Anda di halaman 1dari 34

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN VERTIGO

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Vertigo adalah sensasi berputar atau pusing yang merupakan suatu gejala,
dimana penderita merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar atau
bergerak naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan. Perkataan vertigo
berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah :
sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai
gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan
tubuh. Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan
kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable),
otonomik (pucat, keringat dingin, mual, muntah) dan pusing. Vertigo yang paling
sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BBPV). Menurut
penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar/vertigo, sebanyak 20 %
memiliki BPPV, walaupun begitu BPPV sering salah diagnosa karena BPPV biasanya
tidak berdiri sendiri tetapi diikuti oleh penyakit lainnya seperti telinga atau mulut.
(Patriani, 2008).

2. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS
Prevalensi vertigo (BPPV) di amerika  adalah 64 kasus tiap 100.000 orang,
dengan wanita lebih banyak daripada pria. BPPV sering terdapat pada usia yang lebih
tua yaitu di atas 50 tahun.

3. PENYEBAB/FAKTOR PREDIPOSISI
a. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
b. Obat-obatan
- Alkohol
- Gentamisin

1
c. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler.
d. Kelainan di telinga
- Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga
bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo).
- Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri.
- Herpes zoster.
- Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga).
- Peradangan saraf vestibuler.
- Penyakit Meniere.
e. Kelainan neurologis
- Sklerosis multiple.
- Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau
keduanya.
- Tumor otak.
- Tumor yang menekan saraf vestibularis.

4. PATOFISIOLOGI
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini
adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik. Reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 %, disusul kemudian reseptor visual, dan yang paling
kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik kanan
dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan

2
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi
kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan
tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada
rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan
terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu,
respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.

3
Pathway:
Etiologi:
keadaan lingkungan, obat-obatan, kelainan sirkulasi, kelainan di
telinga, kelainan neurologis

Fungsi alat keseimbangan tubuh di Ada rangsang gerakan yang


perifer/sentral terganggu aneh/berlebihan

Proses pengolahan informasi terganggu

Ketidakcocokan informasi aferen yang


disampaikan ke pusat kesadaran

VERTIGO

Gejala autonom Gejala vertigo Respon Respon


penyesuaian otot visual tidak
tidak adekuat adekuat
Pusing berputar-
Mual
putar
Gerakan abnormal Penglihatan
(nistagmus, kabur
Nause ataksia)
Sakit Risiko
kepala cedera Gangguan
Muntah, nafsu sensori
makan menurun Gangguan persepsi:
Nyeri penglihatan
citra tubuh
akut
BB menurun,
albumin
menurun
Respon Kurang informasi
pendengaran tentang penyakit
Ketidak
tidak adekuat
seimbangan
nutrisi kurang
Defisit
dari kebutuhan Gangguan pengetahuan
tubuh sensori
persepsi:
pendengaran

4
5. KLASIFIKASI
Sesuai kejadiannya, vertigo ada beberapa macam yaitu :
a. Vertigo spontan.
Vertigo ini timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan timbul dari
penyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab tekanan
endolimfa yang meninggi. Vertigo spontan komponen cepatnya mengarah ke
jurusan lirikan kedua bola mata.
b. Vertigo posisi.
Vertigo ini disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul karena
perangsangan pada kupula kanalis semi-sirkularis oleh debris atau pada kelainan
servikal. Debris ialah kotoran yang menempel pada kupula kanalis semi-sirkularis.
c. Vertigo kalori.
Vertigo yang dirasakan pada saat pemeriksaan kalori. Vertigo ini penting
ditanyakan pada pasien sewaktu tes kalori, supaya ia dapat membandingkan
perasaan vertigo ini dengan serangan yang pernah dialaminya. Bila sama, maka
keluhan vertigonya adalah betul, sedangkan bila ternyata berbeda, maka keluhan
vertigo sebelumnya patut diragukan.

Vertigo berdasarkan penyebabnya yaitu:


a. Vertigo epileptica: pusing yang mengiringi atau terjadi sesudah serangan ayan.
b. Vertigo Laryngea: pusing karena serangan batuk.
c. Vertigo Nocturna: rasa seolah-olah akan terjatuh pada permulaan tidur.
d. Vertigo Ocularis: pusing karena penyakit mata, khususnya karena kelumpuhan
atau ketidakseimbangan kegiatan otot-otot bola mata.
e. Vertigo Rotatoris: pusing seolah-olah semua di sekitar badan berputar-putar.

