I. PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Remote sensing atau Penginderaan jauh adalah proses memperoleh informasi suatu objek atau
fenomena dari suatu jarak tertentu melalui sensor yang ditempatkan pada pesawat , satelit atau wahana
lainnya seperti balon, layang-2 dan sebagainya. Teknologi Remote sensing atau teknologi
penginderaan jauh merupakan “tool” atau “sarana” yang strategis dan kritis dalam menghasilkan
informasiyang diperlukan untuk berbagai keperluan teknis dan operasional seperti informasi jalur
penyaluran bantuan ke kawasan terdampak bencana, pemantauan kekeringan lahan, kebakaran lahan dan
hutan, banjir, pemantaun perubahan lahan sekitar DAS, informasi sumberdaya lahan pertanian produktif
dan sebagainya. Penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan untuk inventarisasi dan pemantauan
sumberdaya alam dan lingkungan. Namun, adanya keterbatasan dari data penginderaan jauh terkait
dengan resolusi spasial dan spektral menyebabkan data satelit penginderaan jauh memerlukan data
pengukuran lapangan atau data ground truth sebagai acuan untuk pengolahan data (membantu proses
interpretasi dan analisis) sehingga dapat memberikan tingkat ketelitan dan kepercayaan yang memadai.
Data lapangan (ground truth) juga dapat dipakai untuk kaliberasi dan validasi kualitas data satelit
penginderaan jauh untuk kondisi lokal.
Data lapangan pada umumnya terkait dengan pengukuran spectral objek, waktu pengukuran, posisi dan
lokasi dimana objek tersebut diukur, lingkungan sekitar objek, termasuk kondisi cuaca, kecerahan langit
dan sebagainya yang semuanya itu merupakan informasi yang dapat dijadikan sebagai parameter-
parameter acuan dalam mengolah dan menganalisis data satelit penginderaan jauh. Dengan bantuan data
lapangan ini, maka dapat dilakukan pengolahan data satelit dengan acuan data real di lapangan sehingga
dapat diperoleh informasi yang lebih akurat mendekati actual di lapangan.
Pengukuran di lapangan terkait dengan pengukuran spectral. Informasi spectral sangat penting untuk
mempelajari karakteristik dari objek-objek di permukaan bumi. Semua objek di permukaan bumi
menyerap atau memantulkan reflektansi sebagian atau seluruhnya. Semua objek mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam menyerap dan memantulkan spectral sehingga hal ini menjadikan ciri
atau karakteristik dari objek. Air, tanah dan tumbuhan mempunyai karakteristik spectral yang berbeda
1
untuk panjang gelombang tertentu. Profil dari karakteritik spectra objek dapat di pergunakan untuk
melakukan kajian atau assessmen terhadap objek, misalnya profil karakteristik untuk vegetasi sering
dipergunakan untuk mempelajari gabagimana pola-pola tumbuhan dalam skala spasial yang besar
mempengaruhi struktur dan fungsi ekosistem. Analisis dari berbagai data spectral, apakah dari
pengukuran di aboratorium atau dari pengukuran dengan berbagai wahana seperti pesawat atau satelit
pada hakekatnya semua itu memerlukan pengetahuan dasar tentang profile karakteristik spectral dari
berbagai material atau objekyang berbeda. Oleh karena itu pengukuran di lapangan sangat penting.
Kebanyakan kegiatan terkait dengan pemanfaatan data penginderaan jauh khususnya data
satelit penginderaan jauh memerlukan “kerja” di lapangan Pekerjaan di lapangan tersebut sangat
penting dalam memberikan hasil akhir kegiatan yang dapat dipertanggung jawabkan dan handal . Hal
tersebut dapat dicapai jika pekerjaan lapangan dan pemanfaatan data acuan direncanakan secara baik
dan dilaksanakan secara tepat dan benar. Namun, jika pekerjaan di lapangan tidak direncanakan
dengan baik dan jika tidak dilaksanakan secara tepat akan memberikan “konribusi” Error atau kesalahan
sehingga akan mempengaruhi kualitas hasil akhir dari kegiatan. Beberapa literatur menunjukan bahwa
salah satu sumber kesalahan dari informasi yang diturunkan dari penginderaan jauh adalah kesalahan
pengambilan data lapangan (ground truth). Sebagaimana dapat di lihat pada Gambar 1 . Sumber
Kesalahan Pada Informasi Berbasis Penginderaan Jauh
“Ground truth” adalah process pengumpulan data lapangan sebagai komplementer (pelengkap)
data remote sensing yang diperoleh dari data foto udara atau satelit. Informasi yang diperoleh dari
Ground truth dijadikan sebagai data acuan (“reference data”) yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai
pihak untuk keperluan interpretasi, analisis dan validasi data penginderaan jauh khususnya data
penginderaan jauh satelit. Ground truth dapat meliputi serangkaian kegiatan pengumpulan data dengan
pengukuran atau pengamatan tentang objek atau fenomena yang diamati. Para petugas lapangan
mengumpulkan data. Dari groundtruth tersebut dapat dilakukan identifikasi posisi dan lokasi tataguna
dan tutupan lahan dan membandingkannya dengan apa yang tampak pada citra. Ground truth juga
dapat memberikan informasi dinamika kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat atas terjadinya
perubahan terkini dari tutupan lahan sebagai akibat kegiatan tersebut. Data ground truth tersebut dapat
mem “verifikasi” atau memvalidasi objek pada citra sehingga hasil ground truth dipakai untuk
membantu dalam interpretasi, analisis dan validasi data penginderaan jauh dan sekaligus dapat meng-
update (meremajakan) informasi objek pada citra tersebut termasuk untuk peremajaan peta. Namun
hasil ground truth “tidak selalu akurat”.
2
- Sistem sensor
- Gerakan (manuver)
Implementasi Akuisi - wahana (satelit, pesawat, UAV)
Keputusan Data - Sistem pencuplikan data (granule)
- Posisi lokasi di bumi
- Koreksi radiometric
Pengambilan Pengolahan - Koreksi Geometrik
Keputusan Awal
SUMBER - Konversi data (raster-vektor
dan sebaliknya
KESALAHAN
3
Akurasi dari suatu klasifikasi biasanya diteliti dengan membandingkan hasil klasifikasi dengan
data reference, yang diyakini merefleksikan tutupan lahan sesungguhnya dengan akurat. Sumber-
sumber data acuan antara lain data hasil ground truth, citra atelit resolusi tinggi, peta skala besar yang
diturunkan dari interpretasi foto udara.Akurasi asesmen sesungguhnya adalah perbedaan antara
klasifikasi yang dikerjakan dari pengolahan citra dan reference data. Jika reference data tidak akurat ,
maka kemungkinan klasifikasi yang dihasilkan juga tidak akurat walaupun klasifikasikan yang
dilakukan adalah baik. Oleh karena itu, lebih baik dengan sedikit data reference tapi akurat. Perlu
diperhatikan juga perubahan waktu, jika citra satelit diakuisisi berbeda waktu dengan pengumpulan
reference data kemungkinan akan terdapat kesalahan karena fakta di lapangannya telah terjadi
perubahan. Idealnya, pemilihan site reference (acuan situs atau lokasi) harus berdasarkan rancangan
atau strategi sampling. Ground truthing dari “mobil” bukan suatu metode rancangan “random sampling”
(pencuplikan secara acak) dan hasil pengukuran dengan cara ini akan “bias”.
Penekanan utama dari pengumpulan data dengan “ground truth” adalah untuk
verifikasi dan asesmen akurasi dari analisis citra. Sejauh ini tidak atau belum ada standard
yang berlaku secara universal untuk asesmen akurasi (Congalton and Green 2009).
Pertimbangan-pertimbangan untuk asesmen akurasi dalam pengumpulan data ground truth mencakup:
karakteristik dan distribusi objek atau fenomena objek yang dipetakan, ukuran contoh („sample‟),
jumlah contoh (sample), jenis objek, frekuensi pengumpulan (pengukuran), konsistensi dan objektifitas
dalam pengukuran dan pengumpulan data (Congalton and Green 2009). Sejak tahun 1970 an, para
peneliti telah melakukan asesmen terhadap akurasi dengan menggunakan teknik yang sederhana
(Ginevan 1979), yang kemudian dilanjutkan dengan asesmen yang memerlukan pengukuran yang lebih
detil- Congalton et al. (1983). Selanjutnya berkembang dengan pendekatan statistik dalam seperti
menentukan ukuran contoh (sampel) (Hord and Brooner 1976, van Genderen and Lock 1977, Hay 1979,
Rosenfield et al. 1982, Congalton 1988) dan juga pemilihan strategi sampling Ginevan (1979),
Fitzpatrick -Lins (1981), and Stehman (1992).
Pada pelaksanaan ground truth sering kali dilupakan beberapa hal penting antara lain terkait
sebagai berikut:
4
kegiatan termasuk metode yang akan dipakai dan menjelaskan produk akhir apa yang
diharapkan untuk dihasilkan dari kegiatan atau proyek tersebut. Apakah dalam bentuk “peta”,
atau “laporan kegiatan” saja. Namun, apapun hasilnya, perencanaan pendahuluan kegiatan
sangatlah penting. Misalkan yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan penginderaan jauh adalah
“peta” maka dalam perencanaan diperlukan informasi terkait dengan: lokasi dan ukuran
kawasan projek, skala peta yang akan dihasilkan atau yang mungkin dapat dihasilkan, akurasi
yang ditawarkan yang dapat dicapai dari kegiatan tersebut, end user (pengguna) dari produk
akhir yang dihasilkan (siapa yang akan menggunakan peta hasil kegiatan dan bagaimana
menggunakannya), perhatikan legenda dari peta yang dihasilkan yang mungkin dapat tercakup
dalam peta hasil kegiatan dan harus memenuhi standar legenda yang berlaku, jenis-jenis data
citra yang diperlukan dan akan dipakai dan metode lapangan yang akan diterapkan.
