Anda di halaman 1dari 21

KEPUTUSAN

DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG


NOMOR : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018

TENTANG

PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI


DI RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG REVISI 1

DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Instalasi


Farmasi RS. Panti Wilasa “Dr.Cipto” Semarang, diperlukan
kebijakan yang digunakan sebagai landasan penyelenggaran
pelayanan;
b. bahwa kebijakan pelayanan Instalasi Farmasi yang telah ditetapkan
dengan Keputusan Direktur nomor 180 tahun 2014 perlu dievaluasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
butir a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah
Sakit Panti Wilasa “Dr. Cipto”;

Mengingat : 1. Undang-undang Kesehatan Republik Indonesia No 36 tahun 2009


tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Pskitropika;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten
Apoteker;
9. Anggaran Dasar Yakkum berdasarkan Akta Notaris Nomor:
6 tanggal 1 Februari 1950 Notaris Tan A Sioe, dengan perubahan
terakhir berdasar Akta Notaris Nomor : 1 tanggal 2 Februari 2005
Notaris E. Ratna Widaja, SH. Notaris di Surakarta (Tambahan

Alamat : Jalan Dr. Cipto No. 50 Semarang 50126 // Telp. 024 – 3546040 (hunting) // Fax. 024 – 3546042
e-mail : rspwdc@indo.net.id; rspwdc@pantiwilasa.com // website : www.pantiwilasa.com e-mail :
Berita Negara R.I. tanggal 17 /2-2006 No. 14), dan Akta Noratis
Nomor : 06 Tanggal 11 Juli 2016 Notaris Asih Sari Dewanti SH.
Notaris di Surakarta yang telah terdaftar di Kementerian Hukum
dan Hak Azasi Manusia Republik
10. Indonesia Nomor : AHU-AH.01.06-00341 tanggal 22 Juli 2016 dan
Nomor : AHU-AH.01.06-0002017 tanggal 06 April 2017;
11. Surat Keputusan Pengurus Yakkum nomor: 2295-
Ps/PUK.RSPWDC / I / 2014 tentang pengangkatan dr. Daniel Budi
Wibowo, M.Kes sebagai Direktur RS. Panti Wilasa ”Dr. Cipto”
periode 2014 – 2019

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO”
NOMOR: 235/RSPWDC/SK.01/II/2018 TENTANG PEMBERLAKUAN
KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI DI RS. PANTI
WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG REVISI 1;

Pertama : Mencabut Keputusan Direktur RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang
Nomor : 180/RSPWDC/SK.010/III/2014 Tentang Kebijakan Pelayanan
Instalasi Farmasi di RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang;

Kedua : Memberlakukan Keputusan Direktur RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”


Semarang Nomor: 235/RSPWDC/SK.01/II/2018 Tentang Pemberlakuan
Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto"
Semarang Revisi 1;

Ketiga : Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto"
Semarang Revisi 1 yang dimaksud sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini;

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa
segala sesuatunya akan ditinjau lagi dan diperbaiki kembali sebagaimana
mestinya apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini

Ditetapkan di : Semarang
pada tanggal : 2 Februari 2018
Direktur,

dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes

Alamat : Jalan Dr. Cipto No. 50 Semarang 50126 // Telp. 024 – 3546040 (hunting) // Fax. 024 – 3546042
e-mail : rspwdc@indo.net.id; rspwdc@pantiwilasa.com // website : www.pantiwilasa.com e-mail :
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1

KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI


RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG

1. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien;

2. Tujuan pelayanan kefarmasian adalah :


a. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi dan alat
kesehatan;
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
c. Melindungi pasiaen, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamata pasien (patient safety);
d. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih
aman (medication safety);
e. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat;

3. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi :


a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai;
b. Pelayanan farmasi klinik;

4. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi:
a. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
Pemilihan merupakan proses menetapkan jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Beberapa
faktor yang menjadi pertimbangan adalah formularium rumah sakit, standar
sediaan yang ditetapkan, pola penyakit, mutu, harga dan ketersediaan di
pasaran;
b. Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Metode yang digunakan adalah
metode kombinasi antara metode konsumsi dan metode epidemiologi;
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan
sesuai standar mutu. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai dilakukan bukan di Instalasi Farmasi tetapi oleh bagian
Pengadaan;

1 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
d. Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit;

e. Sumbangan / dropping
Melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah;

f. Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Kegiatan
dilakukan dengan menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai
dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, konsinyasi atau
sumbangan;

g. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis


pakai
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
bentuk sediaan dan jenisnya, menurut stabilitas obat yang dipengaruhi suhu,
kelembaban, mudah tidaknya meledak / terbakar, stabilitas obat yang
dipengaruhi cahaya. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Metode penyimpanan menggunakan
metode kombinasi (berdasar alfabetis, bentuk sediaan, mempertimbangkan
prinsip FIFO/FEFO/LASA, sifat obat termolabil, mudah terbakar, mudah
teroksidasi). Obat-obat khusus seperti High Alert, Narkotika dan Psikotropika
yang baik, benar dan aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

h. Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dab bahan medis habis


pakai
Pendistribusian merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Metode distribusi yang digunakan di rumah sakit yang
meliputi individual prescribing, Unit Dose Dispensing (UDD), floor stock;

i. Penarikan dan atau pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan


bahan medis habis pakai
Penarikan dan atau pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai merupakan kegiatan untuk menarik dan atau memusnahkan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak

2 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
dapat digunanakan lagi oleh karena rusak, kadaluwarsa, ditarik dari peredaran,
dicabut ijin edarnya dan lain sebagainya. Dilakukan setahun sekali atau sesuai
kebutuhan;

j. Pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian dilakukan dengan menggunakan SIM (Sistem Inventory
Manajemen) dan dengan stok opname 3 bulan sekali;

k. Administrasi dan dokumentasi


Administrasi dan dokumentasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah
berlalu. Pencatatan administrasi dan dokumen merupakan kegiatan
pembuatan laporan secara periodik baik harian, bulanan, tiga bulanan,
semesteran maupun tahunan;

5. Pelayanan Farmasi Klinik


a. Pengkajian dan pelayanan resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat.
Bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan;
b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan
sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau
data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien;
c. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat
(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah
Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang
keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Kegiatan dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat,
tidak bias dan terkini kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya dan
pasien atau keluarga pasien;

3 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
e. Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap;

f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,
memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter,
pasien serta profesional kesehatan lainnya;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien;
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi;
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan
Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif;

j. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik
aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas
dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian
Obat. Dispensing Sediaan steril di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” baru rintisan dan
dilaksanakan di sebagian kecil ruang perawatan;

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)


Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil
pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” belum melaksanakan kegiatan ini;
6. Pelayanan Instalasi Farmasi
a. Pelayanan Instalasi Farmasi terdiri atas pelayanan farmasi rawat jalan (24 jam),
pelayanan farmasi rawat inap (24 jam), pelayanan gudang farmasi rawat jalan
(shift pagi pk 07.00 – 14.00 wib), pelayanan sterilisasi sentral (shift pagi pk
07.00 – 14.00 wib);

b. Instalasi farmasi mengelola perbekalan farmasi berupa sediaan farmasi, alat


kesehatan dan bahan medis habis pakai (obat, bahan obat, reagen, Film X-
Ray, kontras, bahan dan instrument steril, gas medis);

4 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1

c. Penggunaan obat di rumah sakit mengacu pada Formularium Rumah Sakit;

d. Rumah sakit menunjuk Komite Farmasi dan Terapi untuk membantu


mengelola dan mengawasi penggunaan obat di rumah sakit;

e. Usulan obat baru melalui rapat Komite Farmasi dan Terapi dan masuk sebagai
addendum sampai dengan ada evaluasi Formularium Rumah Sakit. Daftar Obat
baru hasil rapat Komite Farmasi dan Terapi dilegalisasi Direktur. Penyediaan
obat baru pertama kali melalui konsinyasi atau donasi. Obat ini dibuatkan daftar
/ informasi kemudian disimpan di rak obat konsinyasi yang ada di apotek rawat
jalan;

f. Instalasi Farmasi Rs Panti Wilasa “Dr. Cipto” menerima sumbangan / dropping


dari Puskesmas Bugangan berupa vaksin dasar tertentu dengan jumlah
terbatas, Dinas Kesehatan Kota berupa Obat TB program, BKKBN berupa obat
/ alat kontrasepsi;

g. Review penggunaan obat dilakukan sekurang-kurangnya setiap 3 bulan sekali


melalui kegiatan stok opname;
h. Pengadaan obat yang rutin diusulkan ke bagian Pengadaan perencanaan
dilakukan oleh instalasi farmasi sebagai usulan pengadaan dan dibuat
berdasarkan pemakaian perbekalan farmasi sebelumnya

i. Apabila dalam waktu 1 x 24 jam bagian Pengadaan tidak dapat memenuhi


permintaan Instalasi Farmasi, maka Instalasi Farmasi berkewajiban
mengusahakan dari tempat lain di luar rumah sakit;

j. Pengelolaan, penggunaan dan pengawasan obat menjadi tanggung jawab


Apoteker dan dalam melaksanakannya dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Tenaga Teknis Kefarmasian;

k. Apabila apoteker penanggung jawab tidak ada di tempat, maka tanggung jawab
dan kewenangan didelegasikan berjenjang kepada apoteker pendamping
(apoteker penangung jawab rawat jalan, apoteker penanggung jawab rawat
inap, dan apoteker klinis) dan Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab
shift baik untuk rawat jalan maupun rawat inap;

l. Melakukan review manajemen dan penggunaan obat dan alat kesehatan untuk
periode waktu yang ditetapkan, setidaknya meliputi :
 Seleksi obat baru, penyimpanan, peresepan, dispensing, pemberian dan
pemantauan;
 Evaluasi Formularium Rumah Sakit (penambahan obat, pengurangan
obat);

5 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
 Monitoring kesalahan obat (medication error) dan KNC (Kejadian Nyaris
Cidera – near misses);

7. KEBIJAKAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN


a. Organisasi dan manajemen penggunaan obat di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto”
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;

b. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” sesuai dengan
SK Direktur RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” Nomor : 074/RSPWDC/SK.01/I/2018
Tentang Pemberlakuan Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja di RS Panti
Wilasa “Dr. Cipto”;

c. Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan


dan supervisi semua aktifitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di
rumah sakit;

d. Ruang lingkup Pelayanan Kefarmasian meliputi :


