Anda di halaman 1dari 15

CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA

Om Amoghasiddhi Hum
Sutta Auman Singa Raja Pemutar Roda Dharma

Demikian yang telah Kami dengar :

Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Matula dalam Kerajaan Magadha. Ketika itu Sang Bhagava berkata
kepada Para Bhikkhu :"Para Bhikkhu". Para Bhikkhu menjawab:"Ya, Bhante". Kemudian Sang Bhagava berkata :

"Para Bhikkhu, jadikanlah Diri-Mu sebagai Pelita, berlindunglah pada Diri-Mu Sendiri dan jangan berlindung
pada yang lain; hiduplah dalam Dhamma sebagai Pelita-Mu, Dhamma sebagai Pelindung-Mu dan jangan
berlindung pada yang lain".

Para Bhikkhu, tetapi bagaimanakah Seorang Bhikkhu menjadi Pelita bagi Diri-Nya Sendiri, sebagai Pelindung
bagi Diri-Nya Sendiri dan tidak berlindung pada yang lain ? Bagaimana Ia hidup dalam Dhamma yang sebagai
Pelita bagi Diri-Nya dan tidak berlindung pada yang lain ?
Para Bhikkhu, dalam hal ini Seorang Bhikkhu mengamati tubuh (kaya) sebagai tubuh dengan rajin, penuh
pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. Seorang Bhikkhu
mengamati perasaan (vedana) sebagai perasaan dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan
keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. Seorang Bhikkhu mengamati kesadaran (citta) sebagai
kesadaran dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan
dalam dunia dan Seorang Bhikkhu mengamati Dhamma sebagai Dhamma dengan rajin, penuh pengertian dan
perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidak senangan dalam dunia.

Para Bhikkhu, beginilah Seorang Bhikkhu menjadikan Diri-Nya sebagai Pelita bagi Diri-Nya Sendiri, menjadikan
Diri-Nya sebagai Pelindung bagi Diri-Nya Sendiri dan tidak berlindung pada hal yang lain. Ia menjadikan
Dhamma sebagai Pelita bagi Diri-Nya Sendiri, Ia menjadikan Dhamma sebagai Pelindung bagi Diri-Nya Sendiri
dan tidak berlindung pada yang lain.

Para Bhikkhu, jalanlah di lingkungan-Mu (gocara) Sendiri, yang pernah dijalani oleh Para Pendahulu-Mu. Jikalau
Kamu Sekalian berjalan di Tempat Itu, maka mara tidak akan mendapat tempat untuk di tempati dan tidak ada
tempat untuk dihancurkan. Sesungguhnya dengan mengembangkan Kebaikan, maka Jasa-Jasa bertambah-
tambah.

Para Bhikkhu, pada zaman dahulu, ada Seorang Maha Raja Dunia (Cakkavatti) yang bernama Dalhanemi, Yang
Jujur, Memerintah Berdasarkan Kebenaran, Raja Dari Empat Penjuru Dunia, Penakluk, Pelindung Rakyat-Nya,
Pemilik Tujuh Macam Permata. Ke Tujuh Macam Permata itu adalah Cakka (Cakra), Gajah, Kuda, Permata,
Wanita, Kepala Rumah Tangga, dan Penasehat. Ia memiliki Keturunan lebih dari Seribu Orang yang merupakan
Ksatriya-Ksatriya Perkasa Penakluk musuh. Ia menguasai seluruh dunia sampai ke batas lautan, yang
ditaklukkan-Nya bukan dengan kekerasan atau dengan pedang, tetapi dengan Kebenaran (Dhamma).

Para Bhikkhu, setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, Raja Dalhanemi memerintah Seseorang
dengan berkata:"Bilamana Kau melihat Cakka Permata Surgawi (Dibba Cakka Ratana) telah terbenam sedikit
dan telah bergeser dari tempat-Nya, maka beritahukanlah Hal itu kepada-Ku".

"Baiklah, Raja," jawab Orang itu.

Setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, Orang itu melihat bahwa Cakka Ratana Surgawi telah
terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempat-Nya. Setelah Ia melihat Kejadian ini, Ia pergi
menghadap Raja Dalhanemi dan melapor:"Maha Raja, ketahuilah bahwa Cakka Ratana Surgawi telah terbenam
sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempat-Nya".

Para Bhikkhu, Raja Dalhanemi memanggil Putra Tertua dan berkata :"Anak-Ku, dengarkanlah, Cakka Ratana
Surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempat-Nya. Juga telah diberitahukan kepada-
Ku:'Bilamana Cakka Ratana Surgawi dari Maha Raja Dunia (Cakkavatti) terbenam dan bergeser dari tempat-
Nya, maka Raja itu tidak akan hidup lama lagi'. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi. Anak-Ku, pimpinlah
dunia ini sampai di batas lautan. Karena Saya akan mencukur rambut serta janggut-Ku, mengenakan Jubah
Kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi Pertapa".

Para Bhikkhu, demikianlah setelah Raja Dalhanemi menyerahkan Tahta Kerajaan kepada Putra-Nya, Ia
mencukur rambut serta janggut-Nya, mengenakan Jubah Kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk
menjadi Pertapa. Pada Hari Ke-Tujuh, Cakka Ratana Surgawi lenyap.

Kemudian Seseorang menghadap Raja dan melapor kepada Beliau dengan berkata :"Raja, demi Kebenaran,
ketahuilah bahwa Cakka Ratana Surgawi telah lenyap !"

