Anda di halaman 1dari 19

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING

KLINIK UMUM MEDIKA UTAMA


Disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah TLA-206 Plambing dan
Peralatan Instrumentasi

Disusun Oleh :

Nurul Aulia Fitriani

25-2018-053

Dosen :

Anindito Nurprabowo, S.T.

Asisten :

Vine Valenia D., S.T.

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL

BANDUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan


menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan
oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga
medis. (Permenkes RI No.9, 2014)

Salah satu klinik yang akan dibangun adalah “Klinik Umum Medika Utama”.
Dalam perencanaan dan perancangannya, bangunan ini akan dibangun 5
lantai dengan luas bangunan. 652,8 m2. Klinik Umum Medika Utama berada di
Jl. Bukit Mukti V No 77 Kecamatan Karang Asih, Kelurahan Karang Anyar,
Kota Surabaya, Jawa Timur.

Dalam pembangunan klinik, klinik Umum Medika Utama harus memberikan


kenyamanan, kemudahan fasilitas, kebersihan gedung untuk pengunjung/
pasien, pegawai, dokter yang berada dalam gedung tersebut, salah satunya
adalah sistem plambing.

Sistem plambing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam


pembangunan gedung. Oleh karena itu, perencanaan dan perancangan sistem
plambing haruslah dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan–
tahapan perencanaan dan perancangan gedung itu sendiri, dengan
memperhatikan secara seksama hubungannya dengan bagian–bagian
konstruksi gedung serta dengan peralatan yang ada dalam gedung tersebut
(seperti pendingin udara, dan lain-lain). (Noerbambang dan Morimura,1993)

Fungsi dari peralatan plambing adalah pertama, untuk menyediakan air


bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekana yang cukup, dan
kedua, membuang air kotor dari tempat-tempat tertentu tanpa
mencemarkan bagian penting lainnya. Fungsi pertama dilaksanakan oleh
sistem penyediaan air bersih, dan yang kedua oleh sistem pembuangan.
(Noerbambang dan Morimura,1993)

Mengingat hal tersebut, maka Gedung Klinik Umum Medika Utama akan
dirancang sistem plambing yang meliputi sistem penyediaan air bersih,
sistem pembuangan, dan sistem penyaluran air hujan.

Dengan merencanakan sistem plambing dan sistem perpipaan yang baik di


Gedung Klinik Umum medika Utama, diharapkan dapat memberikan sanitasi
yang baik serta dapat memberikan tekanan aliran yang cukup untuk
dialirkan setiap lantai, sehingga dapat memberikan kenyamanan serta
kepuasan bagi pengunjung/pasien, pegawai serta dokter yang ada atau
beraktivitas pada gedung tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Maksud dari tugas besar ini adalah merencanakan sistem plambing di Klinik
Umum Medika Utama untuk menyediakan sistem perancanaan air bersih,
sistem pembuangan (black water, grey water dan ven), serta sistem
penyaluran air hujan pada bangunan Klinik Umum Medika Utama.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari perencanaan sistem plambing di Klinik Umum Medika Utama,
sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah populasi dan jumlah alat palmbing di gedung Klinik
Umum Medika Utama.
2. Menghitung kebutuhan air bersih dan kapasitas GWT ( Ground Water
Tank) serta RT ( Roof Tank).
3. Menghitung debit air buangan yang dihasilkan dari pembuangan di
Klinik Umum Medika Utama.
4. Merancang jalur sistem plambing air bersih, air buangan (black water,
grey water dan ven ) di Klinik Umum Medika Utama.
5. Menentukan diameter pipa yang digunakan untuk penyediaan air bersih
dan penyaluran air buangan ( black water, grey water dan ven ) di Klinik
Umum Medika Utama.
6. Menentukan luas tangkapan air hujan dan menentuka diameter pipa
yang digunakan untuk mengalirkan air hujan pada gedung Klinik Umum
Medika Utama.