 Seleksi dan pengadaan
 Penerimaan dan penyimpanan;
 Peresepan / permintaan obat dan instruksi pengobatan;
 Penyiapan (preparing/dispensing) dan penyerahan;
 Pemberian dan pemantauan;
 Pendokumentasian dan pemantauan efek obat
 Monitoring dan evaluasi Formularium rumah sakit;
 Monitoring Medication Error (ME) meliputi kejadian tidak diharapkan
(KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC), kejadian tidak cidera, dan upaya
mencegah dan menurunkannya;
 Pemberian edukasi tentang informasi obat dan alat kesehatan;
 Pendidikan dan pelatihan;
 Pertimbangan untuk praktek berbasis bukti yang baru;
 Organisasi Instalasi Farmasi juga melakukan Pelayanan Sterilisasi
Sentral;

8. KEBIJAKAN SELEKSI
a. Rumah sakit mengembangkan suatu daftar obat yaitu Formularium rumah sakit
untuk semua obat yang ada di stok, sudah tersedia dan digunakan dalam
pelayanan kesehatan;

b. Evaluasi Formularium dilakukan melalui proses kerjasama / kolaboratif antara


Instalasi Farmasi, Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan Manajerial Rumah
Sakit sekurang-kurangnya 1 (satu ) tahun sekali;

6 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
c. Ada satu sistem atau mekanisme untuk menangani bila stok obat tidak tersedia
dengan melakukan substitusi atau membeli ke sumber luar/apotek rekanan
atau memberi copy resep;

d. Ada satu sistem atau mekanisme bila terdapat kebutuhan obat dalam
persediaan obat yang terkunci/tutup dengan cara memenuhi melalui sumber
persediaan obat lain yang tidak terkunci atau mengakses persediaan obat yang
terkunci;

e. Pengawasan penggunaannya di rumah sakit dilakukan bersama dengan KFT;

f. Penambahan atau pengurangan obat dari Daftar Formularium Obat dengan


kriteria antara lain : indikasi penggunaan, efektivitas, resiko dan biaya;

g. Penggunaan obat baru dalam formularium dimonitor dalam kurun waktu 3 bulan
meliputi kuantitas penggunaan serta keamanannya melalui respons pasien
terhadap obat baru yang ditambahkan tersebut (Kejadian tidak diinginkan (KTD)
dan Efek Samping Obat (ESO);

h. Instalasi Farmasi tidak melakukan kegiatan pengadaan obat, alat kesehatan


dan perbekalan farmasi lainnya;

9. KEBIJAKAN PENYIMPANAN
a. Obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya disimpan dalam tempat
penyimpanan di dalam pelayanan farmasi rawat jalan, pelayanan farmasi rawat
inap, gudang farmasi rawat jalan dan ruang / bangsal pelayanan pasien;

b. Tempat / ruang yang digunakan untuk penyimpanan obat, alat kesehatan dan
perbekalan farmasi lainnya harus dapat menjamin mutu dan stabilitas;

c. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan sesuai dengan jenis/bentuk


sediaan, berdasarkan alfabetis, kondisi penyimpanan/stabilitas sediaan, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan untuk obat dengan regulasi khusus
(narkotika dan psikotropika) dan mengikuti prinsip FIFO dan FEFO;

d. Setiap obat high alert diberi label high alert;

e. Penyimpanan obat yang mengandung LASA diberi kode pada tempat


penyimpanan dan tidak diletakkan berdekatan antara satu dengan yang
lainnya;

f. Elektrolit konsentrat tinggi hanya distok/disimpan di unit khusus yang sangat


membutuhkan. Elektrolit konsentrat tidak disimpan di unit perawatan kecuali
dibutuhkan secara klinis, hanya disimpan di unit-unit khusus yang memerlukan

7 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
seperti ICU, IBS dan IGD dengan penandaan khusus dan sistem pengelolaan
dengan pengamanan untuk mencegah pemberian yang keliru;

g. Obat high alert sesuai dengan daftar yang tersedia di rumah sakit dikelola
penyimpanan, pelabelan, penyiapan serta pemberiannya, sesuai prosedur dan
ketentuan yang tepat, untuk meningkatkan kewaspadaan bagi petugas
kesehatan dirumah sakit sehingga resiko kesalahan dapat dihindari;

h. Lemari obat narkotika harus selalu dalam keadaan terkunci, setiap kali
pengambilan harus mencatat lengkap data pasien;

i. Melaporkan pemakaian obat narkotika setiap 1 bulan kepada Kepala Dinkes


Propinsi Jateng, Kepala Balai POM propinsi Jateng, Kepala DKK semarang
maksimal selesai tanggal 5 bulan berikutnya;

j. Penyimpanan obat emergency :


i. Persediaan obat emergency adalah obat yang penggunaannya harus
segera dan bersifat menyelamatkan jiwa dan hidup pasien;
ii. Persediaan alat kesehatan emergency adalah alat kesehatan yang
penggunaannya harus segera dan bersifat menyelamatkan jiwa dan hidup
pasien;
iii. Penyimpanan
 Penyimpanan obat emergency di unit-unit pelayanan RS Panti Wilasa
“Dr. Cipto”;
 Jenis dan jumlah obat emergency disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing unit;
 Penyimpanan obat emergency dilakukan dalam kotak khusus yang
tersegel untuk membatasi akses penggunaan;
 Obat emergency yang masuk dalam kelompok high alert, diberi label
merah pada tempat penyimpanannya sebagai penanda;
iv. Obat emergency tersedia di semua unit pelayanan, disimpan dalam kotak
khusus yang terkunci / terpasang segel untuk menghindari kehilangan atau
tidak tersedia saat dibutuhkan;
v. Obat emergency disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
vi. Stok obat emergency akan di cek secara periodic berkala oleh :
 Perawat ruangan : setiap kali menggunakan obat di kotak emergency
 Penanggung jawab obat emergency instalasi farmasi : sebulan
sekalli;
vii. Persediaan item obat emergency untuk masing-masing ruang / unit
pelayanan disepakati bersama dan ditetapkan dalam rapat Komite
Farmasi dan Terapi;

k. Pengelolaan stok Bahan Berbahaya dan Beracun B3 di Instalasi Farmasi


dilakukan dengan pencatatan, pengawasan dan pengendalian dalam
pemakaiannya, diperhatikan tanggal kadaluarsanya, (harus selalu) diperhatikan