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok:


a. Vertigo paroksimal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit
atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut
dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.

5
Vertigo jenis ini dibedakan menjadi:
- Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk kelompok ini adalah: Morbus Meniere, Arakhnoiditis
pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii
posterior, kelainan gigi/ odontogen.
- Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini adalah : Serangan iskemi
sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada
anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
- Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, termasuk di sini adalah:
Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
b. Vertigo kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan akut, dibedakan
menjadi:
- Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis
kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
- Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca
komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan
okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan
endokrin.
- Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
- Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur
mengurang, dibedakan menjadi:
1) Disertai keluhan telinga:
Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin,
neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
2) Tanpa keluhan telinga:
Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis
vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi,
sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi:
a. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
b. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.

6
6. GEJALA KLINIS
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai mual, muntah, rasa kepala
berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah,
puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah,
mudah tersinggung, gelisah.

7. PEMERIKASAAN FISIK
- Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini.
Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada
pemeriksaan ternyata tidak terdapat tuli saraf maka kita sudah dapat mendiagnosis
penyakit Meniere, sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan adanya
perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit Meniere. Dalam hal yang
meragukan kita dapat membuktikan adanya hidrops dengan tes gliserin. Selain itu
tes gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis tindakan operatif pada
pembuatan shunt. Bila terdapat hidrops, maka operasi diduga akan berhasil
dengan baik.
- Pemeriksaan fisis dasar dan neurologis sangat penting untuk membantu
menegakkan diagnosis vertigo. Pemeriksaan fisis dasar yang terutama adalah
menilai perbedaan besar tekanan darah pada perubahan posisi. Secara garis besar,
pemeriksaan neurologis dilakukan untuk menilai fungsi vestibular, saraf kranial,
dan motorik-sensorik.
- Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji jalan di
tempat (fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki. Uji-uji ini biasanya
berguna untuk menilai stabilitas postural jika mata ditutup atau dibuka.
Sensitivitas uji-uji ini dapat ditingkatkan dengan teknik-teknik tertentu seperti
melakukan tes Romberg dengan berdiri di alas foam yang liat.
- Pemeriksaan saraf kranial I dapat dibantu dengan funduskopi untuk melihat ada
tidaknya papiledema atau atrofi optik. Saraf kranial III, IV dan VI ditujukan untuk
menilai pergerakan bola mata. Saraf kranial V untuk refleks kornea dan VII untuk
pergerakan wajah.
- Pergerakan (range of motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas atau
spasme dari otot leher. Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya

7
proses infeksi atau inflamasi pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji
pendengaran diperiksa dengan garputala dan tes berbisik.
- Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah
nistagmus spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal
bola mata. Penting untuk membedakan apakah nistagmus yang terjadi perifer atau
sentral. Nistagmus sentral biasanya hanya vertikal atau horizontal saja dan dapat
terlihat dengan fiksasi visual. Nistagmus perifer dapat berputar atau rotasional dan
dapat terlihat dengan memindahkan fiksasi visual. Timbulnya nistagmus dan
gejala lain setelah pergerakan kepala yang cepat, menandakan adanya input
vestibular yang asimetris, biasanya sekunder akibat neuronitis vestibular yang
tidak terkompensasi atau penyakit Meniere.
- Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lain dengan cara pasien menekuk
lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan hingga hitungan ke
sepuluh lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan lihat apakah pasien dapat
menahan lengannya atau tidak. Pasien dengan gangguan perifer dan sentral tidak
dapat menghentikan lengannya dengan cepat. Tetapi uji ini kualitatif dan
tergantung pada subjektifitas pemeriksa, kondisi muskuloskeletal pasien dan
kerjasama pasien itu sendiri.
- Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-Hallpike
dan electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak sakadik, nistagmus
posisional, nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji
kalori.

8. PEMERIKASAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo.
Namun pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium seperti
darah lengkap dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan
hemostasis dapat membantu kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-scan, atau
MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor. Arteriografi
untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.