Para Bhikkhu, ketika Raja mendengar kabar itu, Ia menjadi sedih dan berdukacita. Lalu Ia pergi menemui
Pertapa Raja dan berkata:"Tuan-Ku, demi Kebenaran, ketahuilah bahwa Cakka Ratana Surgawi telah lenyap".

Setelah Raja berkata demikian, Pertapa Raja menjawab:"Anak-Ku, janganlah bersedih dan berdukacita karena
tidak ada hubungan keluarga antara Kau dan Cakka Ratana Surgawi. Tetapi, Anak-Ku, putarlah Roda Kewajiban
Maha Raja Yang Suci dan pada hari Uposatha di bulan purnama, Kau membasuh Kepala-Mu serta melaksanakan
Uposatha di Teras utama pada tingkat atas Istana, maka Cakka Ratana Surgawi akan muncul lengkap dengan
seribu ruji, roda dan as serta bagian-bagian lain".
"Tetapi, Tuan-Ku, apakah yang dimaksud dengan Roda Kewajiban Maha Raja Yang Suci itu ?"

"Anak-Ku, hiduplah dalam Kebenaran; berbakti, hormati dan bersujudlah pada Kebenaran, pujalah Kebenaran,
sucikanlah Diri-Mu dengan Kebenaran, jadikanlah Diri-Mu Panji Kebenaran dan Tanda Kebenaran, jadikanlah
Kebenaran sebagai Tuan-Mu. Perhatikan, jaga dan lindungilah dengan baik Keluarga-Mu, Tentara, Para
Bangsawan, Para Menteri, Para Rohaniawan Berumah Tangga, Para Penduduk kota dan desa, Para Samana dan
Pertapa, serta Binatang-Binatang. Jangan biarkan kejahatan terjadi di dalam Kerajaan-Mu. Bila dalam Kerajaan-
Mu ada orang yang miskin, berilah dia dana. Anak-Ku, apabila Para Samana dan Pertapa dalam Kerajaan-Mu
meninggalkan minuman keras yang menyebabkan kekurang waspadaan dan Mereka sabar serta lemah lembut,
menguasai Diri, menenangkan Diri serta menyempurnakan Diri Mereka masing-masing, lalu selalu datang
menemui-Mu untuk menanyakan kepada-Mu apa yang baik dan apa yang buruk, perbuatan yang pantas
dilakukan, perbuatan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat di masa yang akan datang; Kau harus
mendengar apa yang akan Mereka katakan dan Kau harus menghalangi Mereka berbuat jahat serta anjurkanlah
Mereka berbuat baik. Anak-Ku, inilah Roda Kewajiban Maha Raja Yang Suci".

"Baiklah, Tuan-Ku," jawab Raja. Ia patuh melaksanakan Roda Kewajiban Maha Raja Yang Suci. Pada Hari
Uposatha, Raja membasuh Kepala-Nya dan melaksanakan Uposatha di Teras utama pada tingkat atas Istana.
Kemudian Cakka Ratana Surgawi muncul lengkap dengan seribu ruji, roda, as serta bagian-bagian lain. Ketika
Raja melihat Kejadian ini, Ia berpikir :"Telah diberitahukan kepada-Ku bahwa Raja yang melihat
Cakka Ratana Surgawi yang muncul, maka Ia menjadi Cakkavatti (Maha Raja Dunia Pemutar Roda Agung).
Semoga Saya menjadi Penguasa dunia !"

Para Bhikkhu, kemudian Raja bangkit dari tempat duduk-Nya, membuka jubah dari bagian salah satu bahu-Nya,
dengan Tangan kiri Ia mengambil sebuah kendi dan dengan Tangan Kanan-Nya Ia memercikkan air pada Cakka
Ratana Surgawi dengan berkata:"Berputarlah Cakka Ratana. Maju dan Taklukkanlah, Cakka Ratana".

Para Bhikkhu, kemudian Cakka Ratana berputar maju ke arah daerah timur dan Raja Cakkavatti mengikuti
Cakka Ratana itu. Raja pergi bersama Tentara-Nya, Kuda-Kuda, Kereta-Kereta, Gajah-Gajah dan Pasukan. Di
Tempat mana pun Cakka Ratana itu berhenti, di Tempat itu pula Raja Penakluk bersama Empat Kelompok
Pasukan-Nya tinggal. Kemudian semua Raja yang merupakan musuh di daerah bagian timur datang menemui
Cakkavatti dengan berkata :"Datanglah, Maha Raja ! Selamat datang, Maha Raja !" Semua ini milik-Mu, Maha
Raja ! Pimpinlah Kami, Maha Raja !" Raja Cakkavatti menjawab:"Kamu sekalian janganlah membunuh mahluk,
jangan mengambil barang yang tidak diberikan, jangan berzinah, jangan berdusta dan jangan minum-minuman
keras. Nikmatilah apa yang menjadi Hak Kamu Sekalian." Semua raja-raja yang merupakan musuh di daerah
bagian timur menjadi takklukkan Raja Cakkavatti.