8 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
memperhatikan stabilitas bahan B3 tersebut menjamin keselamatan setiap orang
yang ada di lingkungan rumah sakit dan terhindar dari kontaminasi bahan
berbahaya dan beracun;

l. Penyimpanan dan pengendalian obat dan alat kesehatan sampel;


i. Obat sampel adalah :
 Obat yang baru digunakan di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” (produk
lounching baru atau produk sudah lama) dan sudah mendapat
rekomendasi dari Komite Farmasi dan Terapi untuk masuk dalam
Formularium Obat RS dan akan digunakan di RS Panti Wilasa
“Dr. Cipto”;
 Obat baru yang digunakan untuk kepentingan penelitian ilmiah sebagai
uji coba produk obat tersebut dan sudah mendapat rekomendasi dari
Komite Farmasi dan Terapi;
ii. Alat kesehatan sampel adalah alat kesehatan yang hendak diuji coba
digunakan di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” dan pengajuan untuk dapat masuk
dalam Formularium Alat Kesehatan RS. Berupa donasi;

m. Penyimpanan produk nutrisi


i. Penyimpanan produk nutrisi adalah suatu kegiatan menyimpan dan
memelihara produk nutrisi dengan cara menempatkan pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
produk nutrisi yang disimpan;
ii. Tujuan penyimpanan :
 Untuk memelihara mutu produk;
 Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab;
 Menjaga kelangsungan persediaan;
 Memudahkan pencarian dan pengawasan;
iii. Produk Nutrisi adalah sediaan nutrisi baik parenteral maupun enteral yang
disimpan di instalasi farmasi, instalasi gizi dan perawatan;
iv. Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernakan;
v. Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan
melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau
jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin;

n. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik untuk memastikan


obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya disimpan secara benar dan
menjamin mutu obat :
i. Obat yang disimpan dari setiap unit dilakukan inspeksi secara berkala yaitu
dalam periode 1 bulan sekali dan 3 bulan sekali;
ii. Secara insidental perlu diberikan informasi tentang metode penyimpanan
obat dan kondisi tempat penyimpanan yang benar sesuai dengan jenis obat
untuk menjaga kualitas obat tersebut;

9 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1

o. Ada prosedur cara identifikasi dan penyimpanan obat yang dibawa pasien saat
pasien harus rawat inap;

p. Rumah sakit tidak menyimpan zat / bahan radioaktif;

q. Pelabelan obat dan bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat
i. Bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat diberi label secara
akurat mulai dari tempat penyimpanan, proses penyiapan hingga sampai
kepada penggunanya;
ii. Pelabelan meliputi jenis/isi, tanggal kadaluarsa dan peringatan;

r. Penyimpanan obat emergency di masing-masing unit


i. Obat emergency yang tersedia harus dipantau keamanannya baik suhu,
jumlah dan tempat, dimonitor dan aman ketika disimpan di unit perawatan;
ii. Obat emergency yang sudah melewati tanggal kadaluarsa atau rusak tidak
dapat digunakan lagi; harus disendirikan untuk dimusnahkan dan diganti
dengan stok yang baru dengan tanggal kedaluwarsa yang panjang
iii. Pengecekan obat emergency yang kadaluarsa atau rusak rutin dilakukan 1
bulan sekali;

s. Penyimpanan Resep
i. Resep dipisahkan antara resep rawat jalan dan resep rawat inap
ii. Dibendel dalam plastik per hari dan dimasukkan dalam dos per bulan
iii. Berkas resep disimpan 6 bulan berjalan di apotek
iv. Berkas resep 7 bulan sebelumnya sampai dengan 3 tahun sebelumnya
disimpan di gudang arsip pasif
v. Berkas resep lebih dari 3 tahun dimusnahkan dengan membuat berita acara

t. Pengelolaan obat hampir kadaluwarsa


i. Pengecekan tanggal kadaluarsa dilakukan rutin maksimal 3 bulan sekali
melalui stok opname;
ii. Perbekalan farmasi hampir kadaluarsa maksimal digunakan untuk pasien 3
bulan sebelum kadaluarsa dan atau pasti habis digunakan pasien sebelum
kadaluarsa;
iii. Perbekalan farmasi yanng sudah melewati tanggal kadaluarsa tidak dapat
digunakan lagi dan diproses untuk pemusnahan;

u. Ada mekanisme yang mengatur penarikan obat karena kadaluwarsa, obat rusak
dan atau ditarik dari pabrikan
i. Penarikan adalah proses penarikan kembali obat yang telah diedarkan yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu,
dan penandaan.