Dalam perencanaan untuk kegiatan pengukuran atau survey lapangan harus memperhatikan
kesulitan di lapangan. Oleh karena itu perlu dibuat perencanaan survey dan rencana sampling
(pencuplikan) data atau pengukuran di lapangan sehingga menjaminan keterwakilan objek
yang diukur bersarkan dari sampel-sampel (contoh-contoh) objek di lapangan. Akurasi peta
tergantung pada derajat keterwakilan secara benar dari data (objek) yang di “cuplik pada
permukaan lahan dan termasuk pengambilan sejumlah “contoh” secara cukup untuk tiap kelas
(kategori) untuk dipetakan dan menjamin bahwa total dari “contoh” merepresentasikan semua
variasi dalam tiap katagori. Ketidak berhasilan mencapai hal tersebut sering kali terjadi dalam
pekerjaan lapangan pada penginderaan jauh, namun kesalahan ini dapat dihindari atau
diminimalkan, dan biasanya kegagalan yang sering terjadi karena pengumpulan “contoh” yang
sangat sedikit (kurang memadai).
Pada beberapa metode klasifikasi yang dipakai pada penginderaan jauh (khususnya dalam
pengolahan klasifikasi) mengasumsikan bahwa titik-titik data mempunyai distribusi acak
(random) atas area (kawasan) yang diamati. Namun acapkali, asumsi tersebut diabaikan selama
pengumpulan data di lapangan sehingga hasil akurasi peta dinegosiasikan/ dikonsialisasikan.
Jika data lapangan tidak dapat dikumpulkan sejalan dengan asumsi statistik sampling yang
dipakai untuk training sample dari proses klasifikasi, maka perlu pembatasan akurasi dalam
klasifikasi. Akurasi dari hasil akhir (peta) perlu dan baik, namun harus dinyatakan oleh Analis
dalam laporannya. Yang terpenting disini adalah para analis data perlu memahami metode
klasifikasi dan menyampaikan bahwa data yang ada sesuai dengan metode klasifikasi.
5
c. Kurang Memperhatikan Perbedaan Skala
Masalah ini sering dialami oleh mereka yang kurang memiliki pengalaman lapangan. Resolusi
dari mata manusia hanya berjarak beberapa “kaki” (feet) dari objek yang diamati sehingga dapat
memberikan informasi lapangan yang berlimpah sementara foto udara atau citra satelit
diperoleh dari suatu jarak yang lebih jauh dapat mencapai ratusan bahkan ribuan meter dari
objek yang diamati relatif informasinya tidak selengkap informasi lapangan. Bagaimana
merelasikan (menghubungkan) data lapangan dengan citra atau foto udara untuk dapat
menyajikan informasi “general” yang komprehensif dan akurat merupakan hal yang tidak
mudah bagi petugas lapangan yang kurang atau belum berpengalaman. Sebagian besar kerja
lapangan adalah pengumpulan informasi lapangan yang dapat di perluas dan diagregasi terkait
dengan informasi yang dapat tampak pada foto udara atau citra. Untuk itu, seseorang harus
memvisualisasi perluasan suatu „pixel‟ lapangan yaitu cakupan luasan di lapangan yang
direpresentasikan oleh suatu pixel citra. Kemudian diperlukan untuk mengumpulkan data
lapangan untuk mewakili secara baik untuk satu atau beberapa pixel citra.
d. Kesalahan-kesalahan Lokasi
Dengan citra georeference dan receiver GPS masalah-masalah terkait lokasi dapat dikurangi.
Namun masih tetap merupakan kesulitan karena suatu lokasi di lapangan terkait dengan
koordinat pixel tertentu. Untuk itu, perlu untuk memperkirakan potensi kesalahan lokasi pada
unit-unit pixel dan melakukan penyesuaian ukuran unit sampel. Potensi terjadinya kesalahan
lokasi adalah pada permukaan tinggi dan yang mempunyai variasi tipe liputan yang tinggi
(terutama di daerah perkotaan/ urban). Daerah yang homogenitasnya tinggi tetap mempunyai
kesalahan terutama sepanjang lokasi yang dekat pada suatu batas katagori (kelas). Field of
View (FOV) dari sensor juga mempengaruhi ketelitian lokasi yang ditentukan. Sensor-sensor
dengan FOV yang lebih besar memungkinkan kesalahan “lintang” dari pada FOV yang lebih
kecil.
6
yang dikumpulkan dari pada yang diperlukan dimana akan menyebabkan tidak efisien dan
efektifnya pengumpulan data. Kesalahan tersebut terjadi karena kurang memperhatikan
tujuan kegiatan sehinggadapat membuang banya waktu di lapangan. Beberapa peneliti senang
membuat kekeliruan/ kesalahan dengan pengumpulan data berlebihan. Mereka mengumpulkan
segalanya yang mungkin karena ketidak pastian tentang variable-variabel bio fisik yang mana
yang reflektansi paling signifikan pada suatu permukaan objek. Sama halnya kekurangan atau
kelangkaan data dari pengukuran feature-feature yang mempunyai response spektral yang kecil
atau tidak berpengaruh atas panjang gelombang yang diindera. Misalnya, pengukuran
temperature air ketika menggunakan citra visible dan infra merah akan memberikan data yang
tidak relevan dengan citra. Setiap projek lapangan dapat dimulai dengan curah pendapat („brain
storming‟) untuk mengidentifikasi semua variable bio fisik yang mempengaruhi respon spektral
pada panjang gelombang –panjang gelombang yang diperhatikan. Variabel-variabel bio fisik
yang dipilih untuk diukur sesungguhnya ditentukan oleh tujuan dari projek sebagai acuan.
Beberapa kesulitan terjadi adalah karena kurang dipahami hubungan antara variable bio, geo
fisik dan factor-faktor lain yng berpengaruh terhadap respons spektral objek pada permukaan
materi (objek). Makin banyak pengetahuan tentang hubungan reflektansi-absorsi-transmisi
oleh petugas lapangan maka akan makin memudahkan untuk memilih variable-variabel bio, geo
fisik untuk diamati di lapangan. Petugas lapangan paling sedikit perlu mengetahui bagaimana
response spektral untuk “air, tanah, tumbuhan, beton, aspal” terhadap radiasi energi matahari
pada panjang gelombang yang dipantulkan. Pengetahuan tersebut sangatlah penting sebagai
pengetahuan yang diperlukan untuk memahami pengaruh berbagai kondisi: seperti kondisi
lingkungan dancuaca, variable bio, geo, fisik, unsur kimiawi terhadap respon spektral .
Misalnya kita perlu memahami efek pencemaran terhadap respon spektral air, pengaruh
kelembaman, tekstur, kerapatan tajuk, bio masa untuk respon reflektansi vegetasi dan
sebagainya.
7
lapangan yang sesuai atau berdekatan dengan akuisisi data dari satelit atau pesawat, dan
ketersediaan anggaran atau mengatasi kelemahan dengan memperkecil beda waktu atau
musim antara bahan acuan dan citra, dan melengkapi bahan acuan melalui penelusuran
literatur terkait secara komprehensif sehingga dapat mengurangi pekerjaan lapangan yang
diperlukan.
8
Proses Pelaksanaan Riset Desain
Desain Kegiatn: - Pemilihan data
- Issues - Pengolahan awal (Koreksi Data –radiometric, Laporan Kegiatan
- Hipotesis geometric) data siap pakai untuk pengolahan
- Tujuan, Sasaran selanjutnya
- Methodologi - Pengolahan lanjutan ( Klasifikasi-supervised dan
- dll unsupervised dari objek yang terkait bio-geo-fisik)-
dapat dilakukan sebelum ground truth Asesmen Akurasi
Analisis Informasi dan Reporting
REPROCESS
Ground Truth: Sampling Plan
(jalur terbang, jalur survey, (Reclassification atau
Ground Truth (survei)
sampling plot, kaliberasi alat - Pengukuran parameter objek Klasifikasi yang
ukur, dll)Proposal (posisi objek, spektral – ukuran sudah terkoreksi dan
individu dan asosiasi objek, suhu- juga terkoreksi
ukuran individu dan asosiasi geometrik) dan
Data dukung lain: objek , arah dan kecepatan angin, Accuracy Assessment
- data meteorology (stasiun salinitas, arus, dll)
local dan satelit)
-citra satelit resolusi tinggi/
foto udara
- Pasut (stasiun lokall)
- Dll
9
memerlukan pertimbangan akurasi, maka pada tahap ini telah dapat menhasilkan laporan
tentang kondisi suatu objek. Namun jika hasil tersebut harus mempunyai ketelitian tertentu
maka diperlukan validasi lapangan dengan melakukan survey atau ground truth.
c. Hasil dari pengolahan di atas tersebut dipakai untuk membuat proposal perencanaan survey
yangmemuat antara lain:jalur survey, sampling plot (titik sampling), kaliberasi alat (sebelum
survey dan pada saat di lapangan), termasuk juga pembuatan jalur terbang jika diperlukan data
pengukuran dengan pesawat atau drone untuk kawasan yang luas sehingga dapat dilakukan
validasti berjenjang dari data satelit melalui pengukuran dari udara dan dari darat (ground).
d. Pada pelaksanaan “ground truh” dilakukan pengukuran parameter objek (posisi -koordinat
objek, spektral – ukuran individu dan asosiasi objek, suhu- ukuran individu dan asosiasi objek ,
arah dan kecepatan angin, salinitas, arus, pasut ( dari stasiun lokal), foto objek dan lingkungan
objek, foto langit (barat, timur dari lokasi objek) untuk melihat kecerahan pada saat
pengukuran dan dan sebagainya. Ketika kelapangan biasanya juga diperlukan data dukung
lainnya seperti kondisi cuaca atau data meteorology ( local dan satelit), citra satelit resolusi
tinggi/ foto udara
e. Hasil pengukuran lapangan dimanfaatkan untuk proses pengolahan kembali (reprocess) dan
melakukan assessmen akurasi dari hasil klasifikasi dan selanjutnya membuat laporan penelitian.
