Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan proyek konstruksi merupakan rangkaian dari kegiatan yang


saling bergantung antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya. Semakin besar
suatu proyek, maka akan semakin besar pula masalah yang ditimbulkan dan harus
dihadapi. Suatu proyek konstruksi tidak pernah lepas dari pengaruh waktu dan
biaya. Keberhasilan sebuah proyek konstruksi dapat dilihat dari waktu
penyelesaian pekerjaan yang singkat dengan optimalisasi pengeluaran dana yang
seminimal mungkin tanpa meninggalkan mutu hasil pekerjaan.
Menghemat dalam dunia konstruksi tidak selalu berarti mengurangi
jumlah material secara illegal di proyek, ada batasan - batasan tertentu yang
masilh tergolong sebagai langkah baik dan bahkan sangat dianjurkan untuk
dilakukan Hal tersebut memunculkan banyak alternatif – alternatif yang dijadikan
dasar pemikiran untuk melakukan kajian terhadap pekerjaan tersebut.
Efesiensi biaya konstruksi sebuah proyek juga dapat menjadi barometer
keberhasilan dalam pembangunan. Jadi, efesiensi biaya konstruksi merupakan
sebuah cara atau pengendalian ataupun strategi untuk menjalankan sebuah proyek
konstruksi yang berdasarkan pembiayaannya. Pengendalian biaya digunakan
supaya pengeluaran untuk memenuhi segala yang dibutuhkan dalam sebuah
proyek bertepat guna atau digunakan dengan baik sesuai dengan peruntukannya.
Material adalah salah satu komponen penting yang memiliki pengaruh
cukup erat dengan biaya suatu proyek. Oleh sebab itu, bisa dilakukan review
(meninjau) ulang untuk menemukan bagian – bagian desain yang boros lalu
menggantinya sesuai dengan kebutuhan agar bisa meminimalisir biaya Konversi
Besi Tulangan contohnya. Dengan memahami betul standar dari pembesian maka
akan membantu dalam menghemat penggunaan besi namun tetap memenuhi
kebutuhan standar dari pekerjaan tersebut.

1
Selain itu konversi besi juga dapat dilakukan dengan menggunakan diameter besi
yang berbeda menyesuaikan dengan ketersediaan dari bahan material yang ada di
sekitar area proyek.
Makassar New Port (MNP) yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia
IV (Persero) adalah pelabuhan yang terletak di kota Makassar, provinsi Sulawesi
Selatan. Pada pembangunan sebuah proyek pelabuhan seperti pada proyek
Makassar New Port aspek pembiayaan yang besar dan waktu menjadi pusat
perhatian untuk dilakukan analisa kembali dengan tujuan untuk mencari
penghematan.
Pada proyek Makassar New Port, khususnya pada pekerjaan Cable Duct
(Kabel saluran) terjadi konversi tulangan karena terbatasnya ketersediaan material
yang akan digunakan. Jika dilakukan pengadaan maka akan memakan waktu yang
lama dan dapat mengalami keterlambatan pada pekerjaan Cable Duct dan
pekerjaan elektrikal yang lainnya serta akan mempengharui time schedule. Oleh
sebab itu dilakukan konversi sesuai dengan material yang tersedia di area proyek
tersebut. Hal tersebut mengakibatkan perubahan desain yang kemungkinan besar
akan mempengharui biaya.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka perlu dilakukan suatu penelitian
dengan judul “STUDI ANALISA BIAYA TERHADAP KONVERSI
TULANGAN CABLE DUCT PADA PROYEK MAKASSAR NEW PORT “

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut :

1. Berapa jumlah batang besi yang diperlukan dari konversi besi D 13 ke D


19 ?
2. Bagaimana pengaruh Konversi Tulangan terhadap Biaya pada proyek
Makassar New Port?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian adalah

1. Untuk mengetahui jumlah batang besi yang di butuhkan dari konversi besi
D 13 ke D 19
2. Untuk Mengetahui pengaruh Konversi Tulangan terhadap Biaya pada
proyek Makassar New Port.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penilitian ini adalah

1. Hanya mengenai pengaruh Konversi Tulangan terhadap efesiensi Biaya


pada proyek Makassar New Port.
2. Konversi tulangan dari D 13 ke D 19 tidak mengubah kekuatan tulangan

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Bagi Universitas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi


penambahan ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa Teknik sipil
serta menjadi bahan bacaan di perpustakaan Universitas dan dapat
menjadi referensi bagi mahasiswa lain

3
2. Memberikan pengetahuan dan masukan untuk lebih mengetahui pentingnya
penerapan efesiensi biaya pada proyek konstruksi.

3. Memberikan pengetahuan dan wawasan baru mengenai cara Konversi


Tulangan dan pengaruhnya terhadap efesiensi biaya pada suatu proyek
konstruksi.
4. Bagi masyarakat umum, semoga hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai
tambahan ilmu pengetahuan terutama bagi pihak yang ingin mempelajari
mengenai Efisiensi biaya dan konversi tulangan.

1.6 SistematikaPenulisan
Suatu karya ilmiah memerlukan penulisan yang baik, teratur dan terperinci.
Demikian pula dalam skripsi ini, penulis berusaha mencantumkan secara
urut dari bab ke bab tentang sistematikanya. Adapun penulisan
sistematikanya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan yang mengurai secara singkat komposisi bab
yang ada pada penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Dalam bab ini berisikan teori yang berupa pengertian dan
defenisi yang berkaitan dengan penyusunan laporan skripsi
serta beberapa yang berhubugan dengan penelitian.

4
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai tahapan penelitian,
teknik pengumpulan data , dan tahap – tahap menganalisis
data.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini merupakan bab yang menjelaskan tentang
hasil penelitian dan analisis pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan
saran dari hasil penelitian dan pembahasan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

11.1 pengertian proyek

Proyek merupakan sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan dimana


ada titik awal dan titik akhir serta hasil tertentu, proyek biasanya bersifat lintas
fungsi organisasi sehingga membutuhkan bermacam keahlian (skills) dari
berbagai profesi dan organisasi. Setiap proyek adalah unik, bahkan tidak ada dua
proyek yang persis sama. Dipohusodo (1995) menyatakan bahwa suatu proyek
merupakan upaya yang mengerahkan sumber daya yang tersedia, yang
diorganisasikan untuk mencapai tujuan, sasaran dan harapan penting tertentu serta
harus diselesaikan dalam jangka waktu terbatas sesuai dengan kesepakatan.
Proyek adalah aktivitas sementara dari personil, material, serta sarana untuk
menjadikan/mewujudkan sasaran-sasaran (goals) proyek dalam kurun waktu
tertentu yang kemudian berakhir (PT. PP, 2003). Proyek konstruksi merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu
(bangunan/konstruksi ) dalam batasan waktu, biaya dan mutu tertentu. Proyek
konstruksi selalu memerlukan resources (sumber daya) yaitu man (manusia),
material (bahan bangunan), machine (peralatan), method (metode pelaksanaan),
money (uang), information (informasi), dan time (waktu). 8 Dalam Suatu proyek
konstruksi terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu waktu, biaya
dan mutu (Kerzner, 2006). Pada umumnya, mutu konstruksi merupakan elemen
dasar yang harus dijaga untuk senantiasa sesuai dengan perencanaan. Namun
demikian, pada kenyataannya sering terjadi pembengkakan biaya sekaligus
keterlambatan waktu pelaksanaan (Proboyo, 1999; Tjaturono, 2004). Dengan
demikian, seringkali efisiensi dan efektivitas kerja yang diharapkan tidak tercapai.
Hal itu mengakibatkan pengembang akan kehilangan nilai kompetitif dan peluang
pasar.

6
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan proyek konstruksi antara
lain:
1. Pemilik
2. Perencana (konsultan)
3. Pelaksana kontraktor
4. Pengawas (konsultan)
5. Penyandang dana
6. Pemerintah (regulasi)
7. Pemakai bangunan
8. Masyarakat : a. Asosiasi b. Masyarakat umum
Jasa konstruksi merupakan jasa pelayanan :
1. Perencanaan Konstruksi
2. Pelaksanaan Konstruksi
3. Pengawasan Konstruksi
4. gabungan dari dua atau tiga pelayanan.

