Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Oleh:

Maryo Juan B. L. T.
201810401011098

Pembimbing:
dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, Sp.KK
dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp.KK FINDSV

SMF ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN RSUD GAMBIRAN KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii


BAB I ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
1.1 Latar belakang ................................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5
2.1. Definisi ........................................................................................................... 5
2.2. Epidemiologi .................................................................................................. 5
2.3. Etiologi ........................................................................................................... 5
2.4. Patofisiologi .................................................................................................... 6
2.5. Gejala Klinis ................................................................................................... 8
2.6. Diagnosis ...................................................................................................... 10
2.7. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 10
2.8. Diagnosis Banding ....................................................................................... 10
2.9. Penatalaksanaan ............................................................................................ 10
2.10. Komplikasi ................................................................................................ 11
2.11. Prognosis................................................................................................... 11
BAB III ....................................................................................................................... 12
Laporan kasus .......................................................................................................... 20
BAB IV ....................................................................................................................... 20
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan

klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi

pada kulit karena kontak dengan substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini

disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya disebabkan oleh alergen yang merangsang

reaksi alergi. Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap

antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan

merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja.1

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang

bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan

respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan

mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis. DKI dapat

diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah

penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan

pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1
DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-

sitokin proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon

terhadap rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga

perubahan patofosiologi utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler

epidermis dan pelepasan sitokin. Iritan pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari

seperti air, deterjen, berbagai pelarut, asam, bassa, bahan adhesi, cairan bercampur

logam dan friksi. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan

merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari lapisan terluar,

membiarkan iritan masuk lebih dalam dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan

memicu inlamasi.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi

DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan

kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Dermatitis kontak iritan (DKI)

merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan

pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia

langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal

dari sel epidermis.1

2.2.Epidemiologi

DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis

kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara

tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan

kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.1

2.3.Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan

pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,

minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia
higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi

faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita.1

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang

jika terpapar pada kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien

dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang

berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan

secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi

pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum

(oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan

hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan

terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (rowayat atopi

misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan

atau lengan. Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya

mengenai tempat primer kontak.1

2.4.Patofisiologi

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.1,2

Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi

sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau

komplemen inti. Kerisakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam


arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida

(IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT

menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga

mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai

kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan

histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.

DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,

misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor

(GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi

reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1).

Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά, suatu sitokin

proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi

ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya

kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah

akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan

kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan

kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh

iritan.1,2
2.5.Gejala Klinis

a.Riwayat Penyakit2

Riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung

pada adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada

tubuh. Tes tempel juga digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk

menyingkirkan DKA. Gejala subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai

berikut:

Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit

Onset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI akut.

Pada DKI subakut merupakan ciri iritan tertentu seperti benzalkonium klorida (ada

pada disinfektak) yang mendatangkan reaksi radang 8-24 jam setelah paparan.

Onset dan gejala bisa tertunda beberapa minggu pada DKI kumulatif.

Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal.

Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya

keluhan yang sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya.

DKI okupasional biasanya terjadi pada karyawan baru atau mereka yang belum

belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan. Individu dengan dermatitis atopik

(khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.

b.Pemeriksaan Fisik1,4

Kriteria diagnostik primer DKI meliputi:


Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol.

Kulit epidermis seperti terbakar

Proses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan

Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin

Kriteria objektif minor meliputi:

Batas tegas pada dermatitis

Bukti pengaruh gravitasi seperti efek menetes

Kecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding DKA

Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala klinis

DKI dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula

bentuk DKI lainnya yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan

DKI subyektif.
2.6.Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran

klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga

penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI

kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga

kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan

yang dicurigai.1

2.7.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi

sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil

untuk menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat

dan bentuk lesi. Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk

membuktikan adanya iritan penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan

eksklusi DKA dan riwayat paparan iritan yang cukup

Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau

limfoma sel T.2,3

2.8.Diagnosis Banding

Diagnosis banding DKI terlampir pada pemeriksaan penunjang diatas

2.9.Penatalaksanaan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan

iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka

tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit

yang kering. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi

mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.1

2.10. Komplikasi

DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal. Lesi kulit bisa

mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus Neurodermatitis

sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang terpapar iritan

di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik. Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi

post inflamasi pada area terkena DKI. Jaringan parut muncul pada paparan bahan

korosif, ekskoriasi atau artifak.1

2.11. Prognosis

Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati

dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan

tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini

sering terjadi DKI kronis yang penyebabnya multifaktor.


BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn Dian
Usia : 32thn
Alamat : Kota Kediri

Anamnesis
Anamnesis dilakukan di RS Gambiran KotaKediri, data diambil secara Autoanamnesis
pada tanggal 29/11/2019
KU: Kaki terasa perih
RPS: Kedua punggung telapak kaki terasa perih seperti terbakar sejak sekitar 1 bulan
yang lalu. Keluhan dirasa terus menerus. Awalnya terlihat kemerahan pada kulit,
sekarang mulai menghitam. Pasien tidak ingat sebelumnya habis melakukan apa.
Kemana-mana pasien selalu mengenakan sepatu dan kaus kaki, kaus kaki dicuci
sendiri. Telapak kaki juga terasa perih dan tidak nyaman sejak 2 minggu yang lalu
mulai tampak kulit pecah-pecah yang terasa perih. Sebelumnya tidak pernah merasakan
sperti ini.
RPD: tidak pernah mengalami gangguan pada kulit sebelumnya.
R.Obat: Sebelum sakit tidak dalam pengobatan
R. Alergi: Tidak ada

Tanda-Tanda Vital
TD: 120/80 mmHg
RR: 20x/menit
N: 80x/menit
Status Lokalis
A/R ekstremitas inferior d et s: at dorsum pedis d et s tampak macula hiperpigmentosa-
makula eritematosa batas tidak tegas tertutup skuama tipis, eskoriasi, dan erosi di
beberapa tempat. plantar pedis d et s tampak makula eritematosa batas tidak tegas
disertai skuama berlapis, juga tampak beberapa fissura di beberapa tempat.

Pemeriksaan Penunjang
DL
Tes tempel
Diagnosis
DKI dd DKA

Terapi
Dexamethason 2-2-0
Cetrizin tab 1x10mg
Vaseline
As. Salisilat

Monitoring
Keluhan pasien

Edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang peyakit, penyebab penyakit,
dan menganjurkan kepada pasien untuk menghindari pajanan yang dirasa kemungkinan
menyebabkan penyakit pasien. Dalam hal ini kemungkinan berasal dari kaoskaki
pasien, sehingga penting untuk mencuci dan membilas dengan bersih kaoskaki pasien.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PEMBAHASAN

DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan

kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. DKI sering terjadi di pekerjaan

yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air,

bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-

bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Diagnosis DKI

didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik telah diuraikan pada paragraf sebelumnya, pada penderita ini

termasuk dalam DKI kronis.

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik

yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang

memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak

perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang

kering. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid

topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang

bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.

Untuk DKI kronis, secara topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten

seperti hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon.

Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa


gatal.

Pasien juga diberikan KIE untuk menghindari kontak dengan detergen, bila ingin

mencuci untuk sementara menggunakan mesin cuci atau minta tolong anggota keluarga

lain atau bila terpaksa tidak mencuci setiap hari untuk menghindari frekunsi paparan

yang sering. Bila terpaksa harus mencuci, hendaknya memakai sarung tangan. Setelah

mencuci, pasien disarankan membersihkan tangan dari iritan menggunakan pembersih

yang ringan. Pasien disarankan secara teratur memakai pelembab kulit.

Adapun KIE ini bertujuan untuk menghindari pajanan iritan (detergen) dan

menyingkirkan faktor yang memperberat (kekerapan, kelembaban, trauma fisik).

Penggunaan pelembab kulit secara teratur dikatakan dapat mencegah DKI karena

deterjen. Pemakaian pembersih yang ringan seusai melakukan aktivitas mencuci

bertujuan untuk meningkatkan kebersihan pribadi dan untuk membiasakan bekerja

secara hati-hati.
DAFTAR PUSTAKA

1. Eberting C, Blickenstaff N, Goldenberg A. Pathophysiologic Treatment


Approach to Irritant Contact Dermatitis. Current Treat Opt in Aller. 2014. 1.
1. P. 317-328

2. Suarez-Perez J, Bosch R, Gonzalez S. Pathogenesis and Diagnosis of Contact


Dermatitis. World J Dermatol. 2014. 3. 3. P. 45-49
3. Fonancier L et all. Contact Dermatitis: A Practice Parameter. J Allegy Clin
Immunol Pract. 2015. 3. 1. P. S1-S39
4. Brasch J et all. Guideline Contact Dermatitis. Allergo J Int. 23.1. P. 126-138

Anda mungkin juga menyukai