Data hasil survey direkam ke dalam database sebagai suatu data historis dan dapat
diipergunakan kembali untuk kegiatan yang sama ataupun kegiatan yang berbeda dengan objek
yang yang diteliti relative sama.
2. Tujuan
3. Sasaran
10
II. PETUNJUK PELAKSANAAN GROUND TRUTH
a. Pelaksanaan ground truth tidak terlepas dari substansi penelitian dan pengembangan khususnya
methodologi yang diterapkan untuk menjawab isu atau hipotesis yang semuanya dituangkan
dalam riset desain.
b. Pelaksanaan riset desain diawali dengan pengumpulan, pemilahan dan pemilihan data yang
diperlukan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai.
c. Data yang terpilih dilakukan proses koreksi sesuai dengan kebutuhan (radiometric, geometric)
dan dapat dilanjutkan dengan proses klasifikasi citra (jika diperlukan) untuk analisis informasi
sebelum dilakukan ground truth.
d. Dari pengolahan dan koreksi data dapat dibuat “perencanaan groud truth” yang memuat rencana
jalur terbang, jalur survei, penetapan metode atau strategi sampling- desain pengambilan data (
sampling plot -sampling window, transek, matrik, jumlah sample- keterwakilan dari target yang
diamati dan sebagainya), tentukan field sites (field area) dan titik-titik koordinat yang dipilih
untuk pengukuran lapangan dengan GPS.
e. Sebelum ground truth, agar dilakukan: i) penyiapan peralatan (navigasi-GPS, alat ukur spectral
–spektrometer , tempertur, kamera, video, dsb) yang diperlukan; 2) melakukan kaliberasi
peralatan atau uji kinerja perlatan- kaliberasi atau uji kinerja peralatan wajib dilakukan dan
dibuatkan “Laporan Singkat Kesiapan Peralatan Ground Truth” berdasarkan hasil uji dan
kaliberasi alat; iii) siapkan fasilitas pendukung lainnya (sepatu, baju lapangan, sarung tangan,
tali, senter, masker, topi lapangan, dll); iv) kumpulkan data pendukung lainnya: data lain
(sekunder) yang diperlukan, peta RBI, peta tematik dsb termasuk prediksi informasi cuaca pada
waktu pelaksanaan ground truth dan data-data lain; v) lakukan kontak kepada mitra kerja (di
Pemerintah Daerah) dan urusan perijinan pengukuran di lapangan kepada pemilik lahan (jika
dimiliki swasta); vi) siapkan logistic yang diperlukan; vi) buat tentative jadual jadwal kegiatan
pelaksanaan ground truth (lamanya pelaksanaan groud truth, waktu pengukuran sebaiknya
disesuaikan dengan waktu lintas satelit, jendela waktu pengukuran-misalnya jam 09.20 –
14.30),
f. Jika diperlukan, dilakukan pelatihan singkat penggunaan dan perawatan serta perbaikan
peralatan ukur kepada petugas/ teknisi atau operator peralatan agar pada saat pengukuran di
lapangan tidak mengalami hambatan
11
g. Perencanaan Ground truth dituangkan dalam “Proposal Pelaksanaan Ground Truth” yang
diusulkan kepada dan disetujui oleh Kepala Bidang setelah dilakukan pemaparan yang dihadiri
oleh peneliti, perekayasa atau nara sumber.
h. Proposal Pelaksanaan Ground Truth yang telah dikoreksi atau mendapat pengkayaan dari
berbagai pihak terkait sebagaimana tersebut pada butir 6 di atas, dicopy dan disampaikan untuk:
Kepala Bidang (sebagai bahan monev), “P2K” untuk dokumen pertanggung jawaban
administrasi.
i. Format Proposal pada lampiran A
10
6
1 5
2 9
7
3 4 8
12
5) Dokumentasikan semua hasil pengukuran lapangan terkait objek: lingkungan objek, posisi
(GPS), spectral objel dan lain-lain dalam bentuk buku catatan-catatan hasil pengukuran,
fotografi atau video.
6) Pastikan titik observasi di lapangan telah sesuai dengan titik observasi (koordinat-yang
ditetapkan pada perencanaan dengan melihat posisi koordinat di perangkat GPS.
7) Ambil foto atau gambar perangkat GPS sedemikian rupa sehingga bisa menunjukkan dan
mendokumentasikan koordinat titik observasi di lapangan, sebagi bukti juga bahwa telah
dilakukan kegiatan pengukuran lapangan .
8) Ambil foto atau gambar kawasan hutan yang diobservasi sedikitnya dari 4 (empat) arah,
yaitu timur, selatan, barat dan utara.
9) Buat berita acara observasi lapangan
13
c. Pemanfaatan Data Ground Truth
14
III. PETUNJUK PENGAMBILAN SAMPLING
Data contoh (sample), ukuran plot dan strategi (metode) bagaimana data tersebut dikumpulkan
sangat mempengaruhi ketelitian dan biaya dari pengambilan contoh data. Perencanaan pengumpulan
data perlu dilakukan secara baik dan benar. Pengumpulan data tidak hanya mendapatkan presisi
(ketelitian) yang diharapkan tercapai tapi juga dapat menekan biaya serta menjamin bahwa data yang
dikumpulkan bermanfaat serta relevan dengan variable-variabel terkait model yang dikembangkan
dalam pengamatan objek-objek pada area tersebut . Perencanaan pengumpulan data lapangan atau
perencanaan sampling harus dilakukan secara cermat dan teliti karena akan menentukan lamanya waktu
di lapangan, biaya yang dikeluarkan, ketelitian dan keyakinan atas hasil akhir informasi penginderaan
jauh yang akan dihasilkan.
15
resolusi yang tinggi, foto udara atau peta tematik) tidak berbeda jauh dengan data satelit yang
sedang diproses.
f. Tentukan daerah sampel (lokasi sampel-sampel sites) tiap kelas objek yang memadai
g. Tentukan jumlah titik sampel yang akan diukur di lapangan dan jarak antar titik sample (jika
mungkin) dari tiap kelas objek. Dalam menentukan jumlah titik sampel dapat dijadikan
sebagai pegangan adalah, antara lain, sebagai berikut:
1) Tanpa Melihat Kelas Distribusi
Dalam memilih sample site untuk data terlatih (training data) semua variabilitas dalam
kelas-kelas perlu diperhitungkan secara baik. Pada beberapa kelas homogen perhitungan
hanya memerlukan sedikit (beberapa) sites saja. Untuk kelas dengan variabilitas yang tinggi
memerlukan sampel site yang lebih banyak. Secara umum, Jensen (1996), dengan tanpa
melihat distribusi statutik setiap kelas, menganjurkan jumlah pixel dalam tiap kelas paling
sedikit 10 kali dari jumlah kanal (band), misalnya jika 6 kanal dari TM dipakai, maka paling
sedikit 60 pixel training yang dipilih untuk tiap kelas. Jumlah ini cukup untuk mendapatkan
matrik varian-covariance yang valid yang biasa dilakukan untuk klasifikasi.
B
N= 4bi2 dimana bi adalah ketelitian yang diharapkan untuk kelas i, B adalah
distribusi Chi- square λ (1-α/k, 1)
Contoh:
7568
N = 4(0,05)2 = 757 sampel atau masing masing kelas = 757/ 8≈ 95 sampel
16
3) Berdasarkan Distribusi Binomial
Jumlah sampel diperlukan untuk mendapatkan tingkat akurasi yang memadai atau untuk
meningkatkan akurasi yang diperlukan. Jumlah sample yang diperlukan tentu terkait
dengan karakteristik objek yang diamati, bagaimana strategi (metode) sampling, bagaimana
cara mengimplementasikan metode tersebut seperti pemilihan sampling site (plot, frame),
berapa akurasi yang diharapkan dengan tingkat kepercayaan yang memadai. Dalam
pemilihan sampling sited untuk “data training” yang paling utama (penting) adalah
meyakini bahwa semua parameter atau keragaman dalam kelas-kelas objek diperhitungkan
secara baik. Untuk kelas-kelas yang relatif homogen mungkin hanya memerlukan sedikit
sampling site, sedangkan untuk kelas dengan keragaman yang tinggi diperlukan lebih
banyak sample sites
Jumlah sample atau training data dapat memberikan pengaruh terhadap ketelitian hasil
klasifikasi. Namun belum ada suatu metode atau aturan baku untuk menentukan jumlah
sample yang diperlukan untuk asesmen akurasi. Namun terdapat pedoman yang cukup
memadai antara lain yang dianjurkan (Fitzpatrick-Lins, 1981) memanfaatkan distribusi
binomial atau distribusi normal. Untuk distribusi binomial untuk menaksir jumlah sampel
dari seluruh populasi pada suatu area studi (pengamatan) adalah:
Nsampel = Z 2 (p)(q)/E2
Persamaan di atas menghitung jumlah ideal “pixel” untuk sampel sebagai titik-titik
reference untuk akurasi keseluruhan dari klasifikasi. Ketika kesalahan yang diperkenankan
meningkat maka jumlah sampel menurun. Nsammpel adalah jumlah sample, Z = 1,96 2
(standard deviasi distribusi normal dengan konfiden level – tingkat kepercayaan 95%), p
is akurasi (ketelitian) yang diharapkan, q adalah 100 – p, and E adalah kesalahan yang
diperbolehkan (ditolerir). Untuk contoh, jika diharapkan akurasi 85%, dengan kesalahan
yang diperbolehkan 5% ( atau tingkat kepercayaan 95% confidence level), diperlukan
sampel site 204. Jika kesalahan yang diperkenankan diubah menjadi 2%, maka jumlah
sampel yang dibutuhkan menjadi 1275.