Rangkaian kegiatan dalam proyek konstruksi diawali dangan lahirnya suatu


gagasan yang muncul dari adanya kebutuhan dan dilanjutkan dengan penelitian
terhadap kemungkinan terwujudnya gagasan tersebut (studi kelayakan).
Selanjutnya dilakukan desain awal (preliminary design), desain rinci (detail
desain), pengadaan sumber daya (procurement), pembangunan di lokasi yang
telah disediakan (construction), dan pemeliharaan bangunan yang telah didirikan
(maintenance) sampai dengan penyerahan bangunan kepada pemilik proyek.
Rework dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi pekerjaan ulang,
Selanjutnya akan dipakai istilah Rework. Rework tidak dapat dipisahkan dari
pengerjaan konstruksi karena rework selalu terjadi hampir di seluruh pengerjaan
proyek konstruksi.
akan perlu diketahui batasanbatasan, mana yang termasuk rework dan mana yang
bukan merupakan rework. Sedangkan batasan atau hal-hal yang tidak termasuk
rework adalah:

7
1. Perubahan scope pekerjaan mula–mula yang tidak berpengaruh pada
pekerjaan yang sudah dilakukan.
2. Perubahan desain atau kesalahan yang tidak mempengaruhi pekerjaan di
lapangan.
3. Kesalahan fabrikasi off-site yang dibetulkan offsite
4. Kesalahan off-site modular fabrication yang dibetulkan off-site
5. Kesalahan fabrikasi on-site tapi tidak mempengaruhi aktivitas di lapangan
secara langsung (diperbaiki tanpa mengganggu jalannya aktivitas konstruksi).

aktivitas di lapangan yang harus dikerjakan lebih dari sekali, atau aktivitas
yang menghilangkan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya sebagai bagian
dari proyek di luar sumber daya, dimana tidak ada change order yang dikeluarkan.
Pengertian/definisi ini dirasa paling tepat karena menyertakan batasan bagi
terjadinya rework

Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Rework, yaitu faktor desain dan


dokumentasinya, faktor manajerial, dan faktor sumber daya (resources) (Andi,
Wenata, Hendarlim, 2005). Faktor yang terkait dengan desain dan
dokumentasinya biasanya lebih langsung berhubungan dengan proses desain yang
melibatkan desainer (konsultan) dan pemilik proyek. Sebagai contoh, kesalahan
dan permintaan perubahan pada desain yang baru diketahui setelah pekerjaan
konstruksi berjalan dapat menyebabkan pihak kontraktor harus membongkar dan
mengerjakan ulang pekerjaan yang sama. Penelitian ini mengidentifikasikan enam
faktor yang berkaitan dengan desain dan dokumentasinya. Kelompok kedua 12
berkaitan dengan faktor-faktor manajerial. Faktor-faktor ini bisa disebabkan oleh
semua pihak dikonstruksi, baik itu pemilik, desainer (konsultan), dan atau
pelaksana .

8
a. Faktor yang berkaitan dengan desain dan dokumentasinya.
Desain dan dokumentasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya kesalahan yang sering mengakibatkan rework. Berikut ini adalah
kesalahan dan perubahan yang terjadi pada desain dan dokumentasinya:

1. Kesalahan desain Desain merupakan Kesalahan desain ini, yang dapat berupa
kesalahan desain ini, yang dapat berupa kesalahan gambar atau perhitungan,
umumnya dijumpai pada saat pekerjaan sudah dilaksanakan di lapangan, sehingga
terjadilah rework. Kesalahan desain bisa terjadi jika arsitek, drafter, konsultan,
ataupun kontraktor
2. menggambarkan suatu kondisi atau bagian dari proyek yang tidak sesuai dengan
yang telah direncanakan sebelumnya, yang pada akhirnya gambar itu telah
diturunkan di lapangan dan dikerjakan. Hal ini akan menyebabkan komplain dari
pihak pemilik yang akhirnya menyebabkan terjadinya rework.
3. Perubahan Desain Seperti halnya faktor kesalahan desain, perubahan yang
diinginkan oleh pemilik biasanya baru dikemukakan setelah pekerjaan yang
bersangkutan telah dikerjakan di lapangan. Perubahan desain biasanya dilakukan
untuk memenuhi permintaan dari salah satu konsumen . Selain oleh pemilik
sebenarnya perubahan desain dapat juga disebabkan oleh

a. Kontraktor - untuk meningkatkan constructability dari fasilitas.


b. Suplier - untuk memungkinkan pemakaian produk yang sudah ada (standard)
atau untuk memudahkan mobilisasi dari material baik ketika menuju proyek
ataupun ketika di dalam proyek.
c. Desainer - untuk memenuhi modifikasi desain.
d. Sub-kontraktor - untuk menghilangkan konflik dalam pengaturan pekerjaan.
Namun tidak semua perubahan mengakibatkan rework, perubahan yang
menyebabkan rework di sini adalah perubahan yang tidak dimaksudkan. Jika
muncul perubahan selama konstruksi, perubahan tersebut dapat menghasilkan
rework .

9
Perubahan menyebabkan rework jika dilakukan upaya untuk mengikuti
desain awal dan menghilangkan perubahan yang telah terjadi, baik dengan
mengadakan perubahan atau pengurangan. Sedangkan jika perubahan yang
tidak dimaksudkan ini akhirnya diikuti dengan perubahan manajerial yang
memutuskan mengubah desain awal mengikuti perubahan yang terjadi maka
tidak terjadi rework meskipun pada akhirnya terjadi pengubahan ataupun
pengurangan
4. Detail yang tidak jelas Detail yang tidak jelas sering membuat mandor atau
pekerja mempunyai pengertian yang berbeda dari yang tidak dimaksudkan
oleh desainer. Hal ini akhirnya mengakibatkan keadaan yang menyebabkan
rework, contohnya: pengaturan kembali servis karena bentrokan dari buruknya
informasi yang diberikan dalam gambar. Di sini rework dapat berupa klaim
karena variasi jika secara langsung mempengaruhi jalannya proyek dan
menyebabkan gangguan
5. Kurangnya constructability Constructability adalah optimisasi penggunaan
pengetahuan tentang konstruksi dan pengalaman dalam perencanaan, desain,
usaha operasional untuk memcapai seluruh tujuan proyek (Construction
Industry Institute, 1986) Seringkali desain yang dikeluarkan tidak
memperhatikan kemudahan pelaksanaan di lapangan. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya rework karena oleh pekerja di lapangan akhirnya
gambar dikerjakan sebisanya tanpa adanya constructability dan akhirnya
mengakibatkan terjadinya kesalahan yang bisa menyebabkan terjadinya
rework. Hal ini sering disebabkan karena kurangnya pengetahuan desainer
mengenai konstruksi. Banyak kasus di mana kontraktor mengeluh karena
desain yang sulit atau bahkan mustahil untuk dikerjakan
6. Kurangnya pengetahuan terhadap karakter bahan Dalam penggunaan bahan-
bahan bangunan juga perlu diperhatikan karakteristik dari bahan yang dipakai,
karena terkadang ada bahan yang tidak bisa dipakai secara bersamaan karena
ketidakcocokan karakterisitik kedua bahan yang dipergunakan.

10
7. Buruknya koordinasi dokumen Dalam proyek sering ditemui adanya
ketidakcocokkan antara gambar struktur dan gambar arsitektur, selain itu juga
koordinasi antara gambar konstruksi dan gambar dari bagian instalasi listrik
maupun plumbing.
menyebabkan kesalahan dalam pengerjaan karena gambar-gambar tadi saling
berbentrokan satu sama lain dalam pelaksanaannya. Hal ini mengakibatkan
perlunya dilakukan pembongkaran untuk memperbaiki kesalahan tadi agar
dapat dibuat sesuai dengan keinginan gambar .

b. faktor manajerial
1. Kurangnya teamwork Masalah utama yang terdeteksi dalam fase desain adalah
kecilnya interaksi antara desainer, kontraktor, dan diantara specialist, hal ini
menyebabkan fase berikutnya dilaksanakan secara tidak lengkap. Konsekuensinya
adalah solusi yang tidak optimal, lack of constructability dan change order dalam
jumlah besar (baik dalam desain dan rework) (Alarcon dan Mardones, 1998)
2. Jadwal yang terlalu padat Tekanan oleh waktu adalah salah satu dasar penyebab
terjadinya kesalahan dan dikemukakan oleh Petroski (1985), Brown dan Xiaochen
yin (1988) dan Rollings and Rollings (1991). Pelaksanaan yang terburu-buru
menyebabkan terjadinya kesalahan.
3. Kurangnya kontrol Kurangnya pengontrolan oleh kontraktor dalam pengerjaan
dapat mengakibatkan kualitas atau hasil dari pekerjaan yang dilakukan tidak
sesuai dengan harapan. Dalam hal ini bisa terjadi klaim dari owner
4. Kurangnya Informasi Mengenai Keadaan Lapangan Kurangnya informasi
mengenai keadaan lapangan dapat menyebabkan pekerjaan terganggu
5. Buruknya Alur Informasi Terkadang terjadi kasus kesalahan di mana konsultan
tidak berusaha untuk memastikan bahwa kontraktor mengerti filosofi desain dan
bahwa metode konstruksi yang lama tidak dapat digunakan. Mereka juga tidak
memerikasa konstruksinya untuk melihat apakah telah dikerjakan dengan benar
atau tidak.

