Anda di halaman 1dari 15

Tripitaka Taisho No.

275

Sarvavaipulyasaṃgraha-mahāyānasūtra

大乘方廣總持經
Diterjemahkan ke bahasa Tionghoa oleh Master Tripitaka – Vinitaruci di era Dinasti Sui.

Diterjemahkan dari bahasa Tionghoa ke bahasa Indonesia oleh dJoni-Ching Ik dan Idawaty – Jan, 2019

[0379a20] Demikianlah yang kudengar:

[0379a20] Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Gunung Grdhrakuta di Rajagraha bersama
sekelompok besar Mahabhiksu sebanyak enam puluh dua ribu orang, para bodhisattva mahasatva
sebanyak delapan milyar orang, serta para upasaka dari Magadha sebanyak enam milyar seratus ribu
orang.

[0379a23] Pada waktu itu setelah retret musim panas berakhir, Sang Bhagava menjelang ParinirvanaNya,
memasuki Samadhi Anudharmiki. Setelah memasuki Samadhi tersebut, saat itu juga di jagat raya—
trisahasramahasahasra-lokadhatu ini muncul perhiasan indah berupa kanopi bendera pataka dari kain
yang ditopang dengan vas dupa permata yang dihiasi oleh berbagai jenis dupa wangi, dan di mana-mana
bertaburan ribuan bunga teratai berkelopak seribu.

[0379a26] Pada saat itu, jutaan makhluk di jagat raya—trisahasramahasahasra-lokadhatu ini, para Dewa
Brahma bersama jutaan kelompoknya berdatangan ke tempat Sang Buddha. Setelah tiba di tempat Sang
Buddha, mereka bersujud dengan kepala menyentuh ke kaki [Sang Buddha] sambil beranjali di
hadapanNya, lalu duduk di satu sisi. Kemudian terdapat milyaran putra dewa Surga Suddhavasa, Raja
Dewa Isvara, Raja Dewa Mahesvara, Raja Naga, Raja Yaksha, Raja Asura, Raja Kinnara, Raja Mahoraga,
masing-masing dari mereka bersama jutaan kelompoknya berdatangan ke tempat Sang Buddha. Setelah
tiba di tempat Sang Buddha, mereka bersujud dengan kepala menyentuh ke kaki [Sang Buddha] sambil
beranjali di hadapanNya, lalu duduk di satu sisi. Kemudian, terdapat bodhisattva mahasatva yang
memiliki kebajikan agung yang banyaknya bagaikan jumlah pasir di sungai Gangga, turut berdatangan ke
tempat Sang Buddha. Setelah tiba di tempat Sang Buddha, mereka bersujud dengan kepala menyentuh
ke kaki [Sang Buddha] sambil beranjali di hadapanNya, lalu duduk di satu sisi. Pada saat itu, persamuan
ini dipenuhi oleh para makhluk dari jagat raya—trisahasramahasahasra-lokadhatu bahkan hingga ke
bhavagra (alam Surga Akanistha), tiada tempat yang tidak terisi. Selanjutnya terdapat Dewa Mahaujas
lainnya beserta naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kinnara, mahoraga turut berdatangan ke
persamuan.

[0379b10] Pada saat itu, suatu perhatian-benar muncul dari Sang Bhagava setelah bangkit dari
SamadhiNya, lalu memandang ke para persamuan agung. Bagaikan raja singa yang menguap dan
menggeliat, demikianlah hingga sebanyak tiga kali. Saat itu, Sang Bhagava menjulurkan Prabhutajihvata
(lidah panjang) dari tengah muka-Nya hingga menutupi seantero jagat raya—trisahasramahasahasra-
lokadhatu. Kemudian, setelah Sang Tathagata selesai mempertunjukkan kekuatan batinNya, [Beliau]
memandang ke persamuan agung. Semua hadirin persamuan kemudian bangkit dari tempat duduknya,
memberi hormat dengan sikap anjali, dan berdiam dengan hening.

[0379b14] Pada saat itu, Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Mahasatva Maitreya, “Ajita, tidak
lama lagi Sang Tathagata akan memasuki Parinirvana. Jika ada Dharma yang masih ragu dalam diri
engkau dan bila ada yang ingin ditanyakan, maka kinilah saatnya, sehingga jangan sampai ada
penyesalan setelah Buddha Parinirvana.”

[0379b17] Pada saat itu, Bodhisatva Mahasatva Maitreya berkata kepada Sang Buddha, “Tentu, Bhagava.
[Aku] mengetahui dengan baik momentumnya. Para Buddha telah menguasai semua Dharma secara
mutlak. Semoga [Buddha] berkenan membabarkannya, agar mata Dharma ini dapat bertahan lama di
dunia ini. “

[0379b20]Pada saat itu, di dalam persamuan terdapat Dewa Mahesvara bersama delapan milyar
kelompoknya dari Surga Akanistha mengelilingi dan bersujud di kaki Sang Buddha, lalu memberi hormat
dengan sikap anjali sambil berkata kepada Sang Buddha, “Bhagava, metode ajaran
Sarvavaipulyasaṃgraha-mahāyāna ini telah dibabarkan oleh para Buddha, Tathagata, Arahat yang tak
terhitung jumlahnya sejak masa lalu. Mohon Sang Bhagava sekarang mengulangi lagi pembabarannya
demi memberi manfaat dan ketentraman bagi manusia dan dewa yang tak terhitung banyaknya, dan
agar Buddha Dharma dapat bertahan lama di dunia ini.” Kemudian Sang Bhagava menyetujuinya dengan
berdiam diri. Dan saat itu, setelah Dewa Mahesvara mengetahui persetujuan Buddha, Beliau meluapkan
kegembiraannya dengan memberi hormat sambil beranjali, lalu berdiam di satu sisi.

[0379b27] Pada saat itu, Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Mahasatva Maitreya, “Ajita, metode
ajaran Sarvavaipulyasaṃgraha-mahāyāna ini bukan Aku saja yang membabarkannya, namun di masa lalu,
kini, dan masa mendatang juga kerap dibabarkan oleh para Buddha yang tak terhitung jumlahnya di
sepuluh penjuru semesta. Apabila terhadap ajaran yang dibabarkan oleh Buddha ini ada makhluk yang
mengatakan bahwa itu bukan [berasal dari] ucapan Buddha, maka ia juga telah memfitnah Dharma dan
Sangha. Sedangkan pelaku fitnah ini akan terjatuh ke alam buruk, dan menderita di alam neraka.

[0379c02]Kemudian Sang Buddha berkata kepada Bodhisatva Mahasatva Maitreya, “Jika ada putra dan
putri bajik membangkitkan bodhicitta (batin pencerahan), membaca, dan melafalkan Sutra
Sarvavaipulyasaṃgraha-mahāyāna ini, serta membabarkannya kepada orang lain, maka ketahuilah
bahwa ia tidak akan terjatuh ke alam buruk.