Misalkan dilakukan pendekatan “stratified random sampling”, jumlah pixel reference atau
titik-titik sampel yang diperlukan dengan akurasi yang diharapkan dan error yang
dimungkinkan harus distratifikasi untuk tiap katagori tema. Masing-masing katagori akan
mempunyai jumlah sampel Nsample kelas i = (ni/Npopulasi) × Nsample; dimana ni adalah jumlah
pixel atau objek dalam Kelas i Objek
17
4) Berdasarkan Multinomial
N= (B∏i )/ bi2 = (7568)(0,3)/(0,05)2= 636 sampel atau sampel untuk masing-masing kelas
adalah 636/8 ≈ 80 sampel per kelas
Catatan
Metode ini tidak mempertimbangkan ukuran dari study area, jumlah kelas (katagori),
Saran dari Congalton and Green (1999), berdasarkan pengalaman terhadap distribusi
multinomial adalah mengambil minimum 50 sample untuk tiap katagori.
Jika luas area lebih besar dari 1000.000 are (atau 10000 ha) atau jika katagori lebih dari 12
maka dapat diambil sampel antara 75-100 tiap katagori.
18
IV. PENGUKURAN SPEKTRAL DENGAN SPEKROMETER
Spectroscopy adalah studi tentang interaksi antaa radiasi elekromagnetik dengan objek. Di
Penginderaan jauh, pemanfaatan radiasi elektromagnetik adalah interaksi dengan objek yang diamati
yang memberikan informasi tentang kondisi suatu objek . Informasi tersebut didapat dari radiasi
elektromagnetik yang di pantulkan (refleksi), diteruskan (transmisi) dan diserap (absorb) oleh objek.
Tujuan penggunaan spektrometer atau radiometer adalah untuk mengukur energi datang
(irradiance) dan energi yang dipantulkan (radiasi) dari objek dan terkait dengan sifat-sifat objek seperti
sifat bio-geo- fisik dari objek termasuk kandungan atau sifat kimiawi . Sifat bio-geo-fisik dari objek
yang dapat diukur dengan spektrometer antara lain khlorofil tumbuhan, kandungan organisme dalam air
dan sebagainya. Tujuan dari panduan ini adalah untuk pengumpulan reflektansi spektral lapangan.
19
Gambar 4.2. Iluminasi
Catatan:
Pada saat cerah, iluminasi dominan. Operator harus menyadari kemungkinan potensi illumniasi
kuat dari objek-objek sekitar. Refleksi dari objek sekitar seperti pohon, bangunan, awan atau operator
yang mengoperasikan instumen memberikan tambahan sumber energi (radiasi) datang. Walaupun
sumber radiasi tersebut merupakan bagian dari total radiasi, pada praktek hanya radiasi matahari
langsung yang diperhitungkan. Radiasi dari objek sekitar harus diminimalkan ketika pengumpulan data.
Untuk memenuhi bahwa pengumpulan data spektral di lapangan dari satu sumber (radiasi langsung
matahari) maka pengukuran sebaiknya saat langit bersih (terang).
Perhatikan irradiance (energy matahari data) dan energy yang dipantulkan-„reflected energy‟
(radiansi) seperti dua kerucut panjang, masing-masing kerucut membentuk sudut kecil pada permukaan
target. Reflektansi pada target tersebut sebagai rasio dari radiansi/ irradiance. Namun sesungguhnya
reflektansi tersebut tidak hanya dari satu titik saja, tapi dari seluruh permukaan, maka perlu untuk
mengukur irradiance dan radiansi dari segala posisi dan semua posisi sumber yang mungkin. Untuk
memahami karakteristik refleksi belahan bumi dari seluruh target, perlu untuk mengukur radiansi dan
irradiansi dari belahan bumi pada semua posisi sensor dan semua sumber yang mungkin. Radiansi yang
dipantulkan belahan bumi dalam suatu range spectral tertentu diacu sebagai indicatrix spectral target.
Jika target di seluruh permukaan bumi diukur dengan sudut yang sempit (kecil), 1° , maka diperlukan
sangat banyak pengukuran. Prakteknya mengukur radiansi sample target target bersamaan dengan
20
radiance dari panel putih standard yang merepresentasikan irradiance. Refkelektansi (r), adalah rasio
dari radiance target dan radiance panel.
r = (radiance of target/radiance of panel)k , konstantan k≤1 adalah factor koreksi panel. Panel
referensi adalah reflector Lambertian yang mempunyai koreksi konstanta yang sama tanpa terpengaruh
oleh perubahan sudut azimuth atau zenith dari irradiansi.
Permukaan Lambertian mempunyai permukaan yang baik untuk memantulkan energy (refleksi)
dengan tidak ada bias langsung. Namun, hal ini tidak sesungguhnya benar, karena permukaan
Lambertian yang sempurna tidak dapat dicapai. Bahan untuk panel reflektansi biasanya sejenis keramik
(keras, licin) mempunyai reflektansi rata-rata 98.2%, atau bervariasi dari 95.0 to 99.3%. Namun
terdapat bahan lainnya. Semua bahan mempunyai masalah terhadap abu dan perawatan harus
dilakukan untuk menjaga panel refernsi tetap bersih. Permukaan panel keramik harus dibersihkan
denga air bersih dan kertas pasir yang kedab air. Menggunakan suatu penel dalam lingkungan yang
berabu atau tangan yang kotor harus dilakukan pembersihan berkali-kali.
Irradiance Radiance
Gambar 4.3. Bidang Kerucut dibentuk flux irradiance langsung dan flux radiance
diffuse
21
Peta Lahan (Semak)
Semak Belukar
Hal-hal tersebut perlu mendapatkan perhatian karena semuanya itu mempengaruhi akurasi
pengukuran spektral. Pengukuran spekral di lapangan memerlukan akurai dan presisi. Akurasi
mengacu pada tingkat kepercayaan dari hasil dari pengukuran pada suatu lokasi dengan lokasi lain atau
antara suatu pengukuran dengan suatu standard. Sedangkan presisi menunjukan bahwa pengukuran di
dalam kondi-kondisi terkendali sehingga dapat diulang-ulang dengan memberikan hasil yang
“sama”(hampir sama) dan diukur dengan tingkat kepercayaan yang sama. Error (kesalahan)
didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai yang diukur dengan “benar” dari suatu entitas (objek)
22
dengan acak atau sistematik. Spektral reflektansi diukur pada kondisi lapangan akan mempunyai
berbagai sumber kesalahan, namun spectrometer lapangan yang baik dan rancangan penelitian dan
pengukuran di lapangan yang terencana secara baik dapat mengurangi (meminimalkan) kemungkinan
kesalahan-kesalahan yang terjadi dari sumber-sumber tersebut di atas.
Faktor-faktor tersebut di atas dapat dikatagorikan sebagai faktor: lingkungan (kecepatan dan
arah angin, jenis dan liputan awan, temperatur, humiditas, aerosol), pandangan geometrik (tingkat
kepekaan sensor, pandangan lapangan-“ field of view” (FOV), pandangan lapangan sesaat-“ and
instantaneous-field-of-view “ (IFOV), kepekaan sensor atas ketinggian di atas target atau tanah,
geometrik iluminasi (hari, waktu, posisi dan ketinggian matahari, azimut dan orientasi, asap dan kabut),
integrasi dan waktu pengukuran, kaliberasi alat, standard refference dan rancangan percobaan. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam pengukuran lapangan, di integrasikan dengan referense
data dapat dilakukan analisis spektral dan ketepisahan spektral dari objek, yang digambarkan seperti
gambar 4.5, Diagram Konsep Faktor Yang Mempengaruhi Pengukuran Spektral
Diagram konseptual pada gambar 4..5, sesungguhnya tidak hanya menunjukan faktor-
faktor yang perlu diperhatikan pada perancangan percobaan (pengukuran lapangan) untuk
memaksimalkan akurasi dari pengukuran spektral atau meningkatkan kualitas pengukuran
spektral, tapi juga sekaligus untuk mendokumentasikan semua komponen-komponen terkait
spektral seperti metadata spektral, foto yang diambil di lapangan, foto kondisi langit dan
kondisi target yang merupakan langkah awal dari pengembangan “spectral library”
(perpustakaan spektral), sehingga dapat dipakai untuk melakuan analisis keterpisahan dan
kesamaan spektral dari objek-ojeks untuk berbagai aplikasi. Dari gambar tersebut,
mendeskripsikan keperluan pengukuran spektral secara berulang dan dengan memenuhi
standard tertentu dan termasuk pembuatan metadata sehingga dapat dibangun database spektral
(“library spectral”). Dengan adanya standard dan spectral library maka akan memudahkan
transfer data, sehingga pengukuran spektral dapat meningkatkan kualitas data, bias sistematis
dapat dikurangi, perbedaan dan variabilitas dalam pengukuran dapat diminimalkan, faktor-
faktor tambahan dari yang telah ada atau yang dari luar sebagai hasil pengukuran- relevan dan
tidak relevan dapat diperhatikan (diketahui secara cepat), dan akurasi dan presisi pengukuran
dapat disiapkan.