11
6. Material Terkirim Tidak Sesuai Jika bahan yang tidak sesuai dengan permintaan
tadi terlanjur dipasang maka perlu dilakukan pembongkaran untuk
memperbaikinya,.
7. Kurangnya Antisipasi Keadaan Alam Misalnya adalah saat sedang melakukan
proses pembangunan terjadi gempa bumi, maka rework akan dilaksanakan, atau
pada saat proses pengecoran tibatiba turun hujan dan tidak tersedia terpal maka
pekerjaan akan menjadi rusak .
8. Pengiriman Barang Yang Terlambat Atau Tidak Tepat Waktu Misalnya pada
proses pengecoran. Beberapa truk yang mengangkut beton tiba ditempat
pengecoran pada waktu yang tepat. Sementara truk yang lainnya terlambat. Hal
ini menyebabkan beton yang sudah dicor sebelumnya terlanjur setting. Perlu
dilakukan proses lebih lanjut untuk bisa melakukan pengecoran pada bagian
yang belum selesai karena sebagian telah terlanjur setting.

c. Faktor Sumber Daya


1. Pertimbangan yang salah di lapangan Seringkali jika dihadapkan pada situasi
yang mendesak, misalnya karena jadwal yang padat, pekerja lapangan harus
mengambil keputusan sendiri mengenai apa yang harus mereka lakukan,
terkadang keputusan yang mereka ambil itu salah dan mengakibatkan hasil yang
berbeda dari keinginan desainer atau kontraktor.
2. Kurangnya Pengalaman Kerja Pengalaman yang kurang biasanya menghasilkan
pekerjaan yang kurang baik dan memerlukan perbaikan untuk mencapai
kualitas yang diharapkan.
3. Bekerja tidak sesuai prosedur Pengerjaan yang tidak sesuai prosedur tentu saja
akan menghasilkan pekerjaan dengan kualitas yang lebih buruk, dan hal ini
sering kali memerlukan perbaikan untuk mencapai kualitas yang diharapkan.
4. Kurang memadainya peralatan Dengan tidak tersedianya perlatan yang
dibutuhkan tentu akan menghambat pengerjaan yang sedang dalam proses
penyelesaian dan apabila proses itu memerlukan waktu yang sangat singkat
untuk bisa terselesaikan agar tidak terlanjur mengalami kesalahan dalam
pengerjaan karena sifat dari bahan yang 19 membutuhkan kecepatan dan

12
ketepatan waktu dalam pengolhannya dan perlatan tidak tersedia maka akan
terjadi rework.
5. Kurangnya pengetahuan pekerja Pengetahuan pekerja yang kurang mengenai apa
yang dikerjakannya dapat menyebabkan kesalahan dalam pekerjaannya.
6. Jumlah kerja lembur terlalu banyak Dalam suatu proyek konstruksi adalah sangat
penting untuk menjaga agar produktivitas tenaga kerja di lapangan tetap stabil
Banyaknya jam kerja lembur akan mengakibatkan pekerja mengalami keletihan
atau fatique pada akhirnya mengurangi produktivitas kerja. Kurangnya
produktivitas kerja ini yang disebabkan karena pekerja merasa letih dapat
menyebabkan kualitas pekerjaan seseorang berkurang, daya konsentrasi juga
berkurang dan akibatnya sering terjadi kesalahan dalam bekerja.

11.2 Biaya Proyek Konstruksi


Biaya Konstruksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu
proyek. Biaya yang di perlukan untuk satu proyek dapat mencapai jumlah yang
sangat besar dan tertanam dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu
perlu dilakukan identifikasi biaya proyek dengan tahapan perencanaan biaya
proyek sebagai berikut
1. Tahapan pengembangan konseptual, biaya dihitung secara global berdasarkan
informasi desain yang minim. Dipakai perhitungan berdasarkan unit biaya
bangunan berdasarkan harga per kapasitas tertentu.
2. Tahapan desain konstruksi, biaya proyek dihitung secara lebih detail
berdasarkan volume pekerjaan dan informasi harga satuan.
3. Tahapan pelelangan, biaya proyek dihitung oleh beberapa kontraktor agar
didapat penawaran terbaik, berdasarkan spesifikasi teknis dan gambar kerja
yang cukup dalam usaha mendapatkan kontrak pekerjaan.
4. Tahapan pelaksanaan, biaya proyek pada thapan ini dihitung lebih detail
berdasarkan kuantitas pekerjaan, gambar shop drawing dan metode
pelaksanaan dengan ketelitian yang lebih tinggi.

13
Untuk menentukan biaya suatu unit pekerjaan sebagai bagian dari kegiatan
proyek, dilakukan estimasi biaya, menurut ( Husen, 2009 ).
Pada dasarnya biaya proyek dibedakan menjadi dua, yaitu biaya langsung
(direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Berikut ini akan di uraikan
penjelasan dari kedua biaya pada proyek konstruksi tersebut

1. Biaya Langsung (Direct Cost)


Adalah seluruh biaya yang berkaitan langsung dengan fisik proyek,
yaitu meliputi seluruh biaya dari kegiatan yang dilakukan diproyek (dari
persiapan hingga penyelesaian) dan biaya mendatangkan seluruh sumber daya
yang diperlukan oleh proyek tersebut. Biaya langsung dapat dihitung dengan
mengalikan volume pekerjaan dengan harga satuan pekerjaan. Biaya
langsung ini juga biasa disebut dengan biaya tidak tetap (variable cost),
karena sifat biaya ini tipa bulannya jumlahnya tidak tetap, tetapi berubah-
ubah sesuai dengan kemajuan pekerjaan.

Secara garis besar, biaya langsung pada proyek konstruksi sesuai dengan
definisi di atas dibagi menjadi lima (Asiyanto, 2005):
a. Biaya bahan/ material
b. Biaya upah kerja (tenaga)
c. Biaya upah kerja (tenaga)
d Biaya alat
e. Biaya subkontraktor
f. Biaya lain-lain
Biaya lain-lain biasanya relatif kecil, tetapi bila jumlahnya cukup berarti untuk
dikendalikan dapat dirinci, menjadi misalnya:

a. Biaya persiapan dan penyelesaian


b. Biaya overhead proyek
c. Dan seterusnya

14
Biaya Material, yaitu semua biaya untuk pembelian bahan dan material yang
dihitung dengan analisis harga satuan. Dalam perhitungan biaya material ini
harus diperhatikan beberapa hal seperti bahan sisa, harga terbaik, harga loco
atau franco, serta cara pembayaran kepada supplier.
Biaya Upah Buruh, yaitu biaya untuk membayar upah atas pekerja yang
diperhitungkan terhadap satuan item mata pembayaran tertentu dan biasanya
sudah memiliki standar harga satuannya. Untuk perhitungan biaya upah buruh
ini harus pula diperhatikan beberapa hal seperti perbedaan antara upah harian
atau borongan, kapasitas kerja, asal dari mana buruh didatangkan, serta juga
mempertimbangkan undang-undang perburuhan yang berlaku.

Biaya Peralatan atau Equipments, yaitu biaya terhadap peralatan untuk


melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam perhitungan biaya ini pula perlu
diperhatikan beberapa hal seperti ongkos keluar masuk gudang, ongkos buruh
pengopersi, dan biaya operasi jika peralatan merupakan barang sewaan serta
investasi, depresiasi, reparasi, pemeliharaan, dan ongkos mobilisasi jika
peralatan merupakan barang tidak disewa.

2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)


Adalah seluruh biaya yang terkait secara tidak langsung, yang dibebankan
kepada proyek. Biaya ini biasanya terjadi diluar proyek namun harus ada dan
tidak dapat dilepaskan dari proyek tersebut. Biaya ini meliputi antara lain biaya
pemasaran, biaya overhead di kantor pusat/ cabang (bukan overhead kantor
proyek), pajak (tax), biaya resiko (biaya tak terduga) dan keuntungan kontraktor.
Nilai keuntungan kontraktor pada umumnya dinyatakan sebagai persentase
dari seluruh jumlah pembiayaan. Nilainya dapat berkisar 8% - 12%, yang mana
sangat tergantung pada seberapa kehendak kontraktor untuk meraih pekerjaan
sekaligus motivasi pemikiran pantas tidaknya untuk mendapatkannya. Pada
prinsipnya penetapan besarnya keuntungan dipengaruhi oleh besarnya resiko atau
kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dan sering kali tidak nampak nyata.