Para Bhikkhu, kemudian Cakka Ratana terjun ke dalam lautan timur dan muncul kembali setelah berputar maju
ke arah daerah bagian selatan dan Raja Cakkavatti mengikuti Cakka Ratana itu. Raja pergi bersama Tentara-
Nya, Kuda-Kuda, Kereta-Kereta, Gajah-Gajah dan Pasukan. Di Tempat mana pun Cakka Ratana itu berhenti, di
Tempat itu pula Raja Penakluk bersama Empat Kelompok Pasukan-Nya tinggal. Kemudian semua Raja yang
merupakan musuh di daerah bagian selatan datang menemui Cakkavatti dengan berkata :"Datanglah, Maha
Raja ! Selamat datang, Maha Raja !" Semua ini milik-Mu, Maha Raja ! Pimpinlah Kami, Maha Raja !" Raja
Cakkavatti menjawab:"Kamu sekalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil barang yang tidak
diberikan, jangan berzinah, jangan berdusta dan jangan minum-minuman keras. Nikmatilah apa yang menjadi
Hak Kamu Sekalian." Semua raja-raja yang merupakan musuh di daerah bagian selatan menjadi takklukkan
Raja Cakkavatti.

Demikian pula Cakka Ratana terjun ke dalam lautan selatan dan muncul kembali setelah berputar maju ke arah
daerah bagian utara dan Raja Cakkavatti mengikuti Cakka Ratana itu. Raja pergi bersama Tentara-Nya, Kuda-
Kuda, Kereta-Kereta, Gajah-Gajah dan Pasukan. Di Tempat mana pun Cakka Ratana itu berhenti, di Tempat itu
pula Raja Penakluk bersama Empat Kelompok Pasukan-Nya tinggal. Kemudian semua Raja yang merupakan
musuh di daerah bagian utara datang menemui Cakkavatti dengan berkata :"Datanglah, Maha Raja ! Selamat
datang, Maha Raja !" Semua ini milik-Mu, Maha Raja ! Pimpinlah Kami, Maha Raja !" Raja Cakkavatti
menjawab:"Kamu sekalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil barang yang tidak diberikan,
jangan berzinah, jangan berdusta dan jangan minum-minuman keras. Nikmatilah apa yang menjadi Hak Kamu
Sekalian." Semua raja-raja yang merupakan musuh di daerah bagian utara menjadi takklukkan Raja Cakkavatti.

Setelah Cakka Ratana menaklukkan seluruh dunia hingga ke batas lautan, Cakka Ratana kembali ke Kota
Kerajaan dan diam, sehingga orang-orang berpikir bahwa Cakka Ratana telah tetap tidak akan bergerak di
depan Gedung Pengadilan di Gerbang Istana Raja Cakkavatti. Cakka Ratana menambah KeAgungan Istana
dengan berada di depan Gerbang Istana Raja Cakkavatti.

Para Bhikkhu, demikian pula Raja Cakkavatti kedua... Raja Cakkavatti ketiga... Raja Cakkavatti keempat... Raja
Cakkavatti kelima... Raja Cakkavatti keenam... dan Raja Cakkavatti ketujuh setelah banyak tahun, setelah
ratusan tahun dan setelah ribuan tahun, Beliau memerintah Seseorang dengan berkata:"Bilamana Kau melihat
Cakka Permata Surgawi (Dibba Cakka Ratana) telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempat-
Nya, maka beritahukanlah Hal itu kepada-Ku".

"Baiklah, Raja," jawab Orang itu.

Setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun dan setelah ribuan tahun, Orang itu melihat bahwa Cakka Ratana
Surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempat-Nya. Ketika melihat Kejadian ini, Ia pergi
menghadap Raja Cakkavatti dan melaporkan apa yang telah dilihat-Nya.

Para Bhikkhu, Raja Cakkavatti memanggil Putra-Nya Yang Tertua dan berkata :"Anak-Ku, dengarkanlah, Cakka
Ratana Surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempat-Nya. Juga telah diberitahukan
kepada-Ku:'Bilamana Cakka Ratana Surgawi telah terbenam dan bergeser dari tempat-Nya, maka Raja
Cakkavatti tidak akan hidup lama lagi'. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi, tibalah saatnya bagi-Ku
untuk mencari Kebahagiaan Surgawi. Anak-Ku, pimpinlah dunia ini yang sampai di batas lautan. Karena Saya
akan mencukur rambut serta janggut-Ku, mengenakan Jubah Kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk
menjadi Pertapa".

Demikianlah setelah Raja Cakkavatti menyerahkan Tahta Kerajaan kepada Putra-Nya, Ia mencukur rambut dan
janggut-Nya, mengenakan Jubah Kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi Pertapa. Pada Hari
Ke-Tujuh, Cakka Ratana Surgawi lenyap.

Kemudian Seseorang menghadap Raja dan melapor kepada Beliau dengan berkata :"Raja, demi Kebenaran,
ketahuilah bahwa Cakka Ratana Surgawi telah lenyap !" ketika Raja mendengar berita ini, Ia menjadi sedih dan
berdukacita, tetapi Ia tidak pergi menemui Pertapa Raja untuk menanyakan Roda Kewajiban Maha Raja Yang
Suci. Dengan idenya dan caranya sendiri Ia memerintah rakyatnya dan rakyatnya diperintah seperti itu, yaitu
cara yang berbeda dengan apa yang mereka ikuti dahulu, menjadi tidak sukses seperti apa yang mereka biasa
capai di masa Raja-Raja Terdahulu yang melaksanakan Kewajiban Maha Raja Yang Suci dari Seorang Raja
Cakkavatti.