8
9. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
- Tatalaksana vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu kausal, simtomatik, dan
rehabilitatif. Sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya sehingga
terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif.
- Terapi simtomatik bertujuan meminimalkan 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan
gejala otonom. Untuk mencapai tujuan itu digunakanlah vestibular suppresant dan
antiemetik.
- Vestibular suppresant.
Beberapa obat yang tergolong vestibular suppresant adalah antikolinergik,
antihistamin, benzodiazepin, calcium channel blocker, fenotiazin, dan
histaminik. Antikolinergik bekerja dengan cara mempengaruhi reseptor
muskarinik. Antikolinergik yang dipilih harus mampu menembus sawar darah
otak (sentral). Idealnya, antikolinergik harus bersifat spesifik terhadap reseptor
vestibular agar efek sampingnya tidak terlalu berat.
Benzodiazepin termasuk modulator GABA yang bekerja secara sentral untuk
mensupresi repson dari vestibular. Pada dosis kecil, obat ini bermanfaat dalam
pengobatan vertigo. Efek samping yang dapat segera timbul adalah
terganggunya memori, mengurangi keseimbangan, dan merusak keseimbangan
dari kerja vestibular.
- Antiemetik
Antiemetik digunakan untuk mengontrol rasa mual. Bentuk yang dipilih
tergantung keadaan pasien. Oral untuk rasa mual ringan, supositoria untuk
muntah hebat atau atoni lambung, dan suntikan intravena pada kasus gawat
darurat. Contoh antiemetik adalah metoklorpramid 10 mg oral atau IM dan
ondansetron 4-8 mg oral.
- Obat-obatan seperti proklorperasin, sinnarizin, prometasin, dan diazepam berguna
untuk menekan gejala. Akan tetapi, pemakaian proklorperasin jangka panjang
tidak dianjurkan karena menimbulkan efek samping ekstrapiramidal dan
terkadang efek sedasinya kurang dapat ditoleransi, khususnya kaum lansia.
- Intervensi lain berupa diet rendah garam (<1-2 gram per hari) dan diuretik seperti
furosemid, amilorid, dan hidroklorotiazid. Namun, kurang efektif menghilangkan
gejala tuli dan tinitus.

9
- Terapi ablasi sel rambut vestibular dengan injeksi intratimpani gentamisin juga
efektif. Keuntungan injeksi intratimpani daripada sistemik adalah mencegah efek
toksik berupa toksisitas koklea, ataxia, dan oscillopsia.
- Khusus untuk penyakit Meniere diberikan obat-obat vasodilator perifer untuk
mengurangi tekanan hidrops endolimfa. Dapat pula tekanan endolimfa ini
disalurkan ke tempat lain yaitu membuat Shunt. Obat–obat anti iskemia dapat pula
diberikan sebagai obat alternatif dan juga diberikan obat neurotonik untuk
menguatkan sarafnya.
- Pengobatan khusus untuk pasien yang menderita vertigo yang disebabkan oleh
rangsangan dari perputaran leher (servikal), ialah dengan traksi leher dan
fisioterapi, di samping latihan-latihan lain dalam rangka rehabilitasi. Neuritis
vestibuler di obati dengan obat-obat simptomatik, neurotonik, anti virus dan
rehabilitasi.
- Rehabilitasi penting diberikan, sebab dengan melatih sistem vestibuler ini sangat
menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat di atasi dengan latihan yang
teratur dan baik. Orang-orang yang karena profesinya, menderita vertigo servikal
dapat di atasi dengan latihan yang intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi
mengganggu pekerjaannya sehari-hari, misalnya pilot, pemain sirkus dan
olahragawan.
- Terapi rehabilitasi bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan
kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular.
Mekanisme kerja terapi ini adalah substitusi sentral oleh sistem visual dan
somatosensorik untuk fungsi vestibular yang terganggu, mengaktifkan kendali
tonus inti vestibular oleh serebelum, sistem visual dan somatosensorik, serta
menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik
yang diberikan berulang-ulang.
- Pada kasus jarang dimana penyakit sudah kebal dengan terapi obat, diet dan
diuretik, pasien terpaksa harus memilih intervensi bedah, misalnya endolimfatik
shunt atau kokleosakulotomi. Jika vertigo sangat mengganggu dan terjadi
gangguan pendengaran yang berat, dilakukan labirintektomi, yaitu pengangkatan
koklea (bagian dari telinga tengah yang mengatur pendengaran) dan kanalis
semisirkularis.