1.3 Sistematika Penulisan


Laporan ini terdiri atas tujuh bab yaitu pendahuluan, referensi, dasar
perancangan, tinjauan umum gedung, perencanaan instalasi perpipaan air
bersih, perencanaan instalasi perpipaan air buangan (air kotor, air bekas,dan
ven), dan perencanaan instalasi perpipaan air hujan.
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai latar belakang masalah, maksud dan tujuan, serta
sistematika penulisan.
BAB II REFERENSI
Menjelaskan tentang standar atau peraturan yang digunakan untuk
perancangan dan dasar teori yang digunakan dalam pembahasan tugas besar
ini.
BAB III DASAR PERANCANGAN
Membahas teori dasar tentang air bersih, air buangan, dan air hujan.
BAB IV TINJAUAN UMUM GEDUNG
Membahas tentang fungsi gedung yang terkait secara umum, serta
menjelaskan fungsi-fungsi perlantai.
BAB V PERENCANAAN INSTALASI PERPIPAAN AIR BERSIH
Membahas mengenai skematik sistem perancanaan, perhitungan jumlah
populasi, perhitungan kebutuhan alat plambing, perhitungan air bersih,
sumber air yang digunakan, reservoir dan pompa, penentuan dimensi pipa,
kehilangan tekanan, serta gambar gambar.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PERPIPAAN AIR BUANGAN (AIR
KOTOR AIR BEKAS, DAN VEN)
Membahas mengenai skematik perencanaan air buangan, penentuan dimensi
pipa air buangan, serta gambar-gambar.
BAB VII PERENCANAAN INSTALASI PERPIPAAN AIR HUJAN
Membahas mengenai catchment area air hujan, penentuan dimensi pipa air
hujan, serta gambar-gambar.
BAB II

REFERENSI

2.1 Standar atau Peraturan

Dalam penulisan laporan tugas besar plambing menggunakan berbagai


referenso yang didapatkan dari beberapa sumber. Menggunakan sumber,
sebagai berikut:

1. Noerbambang, Soufyan. Takeo Morimura. 1993. Perancangan dan


Pemeliharaan Sistem Plambing. Pradnya Paramita: Jakarta
2. Neufert, Ernest. 1996. Data Arsitek Jilid 1. Erlangga: Jakarta
3. Neufert, Ernest. 1996. Data Arsitek Jilid 2. Erlangga: Jakarta
4. Permenkes, 2016. Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis
Bangunan Dan Prasarana Rumah Sakit, Indonesia.
5. Standar Nasional Indonesia, SNI 03-6381-2000 Tentang Sistem
Plambing, 2000.
6. Standar Nasional Indonesia, SNI 03-7065-2005 Tentang Tata Tata
Perencanaan Sistem Plambing, 2005
7. Standar Nasional Indonesia, SNI 8153-2015 Tentang Sistem Plambing
Pada Bangunan Gedung, 2015.
BAB III