23
Rancangan Percobaan
Pengukuran Lapangan:
- Waktu pengumpulan data Kaliberasi:
- Metode (termasuk geometri
- Alat (spectrometer)
danskala)
- Jumlah sampel(trategi, waktu) - Spectralon panel
ANALYSIS
Referensi
Spektral
Metadata
Spektroscopy lapangan adalah pengukuran dari interaksi dari energy radiasi dengan objek di
lapangan. Pada diskusi ini, hanya fokus pada pengukuran energy matahari yang direflesikan pada
Visibel (V) dan infra red, termasuk near infrared (NIR) dan panjang gelombang inframerah pendek
(SWIR), panjang gelombang 400–2,500 nm).
a. Pembangunan Perpustakaan Spektral (Spectral Library)
Salah satu penggunaan utama dari data hiperspektral adalah untuk mengidentfikasi material
yang tidak diketahui dengan membandingkan kurva spectral yang diperoleh di lapangan atau
dari citra hiperspektral dengan kurva spectral untuk subtansi material yang telah diketahui.
Beberapa perpustakaan spectral telah tersedia tapi da banyak kemungkinan untuk menambahkan
kurva spectral yang dapat dipakai untuk membangun perpustakaan spectral untuk material-
material khusus. Untuk itu, perlu mendapatkan kurva spectral baru di lapangan atau di
laboratorium untuk keperluan tertentu. Sebagai contoh, diperlukan pengumpulan perpustakaan
spectra dari berbagai tanaman dari berbagai keadaan tekanan (stress) terhadap tanaman atau
target material lain untuk dapat mengidentifikasinya pada citra.
b. Pemilihan Panjang Gelombang dan musim
Satu dari banyak aspek yang menarik dari penginderaan jauh adalah pemodelan untuk
memodelkan interaksi energy matahari dengan objek bio-fisik pada permukaan bumi. Jika
dapat ditentukan hubungan antara energy yang dipantulkan (refleksi) dengan karakteristik bio-
fisik dari permukaan yang melingkupi materi (misalnya kelompok tumbuhan/ tanaman dan
kerapatan tumbuhan/ tanaman), maka dari model dapat dihitung energy yang dipantulkan dan
memperkirakan kondisi objek (bio-fisik). Miller and Pearson‟s (1971) telah menggunakan
spectrometer untuk meng”estimasi” biomass padang rumput. Mereka telah mengukur
reflektansi spektral dan biomasa untuk sejumlah plot sample di padang rumput Colorado,
kemudian mencari hubungannya dengan “regresi.
25
d. Spectral Yang Bercampur
Menguji informasi yang dimuat dalam satu pixel citra adalah aplikasi khusus untuk pemodelan
spektral yang tidak bercampur. Dengan mengambil spectra lapangan untuk setiap jenis tutupan
dalam satu pixel bercampur, adalah mungkin untuk membuat kurva spektral dari berbagai
komponen di lapangan dari suatu area pixel tanah (lapangan)-ground pixel area. Kurva spektral
sintetik dapat dibandingkan ke suatu pixel citra yang telah merekam respons dari jenis tutupan
campuran yang sama. Data satelit dapat kemudian tidak dicampur untuk mengestimasi proporsi
tiap jenis tutupan yang memberikan kontribuasi respon spektral.(Adam-Smith, 1986). Tentu
saja hal ini ada keterbatasannya. Peneliti harus mengetahui masing-masing individu komponen
dari tutupan lahan yang terdapat di lapangan dan jumlah masing-masing anggota dapat
diidentifikasi dikontrol oleh kanal spektral yang tersedia dalam data set.
Untuk memahami karakter dari interkasi radiasi matahari dengan objek-objek di permukaan,
adalah perlu untuk menentukan indicatrik spektral lengkap dari objek. Perlu cukup untuk
mengetahui permukaan pang mempunyai bias langsung pada pola refleksi mereka. Gambar18
memperlihatkan pentingnya menjaga konsistensi geometri dari posisi matahari, target dan
spectrometer lapangan. Diagram menunjukan bahwa berbagai refleksi dengan sudut pandang.
Oleh karena itu, petugas lapangan harus menyadari sudut pandang antara spektro meter, target
dan matahari konstan. Hal ini akan didiskusikan lebih rinci pada prosedur lapangan.
Karakteristik spektral menunjukan hubungan antara panjang gelombang dan intensitas refleksi
dari target bio-fisik tertentu. Spectroscopy lapangan dapat dipakai untuk mempelajari
perbedaan spektral antara berbagai tutupan material (objek) di permukaan, termasuk perbedaan
species tanaman. Dengan Cara ini, seseorang dapat mengenali “feature” permukaan yang
dapat dibedakan dengan sensor satelit atau airborne dan mengenali jenis tutupan yang mudah
dibedakan dengan kanal tertentu dan dapat menentukan pula jenis tutupan apa yang sulit
dikenali secara spektral. Pengetahuan lanjutan untuk hal ini sangat bermanfaat ketika
menentukan kelas bagaimana spektral di kelompokan kedalam kelas informasi ketika
mengenali site training pada skema klasifikasi supervise (terbimbing).
f. Asumsi-asumsi saat Pengukuran Reflektansi Spektral
26
asumsi ini. Mengacu kepada Curtiss and Goetz (1994), Milton (1987), Salisbury (1998), and
Robinson and Biehl (1979) untuk diskusi lebih lanjut tentang konsep ini.
Seperti kebanyakan sensor, FOV spectrometer yang dikombinasikan dengan jarak ke target
menentukan luas yang diliput. Gambar 16. FOV spectrometer dimana seseorang dapat
menentukan jarak optimum dari instrumentasi ke target. Tangen θ, setengah sudut dari
FOV instrument dikalikan dengan jarak (d) menghasilkan jari-jari (radius) dari FOV target:
r = d tan θ
Spektrometer
Target
Misalkan d = 1,14 meter dan θ = 15◦ maka luas target yang dapat diamati dengan
spektrometer adalah π r2 .
Jika diketahui bahwa luas yang diamati adalah 1 m2, dan FOV = 15◦ berapa ketinggian alat
(sensor) ditempatkan di atas target?
A= π r = 1 r =
2
√ (A/ π) = √ (1/ π) = 0,56 m
d= r/ tan (15/2) =4,25 meter
Maka ketinggian yang diperlukan untuk mengukur luasan target 1 m2 adalah menempatkan
sensor 4,25 meterdi atas permukaan target.
Untuk mempertahankan instrument pada suatu jarak akan memenuhi dua asumsi berikut,
FOV harus diketahui.
Asumsi ini harus didapatkan untuk mengukur kurve spektral yang mewakili panel reference.
Untuk menghindari pengaruh dari radiasi spectral dari objek yang berdekatan, diameter
FOV tidak lebih besar dari 1/ 2 panel reference. Operator dapat mengaturnya dengan
melakukan penyesuaian jarak dari spectrometer ke panel reference.
27
3) Asumsi 3: Target dalam FOV
Tepatnya, apa yang mengisi FOV tergantung pada target. Namun, sesuatu yang bukan
bagian dari target yang dipilih harus di luar FOV. Speperti di atas, area target harus paling
tidak 2 kali diameter FOV. Jarak dari target dapat disesuaikan untuk mendapatkan FOV
lebih besar atau lebih kecil sesuai yang diperlukan.
Operator tidak dapat berbuat banyak selain dari meyakini bahwa pabrikan dari instrumentasi
memiliki standar kualitas.
7) Asumsi 7: Reflektansi berbagai panjang gelombang dari panel standar
diketahui dan tidak berubah selama pekerjaan
Untuk perhitungan reflektansi relatif antara target-target, operator dapat mengani tanpa
mengetahui reflektansi spektral panel. Hal ini penting, walaupun reflektansi panel tidak
berubah karena kotor atau kelembaban selama waktu pengukuran. Untuk menjaga
28
konsistensi alat, membersihkan atau mengganti reflektansi panel secara periodik diperlukan.
Perhitungan reflektansi mutlak memerlukan reflektansi dari panel untuk koreksi.
29
Lampiran A. Outline Proposal
OUTLINE PROPOSAL
I. PENDAHULUAN
Secara umum praktis, groundtruth adalah pengukuran lapangan yang diperlukan untuk
mem”validasi” data penginderaan jauh (khususnya data satelit). Menjelaskan secara spesifik, mengapa
perlunya groundtruth (keterkaitannya dengan substansi penelitian), menjelaskan parameter yang akan
cek/ validasi atau pengukuran parameter yang diperlukan untuk di validasi, bagaimana cara
pengukurannya dan apa alat ukur yang diperlukan. Apa metode sampling yang akan diterapkan dan
penjelasan keterkaitan metode sampling yang dipilih dengan objek yang akan diukur dan objek yang
diteliti dan berapa jumlah (frekuensi) pengukuran yang dilakukan untuk tiap sampling site (titik)
Menjelaskan karakteristik lokasi penelitian dan lokasi yang akan dijadikan sample area
(sampling plot), meliputi karakteristik geo-bio-fisik terkait dengan sampling area (sampling plot).
Penjelasan tersebut disertai dengan citra lokasi penelitian dan lokasi untuk pengukuran sample data
(dengan memberikan mark-tanda) dapat berupa polygon. Termasuk potensi risiko yang mungkin terjadi
pada saat pengukuran lapangan.