10 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
ii. Obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan adalah obat dan perbekalan farmasi lainnya yang tidak
memenuhi ketentuan keamanan, khasiat, mutu dan penandaan;
iii. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang beredar harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan;.
iv. Selain harus memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana
dimaksud, obat dan perbekalan farmasi lainnya hanya dapat diedarkan
setelah mendapat izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
v. Perbekalan farmasi yang ditarik/recall adalah sbb :
i. Terdapat kebijakan dari otoritas/pemerintah ataupun dari produsen obat
tentang obat yang ditarik dari pasaran terkait kualitas dan keamnan obat;
ii. Perbekalan farmasi yang sering menimbulkan masalah berupa alergi, efek
samping, rusak secara fisik, rusak kemasan primer seperti blister strip botol
sirup dll;
iii. Perbekalan farmasi yang sudah kadaluwarsa;

w. Pengelolaan Gas Medis


Instalasi Farmasi dalam melakukan pengelolaan gas medis bekerja sama
dengan bagian pengadaan dan IPS (Instalasi Pemeliharaan Sarana).

10. KEBIJAKAN PEMESANAN DAN PENCATATAN


a. Peresepan adalah Resep adalah permintaan tertulis dari dokter , dokter gigi,
dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi penderita sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku;
b. Resep lengkap adalah resep yang memuat : nama dokter dan alamat; nomor
ijin praktek; tanggal penulisan resep; tanda R/ bagian kiri setiap penulisan
resep (invocation); nama obat, jumlah dan cara pembuatannya (praescriptio
dan ordination); aturan pemakaian obat dalam resep (signature); nama
pasien, umur dan alamat; tanda tangan, nama terang dan paraf dokter
penulis resep (subscription);
c. Peresepan dan pemesanan obat menggunakan lembar resep dilakukan oleh
staff yang diberi kewenangan oleh Direktur rumah sakit;
d. Ada pelatihan staf dalam penulisan resep, pemesanan obat dan pencatatan
obat baik secara formal pertemuan maupun melalui edaran/brosur;
e. Bila dijumpai tulisan instruksi dalam resep yang tidak jelas atau tidak terbaca
maka harus dikonfirmasikan kepada dokter penulis resep;
i. Dilakukan kehati hatian dalam metode penyiapan obat dengan nama
obat rupa ucapan mirip / NORUM (LASA);
ii. Pemesanan obat secara verbal atau melalui telepon harus diverifikasi
ulang kepada pemberi instruksi/dokter untuk memastikan kebenaran,
kesesuaian serta dilakukan dokumentasi yang sesuai;
iii. Adanya kerjasama yang baik antara petugas farmasi dengan pihak
terkait seperti dokter, petugas ruang/ perawat dalam pelayanan resep
baik di farmasi rawat jalan dan farmasi rawat inap, memperhatikan

11 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
penanggung biaya, serta mendahulukan pelayanan untuk keadaan
kegawatan;
f. Rekonsiliasi obat
i. Proses rekonsiliasi obat dilakukan pada saat pasien masuk dalam
perawatan rawat inap baik melalui TPPGD maupun oleh TPPRI oleh
petugas kesehatan di bagian tersebut baik oleh dokter maupun perawat
atau petugas farmasi dibangsal bila tersedia;
ii. Informasi dalam proses rekonsiliasi obat pasien baru rawat inap dapat
diakses oleh farmasi maupun praktisi pelayanan kesehatan lain;
iii. Obat yang dilanjutkan selama perawatan disimpan di bangsal
perawatan pasien dan diberikan oleh petugas bangsal perawatan
pasien, obat yang tidak dilanjutkan dikembalikan ke keluarga untuk
dibawa pulang;

11. KEBIJAKAN PERSIAPAN DAN PENYALURAN (DISPENSING)


a. Pelayanan kefarmasian menyiapkan dan mengeluarkan obat dalam
lingkungan yang bersih dan aman sesuai dengan undang-undang, peraturan
dan praktek kefarmasian;
b. Obat yang disimpan dan dikeluarkan dari area di luar farmasi, yaitu ke unit
pelayanan terkait harus memenuhi langkah-langkah yang sama dalam hal
keamanan dan kebersihan;
c. Penyiapan dan penyaluran obat harus memenuhi undang-undang, peraturan
dan standar praktek professional;
d. Melakukan penelaahan resep / prescription review;
e. Penelaahan resep / review resep dilakukan dalam dua tahap :
i. Penerimaan resep; dalam proses penerimaan dan validasi resep
dilakukan proses review meliputi memastikan resep terbaca jelas, review
persyaratan administrasi berupa nama pasien, umur/tanggal lahir, no rm,
jenis kelamin nama dokter, tanggal resep, penanggung biaya;
persyaratan farmasetik berupa bentuk dan kekuatan sediaan,jumlah,
ketersediaan, aturan pakai; serta persyaratan klinis berupa tepat obat,
tepat pasien, tepat dosis dan aturan pakai, duplikasi terapi dan
kemungkinan interaksi;
ii. Sebelum penyerahan obat;
 Dilakukan review ulang mengenai ketepatan resep meliputi tepat
obat, tepat pasien, tepat dosis dan aturan pakai, duplikasi terapi dan
kemungkinan interaksi;
 Dilakukan identifikasi identitas pasien meliputi nama lengkap,
tanggal lahir/umur, dan no RM untuk memastikan bahwa obat
diterima oleh pasien yang benar, mengkonfirmasi riwayat alergi
obat, melakukan penyerahan obat dengan informasi lengkap
mengenai obat yang diterima mengenai indikasi, aturan pakai,
teknik penggunaan obat, informasi tambahan terkait obat, stabilitas,
penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul, dan melakukan
feedback kejelasan informasi;