DASAR PERENCANAAN

3.1Air Bersih
3.1.1 Pengertian Air Bersih

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :416/Menkes/Per/IX/1990


tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Air bersih adalah air sehat yang dipergunakan untuk kegiatan manusia dan
harus bebas dari kuman-kuman penyebab penyakit, bebas dari bahan-bahan
kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut. Air merupakan zat yang
mutlak bagi setiap mahluk hidup dan kebersihan air adalah syarat utama
bagi terjaminnya kesehatan (Dwijosaputro, 1981).
3.1.2 Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air dalam bangunan artinya air yang digunakan baik oleh
penghuninya ataupun oleh keperluan lain yang ada kaitannya dengan
fasilitas bangunan. Kebutuhan air didasarkan dalam kegiatan sehari – hari
misalnya mandi, mencuci, minum & memasak, menyiram tanaman, proses
industri dan lain sebagainya. Sumber air bersih untuk kebutuhan hidup
sehari-hari secara umum harus memenuhi standar kuantitas dan kualitas.
Kebutuhan air bersih dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga, industri,
pengelolaan kota dan lain – lain. (Ridwan, 2011)
3.1.3 Pencemaran Air Dan Pencegahannya
Dalam peralatan-peralatan sistem penyediaan air dingin yang meliputi
beberapa peralatan seperti tangki air bawah tanah, tangki air atas atap,
pompa-pompa, perpipaan, dan lain-lain, air bersih harus dapat dialirkan ke
tempat-tempat yang dituju tanpa mengalami pencemaran. (Noerbambang,
1993)
Hal-hal yang dapat menyebabkan pencemaran antara lain, masuknya
kotoran, tikus, serangga, terjadinya karat, rusaknya bahan tangki dan pipa
yang dapat menyebabkan pencemaran pada air bersih, adanya hubungan
pipa air minum dengan pipa dengan fungsi lain yang akan mengakibatkan
bercampurnya air minum dengan jenis kualitas air lainnya, aliran balik (back
flow). (Noerbambang, 1993)
Agar pencemaran air tidak terjadi, dapat ditanggulangi dengan cara-cara
sebagai berikut: (Noerbambang, 1993)
A. Larangan hubungan pintas
Larangan hubungan fisik antara dua sistem pipa yang berbeda, satu sistem
pipa untuk air minum dan sistem pipa air lainnya berisi air yang tidak
diketahui atau diragukan kualitasnya sehingga air akan dapat mengalir dari
satu sistem ke sistem lainnya.
B. Pencegahan aliran balik (back flow)
Aliran atau cairan lain, zat atau campuran, ke dalam sistem perpipaan air
minum yang berasal dari sumber lain yang bikan untuk air minum.
Pencegahan aliran balik yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Menyediakan celah udara
2. Memasang pencegah aliran balik
C. Pukulan Air
Pukulan air terjadi bila aliran air dalam pipa dihentikan secara mendadak
oleh keran atau katup. Tekanan air pada sisi atas akan meningkat dengan
tajam dan menimbulkan “gelombang tekanan” yang akan merambat dengan
kecepatan tertentu dan kemudian dapat dipantulkan kembali ke tempat
semula. Gejala ini menimbulkan kenaikan tekanan yang sangat tajam
sehingga menyerupai suatu pukulan dan dinamakan gejala pukulan air.
Pukulan mengakibatkan berbagai kesulitan seperti kerusakan pada peralatan
