15 Nilai tersebut meliputi pasangan nilai-nilai sebagai berikut:16
1) Nilai ketertiban dan nilai ketentraman;
2) Nilai jasmaniah dan nilai rohaniah;
3) Nilai kelanggengan atau konservatisme dan nilai kebaruan atau
inovatisme.

11
Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 20.
12
Ibid. hlm. 29.
13
Ibid. hlm. 34.
14
Ibid. hlm. 45.
15
Ibid. hlm. 59-60.
16
Ibid. hlm. 60.
2. Tinjauan Umum Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataanan
Berdasarkan Perda Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010
a. Pengertian, Asas, Fungsi dan Tujuan Kepariwisataan
Kepariwisataan menurut Pasal 1 angka 9 Perda Kota
Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan adalah :
“Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan
yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan
dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan pengusaha.”
Dalam penyelenggaraan kepariwisataan sendiri harus
diselenggarakan berdasarkan asas (Pasal 2 Perda Kota Malang
Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan) :
1) Manfaat;
2) kekeluargaan;
3) adil dan merata;
4) keseimbangan;
5) kemandirian;
6) kelestarian;
7) partisipatif;
8) berkelanjutan;
9) demokratis;
10) kesetaraan; dan
11) kesatuan.
Sesuai Pasal 3 Perda Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, Penyelenggaraan
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani
dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan
serta meningkatkan pendapatan daerah untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan Kepariwisataan tidak
dilakukan secara sembarangan, akan tetapi menurut Pasal 4 Perda
Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan, hal ini bertujuan untuk:
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
2) Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
3) Menghapus kemiskinan;
4) Mengatasi pengangguran;
5) Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
6) Memajukan kebudayaan;
7) Mengangkat citra bangsa;
8) Memupuk rasa cinta tanah air;
9) Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
10) Mempererat persahabatan antar bangsa.
b. Prinsip dan Usaha Pariwisata
Kepariwisataan diselenggarakan dengan berdasar pada prinsip
(Pasal 5 Perda Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan), yaitu:
1) Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai
pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan
hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,
hubungan manusia dan sesama manusia dan hubungan antara
manusia dan lingkungan;
2) Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya dan
kearifan lokal;
3) Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan,
kesetaraan dan proporsionalisme;
4) Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
5) Memperdayakan masyarakat setempat.
Sesuai Pasal 6 Perda Kota Malang Nomor 11 Tahun 2013
Tentang Perubahan Atas Perda Kota Malang Nomor 11 Tahun
2010 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, Usaha Pariwisata
meliputi, antara lain:

1) Daya Tarik Wisata, terdiri dari;