12 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
f. Kebijakan Penggunaan obat yang dibawa pasien
i. Obat yang dibawa pasien adalah obat yang biasa dikonsumsi pasien
sebelumnya dan dibawa pada saat pasien hendak dirawat inap di RS Panti
Wilasa “Dr. Cipto”;
ii. Obat yang dibawa pasien dan dapat digunakan selama pasien dirawat
inap di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” adalah obat :
 Disetujui oleh dokter yang merawat setelah melakukan proses
rekonsiliasi obat sebelum pasien masuk rawat inap, yaitu di area
Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI) dan Tempat
Pendaftaran Pasien Gawat Darurat (TPPGD); serta di bangsal rawat
inap ketika pasien masuk;
 Tidak mempengaruhi keamanan dan efektifitas obat yang diberikan
dokter selama pasien di rawat inap;
 Obat dapat diidentifikasi oleh Apoteker / TTK yang meliputi merk
dagang, kandungan / zat aktif asal obat diperoleh dan tanggal
kadaluwarsa;
 Obat tidak dapat diperoleh dari Instalasi Farmasi RS Panti Wilasa “Dr.
Cipto”;
iii. Obat yang sesuai ketentuan (b) dicatat dalam kartu obat dengan
keterangan “bawa sendiri” dan disimpan tersendiri untuk selanjutkan
digunakan selama pasien di rawat inap;
iv. Obat diluar ketentuan (b) dibawakan kembali kepada keluarga pasien
untuk dibawa pulang dan tidak disimpan di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto”
selama pasien dirawat inap;
g. Penyaluran obat emergency
i. Setiap penggunaan / pemakaian obat emergency dilakukan dengan cara
menggunting segel, menuliskan dalam form permintaan obat emergency
dan mencatat dalam buku berita acara obat emergency;
ii. Setiap kali penggunaan obat emergency harus diikuti dengan
penggantian kembali maksimal 1 x 24 jam kecuali sebab lain;
iii. Obat emergency yang terpakai segera dibuatkan resep dan dimintakan
ke Instalasi farmasi sebagai penggantian stok emergency tersebut;
iv. Cek ulang kondisi obat serta tanggal kadaluwarsa setiap kali
menggunakan atau hendak mengganti stok emergency;
v. Monitoring dan Pengawasan obat emergency;
 Melakukan pemeriksaan berkala (1 bulan sekali) untuk stok obat
emergency yang meliputi kelengkapan jenis dan jumlah obat,
kondisi obat (rusak / tidak rusak) dan tanggal kadaluwarsa oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK);
 Bila ditemukan obat emergency yang rusak atau kadaluwarsa,
maka harus diganti dengan obat yang memiliki kondisi baik dengan
alur proses retur dan kemudian order kembali dengan
menggunakan blangko “Transfer Obat Ruangan”;
 Melakukan pemeriksaan setiap hari oleh petugas perawat ruangan.

13 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1

h. Penyiapan obat dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian


yang memiliki SIPA dan SIKTTK;
i. Ada akses terhadap informasi klinis pasien;
j. System distribusi obat menjamin obat untuk tepat pasien, tepat dosis, tepat
waktu pemberian;
k. Penyiapan obat berbentuk puyer, capsul dan racikan lainnya di ruang racik
dikondisikan dalam lingkungan bersih dan aman, petugas yang meracik
mempergunakan alat pelindung diri, penimbangan/pengukuran setiap bahan
yang diperlukan harus tepat;
l. Peracikan obat dilakukan bila resep telah memenuhi persyaratan
validasi/review serta sesuai dengan instruksi dalam resep;
m. Labelling obat yang keluar dari wadah aslinya;
i. Labelling resep pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan
mencantumkan identfikasi minimal yaitu nama, tanggal lahir/umur, no
rekam medis, serta mencantumkan identitas nama obat, bentuk sediaan,
jumlah, aturan pakai, rute pemberian, peringatan dan informasi tambahan
yang diperlukan;
ii. Labelling bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat diberi
label secara akurat mulai dari tempat penyimpanan, proses penyiapan
hingga sampai kepada penggunanya meliputi komposisi/isi, tanggal
kadaluarsa dan peringatan;
n. Staf yang mempersiapkan produk campuran yang steril dilatih prinsip-prinsip
teknis aseptik;
o. Rumah sakit menjabarkan informasi pasien yang spesifik apa saja yang
dibutuhkan untuk telaah resep yang efektif terhadap pemesanan obat atau
penulisan resep;
p. Rumah sakit menyalurkan obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi
lainnya dengan menggunakan blangko/formulir yang ditetapkan untuk
memperkecil terjadinya kesalahan dalam pendistribusian dan pemberian;

12. KEBIJAKAN PEMBERIAN (ADMINISTRATION)


a. Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk
memberikan obat berdasarkan lisensi, sertifikasi, undang-undang dan
peraturan yang berlaku untuk pemberian obat;
b. Dalam keadaan emergency, rumah sakit mengidentifikasi setiap petugas
tambahan yang diijinkan untuk memberikan obat;
c. Melakukan pengawasan penggunaan obat baik obat yang disediakan oleh
pasien maupun obat yang dibawa pasien atau keluarganya dan diketahui
oleh DPJP;
d. Rumah sakit mengendalikan ketersediaan obat sampel, sampel alat
kesehatan dan sampel perbekalan farmasi lainnya;
e. Pemberian obat adalah membawa sediaan obat dari petugas kesehatan
kepada pasien yang membutuhkan sediaan obat tersebut sampai dengan
pasien menggunakannya;