15
Sebagai contoh, keterlambatan pihak pemberi tugas dalam melaksanakan tugas
untuk membayar pekerjaan, dan sebagainya.
Biaya tidak langsung ini tiap bulan besarnya relatif tetap dibanding biaya
langsung, oleh karena itu juga sering disebut dengan biaya tetap (fix cost). Biaya
tetap perusahaan ini didistribusikan pembebanannya kepada seluruh proyek yang
sedang dalam pelaksanaan. Oleh karena itu setiap menghitung biaya proyek,
selalu ditambah dengan pembebanan biaya tetap perusahaan (dimasukkan dalam
mark up proyek). Biasanya pembebanan biaya ini ditetapkan dalam presentase
dari biaya langsung proyeknya. Biaya ini walaupun sifatnya tetap, tetapi tetap
harus dilakukan pengendalian, agar tidak melewati anggarannya.

Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tidak langsung adalah sebagai


berikut.

1. Biaya tak terduga atau unexpected costs, merupakan biaya yang


disiapkan untuk kejadian-kejadian yang mungkin terjadi ataupun
mungkin tidak terjadi. Sebagai contoh adalah jika terjadi banjir di lokasi
proyek, tentu akan ada biaya khusus untuk mengatasinya. Biaya tak
terduga sendiri umumnya diperkirakan antara 0,5 sampai 5% dari biaya
total proyek
.
Hal-hal   yang termasuk dalam biaya tak terduga ini adalah

a. Akibat Kesalahan, seperti gambar kerja yang tidak lengkap atau


kontraktor yang salah dalam melakukan pekerjaan.
b. Ketidakpastian Subjektif, artinya ada interpretasi yang subjektif
terhadap sesuatu seperti penggunaan bahan tertentu yang
diartikan berbeda oleh pekerja.
c. Ketidakpastian Objektif, artinya ada ketidakpastian akan perlu
tidaknya suatu pekerjaan karena ditentukan oleh objek diluar
kemampuan manusia. Contohnya adalah pemasangan sheet pile

16
untuk pondasi yang ditentukan oleh tinggi rendahnya muka air
tanah.
d. Variasi Efisiensi, yaitu ada tidaknya efisiensi dari sumber daya
seperti buruh, material, dan peralatan.
2. Keuntungan atau profit, yaitu semua hasil yang didapat dari pelaksanaan
sebuah proyek. Keuntungan ini tidak sama dengan gaji karena dalam
keuntungan terkandung usaha, keahlian, ditambah pula dengan adanya
faktor risiko.
3. Biaya Overhead, yaitu biaya tambahan yang tidak terkait langsung
dengan proses berjalannya proyek tetapi harus tetap dimasukkan ke
dalam anggaran layaknya biaya lain agar proyek dapat berjalan dengan
baik. Untuk lebih jelas mengenai biaya Overhead ini, akan dijelaskan
pada poin berikut.

3. Biaya Overhead pada Proyek

Biaya overhead masuk dalam salah satu unsur harga pokok produk
konstruksi. Biaya ini menjadi elemen biaya konstruksi yang terbilang relatif
besar dan juga sulit pengendaliannya serta tidak mudah dibebankan secara
langsung kepada suatu hasil produksi tertentu. Persentase untuk biaya overhead
ini umumnya memiliki besaran maksimal 15% dari total biaya proyek.

Biaya verhead pada proyek dapat dikelompokkan dalam 2 jenis biaya, yaitu:

1. Overhead di Lapangan, diantaranya adalah biaya personil lapangan,


fasilitas sementara seperti gudang, kantor lapangan, pagar, penerangan,
transportasi, dan komunikasi, biaya bank, izin bangunan, peralatan habis pakai,
biaya untuk rapat lapangan, biaya pengukuran, serta biaya kualitas kontrol.

2. Overhead Kantor, diantaranya sewa kantor dan fasilitasnya, gaji pegawai,


izin usaha, referensi bank, dan iuran anggota asosiasi

17
Perhitungan biaya overhead sendiri bermanfaat untuk:

a. Mengetahui rincian alokasi biaya yang ada dalam proyek,


b. Menentukan harga dengan lebih tepat karena biaya overhead tetap harus
dikeluarkan tanpa terpengaruh kondisi produksi tinggi atau tidak,
c. Mengawasi pengeluaran biaya dengan melihat apakah biaya overhead sesuai
atau tidak

11.3 Efisiensi Biaya Konstruksi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001;284) menyatakan bahwa
efisiensi adalah : “Ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu
(dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya), kedayagunaan, ketepatgunaan,
kesangkilan serta kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat
(dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya).”
Efisiensi biaya konstruksi merupakan sebuah cara atau strategi untuk
menjalankan sebuah proyek konstruksi yang berdasarkan dari pembiayaannya dari
sumber daya. Sumber daya tersebut direncanakan untuk mencapai sasaran biaya
untuk sebuah proyek berdasarkan batas waktu, material, tenaga pekerja, metode
pelaksanaan, peralatan, dan yang lainnya.

Tentu saja, tantangan dari sebuah proyek konstruksi ini selain pada keefektifan
waktu juga terdapat pada efisiensi biayanya tanpa mengurangi mutu.
Pengendalian biaya digunakan supaya pengeluaran untuk memenuhi segala yang
dibutuhkan dalam sebuah proyek bertepat guna.

Perhitungan biaya proyek sangat penting dilakukan dalam


mengendalikan sumber daya yang ada mengingat sumber daya yang ada semakin
terbatas. Untuk itu, peran seorang cost engineer ada dua yaitu, memperkirakan

18
biaya proyek dan mengendalikan (mengontrol) realisasi biaya sesuai dengan
batasan-batasan yang ada pada estimasi.
Efisiensi dalam pelaksanaan proyek oleh kontraktor adalah merupakan
suatu keharusan dalam rangka menjaga laba yang telah ditargetkan. Eit..efisiensi
sama sekali tidak boleh dipelesetkan sebagai tindakan mengurangi takaran, karena
efisiensi mensyaratkan suatu output yang sesuai dengan gambar dan spesifikasi
rencana
Efisiensi adalah suatu keadaan atau ukuran perbandingan antara biaya
aktual yang dikeluarkan untuk suatu pekerjaan/output/item biaya tertentu dengan
biaya yang direncanakan di awal.. Definisi efisiensi disini adalah pengembangan
definisi standar tentang efisiensi. Dikarenakan merupakan perbandingan antara
dua nilai (positif), maka hasilnya tentu > 1 atau < 1 (positif). Saat ini dikatakan
efisiensi bila biaya aktual < biaya rencana awal atau perbandingan antara biaya
aktual vs biaya rencana awal < 1. Lalu jika sebaliknya dikatakan inefisiensi.
berdasarkan definisi bermakna suatu keadaan atau ukuran. Saat ini efisiensi
bermakna tindakan dimana biaya aktual < biaya rencana awal. Sehingga terjadi
penyempitan makna. Tapi apapun itu, rasanya tinggal kita sepakati saja bahwa
jika biaya aktual < biaya target (rencana awal) berarti terjadi efisiensi,.

Efisiensi biaya atas tindakan-tindakan dalam konstruksi proyek diharapkan


sebagai tambahan laba atau setidaknya sebagai extra cost contigency jika terjadi
risiko yang tidak terduga. Menurut pengalaman mengerjakan proyek, rasanya
tidak pernah ada prediksi risiko yang diperhitungkan dengan baik saat tender.
Jangankan perhitungannya, item risiko pun sering diabaikan. Bahkan ada juga
kontraktor yang tidak menghitung risiko sama sekali. Jawaban ngeles paling
gampang dan tidak akan ada yang berani melawan adalah ”jika semua risiko
diperhitungkan, kapan bisa menang tenderny

Umumnya tindakan yang dilakukan pada kontraktor untuk mendapatkan


efisiensi yang utama adalah mendapatkan discount harga yang paling tinggi
dengan para vendor sehingga harga aktual yang diharapkan akan serendah

19
mungkin terhadap harga rencana awal. Setelah mendapatkan discount tertinggi
dengan para vendor, kontraktor seperti sudah bekerja keras mendapatkan
keuntungan. dengan harga terendah (bukan harga terbaik) adalah keputusan yang
seringkali keliru. Harga terendah seringkali menyimpan risiko bagi kontraktor
dalam pelaksanaannya. Ini sudah sering terbukti.