a) Taman Rekreasi;
b) Taman Satwa.
2) Kawasan Pariwisata;
3) Jasa Transportasi Wisata;
4) Jasa Perjalanan Wisata, terdiri dari;
a) Jasa Biro Perjalanan Wisata;
b) Jasa Agen Perjalanan Wisata.
5) Jasa Makanan dan Minuman;
6) Penyediaan Akomodasi, terdiri dari:
a) Sarana dan Prasarana olahraga;
b) Pusat Kesehatan.
7) Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi, terdiri dari:
a) Padang Golf;
b) Kolam Pemancingan;
c) Gelanggang Permainanan Ketangkasan;
d) Gelangang Bowling;
e) Klab Malam;
f) Diskotik;
g) Pub, cafe dan sejenisnya;
h) Bioskop;
i) Dunia Fantasi.
8) Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi
dan Pameran, terdiri dari:
a) Pusat Pasar Seni;
b) Teater dan Panggung Terbuka;
c) Teater Tertutup;
d) Pentas Pertunjukan Satwa;
e) Balai Pertemuan Umum.
9) Jasa Informasi Pariwisata;
10) Jasa Konsultan Pariwisata;
11) Jasa Pramuwisata;
12) Wisata Tirta, terdiri dari:
a) Gelanggang Renang;
b) Pemandian Alam.
13) Spa, terdiri dari:
a) panti pijat;
b) panti mandi uap;
c) Baber Shop;
d) Salon Kecantikan.
Jenis-jenis usaha pariwisata yang belum ditentukan sebagai
kategori usaha pariwisata sesuai Pasal 6 Perda Kota Malang
Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Perda Kota
Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala
Daerah.
Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata yang telah
dijelaskan dalam Pasal 6 Perda Kota Malang Nomor 11 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Perda Kota Malang Nomor 11
Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, pengusaha
pariwisata (orang atau badan) wajib mendaftarkan usahanya
terlebih dahulu kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk
(Pasal 7) yang nantinya disebut Tanda Daftar Usaha Pariwisata
(TDUP). Serta khusus untuk usaha Pub, Bar, Klub Malam,
Diskotik, Karaoke,
Billyard, Permainan Ketangkasan, Bioskop, Spa, Fitnes Center dan
sejenisnya pendaftaran usahanya dilakukan dengan penambahan
syarat tertentu.
c. Larangan
Larangan dalam Perda ini telah diatur dalam BAB VII HAK,
KEWAJIBAN, DAN LARANGAN Bagian Ketiga Pasal 21, yang
menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk:
1) Setiap Penyelenggaraan atau tempat usaha Pariwisata dilarang
untuk digunakan dan atau dimanfaatkan untuk kegiatan
perjudian dan atau narkoba serta prostitusi dan tindakan
kemaksiatan lainnya.
2) Setiap orang yang belum memiliki KTP atau berusia dibawah 17
(tujuh belas) tahun dilarang memasuki Pub, Bar, Klub Malam,
Diskotik, dan atau sejenisnya.
3) Pengusaha wajib melarang setiap orang yang belum memiliki
KTP atau berusia dibawah 17 (tujuh belas) masuk ke tempat
Pub, Bar, Club Malam dan Diskotik yang diusahakannya.
d. Penegakan Hukum
Penegakan hukum terhadap larangan yang dijelaskan
tersebut diatas dalam Perda ini berupa sanksi administratif serta
sanksi pidana.
1) Administratif
Sanksi administratif yang diberikan atas pelanggaran Pasal
7, ialah berbunyi sebagai berikut (Pasal 31 Ayat (2) Perda Kota
Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan):
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), berupa :
a. teguran tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha; dan
c. pembekuan sementara kegiatan usaha.
Teguran tertulis ialah dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali, dan
terhadap pembatasan kegiatan usaha dikenakan karena tidak
mematuhi teguran yang diberikan, serta pembekuan sementara
kegiatan usaha dilakukan karena tidak mematuhi teguran
tertulis dan tidak memenuhi pembatasan kegiatan usaha.
2) Pidana
Ketentuan pidana telah diatur dalam BAB XB Pasal 31B
ayat (1)-(4), yang menyatakan :
(1) Setiap orang, badan, pengusaha yang tidak
memenuhi kewajiban mendaftarkan usahanya sebagaimana
dimaksud ketentuan Pasal 7 ayat (1) diancam pidana
kurungan paling lama 3(tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
(2) Setiap petugas pelaksana usaha / petugas yang
bertanggungjawab melaksanakan kegiatan usaha Bar, Pub,
Club Malam dan Diskotik yang membiarkan orang berusia
di bawah 17 (tujuh belas) tahun atau belum mempunyai
KTP masuk ketempat usahanya, diancam pidana kurungan
paling lama 3(tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
(3) Setiap badan atau pengusaha yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud ketentuan
pasal 21 ayat (3) diancam pidana kurungan paling lama
3(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah);
(4) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3) adalah pelanggaran.
Dalam Perda ini, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
perbuatan yang melakukan pelanggaran dapat dikenai pidana
kurungan dan pidana denda sesuai perbuatan yang dilanggar.
3. Tinjauan Umum Tentang Satuan Polisi Pamong Praja
a. Eksekutor
Dalam Peraturan Daerah ini, tentu saja dibutuhkan
pelaksanaan. Karena jika Perda tersebut tidak dilaksanakan, maka
percuma hanya menjadi hitam di atas putih saja. Pelaksana dalam
penegakan Perda tersebut dilakukan oleh Satpol PP (Satuan Polisi
Pamong Praja), sebab Satpol PP mempunyai tugas pokok
menegakkan Perda, Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota,
serta menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat serta perlindungan masyarakat. maka berdasar dari
Peraturan Walikota Malang Nomor 68 Tahun 2012 Tentang Uraian
Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Malang, Satpol PP Kota Malang memiliki tugas pokok
menegakkan Perda Nomor 10 Tahun 2011 terutama penegakan
hukum terhadap pelanggar penyelenggaraan kepariwisataan di
Kota Malang.
b. Dasar Hukum dan Pengertian Satpol PP
Berdasar Pasal 256 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah perlu
membentuk peraturan pemerintah tentang satuan polisi pamong
praja untuk membantu penegakan Perda dan Perkada,
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman
serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. Oleh karena itu,
keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja, yang pada tahun 2018 telah diperbarui
menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Satuan Polisi Pamong Praja.
Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, Satuan Polisi
Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah perangkat
daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan
ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Satpol PP sebagai perangkat daerah, mempunyai peran
yang
sangat strategis dalam memperkuat otonomi daerah dan pelayanan
publik di daerah. Untuk menjamin terlaksananya tugas Satpol PP
dalam penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat perlu
dilakukan peningkatan, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber
daya manusia.
Selain itu, keberadaan Satpol PP dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah diharapkan dapat membantu adanya kepastian
hukum dan memperlancar proses pembangunan di daerah.
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai pembentukan dan
organisasi, tugas, fungsi, dan wewenang, sumber daya manusia,
kewajiban Pemerintah Daerah, koordinasi, pembinaan,
pengawasan, penghargaan, dan pelaporan serta pengaturan
kualifikasi PPNS untuk pejabat pimpinan tinggi pratama Satpol PP.
c. Tugas, Fungsi, dan Wewenang
Tugas Satpol PP sesuai Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja ialah:
1) Menegakkan Perda dan Perkada;
2) Menyelenggarakan ketertiban umun dan ketentraman, dan;
3) Menyelenggarakan perlindungan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya, Satpol PP sesuai Pasal 6
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi
Pamong Praja mempunyai fungsi:
1) Penyusunan program penegakan Perda dan Perkada,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta
penyelenggaraan pelindungan masyarakat;
2) pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan Perkada,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat;
3) pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Perkada,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta
penyelenggaraan pelindungan masyarakat dengan instansi
terkait;
4) pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum
atas pelaksanaan Perda dan Perkada; dan
5) pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh
kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Serta dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Satpol PP
sesuai Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018
Tentang Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai wewenang:
1) melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;
2) menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
3) melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan
pelanggaran atas Perda dan/ atau Perkada; dan
4) melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Perda dan/atau Perkada.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong


Praja.

Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan


Kepariwisataan.

Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan.

Buku

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Friedmann, Lawrence M. 2011. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. Penerbit


Nusa Media, Bandung.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Empiris &
Normatif. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Poerdarminta, W.J.S. 1975. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit Balai


Pustaka, Jakarta.

Rahardjo, Sajipto. 2000. Ilmu Hukum. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Rahardjo, Sajipto. 2014. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Penerbit
Genta Publishing, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono. 1996. Sosiologi ; Suatu Pengantar. Penerbit Rajawali Press,


Bandung.

Soekanto, Soerjono. 2012. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Penerbit Raja Grafindo


Perkasa, Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanintijo. 1989. Studi Hukum dan Kemiskinan. Penerbit Tugu
Muda, Semarang.

Soerjono, Soerjono. 1985. Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi. Penerbit


Remadja Karya, Bandung.

Sudarto. 2002. Metodologi Penelitian Filsafat. Penerbit Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Sunarno, Siswanto. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Penerbit


Sinar Grafika, Jakarta.

Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Penerbit Sinar


Grafika, Jakarta.
LAMPIRAN

Lampiran Wawancara (Satpol PP Kota Malang)

Nama Narasumber : ..................................


Jenis Kelamin : ..................................
Pekerjaan : ..................................
Pertanyaan :
1. Apa saudara mengetahui Perda Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010/Perda
Kota Malang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan?
2. Apakah saudara pernah melaksanakan ketaatan Perda tersebut?
3. Apakah saudara pernah menindak masyarakat yang melanggar
penyelenggaraan kepariwisataan?
4. Apakah kebanyakan pelanggar tahu bahwa dalam Perda tersebut,
seseorang yang melanggar penyelenggaraan kepariwisataan dapat dikenai
pidana denda atau kurungan?
5. Apakah sampai sekarang saudara melaksanakan Perda tersebut?
6. Bagaimana prosedur pelaksanaan Perda tersebut?
7. Bilamana ada masyarakat yang melanggar penyelenggaraan
kepariwisataan ketika Anda sedang tidak bertugas, apakah orang tersebut
dapat ditindak?
8. Apakah setiap hari dimungkinkan untuk melaksanakan Perda tersebut?
9. Apakah kelemahan dari Perda tersebut?
10. Dapat saudara jelaskan keinginan saudara dalam Perda tersebut?

Anda mungkin juga menyukai