[0379c06] Kemudian pada saat itu Sang Bhagava berkata kepada Bodhisatva Mahasatva Maitreya, “Ajita,
dari sejak Aku mencapai Kebuddhaan pada malam [jaga] itu sampai pada saat akan memasuki
parinirvana, di antara masa tersebut apakah tubuhKu yang melakukan tindakan, mulutKu yang
mengeluarkan ucapan, dan pikiranKu yang menghasilkan buah pikiran dan perenungan terdapat suatu
kealpaan hingga memunculkan karma buruk?

[0379c09] Bodhisatava Maitreya berkata, “Tidak, Bhagava.”


[0379c09] Sang Buddha berkata, “Maitreya, sebagaimana yang engkau katakan bahwa dari sejak Aku
mencapai pencerahan hingga memasuki parinirvana, di antara masa tersebut apa yang menjadi ucapan
dan pernyataanKu semuanya merupakan kebenaran yang nyata, tidak ada suatu kedustaan. Apabila ada
orang bodoh yang tidak memahami penjelasan praktis (upaya kausalya) dari Sang Tathagata dengan
mengatakan, ‘Dharma yang ini adalah demikian, Dharma yang itu bukanlah demikian,’ maka ia telah
memfitnah Dharma sejati, Buddha, dan Bodhisatva. Aku katakan bahwa orang seperti ini sedang
mengarah ke alam neraka.

[0379c14] Sang Buddha berkata, “Ajita, setelah parinirvanaKu, di dunia yang diliputi Lima Kekeruhan ini
jika terdapat bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika yang sesungguhnya bukan seorang bodhisatva
namun mengaku dirinya sebagai bodhisatva, maka ia adalah seorang thirtika (non-Buddhis). Berhubung
ia pernah memberi persembahan kepada para Buddha di masa lalu dan membangkitkan kekuatan
tekadnya, maka melalui Dharma Vinaya dari Buddha ia dapat meninggalkan kehidupan rumah tangga.
Ke mana pun ia pergi, ia banyak mencari ketenaran dan keuntungan [pribadi] melalui kerabatnya, ia
bertindak semaunya dengan hal-hal yang tercemar, mengabaikan keyakinannya, menghasilkan
perbuatan-perbuatan buruk, tidak mengendalikan diri dan menjauhi hal-hal terlarang, serakah terhadap
berbagai persembahan dan keuntungan. Semua pintu ajaran dan [praktik] yang melahirkan samadhi
yang kokoh telah terpisah jauh darinya, dan sesungguhnya tidak ada yang ia pahami. Namun ia
berbohong kepada para kerabatnya dengan mengatakan ia memahaminya. Bersikap munafik, ucapan
dan tindak-tanduknya saling bertolak belakang.

[0379c21] “Ajita, jalan BodhiKu adalah setara untuk semua makhluk hidup dengan berlandaskan pada
welas asih agung, dan dengan upaya kausalya yang piawai tidak alpa dalam perhatian yang benar. Sang
Tathagata berdiam secara teguh dalam kekuatan tanpa tandingan untuk membabarkan Dharma tanpa
rintangan. Jika ada orang-orang berkata, “Sutra yang dibabarkan oleh Sang Buddha kepada siswa
Sravaka tidak sepantasnya dipelajari dan didengar oleh para bodhisatva. Yang ini bukanlah Dharma
sejati, ini bukanlah jalan yang benar, begitu juga dengan ajaran untuk Pratyekabuddha tidak
sepantasnya dipelajari.” Selanjutnya mereka berkata, “Dharma yang dipraktikkan oleh para bodhisatva
tidak sepantasnya dipelajari dan didengar oleh orang-orang tingkat Sravaka, begitu juga dengan ajaran
untuk Pratyekabuddha.” Kemudian mengatakan, “Para Sravaka dan Pratyekabuddha tidak sepantasnya
mendengar semua ucapan dari para bodhisatva. Bahkan ucapan dan perbuatan di antara mereka saling
bertentangan, [karena] tidak selaras dengan Sutra.” Dengan mengatakan demikian maka [mereka] tidak
dapat menerima dan meyakini akan ajaran pembebasan sejati. Bagi ia yang bersandar pada ajaran
seperti ini tidak akan dapat terlahir di alam surga, apalagi mencapai pembebasan.

[0380a03] “Ajita, kini Aku mengajarkan Dharma untuk menjinakkan mereka sesuai dengan tingkat
keyakinan mereka yang banyaknya bagaikan pasir Sungai Gangga.”

[0380a04] “Ajita, sekarang Aku hendak pergi ke sepuluh penjuru semesta untuk membabarkan Dharma
demi memberi manfaat kepada para makhluk hidup sesuai kapasitas mereka, tetapi tidak untuk mereka
yang sesungguhnya bukan bodhisatva namun tampil [seolah-olah] seperti bodhisatva, juga tidak untuk
mereka yang kejam dan jahat, penuh dusta, dan tidak banyak mendengar [Dharma].
[0380a07] Bagi orangyang ucapannya saling bertentangan di dalam DharmaKu, ia mungkin saja berkata,
“Inilah yang harus dipelajari bodhisatva, inilah yang tidak seharusnya dipelajari,” maka ia telah
memfitnah Buddha, Dharma, dan Sangha. Setelah kematiannya ia akan terjatuh ke alam neraka dan
tidak dapat keluar dari sana selama ratusan ribu kalpa. Kendati pun berhasil keluar ia akan terlahir di
keluarga miskin. Bahkan hingga pada akhirnya ia mendapat ramalan pasti [untuk menjadi Buddha],
maka ia akan merealisasi pencerahan sempurna di dunia yang diliputi kejahatan dan Lima Kekeruhan
sebagaimana halnya Aku sekarang mencapai Kebuddhaan di dunia samsara yang diiliputi Lima
Kekeruhan. Berdasarkan sebab dan kondisi ini, kalian hendaknya mendengar dengan seksama dan
hendaknya memiliki keyakinan dan pemahaman. Mengikuti sahabat yang jahat akan mengalami seperti
itu.

[0380a13] “Ajita, Aku ingat di masa kalpa tak terhingga yang lalu, pada saat itu terdapat seorang Buddha
yang muncul di dunia ini dengan nama Tathagata Vimalatejasgunanvitaraja, Arhat, Samyaksambuddha,
Vidyacarana-sampanna, Sugata, Lokavid, Anuttara, Purasa-damya-sarathi, Sāstā-devamanuṣyānāṁ,
Buddha, Lokanatha. Usia kehidupan Buddha saat itu adalah 80 ribu nayuta tahun. Beliau mengajarkan
Dharma kepada para makhluk.

[0380a17] Pada saat itu, dalam Dharma Sang Tathagata Vimalatejasgunanvitaraja terdapat seorang
bhiksu bernama Suddhajiva. Ia menguasai berbagai ajaran Sutra sebanyak 14 milyar bagian, Sutra
Mahayana sebanyak 6 juta bagian, dan merupakan seorang maha guru. Ia memiliki gaya narasi yang
jelas dan indah, serta kemampuan berbicara yang tak terintangi. Ia memberikan manfaat melalui
pembabaran Dharma demi kebahagiaan para makhluk yang tak terhingga jumlahnya.

[0380a21] Pada saat menjelang parinirvina, Sang Tathagata Vimalatejasgunanvitaraja berkata kepada
Bhiksu Suddhajiva: “Di masa yang akan datang, engkaulah yang akan menjaga mata Dharma sejatiKu.”