.Di proyek diperlukan suatu alat berat excavator. Kontraktor sibuk mencari
penjual excavaor bekas yang paling murah. Tak peduli waktu pelaksanaan sudah
terlambat. Ketika akan menguji excavator yang termurah Kontraktor mendapat
info bahwa ada excavator yang lebih murah lagi. Maka dibatalkanlah rencana uji
coba excavator yang sudah direncakan. Kontraktor akhirnya membeli excavator
yang lebih murah dari yang termurah. Efisien sekali? Ternyata tidak. Ketika alat
excavator tersebut mulai digunakan di proyek, ternyata ada komponen yang perlu
dibeli dulu. Beli komponen alat berat tentu perlu transport karena hanya tersedia
di kota besar. Kemudian begitu dipakai beberapa saat, ada kabel yang korslet.
Setelah berhasil sempat digunakan beberapa jam, tingkat konsumsi solar sangat
tinggi (mungkin karena saking tua dan maintenance yang jelek). Daya tahan
pemakaian hanya beberapa hari. Akhirnya kantor proyek jadi bengkel sepanjang
pelaksanaan proyek. Alat tersebut setelah setahun proyek selesai tidak juga di
demob walaupun personil kontraktor sudah lama tidak ada di lapangan karena
pekerjaan yang sudah selesai. Efisiensi yang berubah jadi inefisiensi /risiko yang
tak terlihat (hidden cost).

Berdasarkan pengalaman, kejadian hal yang terduga dalam pelaksanaan proyek


berdampak pada biaya sekitar 1-5%. Jika dianggap keberhasilan mengatasi
masalah (problem solving) adalah 50% (termasuk bagus), maka dampaknya
menjadi 0,5 – 2,5%. Angka ini jika dihubungkan dengan Laba bersih suatu
perusahaan jasa konstruksi yang berkisar 3-5%, tentu menjadi sangat riskan,
sangat rawan bagi perusahaan tersebut mengalami kerugian secara korporat.
Efisiensi adalah jawaban tepat agar target laba dapat tetap tercapai dan bahkan
jika dilakukan secara sistematis, diharapkan dapat menambah laba perusahaan

20
11.4 Besi Tulangan
Secara umum terdapat dua jenis besi beton, yaitu besi polos (plain bar) dan
besi ulir (deformed bar). Besi polos memiliki permukaan yang licin dan mulur
serta penampangnya berbentuk bundar. Besi ulir, sesuai dengan namanya,
memiliki bentuk permukaan seperti sirip ikan (memuntir) atau sirip teratur seperti
pada bambu, dengan pola-pola yang berbeda tergatung pabrik pembuatannya.

Besi ulir umum digunakan sebagai tulangan beton dibandingkan besi polos. Besi
ulir diberikan ulir melalui proses rol pada permukaannya sehingga memiliki
ikatan yang lebih baik antara tulangan dan beton. Bentuk ulir ini meningkatkan
daya lekat sehingga menahan gerakan dari batang terhadap beton. Besi ulir
memiliki ketahanan tekan minimal 400 Mpa.

Besi polos lebih jarang digunakan daripada besi ulir. Besi polos lebih banyak
digunakan untuk membungkus besi ulir yang digunakan sebagai tulangan beton
yang dipasang memanjang. Besi polos memiliki ketahanan tekan minimal 240
Mpa.

Besi polos mendominasi permintaan besi beton di pasaran, dengan jumlah sekitar
60%. Besi polos dapat dijumpai di pasar. eceran (retail). Besi ulir umumnya
dipasarkan distributor besar kepada para kontraktor, dengan penjualan dalam
volume besar. Besi ulir harganya lebih mahal daripada besi polos karenan
kekuatan dan ketahanannya. Pemasangan besi ulir juga lebih sulit daripada besi
polos karena susah dibengkokkan.

Besi tulangan pada umumnya terbagi dua jenis, yaitu besi polos dan besi
ulir. Besi polos memiliki permukaan yang licin dan mulus serta penampangnya
berbentuk bundar.
Besi ulir, sesuai dengan namanya memiliki bentuk permukaan seperti sirip ikan
(memuntir) atau sirip teratur seperti pada bambu dengan pola-pola yang berbeda
tergantung pabrik pembuatannya.

21
Besi ulir umum digunakan sebagai tulangan beton di bandingkan besi
polos. Besi ulir diberikan ulir melalui rol pada permukaannya sehingga memiliki
ikatan yang lebih baik antara tulangan dan beton. Bentuk ulir ini meningkatkan
daya lekat sehingga menahan gerakan dari batang terhadap beton. Besi polos
jarang digunakan daripada besi ulir. Besi ulir umumnya dipasarkan distributor
besar kepada para kontraktor, dengan penjualan dalam volume besar. Besi ulir
harganya lebih mahal daripada besi polos karena kekuatan dan ketahanannya.
Sebelumnya standar besi beton untuk industri baja Indonesia berlaku
dalam SSI 138-1984 yang mengatur perihal mutu dan cara uji baja tulangan beton.
Setelahnya terdapat beberapa poin revisi dan diubah menjadi SNI 07-2052-2002
mengenai baja tulangan beton yang di keluarkan oleh Badan Standarisasi
Nasional pada tahun 2002. Pada SNI 07-2052-2002 telah disebutkan berapa berat
jenis besi beton ulir, adapun tabel tersebut adalah sebagai berikut

Tabel berat jenis besi ulir menurut SNI 07-2052-2002

Berat SNI
Diameter
(kg/12 m') (kg/m')
D 10 7,40 0,617
D 13 12,48 1,040
D 16 18,96 1,580
D 19 26,76 2.230
D 22 35,76 2,980
D 25 46,20 3.850
D 29 62,16 5,180
D 32 75,72 6,310
D 36 95,88 7,990
D 40 118,56 9,880

11.5 Konversi Tulangan


Konversi adalah suatu proses perubahan dari sistem ke sistem lainnya
yang lebih baik atau perubahan dari satu hal awal menjadi hal baru. Jadi Konversi
Tulangan adalah perubahan atau penggantian diameter tulangan. Pada
pelaksanaan di lapangan, terkadang di perlukan konversi atau penggantian

22
diameter tulangan yang disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya
ketersediaan material di lokasi proyek maupun kondisi pasar dan kemampuan
produsen besi/baja tulangan.

Yang harus diingat dalam pemakaian tulangan dan konversinya adalah sebagai
berikut :

1. Kemampuan dukung ultimate maupun ijin setelah dikonversi harus tidak lebih
kecil dari penampang awal.
2. Jangan pernah mencampur dua jenis tulangan yang berbeda mutu (fy) dalam satu
penampang untuk satu macam pemakaian tulangan (tulangan lentur, tulangan
tekan atau sengkang geser).
3. Sedapat mungkin tidak melakukan perubahan penampang struktur beton bertulang
yang dikonversikan tulangannya.
4. Setelah dilakukan konversi perlu, di periksa kembali pengaturan penempatan
tulangan tidak melanggar ketentuan jarak minimum maupun maksimum antar
tulangan. Sebagai
contoh

23
Gambar 11.4. Konversi Besi

Tulangan (Sumber: Ilmu Sipil, Cara mengitung konversi besi tulangan)

Pada prinsipnya, Konversi atau penggantian tulangan harus dilakukan dengan


mengikuti ketentuan :

1. Konversi dilakukan antar tulangan yang bermutu (fy) dan kelas kandungan karbon
sama dengan yang akan diganti.
2. Konversi dilakukan sedapat mungkin tanpa mengubah garis netral kelompok lapis
tulangan Tarik maupun tekan menjadi lebih jauh dari tepi atas/bawah yang
terdekat dengan kelompok tulangan yang di konversikan.
3. Tidak boleh menggunakan besi tulangan yang diameternya lebih kecil dari 13 mm
untuk mengganti atau mengkonversi tulangan.
Jika dapat dipenuhi kondisi diatas, maka konversi cukup dilakukan dengan
penggantian jumlah dan diameter tulangan agar diperoleh luasan penampang yang
minimal sama dengan luas total tulangan yang dikonversikan atau diganti
diameternya. Jika terpaksa menambah jumlah lapis tulangan (mengubah posisi
garis netral menjadi lebih jauh dari posisi awal), maka analisa penampang harus
dilakukan untuk memastikan Mr (momen ijin yang dapat didukung) elemen
struktur yang bersangkutan tidak menjadi lebih kecil setelah dilakukan konversi.
Jika terpaksa harus melakukan perubahan penampang struktur yang
bersangkutan, jika momen inersia penampang berubah terlalu besar (lebih besar
dari 5%) maka perlu dilakukan pemeriksaan portal dan keseluruhan struktur
apakah terjadi perubahan distribusi momen, beban aksial maupun geser akibat
perubahan inersia penampang yang dilakukan.