Pada bab ini, harus menjelaskan rencana yang perlu dilakukan oleh setiap kelompok yang
akan melakukan ground Truth, yang meliputi:
1. Persiapan
a. pengurusan perijinan (jika diperlukan), komunikasi dan koordinasi dengan pihak terkait (mitra)
b. pengumpulan peta yang diperlukan, pengumpulan data dan pemilihan data, pengolahan awal
data daerah penelitian dan penetapan lokasi sampling (selected site), jika diperlukan dilakukan
pengolahan klasifikasi (unsupervised atau supervised)
c. penyiapan peralatan ukur yang diperlukan (kaliberasi, uji kelaikan peralatan sebelum di
lapangan)
d. penyiapan peralatan pendukung (kamera, video, peralatan komunikasi)
e. rencana sampling site (sample plot dan transek)
30
f. penyiapan data lain (data cuaca dan sebagainya)
g. penyiapan material pendukung (sepatu, baju lapangan, dll)
h. pengujian peralatan
31
Lampiran B. Outline Laporan Ground Truth
LAPORAN GROUDTRUTH
I. PENDAHULUAN
(Sama seperti proposal Ground truth)
1. Catatan hasil pengukuran dan pengamatan dan konsolidasi data pengukuran: Tabel,
foto, video, diagram/ chart hasil pengukuran
2. Rencana integrasi hasil groundtruth ke pengolahan lanjutan (reclassification) dan
ketelitian dari hasil pengukuran dan lakukan analisis hasil groundtruth
3. Hambatan dalam Pengukuran
III. PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
IV. LAMPIRAN
32
Lampiran C. Lembar Pengukuran GPS dan Foto
2. 2. 1
2
………………………….. …………………………… ……………………………. ………………………….. ……………………………
N
3. 3. 1
2
…………………………… …………………………… ……………………………. ………………………….. ……………………………
N
1
2
…………………………… …………………………… ……………………………. ………………………….. ……………………………
N
33
Lampiran D. Lembar Pengukuran Dengan Spektrometer
Posisi Operator Spektrometer terhadap sinar (radiasi) datang (Geometry) – sketch atau berikan
keterangan
Keterangan
1. Lembar formulir untuk scan beberapa posisi untuk tiap target atau scan dari target atau
pengulangan (revisi) untuk target yang sama pada lokasi yang sama (misalnya spesies yang
sama seperti semak belukar).
2. Gunakan lembar terpisah (yang lain) untuk lokasi (site) baru
3. Keterangan sebaiknya tidak dibiarkan kosong, tapi disikan dengan penjelasan masing-masing
(tiap-tiap) scan jika acuan baru di scan atau jika tiba-tiba berhembus angin kencang
4. Keterangan tentang site (lokasi) perlu menyebutkan aspek yang menarik dari kondisi lokasi saat
pengukuran( seperti pohon, atau bentuk lahan) yang dapat mempengaruhi total radiasi datang
pada target
34
Lampiran E. Teknik Sampling
“Sampling” prinsipnya adalah membangun informasi dari seluruh populasi dengan pengamatan
terhadap “sebagian” dari populasi sebagai “sample” (contoh). Misalnya perubahan karbon pada
biomasa pohon untuk tingkat regional atau nasional dapat ditaksir dari pertumbuhan, penebangan dan
atau kematian pohon-pohon berdasarkan sejumlah “sampel plots”. Teori Sampling merupakan alat
bantu untuk men”scale up” informasi dari plot-plot sampel ke tingkat yang lebih tinggi – atau populasi
(tingkat regional atau nasional). Rancangan sampling yang benar dapat meningkatkan efisiensi dalam
inventarisasi sumberdaya alam. Lebih lanjut, pengambilan sampling di lapangan (field sampling) sangat
diperlukan dalam penginderaan jauh, walaupun data penginderaan jauh (khususnya satelit) memberikan
cakupan informasi territorial yang utuh (lengkap) di permukaan bumi, namun tetap dibutuhkan data
lapangan atau data sample dari sampel-sampel plot-plot pengukuran(bagian dari daerah sample) untuk
verifikasi dan memudahkan dalam interpretasi.
Inference “Sampling
Frame”
Populasi
Populasi
“Sampling
Sampel Frame”
“Sample”
Gambar E.1. Hubungan Populasi- Sampling Frame- Sample
Pada pengukuran lapangan untuk penginderaan jauh perlu diperhatikan: daerah pengamatan (dalam
citra) yang terdiri dari pixel-pixel dengan resolusi tertentu dan satu atau lebih pixel-pixel tersebut dapat
merupakan area contoh (sample area) . Area contoh berupa area kuadrat (persegi) dimana terdapat
objek-objek yang akan diukur (disampel).
Pola yang dapat diterapkan untuk sampling di lapangan adalah antara lain a) simple random, b)
stratified random, c) systematic, d) systematic unaligned, dan e) clustered. Pendekatan lain yang dipakai
adalah “purposive sampling” tidak terstruktur atau terencana secara sistematis atau tidak memiliki pola
sehingga tidak disebut sebagai pola sampling. Semua cara sampling tidak seluruhnya valid untuk
diterapkan dalam penginderaan jauh. Faktor terrain (permukaan bumi) mempengaruhi pemilihan teknik
35
yang dipakai untuk perencanaan sampling. Pada Pedoman ini hanya disampaikan teknik sampling
berdasarkan probabilitas sampling yaitu butir (a)-(e) bukan purposive sampling.
Simple random sampling adalah suatu metode pemilihan n sampel dari N populasi demikian
sehingga setiap anggota populasi N mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai
sampel. Jadi simple random sampling diterapkan untuk menjamin semua elemen dari area yang
diamati mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel tanpa bias dari operator.
Pemilihan sampel biasanya dilakukan berdasarkan table bilangan random. Pengundian dari
table tersebut memberikan peluang titik yang bersesuaian dengan bilangan random tersebut akan
terpilih sebagai sampel. Sumbu X
S
u
m
b
b u
a
Y
Titik – titik yang terdistribusi secara acak atau tidak teratur jika di tempatkan pada sistem
koordinat, sumbu X maupun sumbu Y,sebagaimana tampak pada gambar di atas.
Secara umum, sampel objek pada citra satelit penginderaan jauh dapat terdiri dari: titik, garis
atau polygon.
36
3) Sampling Area-poligon Acak (Random area sampling)
Sampling berupa polygon, segi empat dan sebagainya. Berikut adalah gambar dari
Random Sampling (titik, garis dan area atau polygon)
Keunggulan:
- baik untuk populasi yang besar
- mengurangi bias dari operator
Kelemahan:
- distribusi keterwakilan yang tidak seragam memadai (kurang)
- untuk kelas objek yang kecil mungkin sampel yang diambil sangat sedikit atau bahkan tidak
terwakili
- untuk studi area yang sangat luas (besar) dan sample yang diambil tidak memadai atau
bahkan mungkin tidak terpilih sebagai sampel karena keterbatasan waktu dan kesulitan akses
area yang diamati sebagaimana pada ilustri pada gambar 4, misalkan surveyor akan mengambil
5% sampel yang diukur di lapangan dari 998 titik sampel sebagaimana tampak pada foto
gambar . Titik sampel banyak terdapat pada bagian kiri atas, kosong pada bagian tengah dan
pada bagian bawah. Kemungkinan yang terjadi: sampel yang diambil seluruhnya hanya pada
bagian atas saja atau sebagian bagian atas dan sebagian dari bagian bawah. Atau dapat juga
terjadi bahwa sampel yang di ambil hanya yang bagian bawah saja tapi bagian atas tidak diambil
sebagai sampel atau hanya sedikit saja yang diambil sampel sehingga sampel yang diambil
untuk dilakukan pengukuran di lapangan tidak dapat mewakili.
37
Gambar E.4. Pengamabilan sampel Acak
Systematic random sampling adalah suatu metode memilih sampel dari suatu populasi secara
acak namun teratur (sistematis dan konsisten). Proses pemilihan sampel secara sistematis
(teratur dan konsisten), misalnya sampel pertama di pilih secara acak dari populasi, sampel ke
dua dan selanjutnya dipilih berdasarkan kreteria yang konsisten, misalnya:
1) berdasarkan urutan (ordering kardinalitas) antara sampel 1 dengan sampe-sampel
selanjutnya sampel terpenuhi sejumlah sampel yang diperlukan. Misalkan suatu populasi
memiliki elemen 1000 titik dan akan dipilih sejumlah sampel data sebanyak 100 titik
dengan ketentuan sample dipilih adalah setiap titik yang ke 10 dari populasi. Sampel
pertama diperoleh secara acak dari 1000 titik, dan sampel ke dua dipilih dengan jarak
interval 10 titik dari sampel ke satu dan seterusnya. Misalkan sampel pertama yang terpilih
adalah sampel no 7, maka sampel berikutnya adalah no 7, 17, 27 ……..994
2) berdasarkan jarak posisi spasial antar elemen (titik-titik) sampel: jarak dari satu titik ke
titik lainnya teratur misalnya tiap sampel berjarak 2 meter
3) berdasarkan interval waktu: pengamatan sample dari semua elemen (titik-titik) dilakukan
untuk interval waktu yang sama misalnya setiap setengah jam, setiap jam 09 pagi dan
sebagainya
38
●
● ● ● ● ● ● ● “sselang jarak”
● ● ● ● ● ● ● ●
● ● ● ● ● Keterangan
Titik sampel pertama dipilih secara acak (random), misalkan● sampel
pertamayang terpilih
Gambar 7.b
titik berikut dipilih secara sistematik, misalnya setiap sampel berjarak 4
Pada systematic Random sampling, sampel akan terdistribusi keseluruh area sampel. Daerah dari
konsentrasi sampel yang rendah yang dapat menjadi ma-salah dalam pengambilan sampel dengan simple
random sampling akan dapat diatasi. Namun, dengan sistemtic random sampling, sampel kemungkinan
tidak mewakili seluruh populasi karena memungkinkan juga terjadi kekurangan sampel dari tiap situs,
sehingga akan bias dan membuat akurasi dari sistematik random sampling kurang dibandingkan
dengan simple random sampling. Sebagaimana pada simple random sampling (SPS), pada sistemtatic
random sampling terdiri Systematic point sampling, Systematic line sampling dan Systematic area
sampling
1). Systematic point sampling
Sampling dapat dilakukan dengan menggunakan grid. Titik-titik sampel dapat berada pada
perpotongan garis-garis grid (A) atau di pusat grid (B). Sampling dapat dikerjakan pada tempat
terdekat yang mungkin. Misalnya sepanjang garis transec, titik sampel untuk vegetasi (pohon)
dapat dilakukan secara sistematis misalnya tiap titik berjarak 2 meter atau untuk setiap pohon
yang ke 10 dan sebagainya.