plambing, getaran pada sistem pipa, patahnya pipa, kebocoran dan suara
berisik. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala pukulan
air adalah menghindarkan tekanan kerja yang terlalu tinggi, menghindarkan
kecepatan aliran yang terlalu tinggi, memasang rongga udara atau alat
pencegah pukulan air dan menggunakan dua katup bola pelampung pada
tangki.
3.1.4 Sistem Penyediaan Air Bersih
Sistem Penyediaan air bersih terbagi menjadi empat system, yaitu:
(Noerbambang, 1993)
A. Sistem Sambungan Langsung
Dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung langsung terkoneksi dengan
pipa utama penyediaan air bersih (misalnya : pipa utama dibawah jalan dari
perusahaan air minum). Karena terbatasnya tekanan dalam pipa utama dan
dibatasinya ukuran pipa cabang dari pipa utama tersebut, maka sistem ini
terutama dapat diterapkan untuk perumahan dan gedung-gedung kecil dan
rendah.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menaksir besarnya laju aliran
air diantaranya yang akan dibahas disini yaitu:
1. Berdasarkan jumlah pemakai (penghuni)
Metode ini didasarkan pada pemakaian air rata-rata sehari dari setiap
penghuni, dan perkiraan jumlah penghuni. Dengan demikian jumlah
pemakaian air sehari dapat diperkirakan, walaupun jenis maupun jumlah
alat plambing belum ditentukan. Metode ini praktis untuk tahap
perencanaan atau juga perancangan.
Apabila jumlah penghuni diketahui, atau ditetapkan, untuk sesuatu gedung
maka angka tersebut dipakai untuk menghitung pemakaian air rata-rata
sehari berdasarkan “standar” mengenai pemakaian air per orang per hari
untuk sifat penggunaan gedung tersebut. Tetapi kalau jumlah penghuni tidak
dapat diketahui, biasanya ditaksir berdasarkan luas lantai dan menetapkan
kepadatan hunian per luas lantai. Luas lantai gedung yang dimaksudkan
adalah luas efektif, berkisar antara 55 sampai 80 persen dari luas
seluruhnya. Angka pemakaian air yang diperoleh dengan metode ini biasanya
digunakan untuk menetapkan volume tangki bawah, tangki atap, pompa, dsb.
Sedangkan ukuran pipa yang diperoleh dengan metode ini hanyalah pipa
penyediaan air (misalnya, pipa dinas) dan bukan
untuk menentukan ukuran pipa-pipa dalam seluruh jaringan. Kalau jumlah
penghuni tidak diketahui, dapat diperkirakan berdasarkan luas lantai efektif,
serta menetapkan kepadatan hunian, misalnya 5 – 10 m2 per orang. Dengan
memilih standar pemakaian air per orang sehari berdasarkan jenis
penggunaan gedung, jumlah pemakaian air perhari seluruh gedung dapat
dihitung. Pemakaian air
rata-rata dapat pula dihitung, dengan membaginya untuk 24 jam. Pada
waktu-waktu tertentu pemakaian air ini akan melebihi pemakaian air rata-
rata, dan yang tertinggi dinamakan pemakaian air jam-puncak; laju aliran air
pada jam puncak inilah yang digunakan untuk menentukan ukuran pipa
dinas ataupun pipa utama (dari
tangki atap), pompa penyediaan air.
Qh= Qd / T
Dimana:
Qh = penaksiran air rata-rata (m3/jam)
Qd = pemakaian air rata-rata sehari (m3 )
T = jangka waktu pemakaian (jam)