Para Bhikkhu, kemudian Para Menteri, Para Pegawai Istana, Para Pejabat Keuangan, Para Pengawal dan Penjaga
serta Orang-Orang yang hidup dengan melaksanakan pembacaan mantra pergi menemui Raja dan
berkata:"Wahai Raja, rakyatmu yang Raja perintah berdasarkan ide-Mu dan cara-Mu sendiri, yang berbeda
dengan cara-cara yang mereka ikuti dahulu tidak sukses seperti apa yang mereka biasa capai di masa Raja-
Raja Terdahulu yang melaksanakan Kewajiban Maha Raja Yang Suci. Dalam Kerajaan ini ada Para Menteri, Para
Pegawai Istana, Para Pejabat Keuangan, Para Pengawal dan Penjaga serta Orang-Orang yang hidup dengan
melaksanakan pembacaan mantra-- Semua Kami ini dan yang lain-lain-- memiliki Pengetahuan tentang
Kewajiban Maha Raja Yang Suci dari Raja Cakkavatti, apabila Raja menanyakan hal itu kepada Kami, maka
Kami akan menerangkan-Nya".

Para Bhikkhu, kemudian Raja mempersilakan Para Menteri dan Orang-Orang lainnya duduk, setelah itu Raja
bertanya kepada Mereka tentang Kewajiban Maha Raja Yang Suci dari Raja Cakkavatti. Mereka menerangkan
Hal itu kepada Beliau. Ketika Raja telah mendengar hal itu, Beliau memperhatikan, menjaga dan melindungi
rakyat-Nya dengan baik, tetapi Ia tidak memberikan dana kepada orang-orang miskin. Karena Ia tidak berdana
kepada orang-orang miskin maka kemelaratan bertambah.

Ketika kemiskinan telah meluas, seorang tertentu mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya,
perbuatan ini disebut mencuri. Ia ditangkap orang-orang dan ia dihadapkan kepada Raja dan mereka
berkata:"Raja, orang ini telah mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya, perbuatan itu adalah
mencuri".

Lalu Raja bertanya sebagai berikut kepada orang itu:"Apakah benar bahwa kau telah mengambil barang yang
tidak diberikan kepadamu, dan dengan demikian kamu telah melakukan perbuatan yang disebut mencuri?"
"Benar, Raja". "Mengapa Kau melakukannya?" "Raja, saya tak memiliki sesuatu untuk mempertahankan
hidupku".

Kemudian Raja memberikan dana kepada orang itu dengan berkata:"Dengan dana ini, kau dapat menyambung
hidupmu, peliharalah orang tuamu, anak-anakmu dan istrimu. Kerjakanlah pekerjaanmu dan berdanalah selalu
kepada Para Samana dan Pertapa, karena perbuatan ini berpahala untuk terlahir kembali di alam surga".

"Baiklah, Raja", jawab orang itu.

Para Bhikkhu, kemudian ada orang lain mencuri. Ia ditangkap orang-orang dan mereka membawanya
menghadap kepada Raja, mereka berkata:"Raja, orang ini telah mencuri". Raja bertanya kepada orang itu dan
Beliau melakukan perbuatan yang sama seperti yang Beliau lakukan kepada pencuri yang lalu, dengan
memberikan dana kepada orang itu.

Para Bhikkhu, orang-orang mendengar bahwa bagi mereka yang mencuri mendapat dana dari Raja. Karena
mendengar hal ini, mereka berpikir:"Marilah kita mencuri". Di antara mereka itu ada orang tertentu yang
melakukannya. Orang ini ditangkap dan dibawa kehadapan Raja. Raja bertanya kepada orang tersebut:"Apa
sebab kau mencuri?"

"Saya mencuri sebab tak dapat mempertahankan hidupku."

Namun Raja berpikir:"Jika saya memberikan dana kepada setiap orang yang mencuri maka pencuri akan
bertambah banyak. Saya harus menghentikan perbuatan ini, ia harus diganjar dengan hukuman berat, yaitu
kepalanya dipancung". Selanjutnya Raja memerintah bawahannya dengan berkata:"Perhatikanlah, ikatlah
tangan orang ini kebelakang tubuhnya dan ikatlah dengan kencang. Gunduli kepalanya dan bawalah dia
berkeliling di sertai genderang yang nyaring ke jalan-jalan, kepersimpangan-persimpangan jalan. Bawalah dia
keluar melalui gerbang selatan dan berhentilah di selatan kota. Ganjarlah dia dengan hukuman terberat, yaitu
kepalanya dipancung".

"Baiklah, Raja", jawab orang-orang itu dan mereka melaksanakan perintah itu.

Para Bhikkhu, pada waktu itu telah banyak orang yang mendengar bahwa orang yang mencuri dihukum mati.
Karena telah mendengar hal ini, maka beberapa orang tertentu berpikir:"Sekarang kitapun harus menyediakan
pedang tajam dan orang-orang yang barangnya kita ambil dengan tanpa mereka berikan-- perbuatan yang
disebut mencuri-- kita hentikan mereka dengan kepala mereka kita pancung".

Selanjutnya, mereka mempersenjatai diri mereka dengan pedang-pedang tajam, lalu mereka pergi merampok
di desa-desa, di kampung-kampung dan di kota-kota serta di jalan-jalan. Orang-orang yang mereka rampoki
mereka bunuh dengan kepala dipancung.

Para Bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang yang miskin maka kemelaratan
meluas. Karena kemelaratan bertambah, maka pencuri bertambah. Karena pencuri bertambah, maka kekerasan
berkembang dengan cepat. Di sebabkan adanya kekerasan yang meluas, maka pembunuhan menjadi biasa.
Karena pembunuhan terjadi, maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas
usia kehidupan pada masa itu adalah 80.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya
40.000 tahun.