[0380a23] Setelah menerima instruksi Buddha, selama jutaan tahun setelah Buddha parinirvana,
Suddhajiva menjaga dan menyiarkan gudang Dharma esoterik dari Buddha. Melalui pintu ajaran yang
memiliki dharani maha luas ini, ia mengulang dan mempraktikkannya serta sanggup memahami
maknanya yang mendalam. Kemudian ia membabarkannya kepada para makhluk yang berada di 80 ribu
kota di dunia tersebut sesuai dengan aspirasi dan ketertarikan mereka.

[0380a26] Pada masa itu, ada sebuah kota besar bernama Bhadra. Ia pergi menuju kota tersebut untuk
mengajarkan Dharma kepada para penduduk yang berjumlah 800 juta orang sesuai dengan tingkat
ketertarikan mereka. Pada saat itu, kedelapan ratus juta penduduk kota tersebut memperoleh
keyakinan yang murni, di mana sebanyak sepuluh juta orang berhasil menetap di Jalan Bodhi, sedangkan
790 juta orang lainnya berdiam di tingkat Kendaraan Sravaka dan memperoleh pengendalian diri. Pada
saat itu, Suddhajiva diikuti oleh 10.000 bhiksu dan mempraktikkan jalan Bodhi.

[0380b02]Kemudian, di kota Bhadra juga terdapat bhiksu lain bernama Dharma. Ia menguasai ribuan
bagian Vaipulya dari Sutra Mahayana, dan telah mencapai dhyana IV. Ia hanya menggunakan prinsip
Kekosongan (sunyata) dari tingkat Vaipulya untuk mengajarkannya kepada para penduduk di kota
tersebut, namun tidak sanggup mengajarkannya dengan menggunakan upaya kausalya yang piawai
sesuai dengan tertertarikan mereka. Ia berkata, “Segala sesuatu bersifat kosong. Apa yang kukatakan
sungguh merupakan perkataan Buddha. Sedangkan apa yang dikatakan oleh Bhiksu Suddhajiva adalah
sesuatu yang tercemar dan tidak murni. Bhiksu ini sesungguhnya tidak menjalani hidup suci namun
menjuluki nama sendiri sebagai Suddhajiva (hidup suci). Mengapa demikian? Sedangkan bhiksu ini saat
menerima bunga dan bahan pewangi tidak lalu dibuat sebagai persembahan namun menggunakannya
untuk diri sendiri. Bhiksu Suddhajiva adalah orang bodoh yang tidak memiliki kebijaksanaan. Ia tidak
sanggup mengetahui bahwa saya telah lama mempraktikkan penghidupan suci. Ia adalah anak muda
yang belum lama meninggalkan kehidupan rumah tangga dan bersikap sombong, tidak memiliki
keyakinan dan sering bermalas-malasan. Banyak orang yang tidak tahu dan menganggap Suddhajiva
adalah bhiksu yang menjalani praktik Sila.”

[0380b12] Pada saat itu, Bhiksu Dharma dengan pikiran jahatnya telah memfitnah seorang praktisi
Dharma. Maka setelah kematiannya ia terlahir kembali di alam neraka dan mengalami banyak
penderitaan selama 70 kalpa. Setelah masa 70 kalpa berakhir, ia terlahir kembali di alam binatang. Enam
puluh kalpa kemudian, ia bertemu dengan Buddha Gandharatnabhasa. Di bawah [bimbingan]
DharmaNya ia membangkitkan batin pencerahan, namun selama 90 ribu masa kehidupan ia masih
terlahir di alam binatang. Setelah melewati 90 ribu kehidupan, ia terlahir kembali di alam manusia.
Selama masa 60.000 kehidupan, ia hidup dengan kondisi miskin dan hina, serta dalam keadaan bisu.

[0380b17] Sedangkan Bhiksu Suddhajiva memperoleh keyakinan murni di dalam Dharma dan
mengajarkannya kepada orang-orang. Pada selanjutnya ia telah bertemu dengan 63 nayuta Buddha.
Selama itu pula ia menjadi seorang guru Dharma yang menguasai 5 kekuatan batin dan bermohon
kepada para Buddha untuk memutar roda Dharma.

[0380b20] Kini ketahuilah, oh Ajita, apakah Bhiksu Suddhajiva di masa lalu tersebut adalah orang lain?
Janganlah berpikir yang lain. Beliau adalah Buddha Amitabha. Kini ketahuilah engkau, oh Ajita, apakah
Bhiksu Dharma di masa lalu tersebut adalah orang lain? Janganlah berpikir yang lain. Beliau adalah Aku
sendiri. Karena kebodohan, tidak memiliki kebijaksanaan, dan memfitnah orang itulah maka [Aku]
mengalami penderitaan seperti itu. Berdasarkan sebab dan kondisi karma demikianlah maka Aku
berdiam di dunia yang diliputi Lima Kekeruhan untuk mencapai pencerahan sempurna.

[0380b25] Oleh karena itu, oh Ajita, jika ada bodhisattva yang mengatakan hal yang bertolak belakang di
dalam Dharma, maka berdasarkan sebab dan kondisi ini ia akan mencapai Kebuddhaan di dunia yang
diliputi Lima Kekeruhan. Sedangkan di negeri BuddhaNya akan terdapat para Mara yang terus membuat
rintangan di kala pembabaran DharmaNya.

[0380b27] Kemudian setelah para hadirin mendengar khotbah Sang Buddha, mereka menangis dengan
sedih hingga air mata dan cairan hidung bercucuran, sambil berkata demikian, “Semoga di dalam
Buddha Dharma tidak ada orang yang mengatakan hal yang saling bertolak belakang seperti Bhiksu
Dharma.”

[0380c01] Pada saat itu, dalam persamuan terdapat 100 bodhisatva bangkit dari tempat duduknya
dengan kaki kanan menyentuh ke lantai, mereka menangis sedih sampai terisak dan meneteskan air
mata.
[0380c02] Kemudian Sang Buddha mengetahui hal ini namun sengaja bertanya, “Putra bajik, mengapa
kalian menangis sampai terisak demikian?”

[0380c03] Saat itu para bodhisattva dengan serentak berkata kepada Buddha, “Bhagava, dari
pengamatan kami juga merasa pernah memiliki rintangan karma buruk ini.”

[0380c05] Selanjutnya Sang Bhagava berkata, “Demikianlah, demikianlah, kalian juga telah pernah hidup
di masa Buddha Dipankara meninggalkan kehidupan rumah tangga menjadi praktisi sang jalan di masa
DharmaNya. Setelah Buddha Dipankara parinirvana, pada saat itu terdapat seorang bhiksu bernama
Jnanakuta di mana kalian memfitnah bhiksu tersebut. Sebab itu, sejak itu [kalian] tidak lagi dapat
bertemu dengan Buddha, tidak dapat membangkitkan bodhicitta, tidak memperoleh Dharani dan
berbagai Samadhi. Setelah itu kalian baru dapat bersama-sama berdiam di dalam jalan Bodhi. Para putra
bajik sekalian, hingga Buddha terakhir yang muncul di era Kalpa Bhadra kalian akan mencapai
Anutpattika Dharma-ksanti, kemudian di masa mendatang setelah mempraktikkan jalan bodhisattva
selama tiga asankheyya kalpa, kalian akan mencapai Anuttara Samyaksambodhi.