10
10. DIAGNOSIS
Sebelum memulai pengobatan, harus ditentukan sifat dan penyebab dari
vertigo. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di telinga
bagian dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak. Nistagmus adalah
gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Arah dari gerakan
tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa dirangsang
dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air
dingin ke dalam telinga. Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan
kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian
dengan mata tertutup. Tes pendengaran seringkali bisa menentukan adanya kelainan
telinga yang mempengaruhi keseimbangan dan pendengaran. Pemeriksaan lainnya
adalah CT scan atau MRI kepala, yang bisa menunjukkan kelainan tulang atau tumor
yang menekan saraf. Jika diduga suatu infeksi, bisa diambil contoh cairan dari telinga
atau sinus atau dari tulang belakang. Jika diduga terdapat penurunan aliran darah ke
otak, maka dilakukan pemeriksaan angiogram, untuk melihat adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang menuju ke otak.

11. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, dapat
terjadi remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya,
menandakan prognosis yang buruk.

11
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, dan tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
 Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi, sistem
konduksi jantung dan pengaruh sistem saraf otonom.
 Respiratory rate
 Suhu
c. Observasi dan anamnesa
1) Aktivitas / Istirahat
- Letih, lemah, malaise
- Keterbatasan gerak
- Ketegangan mata, kesulitan membaca
- Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
- Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca.
2) Sirkulasi
- Denyutan vaskuler, misal daerah temporal
- Pucat, wajah tampak kemerahan.
3) Integritas Ego
- Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
- Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
- Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
4) Makanan dan cairan
- Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
- Penurunan berat badan
5) Neurosensori
- Pening, disorientasi (selama sakit kepala)

12
- Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke
- Tinitus
- Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis
- Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
- Perubahan pada pola bicara/pola pikir
- Mudah terangsang, peka terhadap stimulus
- Penurunan refleks tendon dalam
- Papiledema
6) Nyeri/ kenyamanan
- Klien mengeluh nyeri:
P: nyeri disebabkan karena vasodilatasi pembuluh darah otak akibat
vertigo (ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke saraf
perasa nyeri).
Q: nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk.
R: nyeri terjadi pada daerah kepala.
S: skala nyeri berkisar antara 1-10.
T: nyeri muncul sewaktu-waktu.
- Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
- Fokus menyempit
- Fokus pada diri sndiri
- Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
- Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal
7) Keamanan
- Demam
- Sakit kepala
- Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
- Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)
8) Interaksi sosial
- Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit.

13
d. Pemeriksaan fisik
- Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji jalan
di tempat (fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki.
- Pemeriksaan saraf kranial I dapat dibantu dengan funduskopi untuk melihat
ada tidaknya papiledema atau atrofi optik.
- Saraf kranial III, IV dan VI ditujukan untuk menilai pergerakan bola mata.
- Saraf kranial V untuk refleks kornea dan VII untuk pergerakan wajah.
- Pergerakan (range of motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas
atau spasme dari otot leher.
- Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya proses infeksi atau
inflamasi pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji pendengaran
diperiksa dengan garputala dan tes berbisik.
- Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah
nistagmus spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal
bola mata.
- Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lain dengan cara pasien
menekuk lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan
hingga hitungan ke sepuluh lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan
lihat apakah pasien dapat menahan lengannya atau tidak. Pasien dengan
gangguan perifer dan sentral tidak dapat menghentikan lengannya dengan
cepat.
- Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-
Hallpike dan electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak
sakadik, nistagmus posisional, nistagmus akibat gerakan kepala, positioning
nystagmus, dan uji kalori.

e. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo.
Namun pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium
seperti darah lengkap dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid
dan hemostasis dapat membantu kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-
scan, atau MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor.
Arteriografi untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.

14
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder akibat vasodilatasi (sakit kepala), ditandai dengan klien mengeluh nyeri
pada daerah kepala, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri berkisar 1-10, nyeri
muncul sewaktu-waktu, klien tampak meringis kesakitan, TD meningkat (>
120/80 mmHg), nadi meningkat (> 100x/menit), RR meningkat (> 20x/menit).
2) Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat
vertigo.
3) Mual berhubungan dengan adanya rangsangan ke pusat mual sekunder akibat
gangguan vestibular, ditandai dengan mual, pucat, keringat dingin, peningkatan
salivasi, nadi meningkat (> 100x/menit), RR meningkat (> 20x/menit).
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia sekunder akibat gangguan vestibular, ditandai dengan muntah, nafsu
makan menurun, BB menurun 10% atau lebih dari BB awal, kadar albumin
menurun (< 3,4 g/dL), klien tampak lemas.
5) Gangguan persepsi sensori: pendengaran berhubungan dengan kesalahan
interpretasi sekunder akibat perubahan organ sensori pendengaran, ditandai
dengan gangguan pendengaran (tuli), tinitus.
6) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan
sekunder akibat gangguan respon penyesuaian otot, ditandai dengan klien merasa
malu karena bola matanya bergetar-getar tanpa sadar, dan mengalami gangguan
koordinasi otot (ataksia).
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,
ditandai dengan klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya, klien
bertanya-tanya tentang penyakitnya.

