1, Maret 2018
p-ISSN: 2598-7380
e-ISSN: 2613-9847
Journal Homepage: http://jurnal.untidar.ac.id/index.php/mechanical
Solli Dwi Murtyas1), Siti Nur Cholida 22), Mohammad Kholid Ridwan3)
1
Jurusan Teknik Mesin,Fakultas Teknik, Universitas Tidar
email: murtyas@untidar.ac.id
2
Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
email: siti.nur.c@mail.ugm.ac.id
3
Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
email: kholid@ ugm.ac.id
Abstrak
Phase change materials (PCM) merupakan salah satu rekayasa selubung bangunan berupa bahan
atau substan tambahan yang diaplikasikan pada selubung bangunan. Tujuan penggunaan PCM
yaitu menyerap termal dari lingkungan atau melepaskan termal ke lingkungan sebelum
didistribusikan kedalam bangunan. PCM sebagai penyimpanan energi termal bangunan akan
menyerap dan melepaskan energi termal pada suhu yang telah ditentukan dan dijaga. Dua
pemodelan ruangan dengan dan tanpa PCM dilakukan menggunakan COMSOL Multiphysics 5.0.
Hasil persebaran panas ruangan dengan dan tanpa PCM akan dibandingkan. Ruangan yang
disimulasikan merupakan ruangan hotel Cakra Kusuma berukuran 5 x 3,95 x 3 m. PCM dengan
ketebalan 1 cm ditempatkan pada eksterior selubung bangunan yang mendapatkan sinar matahari
langsung. Jenis PCM yang digunakan adalah paraffin murni dengan melting temperature sebesar
28℃ dan latent heat sebesar 244 kJ/kg. Hasilnya menunjukkan bahwa pemakaian paraffin dengan
melting temperature 28℃, cocok diaplikasikan pada ruangan. Hal ini dikarenakan suhu tersebut
termasuk dalam rentang suhu di Provinsi Yogyakarta. Pengaplikasian PCM dapat mengurangi suhu
rata - rata ruangan sebesar 0,81℃. Suhu maksimum ruangan yang menggunakan PCM terletak di
sekitar pintu, di mana tidak terdapat aktifitas penghuni. Sedangkan suhu minimum ruangan ber-
PCM terletak di permukaan ruangan yang bersentuhan dengan PCM dan ditengah ruangan.
Kata kunci: PCM, Selubung Bangunan, Energi Termal, Paraffin, Melting Temperature, Latent
Heat
Abstract
Phase change materials is an additional substance which applied in a building envelope. PCM
usage has aim to absorb thermal from environment or released thermal to environment before it’s
distributed in the building. PCM as thermal energy storage in building would absorb and release
thermal energy in desired and preserved in relative constant temperature. There are two room
modelling using COMSOL Multiphysics 5.0: with and without PCM. The result of thermal
distribution would be compare. A room in Cakra Kusuma Hotel would be a model of this
simulation, which has 5 x 3.95 x 3 m in dimension. The PCM with 1cm thickness would be placed
in the exterior of building envelope which is directly exposed by the sunshine. The PCM type used
is pure paraffin with melting temperature amounted 28℃ and latent heat as 244 Kj/Kg. The result
shown that paraffin usage with melting temperature 28℃ suitable to applied in the room. Because,
the melting temperature including Yogyakarta’s temperature range. PCM application could
decrease room average temperature as 0.81℃. In the room, which used PCM, the maximum
temperature is around the door. Whereas, the minimum temperature in the room with PCM is in
the room surface, which directly touch the PCM and in the middle of the room.
Keywords: PCM, Building Envelope, Thermal Energy, Paraffin, Melting Temperature, Latent Heat
2
serta temperatur yang di tempatkan pada Latent heat sebesar 244 kJ/kg. Latent
selubung bangunan yang tidak heat menggambarkan bahwa perubahan
mendapatkan sinar matahari. Heat flux fase membutuhkan energi sebanyak
yang digunakan ada dua yaitu, heat flux 244 kJ/kg.
pada selubung massif dan transparan. Heat
flux pada selubung massif dipengaruhi Simulasi dilakukan menggunakan
oleh konduktifitas pada dinding massif, analisis time dependent yang dilakukan
sedangkan heat flux pada selubung dari pukul 06.00 sampai 18.00. Kedua
transparan dipengaruhi oleh konduktifitas pemodelan ditambahkan dengan surface
dan radiasi selubung transparan, yang to surface radiation, yang mana
masing – masing nilainya dapat dilihat menggambarkan pancaran matahari yang
pada Tabel 1. Nilai koefisien heat flux diterima oleh permukaan luar selubung
untuk selubung bangunan yang tidak bangunan. Nilai radiasi matahari
tembus cahaya dan tembus cahaya masing digambarkan pada Tabel 3.
masing adalah 2.396 dan 11.425 W/m2K.