[0380c13] Oleh karena itu, oh putra bajik, ketika seorang bodhisattva melihat bodhisattva lainnya, tidak
sepatutnya muncul diskriminatif dalam pikirannya. Hendaknya ia berpikiran seperti saat melihat stupa
dan seperti saat bertemu Buddha. Karena itu, ketika bodhisattva bertemu bodhisattva lainnya,
janganlah berpikiran lain dengan menganggap ia bukan Buddha. Jika muncul pikiran yang membedakan,
maka ia akan merugikan dirinya sendiri. Hendaknya ia menjalankan sikap batin yang tidak membeda-
bedakan dan saling menjaga kerukunan dengan berkata, ‘Jika aku memandang bodhisattva pemula yang
baru membangkitkan batin [pencerahan] dengan pikiran bahwa ia tidak setara dengan Buddha, maka
aku telah bersikap lancang kepada semua Buddha di masa sekarang yang jumlahnya sebanyak
asankheya tak terhingga di sepuluh penjuru semesta.’

[0380c18] Oleh karena itu, oh putra bajik, ketika para bodhisattva di masa mendatang yang hidup di era
Lima Kekeruhan memperoleh samadhi dharani, semua ini adalah berkat kekuatan dari Buddha. Karena
itu, oh putra bajik, jika ada orang yang menfitnah guru Dharma, maka ia tidak berbeda dengan
menfitnah Buddha.

[0380c21] Putra bajik, setelah Buddha parinirvana, jika ada guru Dharma yang dengan suka cita
mengajarkan Dharma kepada orang-orang, dan dapat membuat seorang bodhisatva mempelajari
Mahayana, kemudian di antara para makhluk ada yang turut bermudita citta hanya sebesar sehelai
rambut [terhadap hal tersebut] bahkan hanya dengan sekejap waktu mengalirkan setetes air mata,
semua ini adalah berkat kekuatan Buddha.

[0380c24] “Apabila ada orang bodoh yang sesungguhnya bukan bodhisatva namun dengan dusta ia
mengaku sebagai bodhisatva, maka ia telah memfitnah bodhisatva sejati dan praktiknya. Kemudian ia
berkata, ‘Bagaimana ia mengetahuinya? Bagaimana ia memahaminya?’ Ajita, Aku mengingat ketika
masih sedang mempraktikkan [jalan] bodhisatva di Jambudvipa, karena kecintaan pada Dharma yang
begitu kuat demi satu kalimat dan satu bait gatha hingga [rela] mengorbankan sesuatu yang Aku cintai
seperti kepala, mata, istri, anak dan tahta kerajaan. Mengapa? karena demi Dharma. Jika ada orang
bodoh yang melekat pada ketenaran, keuntungan pribadi dan persembahan, ia merasa dirinya telah
memiliki sandaran padahal kemampuannya kecil, maka ia tidak pergi ke tempat orang yang mewarisi
ajaran Sang Tathagata untuk mendengarkan Dharma sejati.

[0381a01] Maitreya, seandainya orang-orang hidup secara harmonis maka mereka dapat mengemban
tugas menyebarluaskan DharmaKu. Jika di antara mereka saling bertengkar, maka Dharma sejati tidak
dapat dijalankan. Ajita, engkau dapat melihat orang yang memfitnah Dharma telah menciptakan karma
buruk yang sangat berat, akan sulit bagi mereka untuk keluar dari tiga alam buruk.

[0381a05] Kemudian Ajita, pada saat awal Aku mencapai Kebuddhaan, Aku membabarkan Dharma sejati
kepada para makhluk hidup dengan menggunakan kebijaksanaan yang luas dan menakjubkan.

[0381a06] Jika ada orang bodoh yang tidak menerima dan meyakini ucapan Buddha seperti halnya
Bhiksu Dharma, maka kendati pun ia membaca dan melafalkan seribu bagian [Sutra] Mahayana,
menjelaskannya kepada orang lain dan mencapai tingkat Dhyana IV, namun sehubungan dengan ia telah
memfitnah orang lain maka ia akan mengalami penderitaan besar selama tujuh puluh kalpa. Apalagi
orang bodoh dan hina tersebut sesungguhnya tidak ada yang ia ketahui namun berkata, “Aku adalah
guru Dharma yang memahami [ajaran] Mahayana dan mampu menyebarluaskannya.” Ia telah
memfitnah guru Dharma sejati dengan mengatakan bahwa tidak ada yang mereka pahami, dan juga
dengan kesombongannya ia telah memfitnah Buddha dan Dharma.

[0381a11]“Jika orang bodoh tersebut memfitnah ajaran Mahayana dari Buddha bahkan hanya
empat baris dari satu bait gatha, ketahuilah bahwa akibat karma ini dipastikan terjatuh ke alam neraka.
Mengapa? Karena telah memfitnah Buddha, Dharma dan guru Dharma.Berdasarkan sebab dan kondisi
ini ia akan kerap berada di alam buruk dan selama itu tidak dapat bertemu dengan Buddha. Karena
pernah memfitnah Buddha, Dharma dan Sangha, ia juga telah menciptakan rintangan bagi orang yang
baru saja membangkitkan bodhicitta hingga mundur dari jalan yang benar.
Ketahuilah bahwa mereka yang menghiasi dirinya dengan perbuatan buruk yang besar, akan terjatuh ke
alam neraka dengan mengalami penderitaan besar selama kalpa tak terhitung lamanya. Dan karena
memandang orang yang telah membangkitkan bodhicitta dengan tatapan yang jahat, akan menerima
akibat karma berupa tidak memiliki mata. Memfitnah mereka yang telah membangkitkan bodhicitta
dengan ucapan yang jahat, akan menerima akibat karma berupa tidak memiliki lidah. “

[0381a18]“Ajita, terlebih lagi Aku tidak melihat ada satu kejahatan yang karma buruknya lebih berat dari
memfitnah dan merusak orang yang membangkitkan bodhicitta. Karena karma buruk ini berakibat pada
terjatuh ke alam buruk, apalagi memfitnah para bodhisatva lainnya?

[0381a21] Jika ada bodhisatva yang mengajarkan sebagaimana adanya kepada para makhluk tanpa
condong pada sisi nihilisme dan eternalisme dengan mengatakan bahwa para makhluk hidup pasti eksis
maupun non-eksis, serta tidak melekat pada Dharma eksis dan non-eksis. Maka Ajita, mereka yang
mempelajari [jalan] bodhisatva hendaknya berdiam pada aspek demikian. Bagi ia berdiam pada aspek
demikian maka itu merupakan praktik kebajikan yang murni dari seorang bodhisatva. Setiap bentuk
pelatihannya tidak ada kemelekatan. Jika ada makhluk yang memiliki kemelekatan, maka ketahuilah
bahwa orang seperti itu akan terlahir di dunia yang diliputi Lima Kekeruhan.
[0381a25] Kemudian ada bodhisatva yang sanggup mengikuti keinginan indriya-nya mengajarkan
berbagai Dharma kepada para makhluk hidup, maka Ajita, bodhisatva tersebut telah melengkapi praktik
Enam Paramita, bahkan dapat merealisasi pencerahan sempurna.