39
Grid pada peta dapat dipakai untuk mengiden-tifikasi perpotongan garis C dan D. Sistematic Line
sampling dapat diterapkan untuk membuat transec di kawasan pesisir setiap 20 meter sepanjang pantai,
diidentifikasi dengan menggunakan peta dari suatu study area - misalnya untuk setiap gris ke dua/ ke
tiga menurun atau mendatar.
Systematic sampling mempunyai beberapa kelebihan antara lain: pemilihan sampel relative mudah,
kerangka pencuplikan dapat dibuat dengan mudah, sampel menyebar. Namun systematic sampling
mempunyai kekurangan, secara urutan atau interval periodisasi. Sampel kemungkinan tidak mewakili
seluruh populasi dan bias sehingga membuat akurasi dari sistematik random sampling kurang
dibandingkan dengan simple random sampling, untuk mencapai tingkat presisi tertentu sulit diperoleh
hanya dari satu kali survei.
C X
Daerah Penelitian
Strata-A
A
10% dari Strata-B
luas
B D
(A)
Strata-C
(B)
Strata-D
Y
40
Pola atau teknik “stratified random sample” dipakai jika populasi sampel terdiri dari beberapa
bagian (kelas) sample atau strata dan masing-masing elemen dalam tiap kelas (strata) diketahui
jumlahnya, sebagaimana tampak pada gambar di atas. Untuk menjaga peluang terpilih secara seimbang
dengan pemilihan acak dan menjamin keterwakilan dari tiap kelas (strata) serta tetap dapat
memberikan gambaran dari seluruh kelas atau area yang diamati maka sampling dilakukan secara
stratifikasi dengan masing-masing sample dari tiap kelas (strata) diambil secara proporsional.
Pendekatan stratifikasi menempatkan (memasangkan) sejumlah titik sampel ke tiap katagori dengan
proporsional (ukuran dan besaran) tiap katagori. Jika semua katagori memiliki proporsi yang sama,
maka ukuran katagori menentukan jumlah sampel untuk masing-masing. Untuk menjamin keacakan,
titik sampel harus dipasangkan dengan katagori dengan menggunakan grid sebagaimana telah
dijelaskan pada simple random sampling di atas. Setiap Kelas (strata) dapat menggunakan metode
(teknik) sampling tertentu, yang berbeda, karena masing-masing kelas strata mempunyai populasi yang
berbeda dari obek yang berbeda.
Metode ini merupakan kombinasi dari pengambilan sample dengan stratified random sampling dan
systematic random sampling. Dalam stratified systematic unaligned sampling, sample dalam strata
dipilih secara acak dimana strata dibentuk berdasarkan interval tertentu.
Sama seperti method systematic random sampling, Systematic unaligned sampling memakai grid, tapi
menempatkan posisi tiap titik secara acak dalam tiap sel grid. Pada cara ini, tingkat ke “acakan”
dengan kendala “sel grid” dipertahankan tapi gri menjamin bahwa semua bagian dari area yang diamati
akan dicuplik (di sampel) atau semua area akan mempunyai kesempatan untuk terpilih sebagai sample.
Untuk menghindari kegiatan yang melelahkan dari penyusunan atau pencarian bilangan acak untuk tiap
sel, dapat dilakukan dengan menentukan bilangan acak tiap kolom dan baris dari grid sebagai suatu
lokasi acak dari tiap sel. Systematic unaligned sampling pattern menjamin bahwa titik-titk sampel akan
terdistribusi secara konsisten atau menyeluruh dan semua kelas-kelas objek terwakili. Keter acakan
tiap-tiap posisi mungkin cukup berpengaruh untuk pengelompokan sampel dan karakteristik bentuk
lahan. Hal ini tergantung kepada ukuran dari sel grid . Jika sel-sel grid relatif kecil dibandingkan
dengan kelas lahan, maka cara ini masih akan ada masalah untuk pengambilan sampel sebagaimana
dijelaskan pada metode systematic random sampling. Oleh karena itu, menurunkan ukuran dan sel-sel ,
systematic random alignment sampling dapat dilakukan . Sebagai contoh, jika ada kebutuhan untuk
menjadikan samel yang besar untuk memperbaiki akurasi yang diharapkan pada tingkat kepercayaan
tertentu, maka diperlukan jumlah yang lebih besar dari sel-sel yang lebih kecil dalam grid. Dalam
situasi seperti ini, tidak ada lagi ke acakan.
41
Gambar E.8. Systematic Unaligned
f) Cluster
Cluster sampling adalah suatu metode sampling dimana unit sample tidak satu (titik atau pixel)
tapi merupakan grup (cluster) dari titik-titik atau (pixel-pixel).
Pada cluster sampling, titik simpul (x) dipakai sebagai pusat dari titik-titik sample yang dekat
dengan titik simpul tersebut. Sebarang simpul dapat dipilih, sebarang titik dari satelit dapat
dikaitkan dengan simpul tersebut. Lokasi simpul dapat dipilih secara acak, dari strata atau
dipilih langsung dengan identifikasi dari akses lokasi. Selanjutnya, titik – titik satelit dapat
mempunyai arah dan jarak acak dari simpul walaupun simpul tersebut belum terpilih secara
acak. Dari praktek, cluster sampling memiliki beberapa keunggulan untuk survey lapangan.
Untuk daerah yang berbukit yang sulit aksesnya, metode ini memungkinkan operator untuk
membuat site paling mudah diakses. Keunggulan lain adalah waktu pengukuran sampel di
lapangan berkurang karena lebih sedikit site atau simpul sehingga mengurangi waktu perjalanan
42
dan sample site pada tiap simpul dapat dilewati oleh berbagai satelit. Dengan menekankan
keacakan pada pemilihan simpul-simpul dan lintasan satelit (satellite site) asumsi untuk statistic
inferensial masih dapat terpenuhi. Namum site sampel satelit harus cukup jauh dari simpul –
simpul untuk mengatasi “auto correlation” sehingga memberikan suatu statement salah terkait
“akurasi peta”. Karena tidak adanya “rule of thumb” untuk diikuti untuk menentukan jarak
suatu sample site satelit dari simpul, maka harus yakin bahwa site satelit cukup jauh jaraknya
untuk mengatasi auto- correlation dan untuk menjamin bahwa variasi dalam kelas (kategori)
terwakili. Kemungkinan autocorrelation cukup tinggi sebaiknya pola kluster dihindari jika
metode lain tidak praktis karena adanya kendala terrain (lembah, bukit)
Teknik Pengambilan sampling secara “cluster” telah banyak diterapkan diberbagai bidang
antara lain engineering (machine learning-mesin pembelajar, artificial intelligence-intelegen
buatan, pattern recognition-pengenalan pola, mechanical engineering-mekanika teknik,
electrical engineering-teknik kelistrikan), Ilmu computer (web mining, spatial database
analysis- analisa basis data spasial, textual document collection- pengumpulan dokumentasi
tekstual, image classification and segmentation- klasifikasi dan segmentasi citra ), Ilmu
kesehatan (genetika, biologi, microbiolog, palaeontology, psychiatry,clinic, pathologi), ilmu
kebumian (geography, geology, penginderaan jauh), ilmu social (sociologi, psychologi,
archaeologi, pendidikan), dan ekonomi (marketing dan business). Tujuan dari clustering
adalah untuk memisahkan data yang mudah dikenali yang dapat diberikan atribut atau
label kelas dengan data yang sulit dikenali atau tidak teramati yang dimasukan
kedalam kelas lain-lain sehingga populasi menjadi menjadi kelas yang terhingga.
Clustering sampling dapat dikombinasikan dengan “justifikasi” sampling artinya
pemilihan “training data” dengan justifikasi dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
memahami seluruh populasi
2. Training Sites
Walaupun sering dipakai istilah titik sampel acapkali pengumpulan data pada suatu titik
dipakai untuk merepresentasikan suatu area jika generalisasi dapat dilakukan dari area
sampling atau area sampling adalah “homogen” atau tidak bervariasi dari suatu bentang lahan
misalnya badan air. Dengan acuan “spectral” dapat dilakukan pengelompokan („clustering‟)
untuk mendapatkan keseragaman informasi dari suatu kelas sehingga dalam pengambilan
43
samplingnya untuk mewakili daerah yang tingkat keseragamannya tinggi dapat dilakukan
dengan hanya mengambil titik sampel saja (point sampel)- satu atau beberapa titik. Namun
perlu berhati-hati bahwa dalam suatu titik (pixel) mungkin terdapat variasi nilai reflektansi –
misalnya dari badan air terdapat beberapa nilai reflektansi yang menunjukan air yang terpolusi
akan memberikan nilai reflektansi yang berbeda dengan air yang tidak terpolusi sehingga kelas
air juga dapat dibagi menjadi kelas Air keruh dan kelas air tidak keruh atau kelas lainnya.
Perlu diingat dalam menentukan ukuran sampel dari suatu sample site adalah bervariasi
tergantung dari terrain dan resolusi lapangan (ground resolution) dari data citra atau dapat sama
dengan ukuran pixel citra karena tujuan “sampling” adalah mencari hubungan antara nilai satu
data pada tiap band dari suatu pixel citra dengan jumlah informasi dari data yang terkait
tersebut dengan pixel lapangan (ground pixel). Untuk pixel-pixel yang didalamnya bercampur
perlu dilakukan analisis sub pixel apalagi jika daerah yang diamati tersebut direpresentasikan
dengan lebih dari 1 pixel.
