Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Teknik PWK Volume 4 Nomor 4 2015

Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk
____________________________________________________________________________________________________________
HUBUNGAN TINGKAT URBANISASI DAN TINGKAT KETIMPANGAN WILAYAH
DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH
1 2
Hendra Saputra dan Sri Rahayu

1
Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
2
Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
email : hendra13saputra@gmail.com

Abstrak: Urbanisasi dan ketimpangan wilayah merupakan dua hal penting yang sedang dihadapi oleh negara
berkembang. Urbanisasi yang dialami Amerika selama 90 tahun, dialami oleh Korea selama 20 tahun dan Brazil
selama 30 tahun. Sekitar 70% dari negara yang mengalami urbanisasi mempunyai pendapatan perkapita yang
berbeda-beda.Hal tersebut juga terindikasi pada daerah Pantura Jawa Tengah.Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Jawa Tengah tahun 2011, sebesar 11,53% penduduk di daerah Pantura Jawa Tengah berada di Kota
Semarang dan pendapatan perkapita daerah Pantura Jawa Tengah sangat mencolok pada Kabupaten Kudus
(Rp. 42.941.164,-) dan Kota Semarang (Rp. 30.566.980,-) dibandingkan dengan wilayah lain yang mempunyai
proporsi dibawah Rp. 15.000.000,- terhadap pendapatan perkapita daerah Pantura Jawa Tengah. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah di
daerah Pantura Jawa Tengah dengan pendekatan kuantitatif menggunakan data Badan Pusat Statistik tahun
2006 dan 2011. Analisis metode nilai entropi digunakan untuk menghitung tingkat urbanisasi, sedangkan
tingkat ketimpangan wilayah menggunakan koefisien Theil. Tingkat urbanisasi di daerah Pantura Jawa Tengah
mengalami peningkatan sedangkan tingkat ketimpangan wilayahnya mengalami penurunan pada tahun 2011
dibandingkan tahun 2006. Hubungan antara tingkat urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah di daerah
Pantura Jawa Tengah berbanding lurus yang dapat dilihat pada Kota Semarang dan Kabupaten Rembang. Hal
ini berarti jika tingkat urbanisasi tinggi maka tingkat ketimpangan wilayah juga akan tinggi dan begitu juga
sebaliknya.

Kata kunci : Hubungan, Urbanisasi, Ketimpangan Wilayah, Pantura Jawa Tengah

Abstract: Urbanization and regional inequality are two important things that should be faced by
developing country. In America urbanization occurs for 90 years, Korea had been through
urbanization for 20 years and Brazil had been through it for 30 years. Around 70% of countries that
had been through the urbanization have difference income per capita. It is also indicated on the
northern coast area of Central Java. Based on data from Statistic Central Agency of Central Java year
of 2011, around 11,53% population of the northern coast area of Central Javalive in Semarang City.
There are a huge ratio of income per capita proportion of the northern coast area of Central Java,
between Kudus Regency (Rp. 42.941.164,-), Semarang City (Rp. 30.566.980,-), and the other regions
under Rp. 15.000.000,-. The purpose of this study was to determine the relation between urbanization
leveland regional inequality levelin the northern coast area of Central Java. This study uses a
quantitative research approach and uses secondary data from Statistic Central Agency of Central Java
year of 2006 and 2011. Entropy analysis method is used for counting urbanizationlevel, while theil
coefficient is used for counting regional inequalitylevel. Urbanization level in the northern coast area
of Central Java increases, while regional inequality level decreases in the year of 2011 which is
compared by its condition in the years of 2006. The relationship between urbanization level and
regional inequality level in the northern coast area of Central Java is directly proportional, as can be

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 737


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

seen in Semarang CityandRembang Regency. It means that if urbanization level is high, so does the
inequality region level and if urbanization level is low, so does the inequality region level.

Keyword : Relationship, Urbanization, regional inequality, the northern coast area of Central Java.

PENDAHULUAN
Urbanisasi dan ketimpangan wilayah diantara negara-negara telah meningkat
merupakan dua hal penting yang sedang selama dua dekade terakhir.
dihadapi oleh negara-negara berkembang.USA Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengalami urbanisasi sebesar 40% di tahun mengkaji hubungan tingkat urbanisasi dan
1990, 70% di tahun 1960 dan di atas 75% di tingkat ketimpangan wilayah di daerah
tahun 1990 sedangkan di negara-negara Pantura Jawa Tengah.Letaknya yang berada di
berkembang, misalnya Republik Korea bagian tengah Pulau Jawa menjadikan daerah
mengalami urbanisasi sebesar 40% di tahun Pantura Jawa Tengah jembatan penghubung
1970 dan 78% di tahun 1990. Urbanisasi yang antara daerah bagian barat dan bagian timur
dialami Amerika selama 90 tahun, dialami oleh Pulau Jawa.Indikasi terjadinya urbanisasi di
Korea selama 20 tahun dan Brazil selama 30 daerah Pantura Jawa Tengah dapat dilihat
tahun (Henderson, 2002). berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa
Lebih dari setengah dari populasi dunia Tengah yaitu pada tahun 2013, rumah tangga
saat ini terdiri dari penduduk kota dan usaha pertanian di daerah Pantura Jawa
proporsi ini diprediksi meningkat menjadi Tengah berjumlah 1.349.794 rumah tangga
lebih dari dua pertiga pada tahun 2030 atau berkurang sekitar 34,17% dibandingkan
dengan puncak di Afrika dan Asia (PBB, 1996 pada tahun 2003 yang berjumlah 2.050.500
dalam Esch et al, 2014).Pada tahun 2010, rumah tangga. Penurunan rata-rata rumah
populasi dunia yang tinggal di daerah tangga usaha pertanian di daerah Pantura
perkotaan merupakan 52% dari total Jawa Tengah yaitu sebesar 7,14%.
penduduk (Bank Dunia, 2012 dalam Wan et al, Sedangkan indikasi terjadinya
2015). ketimpangan wilayah di daerah Pantura Jawa
Henderson (2002) menyebutkan sekitar Tengah yaitu dapat dilihat bahwa Kabupaten
70% dari berbagai negara yang mengalami Kudus (Rp. 42.941.164,-) memiliki nilai
urbanisasi mempunyai pendapatan perkapita pendapatan perkapita tertinggi kemudian
yang berbeda-beda.Williamson (1965) dalam diikuti oleh Kota Semarang (Rp. 30.566.980,-),
Henderson (2002) menambahkan pada negara sedangkan di sisi lain sebagian besar daerah
berkembang, konsentrasi perkotaan Pantura Jawa Tengah mempunyai pendapatan
meningkat pada tahapan awal dari perkapita dibawah Rp. 15.000.000,- terhadap
pengembangan ekonomi sebagai bagian dari pendapatan perkapita seluruh daerah Pantura
peningkatan ketimpangan wilayah. Jawa Tengah.
McKay (2002) mengatakan banyak Konsentrasi penduduk dan kegiatan
contoh membuktikan ketimpangan dalam dan ekonomi di daerah Pantura Jawa Tengah
diantara negara-negara.Pada tahun 2000 masih terpusat di Kota Semarang. Hal ini
negara terkaya di dunia (Luksemburg) dapat dilihat dari 11,53% penduduk di daerah
menikmati tingkat pendapatan nasional bruto Pantura Jawa Tengah berada di Kota
perkapita lebih dari 90 kali dari yang paling Semarang dengan kepadatan penduduk
miskin (Sierra Leone). Pada tahun 1998 tingkat 6.981,07 jiwa/km2.Begitu juga dengan
konsumsi rata-rata dari 10% orang terkaya proporsi penduduk nonpertanian Kota
dari Zambia adalah 37 kali dari 10% orang- Semarang yang sudah mencapai 96% pada
orang termiskin. Semakin banyak bukti bahwa tahun 2011.
ketimpangan wilayah (setidaknya) dalam dan