14 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
f. Jadual pemberian obat adalah waktu yang menunjukkan obat harus sudah
sampai ke pasien dan digunakan pasien;
i. Jadual pemberian obat
06.00 –
1x1 pagi
07.00
1x1 21.00 –
malam 22.00
06.00 – 18.00 –
2x1
07.00 19.00
06.00 – 12.00 – 19.00 –
3x1
07.00 13.00 20.00
06.00 – 12.00 – 18.00 – 22.00 –
4x1
07.00 13.00 19.00 23.00
06.00 – 10.00 – 15.00 – 20.00 – 23.00 –
5x1
07.00 11.00 16.00 21.00 24.00
06.00 – 09.00 – 13.00 – 17.00 – 21.00 – 01.00 –
6x1
07.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00

ii. Obat sediaan oral :


 sudah disiapkan sebelumnya untuk sekali minum;
 dibawa kepada pasien sesuai dengan jadual pemberian obat diatas;
 bila diperlukan cek ulang untuk memastikan apakah obat sudah;
diminum pasien atau belum;
iii. Obat sediaan infuse dan injeksi
 Obat disiapkan sebelumnya sesuai dengan prosedur yang berlaku;
 Infuse diberikan setiap kali infuse sebelumnya habis (memperhatikan
jumlah tetesan per menit yang ditetapkan tiap untuk masing-masing
pasien);
 Sediaan injeksi diberikan dengan memperhatikan rentang waktu
pemberian;
iv. Alat kesehatan dan bahan habis pakai lainnya
Alat kesehatan dan bahan habis pakai lainnya diberikan sesuai dengan
kebutuhan;

13. PEMANTAUAN (MONITORING)


a. Memonitor efek obat terhadap pasien terutama pada dosis pertama
pemberian obat;
b. Pasien, dokter, farmasis, perawat dan praktisi pelayanan kesehatan lainnya
bekerja sama untuk memantau pasien yang mendapat obat;
c. Tujuan monitoring dilakukan untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap
gejala pasien atau penyakitnya serta mengevaluasi pasien terhadap KTD;
d. Berdasarkan hasil monitoring dapat dilakukan penyessuaian jenis obat, dosis
dan rute pemberian;
e. Semua KTD harus dicatat dan dilaporkan;

15 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
f. Kesalahan obat (Medication Error) dilaporkan melalui proses dan kerangka
waktu yang sudah ditetapkan;

14. PANDUAN PENGAWASAN OBAT, PENGAMANAN OBAT DAN DISTRIBUSI


OBAT
a. Pengawasan dan Pengamanan Obat adalah evaluasi penggunaan obat
yang meliputi : keamanan, khasiat dan mutu obat; terlaksananya
penggunaan obat secara rasional; ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan (sisi biaya);
b. Distribusi Obat adalah suatu proses penyerahan obat sejak setelah
sediaan disiapkan oleh IFRS, dihantarkan kepada perawat, dokter atau
profesional pelayanan kesehatan lain untuk diberikan kepada penderita;
c. Pengawasan, pengamanan dan distribusi obat meliputi :
i. Tepat Pasien
ii. Tepat Obat
iii. Tepat Jadwal pemberian
iv. Tepat pemberian
v. Pemberian Informasi Obat
d. Menjamin ketersediaan obat secara kontinyu;
e. Menjamin mutu dan kondisi obat/ sediaan obat tetap stabil/ stabil selama
proses distribusi;
f. Meminimalkan terjadinya kesalahan pemberian obat;
g. Memaksimalkan keamanan pasien yang menggunakan obat;
h. Meminimalkan obat yang rusak atau kadaluwarsa;
i. Meminimalkan pencurian dan atau kehilangan obat;
j. IFRS mempunyai semua akses dalam semua tahap proses distribusi untuk
pengendalian pengawasan dan penerapan pelayanan farmasi klinik;
k. Terjadinya interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat, dan
pasien;
l. Meminimalkan pemborosan dan penyalahgunaan obat;
m. Harga terkendali;
n. Peningkatan penggunaan obat yang rasional;
o. Produk obat harus terlindung dari kerusakan dan pencurian selama proses
transportasi;
p. Sistem transpor tidak merusak atau memperlambat penyampaian obat ke
pasien;
q. Pengecekan obat dilakukan mulai proses penyiapan, sebelum obat dibawa
dari IFRS, dan saat diterima oleh perawat dengan memeriksa kesesuaian
jenis obat dan kuantitasnya dengan resep;
r. Lakukan pemeriksaan ulang saat obat tiba dan diterima di unit perawat;
s. Semua kegiatan terdokumentasi;