15
3. INTERVENSI

Diagnosa
No SLKI SIKI Rasional
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri Mandiri
berhubungan dilakukan - Peningkatan
Observasi:
dengan trauma tindakan TTV mengindikasikan
jaringan dan keperawatan …  Identifikasi nyeri.
refleks spasme x…. jam lokasi,
otot sekunder diharapkan karakteristik,
akibat tingkat nyeri durasi, - Posisi yang
vasodilatasi (sakit menurun dengan frekuensi, nyaman membantu
kepala), ditandai kriteria hasil: kualitas, mengurangi nyeri.
dengan klien - Frekuensi nadi intensitas nyeri - Menurunkan
mengeluh nyeri dan nafas  Identifikasi gerakan yang dapat
pada daerah membaik (Nadi: skala nyeri meningkatkan nyeri.
kepala, nyeri 60-100x/menit),  Identifikasi
seperti ditusuk- RR (16- respons nyeri
tusuk, skala nyeri 20x/menit) non verbal
berkisar 1-10, - keluhan nyeri  Identifikasi
nyeri muncul menuru (skala faktor yang
sewaktu-waktu, nyeri 0 (1-10) memperberat
klien tampak - Meringis dan dan
meringis gelisah menurun memperingan
kesakitan, TD nyeri
meningkat (>  Identifikasi
120/80 mmHg), pengetahuan dan
nadi meningkat (> keyakinan
100x/menit), RR tentang nyeri
meningkat (>  Identifikasi
20x/menit). pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
 Monitor efek

16
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik:

 Berikan
- Dapat
teknik
membantu
nonfarmakolo
merelaksasikan
gi untuk
ketegangan otot yang
mengurangi
meningkatkan reduksi
rasa nyeri
nyeri atau rasa tidak
 Kontrol
nyaman tersebut.
lingkungan
yang
- Membantu
memperberat
mengurangi nyeri.
rasa nyeri
 Fasilitasi
istirahat dan
tidur
 Pertimbangka
n jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri
Edukasi

 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan

17
strategi
meredakan
nyeri
 Ajarkan
teknik
nonfarmakolo
gis untuk
mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi

 Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
- Membantu mengurangi
analgetik, jika
nyeri.
perlu

2 Risiko cedera Setelah Manajemen Mandiri


berhubungan dilakukan Keselamatan - Untuk
dengan perubahan tindakan Lingkungan menghindari cedera saat
fungsi serebral keperawatan … jatuh dari tempat tidur.
Observasi:
sekunder akibat x…
vertigo. jamkeparahan  Identifikasi
dan cedera yang kebutuhan
diamati atau keselamatan
dilaporkan
 Monitor
menurun, dengan
perubahan status
kriteria hasil:
keselamatan
- K
lingkungan
ejadian cidera
menurun Terapeutik:
- - Penggunaan
 Hilangkan
matras pada lantai dapat
bahaya
meminimalisasi cedera
keselamatan,
bila terjatuh, misalnya
Jika
18
memungkinkan dari tempat tidur.

 Modifikasi
- Untuk
lingkungan
menghindari risiko
untuk
cedera.
meminimalkan
risiko

 Sediakan alat
bantu kemanan
linkungan (mis. - Untuk
Pegangan menghindari risiko
tangan) cedera.