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 738


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

KAJIAN LITERATUR
Urbanisasi
Urbanisasi merupakan kata yang berasal
dari bahasa Inggris yaitu urbanization dengan
asal kata urban yang merupakan kata sifat dan
berarti bersifat kekotaan sehingga mempunyai
makna secara harfiah suatu proses menjadi
bersifat kekotaan. Menurut Yunus (2006)
urbanisasi adalah proses menjadi sifat
kekotaan baik perubahan dari sifat bukan
kekotaan (kedesaan) menjadi kekotaan atau
Sumber: Hasil Olahan Penyusun, 2015 perubahan tingkat kekotaan yang lebih rendah
GAMBAR 1 menjadi tingkat kekotaan yang lebih tinggi.
DAERAH PANTURA JAWA TENGAH Ahrné, Bengtsson dan Elmqvist (2009)
menyebutkan bahwa urbanisasi adalah suatu
Kota Semarang dengan statusnya proses yang melibatkan perubahan dramatis
sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah menjadi dan terus-menerus yang meningkatkan jumlah
daya tarik kegiatan perekonomian terutama daerah terbangun sekaligus mengurangi
sektor industri.Pada tahun 2011, proporsi nilai jumlah daerah hijau.
sektor industri sekunder dan tersier mencapai Dalam kasus kebanyakan, makna
98% dengan laju pertumbuhan ekonomi rata- tersirat dari urbanisasi salah satunya
rata dari tahun 2006-2011 sebesar 5,84% yang konsentrasi penduduk. Hal ini berdasarkan
merupakan paling tinggi dibandingkan dengan pendapat Tisdale (1942) yang mengatakan
wilayah lain di daerah Pantura Jawa urbanisasi adalah proses dari konsentrasi
Tengah.Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk. Proses tersebut terjadi dalam dua
terpusatnya kegiatan ekonomi di Kota cara yaitu penggandaan titik konsentrasi dan
Semarang menyebabkan terjadinya peningkatan dalam ukuran konsentrasi
ketimpangan wilayah di daerah Pantura Jawa individu. Coulumbe (2000) menggunakan
Tengah.Daerah Pantura Jawa Tengah dapat penduduk perkotaan yaitu penduduk yang
dilihat pada Gambar 1. tinggal dalam sensus daerah metropolitan dan
Sesuai dengan pendapat yang sensus aglomerasi di atas 10.000 penduduk
disampaikan oleh Li dan Wei (2010), kota sebagai tingkat urbanisasi. Sedangkan Hsieh
merupakan komponen penting yang (2014) mengatakan urbanisasi adalah
menyebabkan ketimpangan yang cukup besar peningkatan proporsi penduduk suatu negara
antardaerah di Cina dengan distribusi spasial yang berada di daerah perkotaan, di mana
dari kota adalah salah satu alasan untuk ukuran kota tidak dipertimbangkan,
ketimpangan wilayah yang serius sejak tiga sedangkan secara eksogen pertumbuhan kota
kota terkaya (Beijing, Shanghai, dan Tianjin) adalah peningkatan jumlah orang yang tinggal
terletak di wilayah timur Cina. Selain itu, kota di daerah perkotaan.
telah memainkan peran penting dalam Menurut Gibbs (1966), skala urbanisasi
perubahan pola ketimpangan wilayah. Efek didefinisikan sebagai ∑XY dimana X adalah
kota adalah contoh bagaimana kekuatan ini proporsi penduduk perkotaan dalam unit
telah didorong pertumbuhan regional karena diatas ukuran tertentu (contohnya diatas
kota memiliki kebijakan yang lebih 4.999) dan Y adalah proporsi dari total
preferensial dari pemerintah pusat, otonomi penduduk dalam satuan yang sama. Mcgee
daerah yang lebih tinggi, dan dapat menarik (1971:10) juga menyatakan bahwa secara
lebih banyak investasi asing. umum ukuran produk akhir dari proses tingkat

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 739


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

urbanisasi adalah proporsi dari tingkat Total investasi aset tetap


penduduk perkotaan dalam suatu kota. Begitu Total penjualan ritel barang konsumsi
juga dengan Bruckner (2012) dalam mengukur perkapita
Tingkat konsumsi penduduk
tingkat urbanisasi berdasarkan penduduk yang
perkapita
tinggal di daerah perkotaan.Pendapat berbeda Jumlah telepon per 10.000 rumah
disampaikan oleh Wan et al (2007) bahwa 4.
Urbanisasi tangga
urbanisasi dihitung berdasarkan proporsi Sosial Jumlah pengguna internet per 10.000
penduduk nonpertanian.Secara umum, tingkat orang
urbanisasi didefinisikan berdasarkan Jumlah dokter per 10.000 orang
demografi umum karena mudah untuk Pendapatan penduduk perkotaan
perkapita
menghitung dan menafsirkan serta
Sumber : Wang et al, 2014
ketersediaan data yang tinggi (Hsieh, 2014).
Wang et al (2014) dalam menghitung Wan et al (2015) dalam menghitung
tingkat urbanisasi menemukan bahwa tingkat urbanisasi di Huaibei memilih empat
demografi merupakan kontribusi paling besar
indikator tingkat pertama yaitu urbanisasi
dalam tingkat urbanisasi yang komprehensif
lanskap, urbanisasi penduduk, urbanisasi
pada level subsistem. Kemudian dari
ekonomi dan gaya hidup urbanisasi, dan 16
subsistem pada sistem koefisien urbanisasi
indikator sekunder untuk mengevaluasi
yang komprehensif, persentase penduduk tingkat dan kualitas urbanisasi di Huaibei
nonpertanian, kepadatan penduduk berdasarkan Li dan Li (2005). Misalnya,
perkotaan, proporsi daerah yang dibangun di urbanisasi penduduk (indikator tingkat
daerah perkotaan, dan total aset investasi pertama) selanjutnya dapat diukur melalui
tetap per 1000 orang merupakan empat proporsi penduduk nonpertanian, tingkat
indikator dampak yang memiliki kontribusi pertumbuhan alami penduduk, penduduk
paling besar. Koefisien sistem dari tingkat
perkotaan, dan kepadatan penduduk
urbanisasi Wang et al (2014) dapat dilihat
perkotaan.
pada Tabel 1.
Kemudian, empat indikator tingkat
kedua (pendapatan perkapita, pendapatan
TABEL 1 keuangan daerah per apita, rata-rata upah
SISTEM INDEKS KOMPREHENSIF DARI dari bekerja, dan proporsi nilai output industri
SUBSISTEM URBANISASI sekunder dan tersier dalam PDRB) secara
Indeks
No Kelas Indeks Dasar Kelas komprehensif menjelaskan dimensi urbanisasi
Pertama ekonomi (indikator tingkat
Persentase penduduk nonpertanian pertama).Indikator-indikator ini ditunjukkan
Urbanisasi Persentase lapangan kerja industri pada Tabel II.
1.
Demografi tersier
Kepadatan penduduk perkotaan TABEL II
Proporsi daerah terbangun di daerah INDIKATOR-INDIKATOR TINGKAT
perkotaan URBANISASI DI HUAIBEI
Urbanisasi
2. Kepadatan jaringan transit
Spasial Target Faktor Indeks Dasar Kelas
Persentase daerah terbangun pada
Proporsi penduduk
total area lahan
nonpertanian
Proporsi nilai tambah dari industri
Urbanisasi Tingkat pertumbuhan
sekunder dan tersier terhadap PDRB Urbanisasi
Komprehensif alami penduduk
Urbanisasi Pendapatan perkapita penduduk
3. Penduduk perkotaan
Ekonomi
Nilai output industri bruto perkapita Kepadatan penduduk
Pendapatan fiskal lokal perkapita perkotaan