11.6 Penyebab Konversi Besi Tulangan


Dalam pelaksanaan proyek pembangunan terkadang di butuhkan konversi
besi tulangan karena bermacam sebab, ini seringkali dilakukan oleh kontraktor

24
dengan harapan dapat memperoleh keuntungan entah dari segi biaya maupun
percepatan waktu. Berikut ini dalah macam-macam penyebab dilakukannya
konversi besi tulangan antara lain :
1. Hendak memanfaatkan material besi yang sudah tersedia di lokasi proyek.
2. Menyesuaikan dengan ketersediaan pasar atau kemampuan produsen.
3. Untuk mendapatkan keuntungan dari perbedaan selisih harga besi yang di
konversi.
4. Kemudahan dalam mobilisasi dan pengerjaan di lapangan.

11. 7 Cable Duct (Kabel Saluran)


harga kabelsaluranuntuk penggunaannya. Kabel saluran (Cable duct)
adalah semua jenis kabel yang konstruksinya dirancang khusus untuk dipasang di
bawah permukaan tanahdan pemasangannya harus diletakkan dalam pipa-pipa di
bawah permukaan tanah (sesuai STEL-K-008 dan STEL-K-009). Banyak sekali
keuntungan-keuntungan pemasangan kabel saluransebagai sistem kabel
pendukung untuk proyek pembangunan industri. Oleh karena itu industri dan
proyek pembangunan mebutuhkan jenis kabel sistem pendukung ini dan sangat
memperhatikan

Pada umumnya sistem yang digunakan adalah Sistem Duct. Sistem


Duct adalah sistem pemasangan kabel tanah dengan dimasukkan ke dalam pipa
yang dicor beton. Duct yang di cor beton umumnya memakai pipa PVC 2 mm,
tetapi dapat juga digunakan pipa yang lebih tebal apabila diperlukan. Akan tetapi,
perlu adanya perubahan dari ukuran penyekat karena penampang dari pipa yang
lebih tebal dindingnya kan lebih besar.
Berikut ini adalah fungsi Cable Duct (Kabel Saluran) :
1. Berfungsi Untuk Mengkoordinasi Antar Pemilik Jaringan Kabel Dibawah Tanah.
Karena memiliki fungsi untuk mengkoordinasi antar pemilik jaringan kabel di
bawah tanah, kabel saluran umumnya terbuat dari besi untuk tahan penyimpanan
di bawah tanah.

25
2. Merapikan Kabel, Tertib dan Bersih. Sepanjang jalan pemasangan Cable Duct
akan membantu jaringan kabel menjadi lebih tertata dan merapikan kabel
sehingga terlihat tertib dan bersih sepanjang jalan. Fungsi ini sangat digunakan
untuk proyek pembangunan seperti pada proyek Makassar New Port.
3. Memberikan Kemudahan Dalam Pemeliharaan Kabel. Dengan pemasangan Cable
Duct , maka kabel akan lebih terpelihara dengan mudah karena merupakan kabel
system pendukung.
4. Dapat Saling Memberi Informasi Bila Terlihat Kerusakan Pada Masing-masing
Jaringan. Fungsi terakhir dari Cable Duct yang juga menjadikan
CableDuctsebagai kelebihan dalam memberikan informasi jika terlihat kerusakan
pada masing-masing jaringan.

Dengan keempat fungsi CableDuct diatas, pemasangan Cable Duct memberikan


banyak keuntungan bagi penggunanya

Adapun keuntungan dan kerungian mengunakn kabel duct


Keuntungan :
1.terjadinya kordinasi instalasi pemilik jaringan bawah tanah
2. rapi tertip dan bersih sepanjang jalan
3. Pemeliharaan lebih mudah
4.kerusakan atau ganguan akibat pekerjaan pihak ketiga dapat dihindari
5. dapat saling memberikan informasi bila terlihat kerusakan pada masing –
masing jaringan
6. baik dilaksanakan untuk kota –kota yang baru berkembag

Kerugian :

26
1.koordinasi pada saat awal pemakaian
2. biaya pembangunan sangat tinggi
3.desain bangunan harus benar-benar kedap air kuat,aman dan mudah
pemeliharaannya komitmen para instansi untuk mengunakan dan mmbayar
sewa
4. kebocoran pipa yang sangat membahayakan
5. desain bangunn di sesuaikan dengan kapasitas dan manusia harus dpat bergerak
bebas

Penelitian Terdahulu
Bebarapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebagai rujukan dan bahan
acuan serta landasan dalam penelitian ini. Penelitian tersebut antara lain :

Efisiensi biaya dalamnya berisi tentang pengelolaan biaya proyek, bagaimana


memprediksi, menghitung ,dan kemudian, dengan rencana di tangan, untuk
mengendalikan semua itu (Phillips, 2010).
Ukuran dalam efisiensi merupakan nilai, biaya harus didefinisikan secara
benar, diukur, dan akurat penugasannya (Hansen, Mowen abrar. 2006)

27
Olawale dan Sun (2010) yang menyatakan proporsi responden yang
pernah mengalamioverrun yang kurang dari 10% dari proyek-proyek mereka
adalah 38.2% untuk time over-run dan 41.2% untuk cost overrun. Ini berarti
bahwa selisihnya yaitu sekitar 61.8% responden mengalami time overrun dan
58.8% responden mengalami cost overrun pada lebih dari 10%proyek-proyek
yang telah mereka tangani. Makadapat disimpulkan bahwa lebih 50%
respondenpernah mengalami cost overrun pada persentasee” 10% dari
keseluruhan proyek mereka.
Efisiensi proyek berkaitan dengan biaya dan proses manajemen(yaitu
konversi efisien masukan untuk output dalam anggaran dan jadwal) dan
pemanfaatan secara bijak sumber daya manusia, keuangan dan alam (Asnudin,
Andi. 2010)

Efisiensi berasal dari teori ekonomi neoklasik, yang memiliki fokus yang sempit
padaalokasi sumber daya dalam kerangka reduksionistinggi (Lefeber dan
Vietorisz, 2004)
Dzeng dan Wu(2012) pada penelitiannya menyatakan faktor yang
berpengaruh terhadap efisiensi antara lain pinjaman, besarnya skala perusahaan,
total aset tetap, biaya peralatan, dan biaya tenaga kerja.
Ali dan Kamaruzzaman(2010) menemukan bahwa sebagian besar kontraktor
kurang berpengalaman terutama dalam pengelolaan keuangan, dan distribusi dari
biaya tidak direncanakan dengan baik dalam proyek. Hal ini akan menyebabkan
kelebihan dari biaya yang dianggarka
Pada penelitian Memon, Rahman, Azis, (2012)diperoleh hasil bahwa
perubahan dalam lingkup pekerjaan yang tidak memadai pada tahap perencanaan
menyebabkan perubahan besardan pengerjaan ulang dalam proyek-proyek
konstruksi yang dapat menurunkan efisiensi proyek

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

111.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama ± 1 bulan dan objek penelitian ini adalah
proyek pembangunan fasilitas serta mekanikal dan elektrikal Makassar New Port
paket D.

29
1. Nama Proyek : Pembangunan Fasilitas serta Mekanikal dan
Elektrikal Makassar New Port paket D.

2. Lokasi Proyek : Jl. Abdullah Raya, Kaluku Bodoa, Kec.Tallo


Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
3. Nilai Kontrak : 273.131.593.000,

4. Kontraktor Pelaksana : PT. Adhi Karya (Persero). Tbk

5. Konsultan Pengawas : PT. Virama Karya (Persero)

6. Surat Perintah Mulai Kerja : 31 januari 2018

7. Sumber Dana : PT. Pelindo IV (Persero). Tbk

8. Waktu Pelaksanaan : 700 Hari Kalender

111.2 Gambaran Umum Lokasi Proyek

Penelitian ini dilakukan pada Proyek Makassar New Port paket D. Adapun
gambaran umum proyek lokasi adalah sebagaiberikut :

30
Lokasi Penelitian

Gambar 111.2. Lokasi Proyek

111.3 Bagan Aliran Penelitian


Penelitian ini mengacu pada bagan alir yang ditunjukkan seperti pada
gambar 3.2 berikut ini :

nMulai
Mulai

LatarnBelakang dan RumusannMasalah

TinjauannPustaka

31
PengumpulannData

PengumpulannDatanPrimer: PengumpulannDatanSekunder:
WawancaranLapangan Gambar Rencana

PengolahannData

AnalisisndannPembahasan

KesimpulanndannSaran

nSelesai

Gambarn3.2. Bagan AlirnPenelitian

Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian proyek pembangunan fasilitas serta
mekanikal dan elektrikal Makassar New Port paket D diperoleh dari data Primer
dan Sekunder.
1. Data Primer
Data Primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan staff
Engineer proyek.
2. Data Sekunder

32
Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa gambar
acuan kerja Cable Duct.
Pengolahan Data
Tahapan awal dalam sebuah penelitian adalah pengolahan data dan pengolahan
data pada penelitian ini menggunakan metode Ratio (Perbandingan).
Perbandingan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Perbandingan tulangan sebelum dan sesudah di konversi
2. Perbandingan Biaya
Pengolahan data dilakukan dengan melihat perbandingan antara gambar
sebelum dan sesudah dikonversi serta pengaruhnya terhadapbiaya. Kemudian
dibandingkan apakah akibat konversi tersebut biaya semakin banyak atau
biayanya semakin efisien

1. Analisis Data
Semua data-data yang telah dikumpulkan kemudian di olah dan dianalisis
dengan melihat perbandingan antara gambar sebelum dan sesudah dilakukan
konversi.
2. Pembahasan
Pembahasan akan menjelaskan mengenai perbandingan jumlah tulangan dan
selisih biaya pada konversi tulangan Cable Duct.