Selanjutnya, diantara orang-orang yang batas usia kehidupan 40.000 tahun ada yang mencuri. Pencuri
ditangkap oleh orang-orang dan dia dihadapkan kepada Raja. Orang-orang itu memberitahukan kepada Raja
dengan berkata:"Raja, orang ini telah mencuri".

Raja bertanya kepada orang itu:"Apakah benar bahwa kau telah mencuri?"

"Tidak, Raja", jawabnya. Dengan jawaban ini, orang itu telah berdusta dengan sengaja.

Demikianlah, karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin, maka kemelaratan meluas...
mencuri... kekerasan... pembunuhan... hingga berdusta menjadi biasa. Karena berdusta telah menjadi biasa
maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan pada masa itu
adalah 40.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 20.000 tahun.
Diantara orang-orang yang batas usia kehidupan 20.000 tahun ada orang yang tidak mencuri tetapi ada orang
tertentu yang melaporkan hal ini kepada Raja:"Raja, ada orang yang mencuri", demikianlah ia mengatakan
kata-kata jahat tentang orang itu.

Para Bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin, maka kemelaratan
meluas... mencuri... kekerasan... pembunuhan... berdusta... memfitnah berkembang. Karena memfitnah
berkembang, maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan
manusia pada masa itu adalah 20.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya
10.000 tahun.

Diantara orang-orang yang batas usia kehidupan 10.000 tahun ada yang cantik dan ada yang buruk, sehingga
mereka yang berparas buruk merasa iri terhadap yang berparas cantik. Akibatnya orang-orang yang berparas
buruk ini berzinah dengan istri-istri tetangga mereka.

Para Bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin, maka kemelaratan
meluas... mencuri... kekerasan... pembunuhan... berdusta... memfitnah... berzinah berkembang. Karena
perzinahan berkembang, maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia
kehidupan manusia pada masa itu adalah 10.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka
hanya 5.000 tahun.

Pada masa kehidupan dari orang-orang yang batas usia kehidupan mereka hanya 5.000 tahun berkembang dua
hal yaitu kata-kata kasar dan membual. Karena ke dua hal ini berkembang, maka batas usia kehidupan manusia
pada masa itu adalah 5.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka ada yang hanya 2.500
tahun dan ada yang hanya 2.000 tahun.

Diantara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 2.500 tahun, iri hati dan dendam berkembang. Karena
ke dua hal ini berkembang, maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia
kehidupan pada masa itu adalah 2.500 tahun dan 2.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak
mereka hanya 1.000 tahun.

Diantara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 1.000 tahun, pandangan sesat (miccha ditthi) muncul
dan berkembang. Karena pandangan sesat ini berkembang, maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia
berkurang, sehingga batas usia kehidupan dan kecantikan pada masa itu adalah 1.000 tahun, akan tetapi batas
usia kehidupan anak-anak mereka hanya 500 tahun.

Diantara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 500 tahun, ada tiga hal yang berkembang, yaitu:
berzinah dengan saudara sendiri, keserakahan dan pemuasan nafsu. Karena tiga hal ini berkembang, maka
batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa
itu adalah 500 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka ada yang 250 tahun dan ada yang
hanya 200 tahun.

Diantara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 250 tahun, hal sebagai berikut ini berkembang--
kurang berbakti kepada orang tua, kurang hormat kepada Para Samana dan Pertapa dan kurang patuh kepada
kepada Pemimpin masyarakat.

Para Bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin, maka kemelaratan
meluas... mencuri... kekerasan... pembunuhan... berdusta... memfitnah... perzinahan... kata-kata kasar dan
membual... iri hati dan dendam... pandangan sesat... berzinah dengan saudara sendiri, keserakahan dan
pemuasan nafsu... hingga kurang berbakti kepada orang tua, kurang hormat kepada Para Samana dan Pertapa
dan kurang patuh kepada Pemimpin masyarakat berkembang dan meluas. Karena hal-hal ini berkembang dan
meluas, maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan
manusia pada masa itu adalah 250 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 100
tahun.

Para Bhikkhu, akan tiba suatu masa ketika keturunan dari manusia itu akan mempunyai batas usia kehidupan
hanya 10 tahun. Diantara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 10 tahun, umur lima tahun bagi
wanita merupakan usia perkawinan. Pada masa kehidupan orang-orang ini, makanan seperti dadi susu (ghee),
mentega, minyak tila, gula dan garam akan lenyap. Bagi mereka ini, biji-bijian kudrusa akan merupakan
makanan yang terbaik. Seperti pada masa sekarang, nasi dan kari merupakan makanan yang terbaik, begitu
pula biji-bijian kudrusa bagi mereka. Pada masa orang-orang itu, sepuluh macam cara melakukan perbuatan
baik akan hilang, sedangkan sepuluh macam cara melakukan perbuatan jahat akan berkembang dengan cepat,
di antara mereka tidak ada lagi kata-kata yang menyebut tentang perbuatan baik-- Siapa yang akan melakukan
perbuatan baik? Di antara mereka tidak ada lagi rasa berbakti kepada orang tua, tidak ada lagi rasa
menghormat kepada Para Samana dan Pertapa serta tidak ada lagi kepatuhan
kepada Para Pemimpin masyarakat. Kalau seperti sekarang orang-orang masih berbakti kepada orang tua,
menghormat kepada Para Samana dan Pertapa serta patuh kepada Para Pemimpin, namun pada masa orang-
orang yang batas usia kehidupan mereka hanya 10 tahun, rasa berbakti, hormat dan patuh tidak ada lagi.