Pemakaian air jam puncak dinyatakan sbb:


Qh-max = (C1) (Qh)
Dimana konstanta “C1” biasanya berkisar antara 1,5 sampai 2,0 bergantung
kepada lokasi, sifat penggunaan gedung, dsb. Sedangkan pemakaian air pada
menit-puncak dapat dinyatakan sebagai berikut:
Qh-max = (C2) (Qh/60)
Dimana konstanta “C2” berkisar antara 3,0 sampai 4,0. Diperkirakan perlu
tambahan sampai sekitar 20% utnuk mengatasi kebocoran, pancruan air,
tambahan air untuk ketel pemanas gedung atau mesin pendingin gedung
(kalau ada), penyiraman tanaman dsb. (Noerbambang dan Morimura, 1986).
Pipa cabang biasanya diatur/ditetapkan oleh perusahaan air minum. Tangki
pemanas air biasanya tidak disambung langsung kepada pipa distribusi, dan
dibeberapa daerah tidak diizinkan memasang katup gelontor (flush valve).
Gambar 3.1 Sistem Sambungan Langsung
(Sumber: Noerbambang, 1993)

B. Sistem Tangki Atap


Apabila sistem sambungan langsung oleh berbagai alasan tidak dapat
diterapkan, sebagai gantinya banyak sekali digunakan sistem tangki atap,
terutama di negara Amerika Serikat dan Jepang. Dalam sistem ini, air
ditampung lebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah
bangunan atau dibawah muka tanah) kemudian dipompakan ke suatu tangki
atas yang biasanya dipasang diatas atap atau diatas lantai tertinggi bangunan.
Sistem tangki atap ini diterapkan dengan alasan-alasan berikut :
1. Selama air digunakan, perubahan tekanan yang terjadi pada alat plambing
hampir tidak terjadi, perubahan tekanan ini hanyalah akibat muka air
dalam tangki atap.
2. Sistem pompa yang dinaikkan air tangki atap bekerja otomatis dengan
cara yang sangat sederhana sehingga kecil sekali kemungkinan timbulnya
kesulitan. Pompa biasanya dijalankan dan dimatikan oleh alat yang
mendeteksi muka dalam tangki atap.
3. Perawatan tangki atap sangat sederhana jika dibandingkan dengan tangki
tekan.
Untuk bangunan-bangunan yang cukup besar, sebaiknya disediakan pompa
cadangan untuk menaikkan air ke tangki atap. Pompa cadangan ini dalam
keadaan normal biasanya dijalankan bergantian dengan pompa utama, untuk
menjaga agar kalau ada kerusakan atau kesulitan maka dapat segera
diketahui. Apabila tekanan air dalam pipa utama cukup besar, air dapat
langsung dialirkan ke dalam tangki atap tanpa disimpan dalam tangki bawah
dan dipompa. Dalam keadaan demikian ketinggian lantai atas yang dapat
dilayani akan tergantung pada besarnya tekanan air dalam pipa utama. Hal
terpenting dalam sistem tangki atap ini adalah menentukan letak “tangki
atap” tersebut apakah dipasang di dalam langit-langit, atau di atas atap
(misalnya untuk atap dari beton) atau dengan suatu kontruksi menara yang
khusus. Penentuan ini harus didasarkan pada jenis alat plambing yang
dipasang pada lantai tertinggi bangunan dan tekanan kerja yang tinggi.

Gambar 3.2 Sistem Tangki Atap

(Sumber: Noerbambang, 1993)

C. Sistem Tangki Tekan


Sistem tangki tekan diterapkan dalam keadaan dimana suatu kondisi tidak
dapat digunakan sistem sambungan langsung. Prinsip kerja sistem ini adalah
sebagai berikut : Air yang telah ditampung dalam tangki bawah, dipompakan
ke dalam suatu bejana (tangki) tertutup sehingga udara di dalamnya
terkompresi. Air dalam tangki tersebut dialirkan ke dalam suatu distribusi
bangunan. Pompa bekerja secara otomatis yang diatur oleh suatu detektor
tekanan, yang menutup/membuka saklar motor listrik penggerak pompa.
Pompa berhenti bekerja kalau tekanan tangki telah mencapai suatu batas
minimum yang ditetapkan, daerah fluktuasi tekanan ini biasanya ditetapkan
antara 1,0 sampai 1,5 kg/m 2 . Daerah yang makin lebar biasanya baik bagi
pompa karena memberikan waktu lebih lama untuk berhenti, tetapi
seringkali menimbulkan efek yang negatif pada peralatan plambing. Dalam
sistem ini udara yang terkompresi akan menekan air ke dalam sistem
distribusi dan setelah berulang kali mengembang dan terkompresi lama
kelamaan akan berkurang, karena larut dalam air atau ikut terbawa keluar
tangki. Sistem tangki tekan biasanya dirancang agar volume udara tidak lebih
dari 30% terhadap volume tangki dan 70% volume tangki berisi air. Bila
mula-mula seluruh tangki berisi udara pada tekanan atmosfer, dan bila
fluktuasi tekanan antara 1,0 sampai dengan 1,5 kg/ m 2 , maka sebenarnya
volume efektif air yang mengalir hanyalah sekitar 10% dari volume tangki.
Untuk melayani kebutuhan air yang besar maka akan diperlukan tangki
tekan yang besar. Untuk mengatasi hal ini maka tekanan awal udara dalam
tangki dibuat lebih besar dari tekanan atmosfer (dengan memasukkan udara
kempa ke dalam tangki).
Kelebihan-kelebihan sistem tangki tekan antara lain :
1. Lebih menguntungkan dari segi estetika karena tidak terlalu menyolok
dibanding dengan tangki atap.
2. Mudah perawatannya karena dapat dipasang dalam ruang mesin bersama
pompa-pompa lainnya.
3. Harga awal lebih rendah dibandingkan dengan tangki yang harus dipasang
di atas menara.
Kekurangan-kekurangannya antara lain :
1. Daerah fluktuasi tekanan sebesar 1 kg/cm2 sangat besar dibanding dengan
sistem tangki atap yang hampir tidak ada fluktuasi tekanannya. Fluktuasi
yang besar ini dapat menimbulkan fluktuasi aliran air yang cukup berarti
pada alat plambing dan pada alat pemanas gas dapat menghasilkan air
dengan temperatur yang berubah-ubah.
2. Dengan berkurangnya udara dalam tangki tekan maka setiap beberapa
hari sekali harus ditambahkan udara dengan kompresor atau dengan
menguras seluruh air dari dalam tangki tekan.