 Gunakan
perangkat
pelindung (mis.
Rel samping,
pintu terkunci,
pagar)

Edukasi

 Ajarkan
individu,
keluarga dan
kelompok risiko
tinggi bahaya
lingkungan

Pencegahan Cidera

Observasi:

 Identifikasi
obat yang
berpotensi

19
menyebabkan
cidera

 Identifikasi
kesesuaian alas
kaki atau stoking
elastis pada
ekstremitas
bawah

Terapeutik:

 Sediakan
pencahayaan
yang memadai

 Sosialisasikan
pasien dan
keluarga dengan
lingkungan
rawat inap

 Sediakan alas
kaki antislip

 Sediakan
urinal atau urinal
untk eliminasi di
dekat tempat
tidur, Jika perlu

 Pastikan
barang-barang
pribadi mudah
dijangkau

 Tingkatkan

20
frekuensi
observasi dan
pengawasan
pasien, sesuai
kebutuhan

Edukasi

 Jelaskan
alasan intervensi
pencegahan
jatuh ke pasien
dan keluarga

 Anjurkan
berganti posisi
secara perlahan
dan duduk
beberapa menit
sebelum berdiri

3 Nause Setelah Manajemen Mual Mandiri


berhubungan dilakukan - Untuk
Observasi
dengan adanya tindakan mengetahui faktor-faktor
rangsangan ke keperawatan  Identifikasi yang dapat
pusat mual …..x… jam pengalaman menyebabkan atau
sekunder akibat diharapkan mual meningkatkan mual
gangguan tingkat nausea  Identifikasi muntah pada klien.
vestibular, menurun isyarat - Faktor-
ditandai dengan dengan kriteria nonverbal faktor seperti
mual, pucat, hasil: ketidaknyamana pemandangan dan bau
keringat dingin, - nafsu makan n (mis.bayi, yang tidak sedap saat
peningkatan meningkat anak-anak, dan makan dapat
salivasi, nadi - keluhan mual mereka yang meningkatkan perasaan
meningkat (> menurun tidak dapat mual pada klien.
100x/menit), RR - perasaan ingin berkomunikasi - Untuk
21
meningkat (> muntah menurun secara efektif) mengurangi rasa penuh
20x/menit). - pucat membaik  Identifikasi dan enek di perut.
- takikardi dampak mual
membaik terhadap kualitas
hidup (mis,nafsu
makan, aktivitas, - Makanan
kinerja, yang cair dan lembut
tanggung jawab biasanya dapat
peran, dan tidur) ditoleransi dengan baik
 Identifikasi sedangkan makanan
factor penyebab yang berbumbu keras
mual dapat menyebabkan rasa
(mis.pengobatan mual.
dan procedure)
 Identifikasi - Posisi yang
antiemetic untuk baik seperti posisi semi
mencegah mual fowler dapat
(kecuali mual meghindarkan klien agar
pada kehamilan) tidak mengalami mual
 Monitor mual dan muntah setelah
(mis, frekuensi, makan.
durasi, dan
tingkat
keparahan)
 Monitor - Teknik-
asupan nutrisi teknik seperti membatasi
dan kalori makan dan minum,
Terapeutik: menghindari bau
makanan dan stimuli
 Kendalikan
yang tidak mengenakan,
factor
kendurkan pakaian
lingkungan
sebelum makan, duduk
penyebab mual
di udara segar, dan
(mis.bau tak
22
sedap, suara, dan menghindari berbaring
rangsangan terlentang sedikitnya 2
visual yang tidak jam setelah makan dapat
menyenangkan) dilakukan klien untuk
 Kurangi atau mengurangi rasa mual.
hilangkan
keadaan
penyebab mual
(mis.kecemasan,
ketakutan,
kelelahan)
 Berikan
makanan dalam
jumlah kecil dan
menarik
 Berikan
makanan dingin,
cairan bening,
tidak berbau dan
tidak berwarna,
jika perlu
Edukasi