[0381a27]Sedangkan bagi orang bodoh yang percaya dengan kemelekatan dirinya sendiri membuat
ucapan demikian, “Bodhisatva cukup mempelajari Prajnaparamita saja, tidak perlu mempelajari
paramita lainnya, karena Prajnaparamita adalah yang terunggul.” Tidaklah benar dengan membuat
pernyataan seperti ini. Mengapa? Ajita, di masa lalu ketika Raja Kasika berlatih [jalan] bodhisatva, ia
mengorbankan tubuh, kepala, mata, sumsum, dan otak yang disayanginya. Pada saat itu bagaimana
mungkin raja tersebut tidak memiliki kebijaksanaan?

[0381b03] Maitreya berkata kepada Buddha, “Bhagava, sebagaimana yang diucapkan Yang Suci,
sesungguhnya ia memiliki kebijaksanaan.”

[0381b04] Buddha berkata kepada Ajita, “Sejak masa lalu melewati jangka waktu yang tak terbatas Aku
telah melengkapi praktik Enam Paramita. Jika tidak melengkapi praktik Enam Paramita, maka selamanya
tidak akan merealisasi pencerahan sempurna.”

[0381b06] “Demikianlah, Bhagava.”

[0381b06] Buddha berkata kepada Ajita, “Demikianlah sebagaimana yang engkau katakan. Di masa lalu
Aku pernah mempraktikkan selama 60 kalpa - Danaparamita, Silaparamita, Ksantiparamita,
Viryaparamita, Dhyanaparamita, Prajnapamita, masing-masing selama 60 kalpa.”

[0381b09] Namun orang yang bodoh itu asal berbicara dengan berkata, “Hanya dengan mempraktikkan
satu Prajnaparamita saja dapat merealisasi pencerahan.” Tidak ada hal seperti itu. Sehubungan dengan
pandangan kosong yang dimilikinya sehingga ia mengajarkan Dharma yang tidak murni. Barang siapa
yang berkata seperti itu, maka perbuatannya melalui tubuh, ucapan, dan pikiran telah bertentangan
dengan Dharma. Meskipun ia memahami aspek kekosongan dan membabarkannya kepada orang lain,
namun ia tidak mempraktikkan prinsip kekosongan sesuai dengan apa yang dijelaskannya. Karena tidak
ada praktik, maka ia terpisah jauh dari makna kekosongan, pikirannya diliputi kedengkian, dan ia
melekat pada keuntungan pribadi dan persembahan yang melebihi sanak keluarganya.

[0381b14] “Ajita, pada masa lampau saat Aku menjadi raja Cakravartin, Aku mengorbankan permata
mutiara, kepala, mata, tangan, dan kaki. Kendati demikian pun Aku tidak dapat mencapai pencerahan
tertinggi, apalagi orang bodoh itu demi memperoleh makanan dan minuman kemudian pergi ke rumah
orang untuk membabarkan Dharma, namun hanya memuji ajaran kekosongan? Lalu berkata bahwa apa
yang ia ucapkan merupakan jalan pencerahan, praktik bodhisatva, dan hanya Dharma ini yang benar,
sedangkan Dharma lainnya salah. Kemudian ia mengatakan, ‘Apa yang aku pahami, semua guru Dharma
telah membuktikannya’. Demi ketenaran, ia memuji kemampuannya sendiri dan iri kepada mereka yang
memahami dengan jelas.

[0381b20] “Ajita, Aku melihat batin orang tersebut serakah terhadap keuntungan pribadi dan
persembahan demi penghidupan sendiri. Meskipun terdapat perbuatan bajik selama ratusan kalpa, ia
tetap saja tidak dapat mencapai sedikit pun dari batin Dharmaksanti, apalagi dapat merealisasi
pencerahan sempurna?”

[0381b22] “Ajita, Aku tidak mengajarkan pencerahan kepada orang yang pikiran dan ucapannya saling
bertolak belakang; tidak mengajarkan pencerahan kepada orang yang memiliki kedengkian; tidak
mengajarkan pencerahan kepada orang yang angkuh dan tiada rasa hormat; tidak mengajarkan
pencerahan kepada orang yang tidak memiliki keyakinan; tidak mengajarkan pencerahan kepada orang
yang tidak dapat dijinakkan, tidak mengajarkan pencerahan kepada orang yang berbuat asusila, tidak
mengajarkan pencerahan kepada orang yang merasa hanya dirinya benar dan orang lain salah.”

[0381b27] “Ajita, orang bodoh tersebut karena kesombongannya maka ia menyebut dirinya lebih unggul
dari Buddha, dan memfitnah Sutra Mahayana yang dibabarkan oleh Buddha sebagai pembabaran
tentang kendaraan kecil—Sravaka.

[0381c01] Pada saat itu, Sang Buddha berkata kepada Yang Arya Subhuti, “Tidak sepatutnya
mengajarkan Prajnaparamita kepada orang yang pandangannya saling bertolak belakang.”

[0381c02] Yang Arya Subhuti berkata kepada Sang Buddha, “Baiklah Bhagava. Sebagaimana yang
Buddha katakan.”

[0381c03] Sang Buddha lalu berkata, “Demikianlah, Subhuti. Memberi dengan batin yang tidak melekat
disebut bodhi.”

[0381c04] Subhuti berkata, “Demikianlah, Bhagava.”

[0381c04] Sang Buddha berkata, “Subhuti, memberi dengan tidak memuji diri sendiri dan menjatuhkan
orang lain disebut bodhi.”

[0381c05] Subhuti berkata, “Demikianlah, Bhagava.”

[0381c05]Sang Buddha berkata, “Subhuti, engkau cobalah lihat orang bodoh yang mengembangkan
pandangan tentang aku dan milikku, tidak memiliki rasa takut dan malu akan perbuatan jahat, demi
sanak keluarganya ia menjalani penghidupan dengan mengejar keserakahan, senang menerima
pemberian orang. Ketahuilah orang seperti itu secara khusus menciptakan karma buruk.”