3. Sistem tangki tekan dapat dianggap sebagai suatu sistem pengaturan


otomatik pompa penyediaan air saja dan bukan sebagai sistem
penyimpanan air seperti tangki atap.
4. Karena jumlah air yang efektif tersimpan dalam tangki tekan relatif
sedikit, maka pompa akan sering bekerja dan hal ini akan menyebabkan
keausan pada saklar yang lebih cepat

Gambar 3.2 Sistem Tangki Tekan

(Sumber: Noerbambang, 1993)


Gambar 3.1 Sistem Tangki Tekan dengan Sumur Untuk Rumah

(Sumber: Noerbambang, 1993)

D. Sistem Tanpa Tangki (Booster System)


Sistem ini tidak menggunakan tangki apapun, baik tangki bawah, tangki
tekan ataupun tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi
bangunan dan pompa menghisap langsung dari pipa utama. Kelebihan sistem
tanpa tangki adalah mengurangi kemungkinan terjadinya karat karena
kontak air dengan udara relatif singkat, apabila cara ini diterapkan pada
bangunan pencakar langit akan mengurangi beban struktur bangunan, untuk
kompleks perumahan dapat menggantikan menara air. Kekurangannya
adalah penyediaan air sepenuhnya bergantung pada sumber daya,
pemakaian daya lebih besar dibandingkan dengan tangki atap dan harga
awal.
3.1.5 Jalur Air Bersih
Jalur pipa air bersih meliputi pipa tegak (vertikal) dan pipa mendatar
(horizontal). Secara umum, kedua jalur pipa tersebut berfungsi sama yakni
untuk mengalirkan air bersih. (Noerbambang, 1993)
A. Pipa Tegak
Pipa tegak air bersih berfungsi untuk menyalurkan air dari reservoir ke
setiap lantai yang membutuhkan air. Jalur pipa tegak meliputi perpipaan dari
ground tank ke pompa, dari pompa menuju ke roof tank dan dari roof tank
menuju ke setiap pipa distribusi di tiap lantai. Selain itu, sistem penyaluran
air gedung pun terdiri dari 2 bagian yakni sistem pengaliran ke atas dan
sistem pengaliran ke bawah. Dalam sistem pengaliran ke atas, air tidak
disimpan ke dalam roof tank melainkan langsung didistribusikan ke setiap
alat plambing di tiap lantai. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekanan yang
diberikan oleh PDAM sangat mencukupi. Sedangkan dalam sistem pengaliran
ke bawah, air dialirkan dari ground tank ke roof tank lalu dialirkan ke setiap
lantainya.
B. Pipa Horizontal
Kegunaan dari pipa horizontal atau pipa mendatar adalah menyalurkan air
dari pipe gallery tegak ke setiap alat plambing pada lantai tersebut, sehingga
alat plambing dapat memenuhi kebutuhan air pada saat akan dipergunakan.
Besarnya laju aliran air yang masuk ke dalam gedung dapat diperkirakan
berdasarkan jumlah pemakai, jenis dan jumlah alat plambing, unit beban alat
plambing, serta pemakaian air terhadap waktu.
Dalam perencanaan sistem penyediaan air untuk sesuatu bangunan,
kapasitas peralatan dan ukuran pipa-pia berdasarkan pada jumlah. Dan laju
aliran air yang harus disediakan kpada bangunan tersebut. Untuk
menentukan laju aliran, perkiraan berdasarkan jumlah pemakai merupakan
metode yang praktis. Ini dilakukan dengan menghitung pemakaian air rata-
rata dari setiap penghuni dan perkiraan jumlah penghuni. Pada Tabel 3.1,
terdapat perkiraan pemakaian air rata-rata per hari berdasarkan jenis
bangunannya, yaitu :
Tabel 3.1 Kebutuhan Air Minum Sesuai Penggunaan Gedung
Pemakaian
No Jenis Gedung Satuan
Air
1 Rumah Tinggal 120 liter/penghuni/hari
2 Rumah Susun 100 liter/penghuni/hari
3 Asrama 120 liter/penghuni/hari
Liter/tempat tidur
4 Rumah Sakit 500
pasien/hari
5 Sekolah Dasar 40 liter/siswa/hari
6 SLTP 50 liter/siswa/hari
SMU/SMK dan
7 80 liter/siswa/hari
lebih tinggi
liter/penghuni dan
8 Ruko/ Rukan 100
pegawai/hari
9 Kantor/ Pabrik 50 liter/pegawai/hari
Toserba, toko
10 5 Liter/m2
pengencer
11 Restoran 15 Liter/kursi
Liter/tempat
12 Hotel Berbintang 250
tidur/hari
Hotel Melati/ Liter/tempat
13 150
Penginapan tidur/hari
Ged.
14 Pertunjukan, 10 Liter/kursi
Bioskop
15 Ged. Serba Guna 25 Liter/kursi
Stasiun, Liter/penumpang
16 3
Terminal tiba dan pergi
Liter/orang, (belum
17 Peribadatan 5
dengan air wudhu)
Sumber :SNI 03-7065, 2005