Para Bhikkhu, diantara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 10 tahun, tidak akan ada lagi (pikiran
yang membatasi untuk kawin dengan) ibu, bibi dari pihak ibu, bibi dari pihak ayah yang merupakan istri dari
kakak ayah atau istri guru. Dunia akan diisi oleh cara bersetubuh dengan siapa saja, bagaikan kambing, domba,
burung, babi, anjing dan serigala.

Diantara orang-orang ini saling bermusuhan yang kuat akan menjadi hukum, perasaan yang benci hebat,
dendam yang kuat serta keinginan membunuh dari ibu terhadap anaknya, anak terhadap ibunya, ayah terhadap
anaknya, anak terhadap ayahnya, kakak terhadap adiknya, adik terhadap kakaknya dan seterusnya... Hal ini
terjadi bagaikan pikiran dari para olahragawan yang menghadiri pertandingan, begitulah pikiran mereka.

Para Bhikkhu, bagi orang-orang yang batas kehidupan mereka 10 tahun itu akan muncul suatu masa, yaitu
munculnya pedang selama seminggu. Selama masa ini, mereka akan melihat setiap orang lain sebagai binatang
liar: pedang tajam akan nampak selalu tersedia di tangan mereka dan mereka berpikir:"Orang ini adalah
binatang liar". Dengan pedang mereka saling membunuh.

Sementara itu, ada orang-orang tertentu yang berpikir:"Sebaiknya kita jangan membunuh atau kita tidak
membiarkan orang lain membunuh kita. Marilah kita menyembunyikan diri ke dalam belukar, ke dalam hutan,
ke cekungan di tepi sungai, ke dalam gua gunung dan kita hidup dengan akar-akaran atau buah-buahan di
hutan". Mereka akan melaksanakan hal ini selama seminggu. Pada hari ke tujuh mereka keluar dari belukar,
hutan, cekungan dan gua, mereka saling berangkulan dan akan saling membantu, dengan berkata:"O, kami
masih hidup! Senang sekali melihat anda masih hidup!"

Para Bhikkhu, pada orang-orang itu akan muncul keinginan-keinginan sebagai berikut:"Karena kita melakukan
cara-cara yang jahat, maka kita kehilangan banyak sanak saudara. Marilah kita berbuat Kebajikan-Kebajikan.
Sekarang, Kebajikan apakah yang dapat kita lakukan? Marilah kita berusaha untuk tidak melakukan
pembunuhan. Itu merupakan Perbuatan Baik yang dapat kita lakukan". Mereka akan berusaha untuk tidak
membunuh, hal yang baik ini mereka laksanakan terus. Karena melaksanakan Kebajikan ini, maka akibatnya
batas usia kehidupan dan kecantikan mereka bertambah. Bagi mereka yang batas usia hanya 10 tahun, akan
tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 20 tahun.

Para Bhikkhu, hal-hal seperti ini akan terjadi pada orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 20
tahun:"Sekarang, karena kita mengikuti dan melaksanakan Kebajikan, maka batas usia kehidupan dan
kecantikan kita bertambah. Marilah kita meningkatkan Kebajikan kita. Marilah kita berusaha untuk tidak
mengambil apa yang tidak diberikan, kita berusaha untuk tidak berzinah, kita berusaha untuk tidak berdusta,
kita berusaha untuk tidak memfitnah, kita berusaha untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar, kita berusaha
untuk tidak membual, kita berusaha untuk tidak serakah, kita berusaha untuk tidak membenci, kita berusaha
untuk tidak berpandangan sesat, kita berusaha untuk tidak melakukan tiga hal berikut, yaitu: tidak bersetubuh
dengan keluarga sendiri, tidak tamak dan tidak memuaskan nafsu. Marilah kita berbakti kepada orang tua kita,
kita menghormati Para Samana dan Pertapa serta kita patuh kepada Pemimpin masyarakat. Marilah kita selalu
melaksanakan Kebajikan-Kebajikan ini".

Demikianlah mereka akan selalu melaksanakan Kebajikan: tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak
berzinah, tidak berdusta, tidak memfitnah, tidak mengucapkan kata-kata kasar, tidak membual, tidak serakah,
tidak membenci, tidak berpandangan sesat, berbakti kepada ke dua orang tua, menghormati Para Samana dan
Pertapa serta patuh kepada Pemimpin masyarakat. Karena mereka melaksanakan Kebajikan-Kebajikan itu,
maka batas usia kehidupan anak-anak dan kecantikan manusia bertambah, sehingga mereka yang batas usia
kehidupan hanya 20 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 40 tahun.
Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 40 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-
anak mereka mencapai 80 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 80 tahun, akan
tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 160 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia
kehidupan hanya 160 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 320 tahun.
Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 320 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-
anak mereka mencapai 640 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 640 tahun, akan
tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 2.000 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas
usia kehidupan hanya 2.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 4.000 tahun.
Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 4.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan
anak-anak mereka mencapai 8.000 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 8.000
tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 20.000 tahun. Selanjutnya, bagi mereka
yang batas usia kehidupan hanya 20.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai
40.000 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 40.000 tahun, akan tetapi anak-anak
mereka akan mencapai batas usia kehidupan 80.000 tahun.