[0381c09] “Selanjutnya Ajita, seorang bodhisatva janganlah merasa gentar terhadap semua bentuk
Dharma, jangan gentar terhadap semua Dharma bodhisatva, jangan gentar terhadap semua Dharma
pratyekabuddha, jangan gentar pula terhadap Dharma Sravaka, jangan gentar pula terhadap semua
Dharma awam, jangan gentar pula terhadap semua Dharma kekotoran batin, jangan gentar pula
terhadap semua Dharma yang terhabiskan, jangan gentar pula terhadap sulitnya bersemangat, jangan
gentar pula terhadap apa yang benar dan salah, jangan gentar pula terhadap aksi dan tanpa aksi, jangan
gentar pula terhadap ketakutan dan ketidak-takutan, jangan gentar pula terhadap eksistensi dan non-
eksitensi, jangan gentar pula terhadap batin dan bukan batin, jangan gentar pula terhadap tersadarkan
dan tidak tersadarkan, jangan gentar pula terhadap karma dan bukan karma, jangan gentar pula
terhadap kebajikan dan ketidak-bajikan, jangan gentar pula terhadap ketenangan dan ketidak-tenangan,
jangan gentar pula terhadap terbebaskan dan tidak terbebaskan, jangan gentar pula terhadap praktik
dan tidak praktik, jangan gentar pula terhadap Dharma dan bukan Dharma, jangan gentar pula terhadap
keheningan dan kekacauan, jangan gentar pula terhadap kepalsuan dan kesejatian, jangan gentar pula
terhadap keyakinan dan ketidak-yakinan, jangan gentar pula terhadap pikiran bajik dan pikiran tidak
bajik, jangan gentar pula terhadap kediaman dan tanpa kediaman. Demikianlah, seorang bodhisatva
tidak takut terhadap semua bentuk Dharma.

[0381c22] “Ajita, karena mempraktikkan Dharma ketidak-gentaran seperti inilah di masa lampau Aku
merealisasi pencerahan sempurna, sehingga mampu mengetahui kapasitas batin semua makhluk hidup,
dan dalam mengetahui itu tidak meninggalkan jejak yang diketahui. Melalui realisasi tersebut Aku
membabarkan [Dharma] sesuai dengan kondisi [makhluk], dan mampu membuat para bodhisatva yang
mendengarkan Dharma memperoleh pengesahan Dharani Prabhasa.Dengan memperoleh pengesahan
Dharma maka selamanya tidak mengalami kemunduran. Jika tidak memahami Dharma ini sebagaimana
adanya, tidak memiliki cara-cara terampil dalam bertutur kata, maka selamanya tidak akan merealiasi
pencerahan tertinggi.”

[0381c27] “Ajita, ketika Aku mengajarkan Dharma ini kepada para makhluk di empat benua, dengan
bertopang pada kekuatan batin Buddha, masing-masing dari para makhluk tersebut melihat Sang
Buddha Sakyamuni hanya membabarkan Dharma kepada mereka sendiri. Demikianlah secara bertahap
hingga ke alam surga Akanistha, para makhluk tersebut juga berkata, “Sang Tathagata hanya
mengajarkan Dharma kepadaku sendiri saja.” Demikianlah juga dari sebuah empat benua hingga ke
seantero jagat raya—trisahasramahasahasra lokadhatu, para makhluk tersebut secara serentak berpikir,
“Sang Buddha Sakyamuni hanya muncul di negeriku saja, dan hanya memutar roda Dharma agung
khusus kepadaku.”

[0382a04] “Ajita, dengan kekuatan upaya kausalya besar demikianlah Aku kerap pada waktu subuh
mampu mengamati secara menyeluruh makhluk hidup mana yang dapat dibimbing untuk diajarkan
Dharma di dunia yang tak terhingga dan tak terbatas. Dan di sepanjang waktu tengah dan malam
harinya Aku mengamati para makhluk hidup dengan mata Dharma, dan di dunia tersebut aku
mengajarkan semua Dharma kepada para makhluk. Demikianlah tingkat pencapaian dari para Buddha
yang tak terhitung jumlahnya. Semua makhluk yang mempelajari [jalan] bodhisatva hendaknya berlatih
demikian.

[0382a09] “Jika orang bodoh itu memfitnah Dharma sejati yang dibabarkan oleh Sang Buddha dengan
melekat pada pemahamannya sendiri yang salah dan menganggapnya sebagai suatu kebenaran yang
nyata. Bagi ia yang memfitnah Dharma, maka ia tidak memiliki keyakinan pada Buddha. Dengan karma
buruk ini ia terjatuh ke alam neraka, mengalami banyak penderitaan dan selama itu tidak dapat
mendengarkan Dharma.”

[0382a11] “Selanjutnya Ajita, engkau hendaknya menerima dan melaksanakan ajaran esoterik dari
Tathagata, dan mengajarkannya secara luas kepada orang-orang dengan cara upaya kausalya yang
piawai.”
[0382a11]Pada saat itu, para bodhisatva mahasatva, yaitu Sang Putra Kumara Manjusri, Bodhisatva
Punyarasmi-sama, Bodhisatva Avicikitsaka, Bodhisatva(Cn.) Ding Fa Xin, Bodhisatva (Cn.) Miao Xin Kai Yi ,
Bodhisatva Prabha, Bodhisatva Pramodya-raja, Bodhisatva Abhaya, Bodhisatva (Cn.) Xin Nian Bian Dao
Wu Bian Fo Cha, Bodhisatva Avalokitesvara, Bodhisatva Gandahastin, Bodhisatva
Sarvapapakarmanirodha, Bodhisatva Niyatisthasya, Bodhisatva Satasahasrapunyashambara, Bodhisatva
Sarasvatiprathita, Bodhisatva Sarvajnanavismarana, Bodhisatva Mahanama-nirnadayati-
ratnadvajalamkara, Bodhisatva Sarvadharmaparyesti, Bodhisatva Buddhavisayastha, Bodhisatva
Chandragarbhalamkara, Bodhisatva Sarvalaukika-mahasamghalamkara; berkata kepada Sang Buddha,
“Demikianlah, demikianlah Bhagava, sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Suci. Melewati tanah
Buddha sebanyak jumlah pasir dari enam puluh sungai Gangga di penjuru timur ini kami memberi
hormat dan memuja setiap Buddha dari tanah Buddha tersebut, dan hanya melihat Sang Tathagata
Sakyamuni saja yang muncul di dunia ini. Selama tujuh hari kami menjelajahi sepuluh penjuru semesta
juga hanya melihat Sang Tathagata Sakyamuni saja yang muncul di dunia, tidak melihat Buddha lainnya.
Setelah penjelajahan selesai, kami kembali ke negeri asal untuk mendengarkan Dharma sejati.

[0382a28] Pada saat itu, Sang Buddha berkata kepada Manjusri kumara, “Sekarang engkau amatilah
dengan seksama, kebijaksanaan Tathagata sungguh tak terbayangkan, jangkauanTathagata juga tak
terbayangkan. Demikianlah tiada bandingan-nya adalah aspek Dharma dari Sang Tathagata, namun
orang bodoh membuat pernyataan demikian, “Prajnaparamita adalah satu-satunya praktik Tathagata,
praktik bodhisatva, dan praktik amrta.”

[0382b02] Sang Buddha berkata kepada Manjusri, “Ia yang menyatakan demikian adalah bertentangan
dengan Dharma. Mengapa? Sungguh sulit memenuhi praktik Dharma dari bodhisatva, karena praktik
tanpa kemelekatan merupakan praktik bodhisatva, praktik tanpa diri dan objek diri merupakan praktik
bodhisatva, praktik kekosongan merupakan praktik bodhisatva, praktik tanpa wujud merupakan praktik
bodhisatva.

[0382b06] “Manjusri, praktik-praktik demikian merupakan praktik bodhisatva. Demikianlah seorang


praktisi [jalan]bodhisatva menerapkannya.Jika pikiran orang bodoh itu diliputi pandangan salah, maka
ketahuilah bahwa orang tersebut tidak memahami DharmaKu.