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 740


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

Pendapatan perkapita Ketimpangan Wilayah


pendapatan keuangan Ketimpangan wilayah merupakan aspek
daerah perkapita yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi
Urbanisasi Rata-rata upah dari
ekonomi
suatu daerah.Ketimpangan wilayah
bekerja
Proporsi nilai output
merupakan masalah penting dari kebijakan
industri sekunder dan pemerintah (Wei, 2002 dalam Li dan Wei,
tersier dari PDRB 2010).Ketimpangan menurut Mykay (2002)
Daerah taman hijau yaitu menyangkut variasi dalam standar hidup
perkapita
di seluruh penduduk salah satunya dapat
Cakupan penghijauan di
Urbanisasi wilayah terbangun berkaitan dengan posisi relatif individu yang
lanskap berbeda (atau rumah tangga) dalam
Proporsi lahan konstruksi
Daerah jalan perkotaan distribusi.Sedangkan ketimpangan wilayah
perkapita menurut Dunford (2009) digunakan untuk
Pendapatan perkapita merujuk pada perbedaan dalam kualitas
perkotaan hidup, kekayaan dan standar hidup orang yang
Jumlah tempat tidur
hidup dan bekerja di tempat yang berbeda
Urbanisasi rumah sakit per 10.000
gaya orang yang menekankan pada perbedaan
hidup Daerah tempat tinggal kesejahteraan manusia dan aspek-aspek
perkapita terkait kehidupan regional.Ketimpangan
Konsumsi listrik hunian wilayah berkaitan erat dengan berbagai
perkapita
indikator yang mewakili kekayaan,
Sumber : Wan et al, 2015
pendapatan, pekerjaan, harapan hidup,
Wan et al (2015) menemukan tingkat kesehatan dan pendidikan penduduk di
komprehensif urbanisasi kota di Huaibei terus tempat yang berbeda.
Menurut Sjafrizal (2008:104),
meningkat dan terjadi peningkatan 18 kali
ketimpangan wilayah adalah kondisi suatu
lipat dalam 22 tahun. Dari pandangan tingkat
daerah yang disebabkan oleh perbedaan
urbanisasi tunggal, tingkat urbanisasi
kandungan sumber daya alam dan perbedaan
penduduk meningkat dengan pertumbuhan
kondisi demografi yang terdapat pada masing-
2,3 kali lipat. Tingkat urbanisasi ekonomi
masing wilayah. Perbedaan kandungan
mengalami peningkatan 91 kali lipat.
sumber daya alam pada masing-masing
Urbanisasi lingkungan lanskap dan gaya hidup
daerah sangat mempengaruhi kegiatan
urbanisasi naik sebesar 24 kali lipat dan 58 kali
lipat. Tingkat urbanisasi ekonomi telah produksi pada daerah bersangkutan. Pada
berkembang paling cepat di Huaibei, akhirnya kegiatan produksi ini akan
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
urbanisasi gaya hidup peringkat kedua
yang lebih cepat pada daerah yang
sedangkan pengembangan tingkat urbanisasi
mempunyai kandungan sumber daya alam
lainnya relatif stabil di tahun-tahun studi.
yang tinggi dibandingkan dengan daerah
Secara umum, urbanisasi penduduk,
dengan sumber daya alam yang lebih rendah.
urbanisasi ekonomi, urbanisasi lanskap
Sedangkan kondisi demografis akan
lingkungan dan urbanisasi gaya hidup
sangat berpengaruh terhadap produktivitas
bersama-sama mempromosikan urbanisasi
kerja masyarakat pada daerah bersangkutan.
yang komprehensif untuk berkembang di jalur
cepat Kondisi demografis yang dimaksud yaitu
perbedaan tingkat pertumbuhan, struktur
kependudukan, tingkat pendidikan dan
kesehatan, kondisi ketenagakerjaan, tingkah
laku dan kebiasaan serta etos kerja yang

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 741


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

dimiliki masyarakat daerah mampu menarik aktivitas ekonomi dan


bersangkutan.Perbedaan faktor-faktor penduduk daripada wilayah-wilayah dan kota-
tersebut memberikan kondisi dan kemajuan kota lainnya.Terdapat kecenderungan yang
ekonomi yang berbeda pula pada setiap jelas terkait konsentrasi sektor perindustrian,
daerah.Syafrizal (2014:153) lebih lanjut perdagangan, pertanian dan beberapa sektor
menjelaskan bahwa kondisi dan kemajuan ekonomi lainnya di wilayah-wilayah tertentu.
pembangunan wilayah dapat dilihat melalui Beberapa wilayah tertentu bersifat dinamis,
penggunaan indikator pembangunan daerah sementara wilayah-wilayah yang lain tumbuh
yang terdiri dari indikator ekonomi daerah dan lamban atau bahkan menurun.
indikator kesejahteraan sosial. Indikator Terkait dengan kecenderungan ini
ekonomi daerah meliputi: penduduk menjadi lebih terpusat secara
a. Struktur Ekonomi Daerah spasial, para penduduk berpindah dari
b. Pertumbuhan Ekonomi Daerah wilayah-wilayah kritis ke wilayah-wilayah yang
c. Tingkat Kemakmuran Ekonomi Daerah dinamis, dari pedesaan ke perkotaan, dari
d. Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) kota-kota kecil ke kota-kota besar.Wan et al
Sedangkan indikator kesejahteraan sosial (2007) menambahkan urbanisasi yang
suatu wilayah dapat dilihat dari : berbeda dari daerah ke daerah menyebabkan
a. Indeks Pembangunan Manusia perbedaan-perbedaan yang mempengaruhi
b. Gini Ratio pendapatan perkapita daerah dan kemudian
c. Tingkat Kemiskinan ketimpangan wilayah.
d. Tingkat Pengangguran
METODE PENELITIAN
Hubungan Urbanisasi dan Ketimpangan Pendekatan penelitian yang digunakan
Wilayah adalah pendekatan kuantitatif dengan metode
Urbanisasi dan ketimpangan wilayah penelitian survei. Metode pengumpulan data
mempunyai hubungan yang sangat erat. yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Keterkaitan yang erat antara urbanisasi dan sumber data sekunder dengan teknik
ketimpangan wilayah dijelaskan oleh Gilbert pengumpulan data yaitu kajian literatur
dan Gugler (1996:86) bahwa perkembangan terhadap teori, buku, jurnal dan artikel dan
ekonomi cenderung mendukung wilayah- survei instansional Badan Pusat Statistik Jawa
wilayah geografis yang mencolok pada sistem Tengah dengan data tahun 2006 dan 2011.
ekonominya sehingga para penduduk Tingkat urbanisasi dilihat dari urbanisasi
berpindah dari wilayah-wilayah kritis ke demografi (proporsi penduduk perkotaan,
wilayah-wilayah yang dinamis, dari pedesaan kepadatan penduduk perkotaan, proporsi
ke perkotaan, dari kota-kota kecil ke kota-kota penduduk nonpertanian, dan persentase
besar yang menyebabkan penduduk terpusat lapangan kerja industri tersier), urbanisasi
secara spasial. spasial (persentase daerah terbangun pada
Hal ini sesuai dengan teori kutub total area lahan, daerah lahan hijau perkapita,
pertumbuhan (growth pole theory) yang jalan perkapita dan kepadatan jalan),
menjelaskan pertumbuhan tidak terjadi di urbanisasi ekonomi (pendapatan perkapita,
setiap tata ruang, melainkan hanya terjadi pendapatan keuangan daerah perkapita,
pada beberapa tata ruang tertentu yang pendapatan fiskal lokal perkapita, total
memiliki industri pendorong (propulsive investasi aset tetap, rata-rata upah dari
industry) yaitu industri besar, bermodal besar, bekerja, nilai output industri bruto perkapita
memiliki daya tarik dan daya sebar yang kuat dan proporsi nilai output industri sekunder
dan memiliki produktivitas yang tinggi. dan tersier dari PDRB) dan urbanisasi sosial
Wilayah-wilayah dan kota-kota tertentu lebih (tingkat konsumsi penduduk perkapita, total