Untuk mengasosiasikan (menghubungkan) suatu pixel lapangan (ground pixel) tertentu dengan
suatu pixel tertentu dari citra (image), petugas lapangan harus memiliki pengetahuan koordinat
geografi (yang presisi) dari sample site. Dengan sistem satelit GPS pekerjaan ini menjadi
tidak sesulit dibandingkan yang lalu. Kita dapat memilih penerima (receiver) GPS yang
akurasi lokasi dapat dicapat 15 meter tanpa koreksi “beda” (differential correction). Dengan
memperhatikan dan menambahkan konfigurasi satelit dalam pengukuran dengan GPS, akurasi
dapat lebih baik. Dengan GPS, petugas lapangan dapat mencoba untuk mendapatkan sample
sites hanya satu pixel di lapangan. Namun pengukuran di lapangan dengan hanya minimal area
seperti ini tidak disarankan karena biasanya error di lokasi lapangan (ground location) dari
citra bereferensi geografis ada dalam ordo 0,5-1,0 pixel . Justice dan Townshend (1981)
menyarankan rumus yang penting untuk menentukan luas dari suatu sample site, yaitu:
A = P(1 + 2L)
Dimana A adalah dimensi minimal sample site, P adalah dimensi pixel citra dan L adalah
akurasi lokal yang ditaksir untuk jumlah pixel. Misalkan, citra TM dengan dimensi resolusi
spasial 30 meter, dan seseorang dapat mencapat ketelitian lokasi di ground adalah ±0.5 pixel (15
m). Dimensi minimum luas ground yang dapat disampel adalah 60 meter x 60 meter. Sample
sites dapat lebih besar daripada minimum untuk mendapatkan suatu margin error di lokasi
lapangan dan citra georefernce. Jika operasi suatu GPS tanpa koreksi selisih (differential
44
correction) dan tanpa seleksi ketersediaan (satelit) suatu operator lapangan tidak mengestimasi
akurasi lokasi (L) lebih besar dari 15 meter. Catat bahwa koordinat dari suatu citra berefernsi
geografis juga dapat mempunyai error 15 meter (0.5 pixel) pada citra TM. Seseorang tidak dapat
mengetahui arah dari perpindahan (pergeseran) disebabkan kesalahan (error) GPS dan citra.
Keduanya dapat bertambah dan membuat total kesalahan lebih besar. Hanya pada daerah-
daerah dengan frekuensi spasial tinggi untuk variasi permukaan ada suatu kebutuhan atas
dimensi sample minimum. Ini membawa pertimbangan dari homogenitas permukaan sebagai
suatu variable dalam dimensi sampel site.
Homogenitas tidak berarti tidak ada variasi dalam suatu sample, tapi cenderung bahwa variasi
adalah terdistribusi secara uniform dan akan menghasilkan suatu distribusi unimodal dari data.
Evaluasi dari uniformity (keseragaaman) sangat subjektif, namun Joyce (1978) memberikan
petunjuk sebagaimana digambarkan pada gambar E.10 Suatu petunjuk yang lebih praktis dan
dapat dilaksanakan untuk homogenitas adalah dilihat kelas spectral dari analisis cluster.
Seseorang dapat mengangap bahwa tiap kelas spectral adalan lebih atau kurang uniform dari
kelas spectral lainnya. Camkan, bahwa peta-peta cluster dapat bervariasi dengan data set yang
sama tergantung pada kumpulan parameter-parameter untuk proses cluster.
45
ditambahkan dan waktu ke lapangan menjadi mubazir (membuang waktu). Sampel sites yang
memuat pixel lebih banyak menambah jumlah pekerjaan lapangan (field work) yang diperlukan
tiap site. Lebih banyak informasi bertambah dengan mempunyai sejumlah sampel site dengan
ukuran sampai dengan 10 pixel tiap sitenya
46
proporsi kecil – dari populasi (ukuran sample), makin besar ukuran sampel aan meningkatkan
prsisi dari hasil namun tetap tidak menjamin ketiadaan “bias”. Jika sampel terlalu besar,
kontrol kualitas menjadi sulit karena akan makin tinggi bias yang mungkin terjadi.
Penghilangan atau pengurang “bias” adalah sangat penting. Namun jangan mencapai presisi
yang lebih tinggi dengan mendorong bias. Adalah lebih baik sedikit ukuran sample dengan
presisi yang kurang namun bias nya sangat-sangat kecil
c. Confidence level
Misalkan akan ditentukan jumlah sample dari suatu populasi dengan ditentukan konfiden
interval 95% . Artinya dari sisi ketiadaan bias, diyakini bahwa nilai populasi benar dari
sampel berada pada interval 95% nilai populasi . Makin representaasi pengambilan sample
makin akurat pengukuran dan makin pasti terkait dengan ketiadaan bias dan makin mendekati
nilai populasi pada interval konfiden di atas (95%).
N= jumlah sampel
Z= terkait dengan 95% confidence interval dari distribusi Normal ( 1.96)
p= akurasi sampel; q=1-p dan d= error yang dapat diperkenankan (1-tingkat kepercayaan)
Z1 Z2
47
Lampiran F.
Pengunaan Spektrometer
Tahap Perencanaan
Apakah sensor yang diperlukan untuk mengembangkan suatu aplikasi atau untuk kaliberasi
lapangan dari sensor multi spektral – seperti Landsat atau SPOT? Apakah akan dilakukan analisis
eksploratif untuk karakteristik spektral objek terkait bio-fisik atau sifat kimiawi dari yang
diserap atau yang dipantulkan objek. Apakah kaliberasi lapangan dilakukan dengan sensor yang
ditempatkan pada pesawat (airborne). Jika hanya memerlukan informasi terkait multispektral
cukup menggunakan “radiometer” tapi jika untuk beberapa pekerjaan di bawah air gunakan
spektrometer.
48
5. Protokol pengumpulan data dan lembar sampling
Menentukan data non spektral yang akan dikumpulkan adalah penting untuk penggunaan waktu
terkait dengan penyusunan skema sampling (secara statistik atau logika termasuk spatial), seperti
systematik quadrats atau transects, berapa banyak sample yang perlu diambil, bagaimana
menstratifikasi sampel dan apa satuan dari tiap-tiap sampling baik yang diukur dengan
radiometer, spektrometer atau terkait dengan variabel-variabel bio, fisik dan kiwiawi yang diukur.
Selain itu, hal-hal terkait dengan ketinggian sensor, FOV, elemen resolusi tanah, jarak sensor,
sudut pandang di atas target harus jelas terdifinisi. Semua orang yang terkait dengan sampling
lapangan harus menyerahkan outline rencana lapangan yang meliputi, waktu pelaksanaan, lokasi,
prosedur sampling, potensi risiko dan lembar data sample.
Pastikan peralatan yang akan dibawa ke lapangan adalah peralatan yang sesuai yang diperlukan
termasuk GPS, termasuk sistem pengumpulan data, panel kaliberasi . Semua peralatan harus
dipersiapkan dan diperiksa terlebih dahulu (semua komponen peralatan: baterey, power supply,
kabel, PC dan sebagainya) termasuk peralatan komunikai. Lakukan pengujian terhadap kinerja
peralatan sebelum ke lapangan dengan pelakukan “test” sampling data dan membuat catatan/
laporan terkait dengan kinerja peralatan sebelum ke lapangan.
Pastikan pengepakan dan penyimpanan peralatan menjamin keamanan peralatan. Penggulungan
Kabel spectrometer harus hati-hati agar tidak tertekuk permanen sehingga dapat mengganggu
kinerja pengukuran.
b. Pelatihan petugas
Karena sensitifitas dan mahalnya nya peralatan maka untuk menjamin keselamatan operasi
peralatan, perlu dilakuka pelatihan terlebih dahulu kepada petugas yang akan ke lapangan.
49
Tahap Pelaksanaan
Reflektansi spectral adalah rasio dari flux radiansi yang datang dan yang dipantulkan dikalikan dengan
suatu kontansta (Biderectional Reflektansi Faktor-BRF) atau radiansi target dari suatu objek atau suatu
luasan pada panjang gelombang tertentu dikalikan dengan suatu kontansta (Biderectional Reflektansi
Faktor-BRF). Tidak seperti nilai radiansi dan irradiansi, reflektansi adalah sifat melekat dari objek dan
bebas dari waktu, lokasi, intensitas iluminasi, kondisi atmosfer dan cuaca radiansi panel. Walaupun
reflektansi merupakan parameter yang penting dalam penginderaan jauh, namun tidak dapat diukur
secara langsung, tetapi diturunkan. Berdasarkan itu, diperlukan konversi dari pengukuran radiansi
spektral lapangan dan laboratorium menjadi reflektansi. Radiansi target diukur di lapangan berdasarkan
radiansi objek dari iluminasi langsung energy matahari atau pengaruh dari objek sekitar. Spektral
Irradiance diperoleh dari pengukuran radiance yang dipantulkan (direflektansikan) dari panel referensi.
Berikut adalah langkah-langka yang dilakukan dalam pelaksanaan pengukuran lapangan.
1. Pastikan site untuk tiap lokasi yang dipilih akan memaksimalkan hasil pengukuran
2. Pada tiap lokasi dan site yang dipilih, kumpulkan semua parameter bio-fisik yang diperlukan atau
lakukan pengumpulan data dan pastikan pengukuran pada tiap site dan lokasi telah dilakukan
sebaik-baiknya dan memadai
50