[0382b08] “Manjusri, engkau dan para bodhisatva dalam menjaga ucapan dan perbuatan hendaknya
tidak lengah terhadap Dharma tidak bajik. Kokohkan batin agar tidak mengalami kemerosotan. Saat
memenuhi pengajaran Dharma kepada para makhluk hidup, diri sendiri juga harus berdiam di dalam
Dharma.

[0382b10] “Sejak asankheyya kalpa lalu yang sangat lama Aku telah memenuhi pencapaian pencerahan
sempurna dan mengajarkan Dharma dengan upaya kausalya yang piawai agar para makhluk tersebut
terhindar dari alam buruk.

[0382b12] “Manjusri, jika orang bodoh yang memfitnah ajaran Dharma yang menakjubkan, maka ia
telah memfitnah Buddha, juga dikatakan telah memfitnah Sangha.
[0382b13] “Kemudian mereka berkata lagi, ‘Yang ini adalah Dharma, yang itu bukan Dharma.” Perkataan
demikian juga disebut telah memfitnah Dharma.

[0382b15] ‘Dharma ini dibabarkan untuk bodhisatva, Dharma itu dibabarkan untuk Sravaka,’ pernyataan
demikian juga disebut telah memfitnah Dharma.

[0382b16] ‘Ini merupakan latihan untuk bodhisatva, itu bukan latihan untuk bodhisatva,’ pernyataan
demikian juga disebut telah memfitnah Dharma.

[0382b17] Selanjutnya ia berkata, “Buddha dari masa lalu telah lenyap, Buddha masa mendatang belum
muncul, Buddha masa sekarang tidak menetap, hanya aku sendirilah yang menguasai Dharani.”
Pernyataan demikian juga disebut telah memfitnah Dharma. Karena memfitnah Dharma, maka ia yang
mengaku memperoleh Dharani tersebut merupakan cara yang tidak murni.”

[0382b20] “Ia memfitnah seorang guru Dharma sejati atas praktiknya, memfitnah bahwa seorang guru
Dharma yang memiliki pemahaman kebijaksanaan namun tindakannya tidak sesuai dengan ucapan,
kemudian memfitnah seorang guru Dharma bahwa perilakunya bertentangan dengan jalan, selanjutnya
memfitnah seorang guru Dharma bahwa ia tidak menjalani Sila, selanjutnya memfitnah seorang guru
Dharma bahwa batinnya tidak memiliki kebijaksanaan, selanjutnya memfitnah seorang guru Dharma
bahwa pikirannya tidak memiliki pemahaman yang jernih, selanjutnya memfitnah seorang guru Dharma
bahwa ia tidak memiliki kemampuan berbicara yang tuntas. Kemudian ia tidak memiliki keyakinan
terhadap teks yang dikhotbahkan oleh Sang Tathagata dengan berkata, ‘Ini adalah Sutra yang benar, itu
adalah Sutra yang salah, sajak dalam Sutra ini benar, sajak dalam Sutra itu salah, Dharma ini dapat
dipercaya, Dharma itu tidak dapat dipercaya.’ Melihat orang yang berkata dengan benar ia membuat
komentar untuk menentangnya. Terhadap pendengar Dharma yang benar ia membuat rintangan
dengan berkata, ‘Yang ini adalah praktik, yang itu bukan praktik, yang ini adalah hasil pencapaian, yang
itu bukan hasil pencapaian, yang ini adalah momentumnya, dan yang itu bukan waktunya.’ Berbagai
perkataan demikian disebut telah memfitnah Dharma.

[0382b28] “Selanjutnya Manjusri, ketika siswa sravaka mengajarkan Dharma dan bodhisatva
mengajarkan Dharma, ketahuilah bahwa semua itu ditopang oleh kekuatan batin dari Sang Tathagata
dalam memberikan perlindungan agar para bodhisatva dan para siswa tersebut mengucapkannya
demikian.

[0382c02] “Manjusri, bahkan orang-orang bodoh itu memfitnah di saat Buddha masih ada, apalagi
setelah parinirvanaKu, mana mungkin para guru Dharma yang melaksanakan ajaranKu tidak mengalami
fitnah? Mengapa? karena mereka adalah kelompok Mara. Dan ketahuilah bahwa orang-orang itu akan
terjatuh ke alam buruk.

[0382c04] “Seperti orang bodoh yang serakah demi mengejar keuntungan pribadi dan persembahan
untuk menghidupi kelompoknya, batinnya tidak memiliki keyakinan terhadap ajaran Tathagata, bahkan
merusak ajaran Tathagata. Sedangkan sanak keluarga dia yang bersekutu dengannya pergi ke rumah
para brahmana dan kepala keluarga sambil memuji orang bodoh tersebut dengan berkata, “Beliau
memahami makna dan ajaran Dharma, piawai dalam menjelaskan Dharma karena memahami dengan
jernih kapasitas dan keinginan para makhluk.Orang bodoh tersebut menerima kepercayaan dan
persembahan dari orang lain tanpa rasa malu. Karena telah memfitnah Dharma, baik ia maupun
pengikutnya akan terjatuh ke alam neraka.”

[0382c10] “Manjusri, Aku tidak akan pernah mengajarkan praktik bodhisatva kepada orang yang tidak
memiliki keyakinan, juga tidak akan mengajarkan ajaran kesucian kepada orang yang melekat dengan
serakah pada kehidupan rumah tangga, tidak akan mengajarkan ajaran pembebasan kepada orang yang
memiliki dua pandangan, tidak akan mengajarkan ajaran untuk terbebas dari penderitaan kepada orang
yang memiliki satu pandangan, tidak akan mengajarkan ajaran kesucian sejati kepada orang yang senang
akan keduniawian.”

[0382c13] “Manjusri, Aku membabarkan metode ajaran yang banyaknya bagaikan jumlah pasir sungai
Gangga kepada orang dengan pikiran yang tidak melekat. Begitu juga dengan metode ajaran yang
banyaknya bagaikan jumlah pasir sungai Gangga Aku mengajarkannya kepada para makhluk hidup
dengan batin yang melekat.”

[0382c15] “Jika ada makhluk yang tertarik dengan aspek kekosongan, maka dibabarkan ajaran
kekosongan. Jika ada makhluk yang tertarik dengan pengetahuan, maka dibabarkan ajaran tentang
pengetahuan. Jika ada makhluk yang tertarik dengan aspek tanpa wujud, maka dibabarkan ajaran
tentang tanpa wujud. Jika ada makhluk yang tertarik dengan aspek keberadaan wujud, maka dibabarkan
ajaran tentang keberadaan wujud. Jika ada makhluk yang tertarik dengan aspek belas kasih, maka
dibabarkan ajaran tentang belas kasih. Jika ada makhluk yang tertarik dengan aspek sebab musabab
yang saling bergantungan, maka dibabarkan ajaran tentang sebab musabab yang saling bergantungan.
Jika ada makhluk yang tertarik dengan aspek tiada sebab musabab yang saling bergantungan, maka
dibabarkan ajaran tentang tiada sebab musabab yang saling bergantungan.