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data
Pada analisis data akan dibahas mengenai tulangan sebelum di konversi dan
sesudah di konversi beserta biaya yang di perlukan sebelum dan sesudah
dilakukan konversi pada tulangan tersebut. Adapun konversi yang dilakukan
adalah pada Cover Cable Duct tipe 1A sepanjang 489 m (Arah Dermaga) dan tipe

33
3A sepanjang 19 m (Arah PH-1). Berikut ini adalah uraian data yang di
dapatkankan selama penelitian :
1. Tulangan Sebelum di konversi
Tabel 4.1 perhitungan tulangan Cable Duct Tipe 1A D13 sepanjang 489 m
Perhitungan
SKETSA Berat Jumlah Jumlah Total
NO DIA Panjang Volume
PEMBESIAN jenis batang segmen panjang
(mm) (m) (kg)
(kg/m’) (potong) (bh) (m)
Tulangan Melintang
Tutup Cable Duct
1 Type 1A D13-100 13 1,042 1,75 5 1 8,75 9,12
Panjang = 1,75
1,75
Tulangan Memanjang
Tutup Cable Duct
2 Type 1A D13-100 13 1,042 1,87 5 1 9,35 9,74
Panjang = 1,87
1,87
Taulangan Melintang
Tutup Cable Duct
Type 1A D13-100
Panjang = 0,44 16,5
3 13 1,042 18 2 15,84
0,44 0,44 0

Total 33,94 35,36

Panjang per 1 m = Panjang per cover x 2


= 33,94 x 2
= 67,88

Panjang besi keseluruhan = Panjang per meter x panjang tipe 1A


= 67,88 x 489
= 33.193,32

34
Panjang besi keseluruhan
Jumlah batang =
12

33.193,32
=
12

= 2.766,11 batang

Volume per 1 m = Volume per cover x2


= 35,36 x 2
= 70,72 kg

Volume keseluruhan = Volume per meter x panjang tipe 1A


= 70,72 x 489
= 34.582,08 kg.m

Tabel4.2 perhitungan tulangan Cable Duct Tipe 3A D13 sepanjang 19 m

Perhitungan
SKETSA Berat Jumlah Jumlah Total
NO DIA Panjang Volume
PEMBESIAN jenis batang segmen panjang
(mm) (m) (kg)
(kg/m’) (potong) (bh) (m)
1 Tulangan 13 1,042 1,3 5 1 6,50 6,77
Melintang Tutup
Cable Duct Type
3A D13-100

35
Panjang = 1,3
1,3

Tulangan
Memanjang
Tutup Cable
Duct Type 3A
2 13 1,042 1,42 5 1 7,10 7,40
D13-100
Panjang = 1,42
1,42

Taulangan
Melintang Tutup
Cable Duct Type
3 3A D13-100 13 1,042 0,44 18 2 15,84 16,50
Panjang = 0,44
0,44

Total 29,44 30,67

Panjang per 1 m = Panjang per cover x 2


= 29,44 x 2
= 58,88

Panjang besi keseluruhan = Panjang per meter x panjang tipe 3A


= 58,88 x 19
= 1.118,72 m

36
Panjang besi keseluruhan
Jumlah batang =
12

1.118,72
=
12

= 93,22 batang

Volume per 1 m = Volume per cover x 2


= 30,67 x 2
= 61,34 kg

Vol keseluruhan = Volume per meter x panjang tipe 3A


= 61,34 x 19
= 1.165,46 kg.m

37
1. Tulangan Sesudah di Konversi

Tabel 4.3 perhitungan tulangan Cable Duct Tipe 1A D19 sepanjang 489 m

Perhitungan
Berat Total
N DIA Jumlah Jumlah
SKETSA PEMBESIAN jenis Panjang panjan Volume
O (mm batang segmen
(kg/m’ (m) g (kg)
) (potong) (bh)
) (m)
Tulangan Melintang
Tutup Cable Duct Type
1A D19-210
1 19 2,230 1,75 3 1 5,25 11,71
Panjang = 1,75
1,75

Tulangan Memanjang
Tutup Cable Duct Type
1A D19-210
2 Panjang = 1,87 19 1,87 3 1 5,61 12,51
1,87 2,230

Taulangan Melintang
Tutup Cable Duct Type
1A D19-210
3 Panjang = 0,44 19 2,230 0,44 7 2 6,16 13,73
0,44

17,02 37,95
Total

Panjang per 1 m = Panjang per cover x 2

38
= 17,02 x 2
= 34,04

Panjang besi keseluruhan = Panjang per meter x panjang tipe 1A


= 34,04x 489
= 16.645,56 m

Panjang besi keseluruhan


Jumlah batang =
12

16,645,56
=
12

= 1.387,13 batang

Volume per 1 m = Volume per cover x 2


= 37,95x 2
= 75,9 kg

Volume keseluruhan = Volume per meter x panjang tipe 1A


= 75,9 x 489
= 37.115,1 kg.m

Tabel 4.4 perhitungan tulangan Cable Duct Tipe 3A D19 sepanjang 19 m

39
Perhitungan
Jumlah
N DIA Berat Panjan Jumlah Total
SKETSA PEMBESIAN batang Volume
O (mm jenis g segmen panjang
(potong (kg)
) (kg/m’) (m) (bh) (m)
)
Tulangan Melintang
Tutup Cable Duct Type
3A D19-210
1 19 2,230 1,3 3 1 3,90 8,70
Panjang = 1,3
1,3

Tulangan Memanjang
Tutup Cable Duct Type
3A D19-210
2 19 2,230 1,42 3 1 4,26 9,50
Panjang = 1,42
1,42

Taulangan Melintang
Tutup Cable Duct Type
3A D19-210
3 Panjang = 0,44 19 2,230 0,44 7 2 6,16 13,7368
0,44

14,32 31,938
Total

Panjang per 1 m = Panjang per cover x 2


= 14,32 x 2
= 28,64

40
Panjang besi keseluruhan = Panjang per meter x panjang tipe 3A
= 28,64 x 19
= 544,16 m

Panjang besi keseluruhan


Jumlah batang =
12

544,16
=
12

= 45,346 batang

Volume per 1 m = Volume per cover x 2


= 31,938 x 2

= 63,876 kg

Volume keseluruhan = Volume per meter x panjang tipe 3A


= 63,876 x 19
= 1.213,644 kg.m

B. Pembahasan

1. Jumlah batang dan Biaya sebelum di konversi

41
 Tipe 1A D13

Harga besi ulir D13 = Rp. 110.500,- (per 12 m atau per 1 batang)
Biaya yg dibutuhkan = Jumlah batang x harga satuan
= 2.766,11 batang x Rp. 110.500,-
= Rp305.655,155

 Tipe 3A D13

Harga besi ulir D13 = Rp.110.500,- (per 12 m atau per 1 batang)


Biaya yg dibutuhkan = Jumlah batang x harga satuan
= 93,22 batang x Rp. 110.500,-
= Rp. 10.300,81

2. Jumlah batang dan Biaya sesudah di konversi


 Tipe 1A D 19
Harga besi ulir D13 = Rp.233.000,- (per 12 m atau per 1 batang)

Biaya yg dibutuhkan = Jumlah batang x harga satuan


= 1.387,13batang x Rp. 233.000,-
= Rp 323.201.290

Tipe 3A D19

Harga besi ulir D13 = Rp. 233.000,- (per 12 m atau per 1 batang)
Biaya yg dibutuhkan = Jumlah batang x harga satuan
= 45,346 batang x Rp. 233.000,-