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 742


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

penjualan ritel barang konsumsi perkapita, c. Hitung proporsi indikator j yang dicatat
tempat tinggal perkapita, jumlah dokter per pada tahun-i:
10.000 orang, jumlah tempat tidur rumah
sakit per 10.000 orang dan konsumsi listrik
hunian perkapita).
Adapun tingkat ketimpangan wilayah
dilihat dari sumber daya alam (proporsi sektor Pij adalah proporsi indikator proporsi
pertanian, proporsi sektor pertambangan dan penduduk perkotaan Kota Semarang tahun
galian, laju pertumbuhan ekonomi dan 2006 dan ∑Xij adalah total standarisasi
pendapatan perkapita) dan kondisi demografi indikator proporsi penduduk perkotaan
(IPM, gini rasio, tingkat kemiskinan dan tingkat Daerah Pantura Jawa Tengah tahun 2006.
pengangguran).
Analisis yang digunakan untuk d. Hitung nilai entropi untuk indikator j:
menganalisis tingkat urbanisasi di daerah
Pantura Jawa Tengah adalah analisis metode
nilai entropi yang digunakan oleh Wanet al
(2015). Analisis ini juga digunakan untuk
menganalisis tingkat ketimpangan wilayah
namun hanya melihat kontribusi tiap variabel ej adalah nilai entropi indikator proporsi
dan indikator.Langkah-langkah analisis penduduk perkotaan Kota Semarang tahun
metode nilai entropi sebagai berikut. 2006 dan n adalah jumlah wilayah yang
a. Pilih indikator: xij adalah indikator j untuk berada di daerah Pantura Jawa Tengah yaitu
tahun i. Sebagai contoh, xij adalah nilai sebanyak 14 kabupaten/kota. Sedangkan ∑( Pij
indikator proporsi penduduk perkotaan . ln Pij) adalah jumlah nilai proporsi indikator
Kota Semarang pada tahun 2006. proporsi penduduk perkotaan Kota Semarang
tahun 2006 dikalikan dengan nilai ln dari nilai
b. Standarisasi indikator: proporsi indikator proporsi penduduk
perkotaan Kota Semarang tahun 2006. Nilai ini
menunjukkan nilai untuk satu daerah Pantura
Jawa Tengah tahun 2006. Nilai ej proporsi
penduduk perkotaan akan sama pada tiap
Xij adalah standarisasi indikator proporsi wilayah di daerah Pantura Jawa Tengah.
penduduk perkotaan Kota Semarang tahun Begitu juga untuk nilai ej untuk indikator
2006, min (x1j,x2j,…xnj) adalah nilai terendah lainnya. Sedangkan nilai k akan sama untuk
dari indikator proporsi penduduk perkotaan semua wilayah pada setiap indikator baik pada
daerah Pantura Jawa Tengah tahun 2006 dan tahun 2006 dan 2011.
max (x1j,x2j,…xnj) adalah nilai tertinggi dari
indikator proporsi penduduk perkotaan e. Hitung koefisien perbedaan untuk indikator
daerah Pantura Jawa Tengah tahun 2006. Nilai j:
Xij berada pada rentang nilai 0 sampai 1
artinya nilai 0 merupakan nilai standarisasi
indikator paling rendah sedangkan nilai 1
merupakan nilai standarisasi indikator paling
tinggi.
gj adalah koefisien untuk indikator proporsi
penduduk perkotaan Kota Semarang tahun

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 743


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

2006 dengan m adalah jumlah wilayah yang perkotaan daerah Pantura Jawa Tengah tahun
ada di daerah Pantura Jawa Tengah yaitu 2006 yang didapat dari penjumlahan nilai
sebanyak 14 kabupaten/kota. Ee merupakan komprehensif indikator proporsi penduduk
nilai entropi (ej) indikator proporsi penduduk perkotaan tiap wilayah di daerah Pantura
perkotaan daerah Pantura Jawa Tengah tahun Jawa Tengah tahun 2006. Nilai komprehensif
2006. Nilai entropi tiap daerah yang sama indikator lain pada tahun 2006 dan 2011 juga
maka dikalikan sebanyak 14 kabupaten/kota dihitung dengan cara yang sama yang telah
menghasilkan nilai entropi (ej) daerah Pantura dijelaskan.
Jawa Tengah tahun 2006. Nilai gj akan sama Nilai urbanisasi demografi daerah Pantura
pada tiap wilayah di daerah Pantura Jawa Jawa Tengah dihitung dengan menjumlahkan
Tengah. Begitu juga untuk nilai gj untuk nilai komprehensif tiap wilayah dari setiap
indikator lainnya baik tahun 2006 maupun indikator urbanisasi demografi (proporsi
2011. penduduk perkotaan, kepadatan penduduk
perkotaan, proporsi penduduk nonpertanian
f. Menghitung nilai tertimbang: dan persentase lapangan kerja industri
tersier). Hal yang sama juga dilakukan untuk
menghitung nilai urbanisasi spasial, ekonomi
dan sosial. Sedangkan nilai tingkat urbanisasi
Wj merupakan nilai tertimbang indikator komprehensif dihitung dengan menjumlahkan
proporsi penduduk perkotaan Kota Semarang nilai urbanisasi demografi, spasial, ekonomi
tahun 2006. ∑gj adalah koefisien untuk dan sosial.
indikator proporsi penduduk perkotaan Untuk menghitung tingkat ketimpangan
daerah Pantura Jawa Tengah tahun 2006. Nilai wilayah juga menggunakan koefisien Theil
tertimbang tiap daerah yang sama maka yang digunakan Novotny (2007) yang dapat
dikalikan sebanyak 14 kabupaten/kota ditulis sebagai berikut.
menghasilkan nilai tertimbang (gj) daerah
Pantura Jawa Tengah tahun 2006. Nilai Wj
akan sama pada tiap wilayah di daerah
Pantura Jawa Tengah. Begitu juga untuk nilai dimana T menunjukkan ketimpangan wilayah
Wj untuk indikator lainnya baik tahun 2006 secara keseluruhan, n adalah ukuran populasi
maupun 2011. (jumlah wilayah), y merupakan pendapatan
perkapita rata-rata Daerah Pantura, dan yi
g. Menghitung tingkat komprehensif untuk adalah pendapatan perkapita wilayah i di
setiap tahun: daerah Pantura Jawa Tengah. Jika populasi
secara teritorial dapat dibagi menjadi k
daerah, maka T dapat diperinci sebagai:

Nilai komprehensif indikator proporsi


penduduk perkotaan Kota Semarang tahun
2006 dihitung dengan mengalikan nilai Wj
merupakan nilai tertimbang indikator proporsi
penduduk perkotaan Kota Semarang tahun
2006 dengan Pij yang merupakan proporsi dimana nj mengacu pada ukuran populasi
indikator proporsi penduduk perkotaan Kota (jumlah wilayah) region j pada daerah Pantura
Semarang tahun 2006. Si merupakan nilai Jawa Tengah, yj adalah pendapatan perkapita
komprehensif indikator proporsi penduduk rata-rata region j pada daerah Pantura Jawa

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 744


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

Tengah, dan yij merupakan pendapatan urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah di
perkapita wilayah i pada region j daerah bawah rata-rata.
Pantura Jawa Tengah. Nilai pendapatan Mcgee (1971:20) menyatakan model
perkapita dihitung dengan harga berlaku pertumbuhan ekonomi berdasarkan sejarah
(Syafrizal, 2014:153). pertumbuhan ekonomi di dunia kapitalis yang
Hubungan antara tingkat urbanisasi dan maju menunjukkan perkembangan ekonomi
tingkat ketimpangan wilayah di daerah bersamaan dengan proses urbanisasi.
Pantura Jawa Tengah dapat dilihat dengan Williamson (1965) dalam Henderson (2002)
cara mengelompokkan wilayah di daerah menambahkan pada negara berkembang,
Pantura Jawa Tengah berdasarkan tingkat konsentrasi perkotaan meningkat pada
urbanisasi dan tingkat ketimpangan tahapan awal dari pengembangan ekonomi
wilayahnya. Nilai tingkat urbanisasi yang sebagai bagian dari peningkatan ketimpangan
digunakan yaitu nilai dari analisis metode nilai wilayah. Henderson (2002) juga menyebutkan
entropi dan nilai tingkat ketimpangan wilayah sekitar 70% dari berbagai negara yang
yang digunakan yaitu nilai koefisien Theilyang mengalami urbanisasi mempunyai
dapat dilihat pada Tabel III. pendapatan perkapita yang berbeda-beda.
Jadi dapat diajukan suatu hipotesis bahwa
TABEL III hubungan antara tingkat urbanisasi dan
HUBUNGAN TINGKAT URBANISASI DAN tingkat ketimpangan wilayah berbanding
TINGKAT KETIMPANGAN WILAYAH lurus. Jika suatu wilayah mempunyai nilai
DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH tingkat urbanisasi yang tinggi, maka
Tingkat Tingkat Tingkat ketimpangan wilayahnya juga tinggi dan jika
Ketimpangan Ketimpangan Ketimpangan suatu wilayah mempunyai nilai tingkat
Wilayah Wilayah Wilayah
di atas rata-rata di bawah rata-
urbanisasi yang rendah, maka ketimpangan
Tingkat rata wilayahnya juga rendah yang dapat dilihat jika
Urbanisasi wilayah berada pada kuadran I dan kuadran
Tingkat Kuadran I Kuadran II IV. Sedangkan jika suatu wilayah berada pada
Urbanisasi kuadran II dan kuadran III, maka hubungan
di atas rata-rata
Tingkat Kuadran III Kuadran IV
tingkat urbanisasi dan tingkat ketimpangan
Urbanisasi wilayah berbanding terbalik dan tidak sesuai
di bawah rata- dengan hipotesis yang diajukan.
rata
Sumber : Modifikasi Tipologi Klassen, 2015
HASIL PENELITIAN
Analisis Tingkat Urbanisasi
Daerah pada kuadran I merupakan daerah Hasil metode nilai entropi tingkat
dengan nilai tingkat urbanisasi dan nilai urbanisasi daerah Pantura Jawa Tengah yang
tingkat ketimpangan wilayah yang berada di mempunyai nilai di atas rata-rata (0,10714)
atas rata-rata. Daerah pada kuadran II yaitu Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kota
merupakan daerah dengan nilai tingkat Semarang dan Kabupaten Kudus baik pada
urbanisasi di atas rata-rata dan nilai tingkat tahun 2006 maupun pada tahun 2011. Hasil
ketimpangan wilayah di bawah rata-rata dan metode nilai entropi tingkat urbanisasi paling
daerah pada kuadran III merupakan daerah tinggi pada tahun 2006 terjadi pada Kota
dengan nilai tingkat urbanisasi di bawah rata- Semarang dengan nilai sebesar 0,29169,
rata dan nilai tingkat ketimpangan wilayah di sedangkan hasil metode nilai entropi tingkat
atas rata-rata. Sedangkan daaerah pada urbanisasi paling rendah terjadi pada
kuadran IV berarti mempunyai nilai tingkat Kabupaten Demak sebesar 0,05206.

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 745


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

Hasil metode nilai entropi tingkat urbanisasi mengalami pergeseran dari urbanisasi sosial
paling tinggi pada tahun 2011juga terjadi pada menjadi urbanisasi ekonomi. Urbanisasi sosial
Kota Semarang yang mengalami peningkatan merupakan urbanisasi yang paling banyak
dengan nilai sebesar 0,29856, sedangkan hasil terjadi pada tahun 2006 yaitu sebanyak 7
metode nilai entropi tingkat urbanisasi paling wilayah, sedangkan pada tahun 2011 terdapat
rendah terjadi pada Kabupaten Brebes dengan urbanisasi sosial dan urbanisasi ekonomi yang
nilai 0,05074. paling banyak terjadi di daerah Pantura Jawa
Tengah yaitu sebanyak 5 wilayah.
0,30
0,28
0,26
0,24
0,22
0,20
0,18
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,06
0,04
0,02
0,00

2006 2011

Sumber : Hasil analisis, 2015 Sumber : Hasil analisis, 2015


GAMBAR 2 GAMBAR 3
GRAFIK METODE NILAI ENTROPI TINGKAT URBANISASI PETA METODE NILAI ENTROPI TINGKAT
DAERAH PANTURA JAWA TENGAH URBANISASITAHUN 2006