Untuk mengetahui jumlah kebutuhan air rata-rata, dengan didasarkan pada


pemakaian air rata-rata sehari dari setiap penghuni, dan perkiraan jumlah
penghuni. Dapat di lihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Pemakaian Rata-Rata Per Orang Per Hari
Pemakaian Jangka Perbandingan
Jenis gedung Air Rata-rata Waktu Luas Lantai
sehari (L) Pemakaian Efektif/total (%)
Perumahan
250 8-10 42-45
mewah
Rumah biasa 160-250 8-10 50-53
Apartemen 200-250 8-10 45-50
Asrama 120 8
mewah =
1000 ;
menengah = 8
Rumah sakit 45-48
500-1000 ; 8-10
umum 350-
500
Sekolah Dasar 40 5 58-60
SLTP 50 6 58-60
SLTA dan
80 6
lebih tinggi
Rumah toko 100-200 8
Gedung kantor 100 8 60-70
Toserba 3 7 55-60
buruh
pria=60 ;
Industri 8
wanita 15-
100
Stasiun 35 15
Restoran 30 5
Restoran
15 7
umum
Gedung
5 6 53-55
pertunjukan
Toko pengecer 40 6
Hotel/pengina
250-300 10
pan
Gedung
10 2
peribadatan
Perpustakaan 25 6
Bar 30 6
Perkumpulan
30
sosial
Kelab malam 120-350
Gedung
150-200
Perkumpulan
Laboratorium 100-200 8
Sumber : Noerbambang, 1993
Dalam pemakaian alat plambing harus diketahui jumlah dan setiap jenis alat
plambing dalam gedung tersebut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.3,
3.4, dan 3.5

Tabel 3.3 Unit beban alat plambing sistem penyediaan air dan ukuran minimum
pipa cabang
Ukuran pipa
Tempat
Perlengkapan cabang Pribadi Umum
berkumpul
atau peralatan minimum1,4) (UBAP) (UBAP)
(UBAP)
(inchi)
Pencuci piring,
½ 1,5 1,5 -
rumah tangga
Lavatory ½ 1 1 -
Urinal, tangki
½ 2 2 3
pembilas
Kloset, tangki
gravitasi 6LPF ½ 2,5 2,5 3,5
(Liter per flush)
Sumber :SNI 8153 : 2015

Tabel 3.4 UBAP / FIX

Anda mungkin juga menyukai