 Anjurkan
istirahat dan
tidur yang cukup
 Anjurkan
sring
membersihakn
mulut, kecuali
jika merangsang
mual
 Anjurkan
makanan tinggi
23
karbohidrat dan
rendh lemak
 Ajarkan
penggunaan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual (mis.
Biofeedback,
hypnosis,
relaksasi, terapi
music,
akupresur)
Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
antiemetic, jika
perlu
Kolaborasi
- Untuk
mengurangi rasa mual.
4 Defisit nutrisi Setelah Manajemen Nutrisi Mandiri
kurang dari dilakukan Observasi: - Menimbang
kebutuhan tubuh tindakan  Identifikasi berat badan diperlukan
berhubungan keperawatan status nutrisi untuk mengetahui
dengan anoreksia ….x…. jam  Identifikasi perubahan berat badan
sekunder akibat status nutrisi alergi dan yang terjadi. Hasil
gangguan terpenuhi. intoleransi pemeriksaan
vestibular, Dengan kriteria makanan laboratorium, khususnya
ditandai dengan hasil:  Identifikasi albumin adalah salah
muntah, nafsu perlunya satu indikator status
makan menurun,  Porsi penggunaan gizi.
BB menurun 10% makanan selang - Diperlukan
atau lebih dari BB yang nasogastric agar klien mengetahui
24
awal, kadar dihabiskan  Monitor tujuan dari diet yang
albumin menurun meningkat asupan makanan disarankan oleh ahli gizi.
(< 3,4 g/dL),  Frekuensi  Monitor berat - Untuk
klein tampak makan badan menghindari kelelahan
lemas. meningkat Terapeutik: saat makan.
 Nafsu  Lakukan oral
makan hygiene sebelum
meningkat makan, Jika
perlu
 Sajikan
makanan secara
menarik dan
suhu yang sesuai
 Hentikan
pemberian
makanan
melalui selang
nasogastric jika
asupan oral
dapat ditoleransi - Untuk
Edukasi mengurangi perasaan
 Anjurkan tegang pada lambung.
posisi duduk, - Untuk
jika mampu menghindari penurunan
 Ajarkan diet nafsu makan dan tetap
yang mempertahankan nutrisi
diprogramkan adekuat.
Kolaborasi
 Kolaborasi Kolaborasi
dengan ahli gizi - Konsultasi
untuk dengan ahli gizi
menentukan diperlukan untuk
jumlah kalori menentukan diet yang

25
dan jenis nutrien tepat pada klien.
yang dibutuhkan
Promosi Berat
Badan
Observasi
 Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB
kurang
 Monitor
adanya mual dan
muntah
Terapeutik
 Sediakan
makanan yang
tepat sesuai
kondisi pasien
 Berikan
pujian kepada
pasien untuk
peningkatan
yang dicapai
Edukasi
Jelaskan jenis
makanan yg
bergizi tinggi,
terjangkau
5 Gangguan Setelah Manajemen Mandiri
persepsi sensori: dilakukan Halusinasi - Mengetahui
pendengaran tindakan tingkat kemampuan
Observasi
berhubungan keperawatan klien dalam mendengar
dengan kesalahan ..x… jam  Monitor dan membantu dalam
interpretasi diharapkan perilkau yang menentukan terapi
sekunder akibat pesepsi mengidentifik selanjutnya.
26
perubahan organ sensori asi halusinasi - Agar tidak
sensori membaik  Monitor dan memperparah penurunan
pendengaran, membaik sesuaikan pendengaran yang
ditandai dengan dengan tingkat terjadi pada klien, juga
gangguan kriteria hasil: aktivitas dan membantu memperbaiki
pendengaran - V stimulasi fungsi pendengaran.
(tuli), tinitus. erbalisasi lingkungan
mendengar  Monitor isi - Agar klien
bisikan halusinasi lebih konsentrasi atau
meningkat (mis.kekerasa nyaman saat
n atau mendengarkan.
membahayaka
n diri) - Mengetahui
Terapeutik tingkat pendengaran
klien.
 Pertahankan
lingkungan
yang aman
 Lakukan
tindakan
keselamatan
ketika tidak
dapat
mengontrol
perilaku
(mis.limit
setting,
pembatasan
wilayah,penge
kangan
fisik,seklusi)
Edukasi