Kota Semarang mempunyai hasil metode nilai Sebagian besar wilayah di daerah
entropi tingkat urbanisasi 5 kali lipat lebih Pantura Jawa Tengah pada tahun 2011
tinggi dari Kabupaten Demak dan Kabupaten mengalami peningkatan tingkat urbanisasi
Brebes sebagai daerah dengan hasil metode dibandingkan pada tahun 2006 kecuali pada
nilai entropi tingkat urbanisasi paling Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal,
rendah.Pada tahun 2006, Kota Tegal dan Kota Kabupaten Pemalang, Kabupaten Jepara dan
Pekalongan mempunyai nilai urbanisasi Kabupaten Rembang. Kabupaten Pemalang
demografi paling tinggi dibandingkan mengalami penurunan tingkat urbanisasi
urbanisasi lainnya.Kabupaten Rembang paling besar yaitu sebesar 0,01740, sedangkan
mempunyai nilai urbanisasi spasial paling peningkatan tingkat urbanisasi paling besar
tinggi.Sedangkan Kabupaten Kendal, Kota dialami oleh Kabupaten Pekalongan sebesar
Semarang, Kabupaten Kudus dan Kabupaten 0,01507 yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Jepara mempunyai nilai urbanisasi ekonomi Pada tahun 2006, Sebagian besar
paling tinggi. Adapun Kabupaten Brebes, daerah Pantura Jawa Tengah mempunyai nilai
Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, tingkat urbanisasi pada kategori <0,1000. Kota
Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, Tegal, Kota Pekalongan dan Kabupaten Kudus
Kabupaten Demak dan Kabupaten Pati mempunyai nilai tingkat urbanisasi pada
mempunyai nilai urbanisasi sosial paling tinggi. kategori 0,1000-0,2000. Sedangkan Kota
Pada tahun 2011, Kabupaten Tegal Semarang berada pada kategori >0,2000. Pada
mengalami pergeseran dari urbanisasi sosial tahun 2011, Kota Tegal mengalami pergeseran
menjadi urbanisasi demografi dengan nilai dari kategori 0,1000-0,2000 menjadi kategori
paling tinggi.Adapun Kabupaten Pekalongan

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 746


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

>0,2000 bersama dengan Kota Semarang yang Nilai koefisien Theil paling tinggi yaitu
dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. pada Kabupaten Kudus dengan rata-rata
4,08393, Kota Semarang dengan rata-rata
1,86534 dan Kota Pekalongan dengan rata-
rata 0,17459 yang bernilai positif
dibandingkan wilayah lain di daerah Pantura
Jawa Tengah mempunyai nilai koefisien Theil
yang bernilai negatif.

Sumber : Hasil analisis, 2015


GAMBAR 4
PETA METODE NILAI ENTROPI TINGKAT
URBANISASITAHUN 2011

Analisis Tingkat Ketimpangan Wilayah


Berdasarkan analisis koefisien Theil,
Sumber : Hasil analisis, 2015
tingkat ketimpangan wilayah di daerah GAMBAR 6
Pantura Jawa Tengah cenderung turun dari PETA KOEFISIEN THEIL TAHUN 2006
tahun 2006 sampai tahun 2011. Nilai koefisien
Theil daerah Pantura Jawa Tengah pada tahun Kabupaten Kudus, Kota Semarang dan
2006 yaitu sebesar 0,24518 dan cenderung Kota Pekalongan mempunyai nilai koefisien
turun hingga pada tahun 2011 menjadi Theil di atas rata-rata daerah Pantura Jawa
sebesar 0,21410. Tengah pada tahun 2006, sedangkan pada
tahun 2007 sampai pada tahun 2011 hanya
5,00
terdapat Kabupaten Kudus dan Kota
4,00 Semarang dengan nilai koefisien Theil di atas
3,00 rata-rata daerah Pantura Jawa Tengah.
2,00

1,00

0,00

-1,00

2006 2011

Sumber : Hasil analisis, 2015


GAMBAR 5
GRAFIK NILAI KOEFISIEN THEIL DAERAH PANTURA
JAWA TENGAH
Sumber : Hasil analisis, 2015
GAMBAR 7
PETA KOEFISIEN THEIL TAHUN 2011

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 747


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

Pada tahun 2006, terdapat 3 tipologi


Pada tahun 2011, sebagian besar wilayah daerah Pantura Jawa Tengah yaitu
wilayah di daerah Pantura Jawa Tengah wilayah Kuadran I, wilayah Kuadran II, dan
mengalami kenaikan nilai koefisien Theil dari wilayah Kuadran IV.Sebagian besar wilayah di
tahun 2006. Wilayah-wilayah yang mengalami daerah Pantura Jawa Tengah berada pada
peningkatan nilai koefisien Theil yaitu Kuadran IV yang berarti mempunyai nilai
Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota tingkat urbanisasi dan tingkat ketimpangan
Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten wilayah di bawah rata-rata.Pada Kuadran II,
Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten hanya terdapat Kota Tegal yang mempunyai
Kendal, Kota Semarang, Kabupaten Jepara dan nilai tingkat urbanisasi di atas rata-rata dan
Kabupaten Pati. nilai tingkat ketimpangan wilayah di bawah
Sedangkan penurunan nilai koefisien rata-rata. Kota Pekalongan, Kota Semarang
Theil terjadi pada Kota Pekalongan, Kabupaten dan Kabupaten Kudus berada di Kuadran I
Demak, Kabupaten Kudus dan Kabupaten yang berarti mempunyai nilai tingkat
Rembang. Kabupaten Kudus mengalami urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah di
penurunan nilai koefisien Theil paling tinggi atas rata-rata yang dapat dilihat pada Tabel IV.
yaitu sebesar 0,58870 yang dapat dilhat pada
Gambar 5. Ketimpangan wilayah berdasarkan TABEL IV
nilai koefisien Theil di daerah Pantura Jawa HUBUNGAN TINGKAT URBANISASI DAN
Tengah dapat dilihat pada Gambar 6 dan TINGKAT KETIMPANGAN WILAYAH
Gambar 7. TAHUN 2006
Tingkat Tingkat Tingkat
Analisis Hubungan Tingkat Urbanisasi dan Ketimpangan Ketimpangan Ketimpangan
Wilayah Wilayah Wilayah
Tingkat Ketimpangan Wilayah di atas rata-rata di bawah rata-
Hubungan antara tingkat urbanisasi dan Tingkat rata
tingkat ketimpangan wilayah di daerah Urbanisasi
Pantura Jawa Tengah dapat dilihat dengan Tingkat Kuadran I Kuadran II
cara mengelompokkan wilayah di daerah Urbanisasi di Kota Pekalongan, Kota Tegal
atas rata-rata Kota Semarang
Pantura Jawa Tengah berdasarkan tingkat dan Kudus
urbanisasi dan tingkat ketimpangan Tingkat Kuadran III Kuadran IV
wilayahnya. Nilai tingkat urbanisasi yang Urbanisasidi --------- Brebes, Kab.
digunakan yaitu nilai dari analisis metode nilai bawah rata-rata Tegal,
Pemalang, Kab.
entropi dan nilai tingkat ketimpangan wilayah
Pekalongan,
yang digunakan yaitu nilai Koefisien Theil. Batang, Kendal,
Pada tahun 2006 dan 2011, wilayah Demak, Jepara,
yang mempunyai nilai tingkat urbanisasi di Pati, Rembang
atas rata-rata yaitu Kota Tegal, Kota Sumber : Hasil analisis, 2015
Pekalongan, Kota Semarang dan Kabupaten
Pada tahun 2011, sebagian besar
Kudus. Wilayah yang mempunyai nilai tingkat
wilayah di daerah Pantura Jawa Tengah tetap
ketimpangan wilayah di atas rata-rata pada
berada pada Kuadran IV yang berarti
tahun 2006, yaitu Kota Pekalongan, Kota
mempunyai nilai tingkat urbanisasi dan tingkat
Semarang dan Kabupaten Kudus.Sedangkan
ketimpangan wilayah di bawah rata-rata. Pada
pada tahun 2011, wilayah yang mempunyai
Kuadran II, hanya terdapat Kota Tegal dan
nilai tingkat ketimpangan wilayah di atas rata-
Kota Pekalongan yang mempunyai nilai tingkat
rata yaitu Kota Semarang dan Kabupaten
urbanisasi di atas rata-rata dan nilai tingkat
Kudus.
ketimpangan wilayah di bawah rata-rata.