Para Bhikkhu, di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 80.000 tahun, maka usia perkawinan
bagi wanita adalah pada usia 500 tahun. Pada masa orang-orang ini, hanya akan ada tiga macam penyakit--
keinginan, lupa makan dan ketuaan. Pada masa kehidupan orang-orang ini, Jambudvipa akan makmur dan
jaya, desa-desa, kampung-kampung, kota-kota dan kota-kota kerajaan akan berdekatan satu dengan yang lain
sehingga ayam jantan dapat terbang dari satu kota ke kota yang lain. Pada masa kehidupan orang-orang ini,
Jambudvipa -- bagaikan avici -- akan penuh dengan penduduk bagaikan hutan yang di penuhi semak belukar.
Pada masa kehidupan orang-orang ini, Kota Baranasi yang kita kenal sekarang akan bernama Ketumati yang
merupakan kota Kerajaan yang besar dan makmur, berpenduduk banyak dan padat serta berpangan cukup.
Pada masa kehidupan orang-orang ini, di Jambudvipa akan terdapat 84.000 kota dengan Ketumati sebagai Ibu
Kota.

Para Bhikkhu, pada masa kehidupan orang-orang ini di Ketumati, Ibu Kota Kerajaan, akan muncul Seorang
Cakkavatti bernama Sankha, yang jujur, memerintah berdasarkan Kebenaran, Penguasa Empat Penjuru Dunia,
Penakluk, Pelindung Rakyat-Nya, dan Pemilik Tujuh Macam Permata, yaitu:"Cakka, Gajah, Kuda, Permata,
Wanita (istri), Kepala Rumah Tangga dan Panglima Perang. Ia akan memiliki keturunan lebih dari 1000 orang
yang merupakan Ksatriya-Ksatriya digjaya, Penakluk musuh-musuh. Ia akan menguasai dunia ini sampai ke
batas lautan, tetapi Ia menguasai dunia ini bukan dengan kekerasan atau dengan pedang, melainkan dengan
Kebenaran.

Para Bhikkhu, pada masa kehidupan orang-orang ini, di dalam dunia akan muncul Seorang Buddha yang
bernama Maitreya, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Agung, Yang Telah
Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagiah, Maha Tahu Dunia,
Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, Yang
sama seperti Saya sekarang. Ia dengan Diri-Nya Sendiri akan mengetahui dengan Sempurna dan melihat
dengan jelas alam semesta bersama alam-alam kehidupan para Dewa, Brahma, mara, serta Para Samana, Para
Pertapa, Para Pangeran dan orang-orang lainnya, seperti apa yang Saya tahu dengan Sempurna dan lihat
dengan jelas sekarang. Dhamma Kebenaran yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan dan indah
pada akhir akan dibabarkan dalam Kata-Kata dan Semangat, Kehidupan Suci akan dibina dan dipaparkan
dengan Sempurna, dengan penuh Kesuciaan, seperti yang Saya lakukan sekarang. Ia akan diikuti oleh beberapa
ribu Bhikkhu Sangha, seperti Saya sekarang ini yang diikuti oleh beberapa ratus Bhikkhu Sangha.

Para Bhikkhu, Raja Sankha akan membangun kembali Tempat Suci yang pernah dibangun oleh Raja Maha
Panada. Raja Sankha akan tinggal di Tempat Suci itu, tetapi Tempat itu akan diberikan-Nya sebagai Dana
kepada Para Samana, Para Pertapa, Para Pengembara, Para Pengemis, dan Mereka Yang Membutuhkan. Ia
Sendiri akan mencukur Rambut dan Janggut, mengenakan Jubah Kuning, meninggalkan Kehidupan berumah
tangga dan menjadi Siswa dari Sang Bhagava Arahat SamyakSamBuddha Maitreya. Setelah Raja Sankha
meninggalkan kehidupan duniawi, Ia akan hidup menyendiri dan dengan usaha sungguh-sungguh, tekad, penuh
kewaspadaan berusaha menguasai Diri-Nya. Tidak lama kemudian, Ia akan mencapai Tujuan Yang Merupakan
Cita-Cita dari Mereka yang meninggalkan kehidupan duniawi dan hidup sebagai Pertapa. Masih dalam kehidupan
dalam dunia ini, Ia akan mencapai, mengetahui dan merealisasi Tujuan Akhir dari Penghidupan Suci.

Para Bhikkhu, jadikanlah Diri-Mu sebagai Pelita, berlindunglah pada Diri-Mu Sendiri dan jangan berlindung pada
orang lain. Hiduplah dalam Dhamma Kebenaran yang sebagai Pelita-Mu, dengan Dhamma sebagai Pelindung-Mu
dan jangan berlindung pada yang lain.

Para Bhikkhu, tetapi bagaimana Seorang Bhikkhu menjadi Pelita bagi Diri-Nya Sendiri, sebagai Pelindung bagi
Diri-Nya Sendiri dan tidak berlindung pada yang lain?

Para Bhikkhu, dalam hal ini, Seorang Bhikkhu mengamati tubuh (kaya) sebagai tubuh dengan rajin, penuh
pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. Seorang Bhikkhu
mengamati perasaan (vedana) sebagai perasaan dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan
keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. Seorang Bhikkhu mengamati kesadaran (citta) sebagai
kesadaran dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan
dalam dunia dan mengamati Dhamma sebagai Dhamma dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian,
melenyapkan keserakahan dan ketidak senangan dalam dunia.