Tabel 4.5 perbandingan jumlah batang sebelum dan sesudah di konversi

Tipe D 13 D19 Jumlah Selisih

42
Batang
1A 2.766,11 batang 1.387,13 batang 1,378,98
3A 93,22 batang 45,346 batang 47,856

Tabel 4.6 Perbandingan biaya sebelum dan sesudah di konversi

Tipe D13 D19 Selisih harga


Rp. 323.201.290
1A Rp305.655,155 Rp.17.555.135

Rp. 10.300,81
3A Rp.10.565.618 Rp.264.808

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa konversi tulangan dari D13 ke


D19 membutuhkan biaya yang lebih besar, namun dilapangan telah tersedia besi
dengan D19 karena adanya pelepasan salah satu gedung akibat lahan yang belum
direklamasi. Oleh sebab itu, besi yang seharusnya digunakan untuk pembangunan
gedung tersebut dialihkan untuk pekerjaan cable duct, sehingga tidak
membutuhkan waktu lagi untuk pemesanan besi dengan D13 . Selain itu,
pekerjaan ini lebih efisien karena memanfaatkan material yang tersedia
dilapangan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian konversi tulangan dapat ditarik kesimpulan bahwa:

43
1. Pada konversi ini jumlah tualangan yang di perlukan dari besi D 13 ke
besi D 19 memerlukan tulangan D 13 sebayak 2.766,11 batang dan D 19
sebanyak 1.387,13 batang.
2. Konversi tulangan sangat berpengaruh terhadap biaya, dimana semakin
besar besi yang di konversi maka akan semakin besar pula jumlah biaya
yang di perlukan

B. Saran

1. Unutuk penelitian selanjutnya pada konversi tulangan juga bisa ditinjau dari
segi waktu perlaksanaan.
2. peneliti selanjutnya pada analisisis efisiensi biaya proyek konstruksi
disarankan agar dilakukan penelitian untuk item pekerjaan yang lainnya, pada
proyek Makassar New Port yang sedang di laksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

44
Ali, A.S.; Kamaruzzaman, S.N. (2010). “Cost Performance for Building
Construction Projectsin Klang Valley”. Journal of Building Performance, Volume
1, Issue 1. .

Analisis Dampak Percepatan Jadwal Proyek Terhadap Biaya Konstruksi


Dengan Teknik Statistika Non Parametrik, Jurnal SMARtek, Vol. 6, pp, 71-79.
Mela, A.F., 2016,

Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya Menggunakan Metode Time Cost


Trade Off (TCTO) pada Proyek Pembangunan Perumahan di PT. X, Jurnal
Rekayasa,

Arvianto, R., Handayani, F.S., Setiono., 2017, Optimasi Biaya dan Waktu
Dengan Metode Time Cost Trade Off, Jurnal Matriks Teknik Sipil, Vol. 5, pp, 69-
70

Asiyanto. 2005. Construction Project Cost Managemen, Jakarta : Pradnya


Paramita
Asnudin, Andi. 2010. Pengendalian Sisa Material Konstruksi pada
Pembangunan Rumah Tinggal. Jurnal Teknik Universitas Tadolako. Asroni, Ali.
2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Graha Ilmu, Yogyakarta. Badan
Standarisasi Nasional. 2013. Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2013.

Badri, S., 1997, Dasar-Dasar Network Planning, Indonesia : Rineka Cipta.


Frederika, A., 2010, Analisis Percepatan Pelaksanaan dengan Proyek Konstruksi
(Studi Kasus: Proyek Pembangunan Super Villa, Peti Tenget – Bandung), Jurnal
Imiah Teknik Sipil, Vol. 14, pp, 113-126.

Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.


Dzeng, Ren-Jye; Wu, Jih-Shong. (2012). “The Cost Efficiency of Construction
Industryin Taiwan”. The Open Construction and Building Technology Journal,
Volume6,

45
Efisensi Biaya Konstruksi Sebagai Perencanaan Proyek Pembangunan. 2019.
https://www.adhyaksapersada.co.id/efisiensi-biaya-konstruksi/

Efisiensi Biaya Dan Waktu Pelaksanaan Proyek Dengan Metode Crashing


(Studi Kasus : Proyek Pekerjaan Pembangunan Gedung Inspektorat Kota
Yogyakarta), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah
Yogyakart

Erivianto, W. I. 2002. Manajemen Proyek konstruksi, Penerbit : Andi


Yogyakarta

F.Wigbout, 1997, “Bekisting (Kotak Cetak)”, Erlangga, Jakarta. Hadihardaja,


Joetata. 1997. Rekayasa Pondasi I Konstruksi Penahan Tanah. Gunadarma,
Jakarta.

Handayani, F.S., Sulistiofanny, R.A.I., Sugiyarto., 2017, Penerapan Time Cost


Trade Off Dalam Optimalisasi Biaya dan Waktu dengan Penambahan Shift Kerja
dan Kapasitas Alat (Studi Kasus Proyek Pembangunan Jalan Tol Solo –
Semarang, Ruas Bawen – Solo Seksi II), Jurnal Matriks Teknik Sipil, Vol. 5, pp,
733-734.

Hansen, Don R.; Mowen, Maryanne M. (2006). Cost Management: Accounting


and Con-trol, Fifth Edition. Thomson South-Western.

Husen, Abrar. 2010. Manajemen Kontruksi. Yogyakarta: ANDI OFFSET Husen,


A., 2013, “Duration-Cost Trade Off” Sebagai Solusi Mengatasi Keterambatan
Waktu di Proyek, Jurnal IPTEK, Vol. 8, pp, 7-15. Izzah, N., 2017,

Husen,n Abrar. 2009. Manajemenn Proyek (Perencanaann Penjadwalan dan


Pengendaliann Proyek), Penerbit : AndinYogyakarta

Husen,nAbrar. 2009. Manajemenn Proyek (Perencanaann Penjadwalan dan


Pengendaliann Proyek), Penerbit : AndinYogyakarta

Jayadewa, O. F., 2016, Pemodelan Biaya Tak Langsung Proyek Kontruksi di


PT Wijaya Karya, Tugas Akhir, Jurusan Statika, Institut Teknologi Sepuluh

46
November, Surabaya. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Nomor Kep.102/Men/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur
dsn Upah Kerja Lembur.

Jay. 2006. Value Engineering Handbook. Virginia: Journal Institute for


Defense Analyses.

Memon, A.H; Rahman, I.A.; Azis, A.A.A. (2012). “Time and Cost Perfomance
in CostructionProjects in Southern and Central Regions of Penisular Malaysia”.
InternationalJournal of Advances in Applied Sciences

Naray, Farly. 2015. Analisa Perencanaan dan Pelaksanaan Pelat Bondek


Sebagai Pengganti Tulangan Tarik Konstruksi Pelat Lantai pada Proyek
Pembangunan Gedung Kuliah Terpadu Politeknik Negeri Manado. Jurnal Teknik
Politeknik Negeri Manado. Peurifoy,

Olawale, Yakubu; Sun, Ming. (2010). “Cost and time control of construction
projects:Inhibiting factors and mitigating measures in practice”. Journal of
ConstructionManagement and Economics

Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. Jakarta. Direktorat


Penyelidikan Masalah Bangunan. 1981. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk
Gedung 1983. Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.

Phillips, Joseph. (2010). PMP – Project Management Professional Study


Guide,

Priyo, M., Sumanto, A., 2016, Analisis Percepatan Waktu dan Biaya Proyek
Kontruksi dengan Penambahan Jam Kerja (Lembur) Menggunakan metode Time
Cost Trade Off:

Sanjoyo, 2016. Analisis Biaya dan Waktu Proyek Kontruksi Dengan


Penambahan jam Keja (Lembur) dibandingkan dengan penambahan Tenaga Kerja
menggunakan Metode Time Cost Trade Off. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil,
Universitas 14 Muhammadiyah Yogyakarta: Yogyakarta.

47
Soeharto, I., 1997, Manajemen Proyek edisi kedua: Penerbit Erlangga:
Jakarta. Soeharto, I., 1999, Ma.najemen Proyek Dari Konseptual Sampai
Operasional Jilid 1 Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Suryanto, S., 2017,

Subagyo, Ahmad. 2007. Studi Kelayakan, Elex Media Computindo, Jakarta.


Suryanto Intan, dkk. 2005. Analisa dan Evaluasi Sisa Material Konstruksi Sumber
Penyebab, Kuantitas, dan Biaya. Civil Engineering Dimension,

48
49

Anda mungkin juga menyukai