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 748


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

TABEL V
HUBUNGAN TINGKAT URBANISASI DAN
TINGKAT KETIMPANGAN WILAYAH
TAHUN 2011
Tingkat Tingkat Tingkat
Ketimpangan Ketimpangan Ketimpangan
Wilayah Wilayah Wilayah
di atas rata-rata di bawah rata-
Tingkat rata
Urbanisasi
Tingkat Kuadran I Kuadran II
Urbanisasi di Kota Semarang Kota
atas rata-rata dan Kudus Pekalongan dan
Kota Tegal Sumber : Hasil analisis, 2015
Tingkat Kuadran III Kuadran IV GAMBAR 8
Urbanisasidi --------- Brebes, Kab. PETA TIPOLOGI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH
bawah rata-rata Tegal, TAHUN 2006
Pemalang, Kab.
Pekalongan, Hubungan tingkat urbanisasi dan tingkat
Batang, Kendal, ketimpangan wilayah dapat dilihat pada
Demak, Jepara,
Pati, Rembang wilayah Kuadran I yaitu pada Kota Semarang
Sumber : Hasil analisis, 2015 yang mempunyai pendapatan perkapita yang
tinggi dan nilai gini rasio yang tinggi.Kota
Kota Pekalongan mengalami pergeseran Semarang merupakan wilayah dengan
dari Kuadran I pada tahun 2006 menjadi pendapatan perkapita tertinggi kedua sebesar
Kuadran II pada tahun 2011 yang diakibatkan Rp. 18.132.799,- pada tahun 2006 dan
oleh nilai tingkat ketimpangan wilayah yang mengalami peningkatan pada tahun 2011
mengalami penurunan sehingga berada di menjadi sebesar Rp. 30.566.980,-.
bawah rata-rata. Sedangkan Kota Semarang Adapun nilai gini rasio Kota Semarang
dan Kabupaten Kudus berada di Kuadran I merupakan nilai tertinggi sebesar 0,2923
yang berarti mempunyai nilai tingkat pada tahun 2006 dan tertinggi kedua pada
urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah di tahun 2011 sebesar 0,3545. Hal ini berarti
atas rata-rata yang dapat dilihat pada Tabel V. peningkatan urbanisasi ekonomi
Tipologi daerah Pantura Jawa Tengah dapat menyebabkan peningkatan ketimpangan
dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. wilayah dalam distribusi pendapatan pada
Karakteristik wilayah tahun 2006pada kota Semarang.
Kuadran I yaitu mempunyai nilai urbanisasi
ekonomi yang tinggi dan faktor kondisi
demografi yang tinggi. Adapun karakteristik
wilayah pada Kuadran II yaitu mempunyai nilai
urbanisasi demografi yang tinggi dan faktor
kondisi demografi yang juga tinggi. Sedangkan
wilayah Kuadran IV mempunyai nilai
urbanisasi sosial yang tinggi dan faktor kondisi
demografi yang tinggi.

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 749


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

menyebabkan ketimpangan pendapatan


perkapita di daerah Pantura Jawa Tengah.
Hal ini sama dengan pendapat Wan et al
(2015) yang menemukan bahwa urbanisasi
ekonomi telah berkembang paling cepat di
Huaibei dan mengalami peningkatan 91 kali
lipat lebih tinggi dibandingkan urbanisasi
lainnya. Nilai tingkat ketimpangan wilayah
yang tinggi pada Kota Semarang dan
Kabupaten Kudus membuktikan pendapat
yang disampaikan oleh Li dan Wei (2010)
Sumber : Hasil analisis, 2015 bahwa kota merupakan komponen penting
GAMBAR 9 yang menyebabkan ketimpangan yang cukup
PETA TIPOLOGI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH besar antardaerah.
TAHUN 2011
Kuadran I dan Kuadran IV menunjukkan
hubungan antara urbanisasi dan ketimpangan
Karakteristik wilayah tahun 2011 pada
wilayah berbanding lurus satu sama lain. Kota
Kuadran I yaitu mempunyai nilai urbanisasi
Semarang yang berada pada kuadran I
ekonomi yang tinggi dan faktor sumber daya
mempunyai nilai tingkat urbanisasi dan tingkat
alam yang tinggi.Adapun karakteristik wilayah
ketimpangan wilayah yang tinggi dengan nilai
pada Kuadran II yaitu mempunyai nilai
berada di atas rata-rata. Peningkatan nilai
urbanisasi demografi yang tinggi dan faktor
tingkat urbanisasi Kota Semarang sebesar
kondisi demografi yang juga tinggi.Sedangkan
0,00687 diikuti oleh peningkatan nilai tingkat
wilayah Kuadran IV mempunyai nilai
ketimpangan wilayah sebesar 0,08994.
urbanisasi sosial yang tinggi dan faktor sumber
Sedangkan Kabupaten Rembang yang berada
daya alam yang tinggi.
pada kuadran IV mempunyai nilai tingkat
Hubungan tingkat urbanisasi dan tingkat
urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah
ketimpangan wilayah dapat dilihat pada
yang rendah dengan nilai berada di bawah
wilayah Kuadran I yaitu pada Kabupaten
rata-rata. Penurunan nilai tingkat urbanisasi
Kudus yang mempunyai nilai nilai output
sebesar 0,0113 diikuti oleh penurunan tingkat
industri bruto perkapita paling tinggi dan nilai
ketimpangan wilayah sebesar 0,00567.
pendapatan perkapita yang tinggi. Kabupaten
Kudus merupakan wilayah dengan nilai output
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
industri bruto perkapita paling tinggi di daerah
Kesimpulan
Pantura Jawa Tengah yaitu sebesar Rp.
Beberapa hal yang dapat disimpulkan
18.765.351,- pada tahun 2006 dan meningkat
dalam penelitian ini terkait dengan urbanisasi
menjadi sebesar Rp. 27.642.587,- pada tahun
dan ketimpangan wilayah di daerah Pantura
2011.
Jawa Tengah yaitu:
Peningkatan nilai output industri bruto
1. Tingkat urbanisasi di daerah Pantura Jawa
perkapita ini juga diikuti oleh peningkatan
Tengah mengalami peningkatan pada
pendapatan perkapita Kabupaten Kudus
tahun 2011 dibandingkan tahun 2006
sebesar Rp. 28.203.014,- pada tahun 2006
dengan peningkatan tingkat urbanisasi
menjadi Rp. 42.941.164,- pada tahun 2011
paling besar dialami oleh Kota Semarang.
yang merupakan nilai pendapatan perkapita
2. Urbanisasi ekonomi dan indikator rata-rata
paling tinggi di daerah Pantura Jawa Tengah.
upah dari bekerja merupakan faktor
Hal ini berarti peningkatan urbanisasi ekonomi
pendorong terjadinya urbanisasi di daerah
Pantura Jawa Tengah. Perbedaan rata-rata