Para Bhikkhu, beginilah Seorang Bhikkhu menjadikan Diri-Nya sebagai Pelita bagi Diri-Nya Sendiri, menjadikan
Diri-Nya sebagai Pelindung bagi Diri-Nya Sendiri dan tidak berlindung pada hal yang lain. Ia menjadikan
Dhamma sebagai Pelita bagi Diri-Nya Sendiri, Ia menjadikan Dhamma sebagai Pelindung bagi Diri-Nya Sendiri
dan tidak berlindung pada yang lain.

Para Bhikkhu, jalanlah di lingkungan-Mu (gocara) Sendiri, dimana Para Pendahulu-Mu berjalan. Jikalau Kamu
Sekalian berjalan di Tempat Itu, maka Usia akan bertambah, Kecantikan akan bertambah, Kebahagiaan akan
bertambah, Kekayaan akan bertambah dan Kekuatan akan bertambah.

Para Bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan Usia? Dalam hal ini, Seorang Bhikkhu mengembangkan Empat
Dasar Kemampuan Batin (iddhipada) dengan membangkitkan kegemaran (chanda), semangat (viriya),
kesadaran (citta), dan penyelidikan (vimamsa) tentang pelaksanaan, usaha dan meditasi. Dengan
dikembangkannya Empat Iddhipada ini, maka bila Ia menginginkan, Ia dapat hidup selama satu Kalpa (Kappa)
di mana Ia hidup. Inilah yang dimaksud dengan Usia.

Para Bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan Kecantikan? Dalam hal ini, Seorang Bhikkhu melaksanakan
Peraturan-Peraturan Moral (Sila), mengendalikan Diri-Nya sesuai dengan Patimokha, sempurna dalam sikap dan
tingkah laku; Ia melihat bahaya sekalipun itu hanya kesalahan kecil dan Ia menghindarkan Diri dari kesalahan
itu. Ia melatih diri dengan melaksanakan Sila. Inilah yang dimaksud dengan Kecantikan.

Para Bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan Kebahagiaan? Dalam hal ini, Seorang Bhikkhu menjauhkan Diri
dari pemuasan nafsu, bebas dari pikiran-pikiran jahat, mencapai dan tetap berada dalam Jhana 1 dengan
memiliki usaha untuk menangkap objek (vitakka), objek dikuasai (vicara), kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha)
dan ketenangan (viveka) batin. Dengan melenyapkan vitakka dan vicara, Ia mencapai dan tetap berada dalam
Jhana 2 dengan diliputi kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha) dan ketenangan (viveka) batin. Dengan
melenyapkan piti, Ia mencapai dan tetap berada dalam Jhana 3 dengan diliputi kebahagiaan (sukha) dan
ketenangan (viveka) batin. Dengan melenyapkan kebahagiaan (sukha), Ia mencapai dan tetap berada dalam
Jhana 4 dengan pikiran terpusat dan penuh dengan ketenangan batin.

Para Bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan Kekayaan? Dalam hal ini, Seorang Bhikkhu membiarkan Batin-
Nya diliputi oleh cinta kasih (metta) yang dipancarkan-Nya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah, dan ke
empat arah dari dunia. Jadi dengan demikian seluruh dunia, dari atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru
dunia dipancarkan cinta kasih-Nya Yang Tanpa Batas, Yang Mulia, Tak Terukur, Yang Bebas Dari Kebencian Dan
Iri Hati, Ia pun membiarkan Diri-Nya diliputi dengan kasih sayang atau welas asih (karuna) yang dipancarkan-
Nya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah, dan ke empat arah dari dunia. Jadi dengan demikian seluruh dunia,
dari atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru dunia dipancarkan kasih sayang atau welas asih-Nya Yang
Tanpa Batas, Yang Mulia, Tak Terukur, Yang Bebas Dari Kebencian Dan Iri Hati, Ia pun membiarkan Diri-Nya
diliputi dengan simpati (mudita) yang dipancarkan-Nya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah, dan ke empat
arah dari dunia. Jadi dengan demikian seluruh dunia, dari atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru dunia
dipancarkan simpati-Nya Yang Tanpa Batas, Yang Mulia, Tak Terukur, Yang Bebas Dari Kebencian Dan Iri Hati,
dan Ia pun membiarkan Diri-Nya diliputi dengan keseimbangan batin (upekkha) yang dipancarkan-Nya ke satu
arah, ke dua arah, ke tiga arah, dan ke empat arah dari dunia. Jadi dengan demikian seluruh dunia dipancarkan
keseimbangan batin-Nya Yang Tanpa Batas, Yang Mulia, Tak Terukur, Yang Bebas Dari Kebencian Dan Iri Hati.
Inilah yang dimaksud dengan Kekayaan.

Para Bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan Kekuatan?

Dalam hal ini, Seorang Bhikkhu melenyapkan kekotoran batin (asava) sehingga pada kehidupan sekarang ini Ia
akan mencapai dan tetap berada dalam Keadaan Batin Yang Suci dan Kebijaksanaan Yang Suci.
Inilah yang dimaksud dengan Kekuatan.

Para Bhikkhu, tidak ada kekuatan yang sulit sekali ditaklukkan selain kekuatan mara. Tetapi Perbuatan Baik
(Kusala) yang dikembangkan Sendiri (hingga mencapai kearahatan) akan merupakan cara yang paling baik
untuk menaklukkannya.
Demikianlah yang diucapkan oleh Sang Buddha. Para Bhikkhu menjadi gembira setelah mendengar Uraian Sang
Bhagava.

Om Maha Maitri Maitreya Svaha

Anda mungkin juga menyukai