Dalam COMSOL nilai koefisien heat flux Tabel 3. Nilai radiasi matahari
dihitung dengan persamaan: Latitude (+ Longitude (+ to Time Zone (+
to N) E) UTC)
-6.24 110.38 +7
q = h (Ts - Ta) (1) Day Month Year
24 11 2015
Dimana, q merupakan heat flux Hour Minute Second
(W/m2.K), h = koefisien heat flux, Ts = 0 0 t
maksimum sebesar 30,01℃, dan ruangan selubung bangunan yang lain mempunyai
tanpa PCM mempunyai suhu sebesar suhu sekitar 31,46℃ dan 32,23℃.
30,94℃.
Suhu (degC)
diletakkan pada exterior selimut bangunan 28
luar. Peletakkan PCM pada exterior 26
selimut bangunan mempunyai beberapa 24
tujuan. Yang pertama pada saat siang hari 5 6 7 8 9 10111213141516171819
PCM diharapkan dapat menyerap suhu Time (h)
lingkungan terlebih dahulu dan kemudian
diteruskan kedalam bangunan. Dengan PCM
suhu lingkungan yang lebih tinggi
daripada suhu didalam ruangan, akan Gambar 5. Suhu rata – rata PCM
lebih mudah bagi PCM untuk berubah
fase. Dan yang kedua adalah pada saat Parameter lainnya yang perlu ditinjau
malam hari. Indonesia merupakan negara dari PCM adalah kurva fungsi entalpi dan
tropis dimana pada saat malam hari, suhu, dimana kurva tersebut
pendingin ruangan masih dibutuhkan. menggambarkan tentang perubahan fase
Ketika malam hari, PCM berubah fase dari PCM. Paraffin yang digunakan
menjadi padat, yang mana PCM akan mempunyai phase change temperature
mentransfer kalor kelingkungan, kalor sebesar 28℃, yang artinya bahwa paraffin
yang dikeluarkan oleh PCM akan akan mulai berubah fase pada suhu 28℃
langsung diterima oleh lingkunagn, dengan suhu yang relatif konstan.
sehingga tidak menambah beban panas Perubahan fase PCM ditandai dengan
didalam ruangan. melonjaknya kurva entalpi – suhu. Pada
Pemilihan melting temperature pada grafik terbaca bahwa perubahan fase
PCM harus disesuaikan dengan lokasi dimulai dari suhu 27,25℃ sampai
dimana PCM digunakan. Di Yogyakarta 28,75℃. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dengan suhu lingkungan antara 25 - 31℃, PCM mulai berubah fase 0,75℃ lebih
PCM dengan suhu leleh 28℃ cocok untuk awal dari suhu yang ditentukan dan
diaplikasikan. Suhu 28℃ merupakan berhenti 0,75℃ diatas suhu yang
rentang suhu lingkungan di Yogyakarta, ditentukan. Dalam simulasi ini, terjadinya
sehingga memungkinkan paraffin untuk perubahan fase tidak dalam kondisi
berubah fase dari padat ke cair atau isothermal. Tetapi perubahan suhu saat
sebaliknya. Gambar 6. merupakan grafik terjadi perubahan fase, terbilang cukup
suhu rata rata dari PCM. Terlihat bahwa kecil yaitu sebesar 1,5℃. Hal ini sesuai
dari pukul 09.00 sampai 18.00, kenaikan dengan Gambar 6, dimana PCM mulai
suhu pada PCM kurang dari 1℃. PCM mencair pada suhu 27,4℃. Sementara
mempunyai sifat laten heat, dimana PCM untuk melakukan perubahan fase secara
akan berubah fase dalam keadaan relatif
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia 2050 Pathway Calculator.
Diakses dari http://esdm.go.id, 07
September 2016.
Green Building Council Indonesia. 2014.
Panduan Teknis Perangkat Penilaian
Bangunan Hijau Untuk Gedung Baru
Versi 1.2. Jakarta, GBCI.