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 750


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

upah dari bekerja pada wilayah daerah Rekomendasi


Pantura menyebabkan masyarakat Adapun rekomendasi yang dapat
berpindah dari rata-rata upah dari bekerja diberikan terkait dengan tingkat urbanisasi
yang rendah ke rata-rata upah dari bekerja dan tingkat ketimpangan wilayah di daerah
yang tinggi. Pantura Jawa Tengah yaitu:
3. Tingkat ketimpangan wilayah di daerah 1. Perlu adanya pemeratan pembangunan
Pantura Jawa Tengah mengalami ekonomi di daerah Pantura Jawa Tengah.
peningkatan dari tahun 2006 sampai 2011 Pemerataan ini menyangkut dengan
dengan peningkatan paling tinggi di alami pendapatan dan standar hidup
oleh Kota Semarang, sedangkan Kabupaten masyarakat.Urbanisasi ekonomi yang
Kudus mengalami penurunan paling tinggi. dominan di daerah Pantura Jawa Tengah
4. Faktor sumber daya alam dengan indikator memberikan gambaran bahwa alasan
proporsi sektor pertambangan dan ekonomi menjadi faktor pendorong
penggalian merupakan faktor pendorong terjadinya urbanisasi dari wilayah dengan
terjadinya tingkat ketimpangan wilayah di rata-rata upah dari bekerja (UMK) yang
daerah Pantura Jawa Tengah. Sektor rendah ke wilayah dengan rata-rata upah
pertambangan dan penggalian bukan dari bekerja yang tinggi. Perbedaan ini
secara langsung mengakibatkan yang akan mengakibatkan ketimpangan
ketimpangan wilayah di daerah Pantura antarwilayah yang tinggi.
Jawa Tengah, namun memberikan 2. Perlu adanya koordinasi pada kebijakan
gambaran bahwa perekonomian sebagian pembangunan perekonomian setiap
besar daerah Pantura Jawa Tengah bahwa wilayah dan antarwilayah. Ketimpangan
masih bergantung pada sektor primer wilayah merupakan masalah penting dalam
(masih bersifat agraris/radisional). kebijakan pemerintah dalam menciptakan
Perbedaan sektor perekonomian juga akan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
menyebabkan perbedaan laju wilayah. Pertumbuhan dan perkembangan
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan ekonomi wilayah tertentu akan
perkapita tiap daerah. menyebabkan terjadinya urbanisasi seperti
5. Hubungan antara tingkat urbanisasi dan di Kota Semarang. Kebijakan penyelesaian
tingkat ketimpangan wilayah di daerah permasalahan urbanisasi dan ketimpangan
Pantura Jawa Tengah berbanding lurus wilayah diperlukan kebijakan yang sinkron
yang berarti jika tingkat urbanisasi tinggi dan sejalan.Pengembangan sektor
maka tingkat ketimpangan wilayah juga sekunder dan sektor tersier di daerah
tinggi begitu juga sebaliknya yang terjadi di Pantura Jawa Tengah sebaiknya
Kota Semarang dan Kabupaten Rembang. berhubungan dengan perekonomian
6. Kota Semarang mempunyai hubungan sebagian besar daerah Pantura Jawa
tingkat urbanisasi dan tingkat ketimpangan Tengah yaitu sektor primer. Sektor primer
wilayah yang berbanding lurus dengan pada Kabupaten Brebes, Kabupaten Demak
setiap peningkatan tingkat urbanisasi dan Kabupaten Rembang perlu
sebesar 1 maka ketimpangan wilayahnya dipertahankan dengan memberikan
akan mengalami peningkatan sebesar kebijakan yang dapat memberikan nilai
13,09. Sedangkan penurunan tingkat tambah sehingga faktor input seperti
urbanisasi sebesar 1 pada Kabupaten tenaga kerja dan lahan tidak beralih ke
Rembang akan mengakibatkan penurunan sektor sekunder dan sektor tersier.
tingkat ketimpangan wilayah sebesar 0,5.

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 751


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

DAFTAR PUSTAKA Li, Yingru dan Y.H. Dennis Wei. 2010. The
spatial-temporal hierarchy of regional
Ahrné, K et al. 2009. Bumble bees (Bombus inequality of China. Applied Geography,
spp) along a gradient of increasing 30, 303-316.
urbanization. PLoS ONE, 4. McGee, T. G. 1971. The Urbanization Process
BPS. 2011. Jawa Tengah dalam Angka 2011. In The Third World. London: G. Bell And
Kantor Statistik Provinsi Jawa Tengah. Sons, Ltd.
BPS. 2013. Analisis Sosial Ekonomi Petani Di Mckay, A. 2002. Defining and Measuring
Jawa Tengah Hasil Survei Pendapatan Inequality. Briefing Paper, 1, 1-3.
Rumah Tangga Usaha Pertanian Sensus Novotny, J. 2007. Measuring Regional
Pertanian 2013. Kantor Statistik Provinsi Inequality: A Comparison of Coefficient
Jawa Tengah. of Variation and Hoover Concentration
Dunford, M. 2009. Regional inequalities. Index. The Open Geography Journal, 2,
Socio-Economic Planning Sciences, 44, 25-34.
212-219. Sjafrizal. 2008. Ekonomi regional: teori dan
Esch, T et al. 2014. Dimensioning aplikasi. Jakarta: Niaga Swadaya.
urbanization—An advanced procedure Sjafrizal. 2014. Perencanaan Pembangunan
for characterizing human settlement Daerah Dalam Era Otonomi. Jakarta: PT
properties and patterns using spatial RajaGrafindo Persada.
network analysis. Applied Geography, Tisdale, H. 1942. The Process of Urbanization.
55, 212-228. Social Forces, 20 (3), 311–316.
Gibbs, J. P. 1966. Measures of urbanization. Wan, L et al. 2015. Effects of urbanization on
Social Forces, 45(2), 170–177. ecosystem service values in a
Gilbert, Alan dan Josef Gugler. 1996. mineralresource-based city. Habitat
Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia International, 46, 54-63.
Ketiga. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Wang, S et al. 2014. Exploring the relationship
Yogya. between urbanization and theeco-
Henderson, Vernon. 2002. "Urbanization in environment—A case study of Beijing–
Developing Countries. The World Bank Tianjin–Hebei region. Ecological
Research Observer, 17(1), 89-112. Indicators, 45, 171-183.
Hsieh, S. C. 2014. Analyzing urbanization data Yunus, Hadi Sabari. 2006. Megapolitan:
using rural–urban interaction and Konsep, Problematika, dan Prospek.
logistic growth model. Computers, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Environment and Urban Systems 45,
89-100.

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 752


Hubungan Tingkat Urbanisasi Dan Tingkat Ketimpangan Wilayah.. Hendra Saputra dan Sri Rahayu

Teknik PWK; Vol. ; 4 No. 4; 2015; hal. 737-752 | 753

Anda mungkin juga menyukai