 Anjurkan

27
memonitor
sendiri situasi
terjadinya
halusinasi
 Anjurkan
bicara pada
orang yang
dipercaya
untuk
memberi
dukungan dan
umpan balik
korektif
terhadap
halusinasi
 Anjurkan
melakukan
distraksi
(mis.mendeng
arkan
music,melaku
kan aktivitas
dan teknik
relaksasi)
 Ajarkan
pasien dan
keluarga cara
mengontrol
halusinasi
Kolaborasi
Kolaborasi:
Kolaborasi
- Untuk
pemberian obat
meningkatkan status
antipsikotik dan
28
antiansietas, jika pendengaran klien.
perlu.
7 Gangguan citra Setelah Promosi Citra Rasional
tubuh dilakukan Tubuh - Klien dapat
berhubungan tindakan mengungkapkan
Observasi:
dengan perubahan keperawatan perasaannya sehingga
dalam ...x... jam  Identifikasi perawat mengetahui
penampilan diharapkan citra harapan citra bagaimana keadaan
sekunder akibat tubuh meningkat tubuh klien dan perawat dapat
gangguan respon dengan kriteria berdasarkan memberikan intervensi
penyesuaian otot, hasil: tahap selanjutnya pada klien.
ditandai dengan  Verbalisa perkembangan - Dukungan
klien merasa malu si  Identifikasi dari orang terdekat dan
karena bola perasaan perubahan citra keluarga dapat
matanya bergetar- negative tubuh yang membantu klien untuk
getar tanpa sadar, tentang mengakibatkan menerima perubahan
dan mengalami perubaha isolasi sosial fisiknya.
gangguan n tubuh  Monitor - Untuk saling
koordinasi otot menurun. frekuensi berbagi dengan orang-
(ataksia).  Verbalisa pernyataan kritik orang yang merasa
si terhadap diri senasib dan membuet
kekhawat sendiri klien merasa tidak
iran pada Edukasi sendiri.
reaksi - Kedisiplinan
 Jelaskan pada
orang klien dalam menjalankan
keluarga tentang
lain terapi membantu
perawatan
menurun keberhasilan klien untuk
perubahan citra
sembuh.
tubuh
 Anjurkan
menggunakan
alat bantu
(mis.wig,kosmet
ik)

29
 Anjurkan
mengikuti
kelompok
pendukung
 Latih fungsi
tubuh yang
dimiliki
Terapeutik:

 Diskusikan
perubahan
tubuh dan
fungsinya
 Diskusikan
perbedaan
penampilan
fisik terhadap
harga diri
 Diskusikan
cara
mengembang
kan harapan
citra tubuh
secara
realistis

8 Defisit Setelah Edukasi Kesehatan Mandiri


Pengetahuan dilakukan - Kurangnya paparan
Observasi:
berhubungan tindakan informasi dan
dengan keperawatan  Identifikasi pengetahuan biasanya
kurangnya ...x... jam kesiapan dan melandasi suatu
informasi tentang diharapkan kemampuan ketidakpatuhan
penyakit, ditandai tingkat menerima pengobatan dan
dengan klien pengetahuan informasi munculnya ansietas.

30
mengatakan tidak membaik  Identifikasi - Memberi kesempatan
mengerti tentang dengan kriteria faktor-faktor untuk memperbaiki
penyakitnya, hasil: yang dapat kesalahan persepsi klien
klien bertanya-  Perilaku meningkatkan mengenai penyakitnya
tanya tentang sesuai anjuran dan menurunkan dan menurunkan
penyakitnya. meningkat motivasi ansietas klien.
 Kemampuan perilaku perilaku
menjelaskan hidup bersih dan
pengetahuan sehat
suatu topik Terapeutik: - Memenuhi kebutuhan
 Pertanyaan informasi yang
 Sediaakan
tentang dibutuhkan klien.
materi dan
masalah yang Informasi akan
media
dihadapi menurunkan ansietas,
pendidikan
menurun meningkatkan
kesehatan
pengetahuan dan
 Jadwalkan
motivasi klien dalam
pendidikan
menjalankan terapi.
kesehatan
sesuai
kesepakatan
 Berikan
kesempatan
untuk
bertanya
Edukasi

 Jelaskan
faktor risiko
yang dapat
mempengaruh
i kesehatan
 Ajarkan - Untuk mengkaji
perilaku hidup pemahaman klien

31
bersih dan mengenai informasi
sehat yang telah diberikan.
 Ajarkan
strategi yang
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan
sehat

4. IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan

yang telah ditetapkan. Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan

pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling

ketergantungan/kolaborasi, dan rujukan/ketergantungan.

5. EVALUASI

32
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek atau hasil dari

tindakan keperawatan pada klien. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan

maka hasil yang diharapkan adalah sesuai dengan rencana tujuan

33
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Hidayat. 2007. Askep Vertigo. http://hidayat2blog.multiply.com/journal/item/98/askep-


vertigo. [Akses: 13 Januari 2010]

Patriani. 2008. Askep Vertigo. http://patty-patriani.wordpress.com/2008/06/27/neurologi/


[Akses: 13 Januari 2010]

Yuniasari, Andik. 2008. Vertigo. http://www.kalbefarma.com /2009/05/10/vertigo/ [Akses:


13 Januari 2010]

34

Anda mungkin juga menyukai