16 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1

15. KEBIJAKAN PENGELOLAAN OBAT DAN ALAT KESEHATAN HAMPIR


KADALUARSA
a. Tanggal/waktu kadaluarsa adalah
i. Tanggal/bulan yang ditetapkan pabrik produsen obat untuk untuk
menjamin potensi yang penuh dan keamanan obat sebelum tanggal
kadaluarsa;
ii. Tanggal/waktu batas produsen menjamin bahwa obat sesuai yang
tercantum dalam penandaan (label/etiket) dan dikelola
(penyimpanannya) sebagaimana tercantum dalam penandaan obat
tersebut;
b. Pengawasan Obat dan Alat Kesehatan hampir kadaluarsa dilakukan dengan
mengecek kadaluarsa obat dan alat kesehatan pada waktu stok opname.
Obat dan Alat Kesehatan yang 6 bulan sebelum kadaluarsa di pisahkan
tersendiri dalam satu rak khusus dan dalam SIM RS di beri tanda khusus
sebagai tanda peringatan;
c. Obat dan Alat Kesehatan yang 6 bulan sebelum kadaluarsa akan direturkan
ke distributornya dan atau tetap didistribusikan ke pasien dengan tetap
memperhatikan maksimal tanggal kadaluarsa dari Obat dan Alat kesehatan
tersebut;
d. Pencatatan, Pelaporan dan Dokumentasi Pengelolaan Obat dan Alat
Kesehatan hampir kadaluarsa dilakukan tiap 3 bulan sekali, pada saat stok
opname;
e. Pada saat stok opname, obat dan alat kesehatan yang hampir kadaluarsa
untuk enam bulan berikutnya dipisahkan dalam rak tersendiri dan dicatat
dalam system komputerise dan diberi kode;
f. Pada saat stok opname, obat dan alat kesehatan yang hampir kadaluarsa
untuk 12 bulan berikutnya di catat dalam catatan obat hampir kadaluarsa;
g. Dokumentasi Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan hampir kadaluarsa
melalui system komputerise, setiap item obat dan alat kesehatan yang
hampir kadaluarsa diberi kode di computer, sebagai fungsi untuk tanda
peringatan;
h. Pencatatan dan pelaporan Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan hampir
kadaluarsa dilakukan tiap 3 bulan sekali, pada saat stok opname;

16. KEBIJAKAN PELAPORAN MONITORING EFEK SAMPING OBAT


a. Efek Samping Obat (ESO) adalah segala efek yang tidak diinginkan dari obat,
obat tradisional (OT) dan suplemen makanan (SM) yang terjadi pada dosis
biasa diberikan kepada manusia dan hubungan kausal sudah dapat
dipastikan;
b. Monitoring adalah pengamatan sekaligus mencatat kejadian yang tidak
diinginkan tersebut dalam blangko/form monitoring efek samping obat;
c. Blangko pelaporan MESO menggunakan Form yang dikeluarkan oleh Badan
POM;

17 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
d. Form MESO dengan format dari Balai POM Terdiri dari 4 bagian :
i. Informasi Pasien;
ii. Informasi Efek Samping;
iii. Informasi Obat;
iv. Informasi Pelapor;
v. Informasi Tentang Pasien;
 Nama;
 Suku;
 Pekerjaan;
 Jenis kelamin;
 Berat Badan;
 Kesudahan penyakit;
 Penyakit utama;
 Kondisi lain;
vi. Informasi Tentang Efek Samping :
 Bentuk / manifestasi efek samping;
 Semua gejala efek samping yang terjadi;
 Tanggal mula terjadi reaksi;
 Interval waktu antara pertama kali obat diberikan sampai terjadinya
gejala (dinyatakan dalam detik, menit, jam, hari);
 Kesudahan reaksi efek samping;
 Riwayat ESO yang pernah dialami;
vii. Informasi Tentang Obat :
 Nama obat (generik atau dagang);
 Bentuk sediaan;
 Obat yang dicurigai menimbulkan efek samping;
 Cara Pemberian;
 Dosis;
 Tanggal penggunaan dan penghentian;
 Indikasi penggunaan;
viii. Informasi Tambahan :
 Kronologis kejadian efek samping;
 Pengobatan/tindakan yang telah dilakukan;
 Kecepatan timbulnya efek samping;
 Keterangan lain baik yang ada kaitannya maupun yang tidak
langsung berkaitan dengan efek samping;
 Data Laboratorium disertai tanggal pemeriksaan;
ix. Informasi pelapor

e. Setiap efek samping obat yang ditemui terjadi pada pasien selama perawatan
di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap dilaporkan dan dicatat
dalam form Monitoring Efek Samping Obat (MESO) baik oleh tenaga

18 / 19
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
Nomor : 235/RSPWDC/SK.01/II/2018
Tanggal : 2 Februari 2018
Tentang : Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Instalasi Farmasi Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1
kesehatan yang melaporkan atau oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
yang menerima laporan;
f. Pelaporan MESO disampaikan kepada IFRS untuk selanjutnya dibahas
dalam rapat KFT;
g. Hasil pembahasan disampaikan kepada Direktur dan atau bila perlu
dilaporkan ke Tim MESO Nasional;

17. PENGELOLAAN MEDICATION ERROR/KTD


a. Pengelolaan mengacu pada patient safety bekerjasama dengan tim KPRS;
b. Dilakukan pendokumentasian terjadinya kesalahan yang potensial terjadi,
maupun kesalahan yang faktual terjadi;
c. Kesalahan terjadi dalam tahap penulisan resep (prescribing), penyiapan
resep (transcribing dan dispensing), maupun pada tahap pemberian obat
(administering);
d. Pendokumantasian dilakukan menggunakan form IKP dan dilaporkan pada
tim KPRS serta dilakukan pendokumantasian oleh IFRS;
e. Dilakukan proses tindak lanjut dan evaluasi mengenai kejadian medication
error/KTD sesuai dengan prosedur yang berlaku di tim KPRS maupun tindak
lanjut dan evaluasi dari IFRS;

Dirketur,
RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO”

dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes

19 / 19

Anda mungkin juga menyukai