[0382c20] “Ini merupakan ajaran yang memiliki tata cara kedisiplinan, ini merupakan ajaran yang tidak
memiliki tata cara kedisiplinan. Ini adalah ajaran kekosongan, ini adalah ajaran eksistensi, ini adalah
ajaran terkondisi, ini adalah ajaran tak terkondisi, ini adalah ajaran merangkul, ini adalah ajaran
rintangan, ini adalah ajaran duniawi, ini adalah ajaran makhluk suci, ini adalah ajaran bentuk, ini adalah
ajaran tidak bajik, ini adalah ajaran orang bodoh, ini adalah ajaran tetap.”

[0382c24] Sang Buddha berkata kepada Manjusri, “Demikianlah semua Dharma merupakan jalan
Prajnaparamita. Apa yang dikatakan oleh orang bodoh itu tidak berdasarkan pada ajaran yang sungguh
murni dan sejati dari Sang Tathagata. Ia telah memfitnah Dharma sejati dari Buddha. “

[0382c27] Pada saat itu, Putrakumara Manjusri berkata kepada Sang Buddha, “Bhagava, sebagaimana
yang dikatakan oleh Buddha, orang bodoh seperti itu membuat fitnah dan bergaul dengan sahabat yang
jahat. Demikianlah Bhagava, dengan cara bagaimana agar dapat terhindar dari kesalahan ini?

[0382c29]Sang Buddha berkata kepada Manjusri, “Di suatu masa kehidupan lampau, Aku melakukan
pertobatan atas kejahatan berat melalui perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran pada sepanjang siang
dan malam dalam enam sesi waktu selama tujuh tahun. Sejak itu Aku baru memperoleh pemurnian.
Setelah melewati sepuluh kalpa Aku mencapai Dharma-ksanti.”
[0383a03] “Manjusri, ketahuilah bahwa Sutra ini merupakan kendaraan bodhisatva, ia dapat membuat
orang yang belum tercerahkan menjadi tercerahkan. Jika orang yang mendengar Sutra ini tidak menaruh
keyakinan terhadapnya dan sehubungan dengan benih fitnah yang ia lakukan akan terjatuh ke alam
buruk. Para Bodhisattva perlu memahami dan menerima Dharma-Ku, kemudian baru dapat
membabarkannya kepada yang lain. Dengan melaksanakan Dharma dengan cara ini, seseorang dapat
terhindar dari alam kehidupan yang buruk.

[0383a06] Sang Buddha berkata kepada Manjusri, “Ada empat kualitas kesetaraan di mana seorang
bodhisatva patut melatihnya. Apakah keempat tersebut? Pertama, bodhisatva memandang semua
makhluk dengan setara. Kedua, memandang semua Dharma dengan setara. Ketiga, memandang bodhi
dengan setara. Keempat, memandang pembabaran Dharma dengan setara. Demikianlah empat kualitas
Dharma tersebut.

[0383a10] “Bodhisatva hendaknya mengetahui keempat kualitas Dharma ini. Setelah mengetahuinya
kemudian membabarkannya kepada para makhluk. Bagi mereka yang meyakininya akan terhindar dari
alam buruk. Bagi mereka yang tidak meyakininya maka akan terjatuh ke alam buruk. Jika ada putra dan
putri bajik yang berdiam di dalam keempat kualitas ini, ketahuilah bahwa mereka tidak akan terjatuh ke
alam buruk.”

[0383a13] “Selanjutnya ada empat kualitas lagi. Apakah keempat tersebut? Pertama, batinnya tidak
mundur dari para makhluk hidup. Kedua, tidak merendahkan para guru Dharma. Ketiga, batinnya tidak
memfitnah para bijaksana. Keempat, menjunjung tinggi semua ucapan Tathagata. Demikianlah keempat
kualitas, jika ada putra dan putri bajik yang dapat melatihnya dengan baik maka mereka tidak akan
terjatuh ke berbagai alam buruk.”

[0383a18] “Selanjutnya Manjusri, bodhisatva memberi persembahan tujuh permata yang memenuhi
semua tanah Buddha yang banyaknya bagaikan pasir sungai Gangga setiap hari selama jumlah kalpa
yang banyaknya bagaikan pasir sungai Gangga kepada para Buddha Bhagavata yang banyaknya bagaikan
pasir sungai Gangga. Jika ada putra dan putri bajik yang mampu membaca dan melafalkan Sutra
Mahayana-vaipulya yang menakjubkan ini bahkan hanya satu kata atau satu gatha sebanyak tiga kali,
maka pahala kebajikan yang diperolehnya lebih unggul daripada pahala kebajikan yang diperoleh dari
persembahan dana sebelumnya. Bagi orang yang melafal dan melaksanakan Sutra ini, maka pahala
kebajikannya berlipat lebih besar dari yang tersebut sebelumnya.Andaikan ada orang-orang yang
mempraktikkan dana, menjalankan sila, kesabaran, kegigihan, meditasi dan kebijaksanaan. Pahala yang
diperoleh mereka dari mengembangkan enam pāramitā tersebut juga tidak dapat dibandingkan [dengan
pahala dari melaksanakan sutra ini].

[0383a25] “Manjusri, Sutra demikian memiliki makna yang luas dan agung tiada bandingannya. Kalian
para bodhisatva mahasatva hendaknya melatih, menerima, melaksanakan, membaca, dan
melafalkannya dengan baik serta menjelaskan dan menguraikannya kepada segenap para makhluk
hidup.
[0383a27] Pada saat itu, semua peserta persamuan hingga para bodhisatva mahasatva yang datang dari
sepuluh penjuru semesta secara serentak berkata kepada Sang Buddha, “Demikianlah, demikianlah
Bhagava. Sebagaimana yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha, kami menerima dan melaksanakannya.”

[0383a29] Saat membabarkan Dharma ini, para bodhisatva yang sebanyak jumlah pasir dari tiga puluh
sungai Gangga mencapai Anuttapatika Dharma-ksanti. Para bodhisatva yang sebanyak jumlah pasir dari
tujuh puluh sungai Gangga mencapai tahap ketidakmerosotan pada Anuttara Samyaksambuddha.

[0383b03] “Kemudian terdapat 63 milyardan seratus ribu nayuta makhluk peserta persamuan di
seantero jagat raya—trisahasramahasahasra lokadhatu yang setelah mendengar pembabaran
[Dharma ]Sang Buddha muncul rasa suka cita dalam batin mereka. Di masa 80 kalpa yang akan datang,
mereka akan mampu menyeberangi arus kelahiran dan kematian, kemudian akan mencapai tahap
ketidakmerosotan pada Anuttara Samyaksambuddha. Dan setelah melewati masa 63 kalpa selanjutnya,
mereka akan memenuhi pencapaian pencerahan sempurna.

[0383b07] Para bodhisatva dan semua makhluk peserta persamuan tersebut, yaitu dewa, naga, yaksha,
gandharva, asura, garuda, kinnara, mahoraga, manusia, dan non-manusia setelah mendengar
pembabaran dari Sang Buddha merasa bersuka cita, lalu memberi hormat dan melaksanakannya.

Anda mungkin juga menyukai