Anda di halaman 1dari 3

Naskah Drama : The Different

Di suatu sekolah, ada seorang yang sangat pandai, cerdas, ramah dan memiliki teman yang
sangat baik padanya, dia bernama Iman. Sayangnya kelebihan yang dia punya tidak luput dari
kekurangan pula, Di SMA ini dia selalu di bully oleh orang-orang yang berkuasa, mereka
merasa bahwa bullyan adalah hal yang pantas untuk orang miskin yang hanya beruntung
mendapatkan beasiswa di sekolah elit ini.

Ketika memasuki lorong sekolah, pagi itu sekolah masih sangat sepi.
Galih          : (menyelengkat Iman didepan pintu kelas) hahahaha
Iman          : (Iman terjatuh) Ouh.
Septy         : (menarik rambut) ups Iman, sorry. (sambil berjalan pergi).
Iman          : (menatap kartika dan Hendra)
Iman pun bangkit dan pergi ke kelas sambil merapikan rambut.
Iman          : (sambil merapikan rambutnya) kenapa sih aku selalu di giniin?
Iman berjalan ke kelasnya, menuju ke kursinya,  dan dia menundukkan kepalanya di meja.
Merenung sambil membaca buku. Tak disadarinya kalau temannya Tasya melihatnya ketika
dia berjalan menuju kelas tadi. Tasya menatapnya nanar.
Tasya          : “hei man, you look so sad, are you okay?”
Iman           : “yeah, I’m okay, kamu tidak usah khawatir.”
Tasya         : “Man, kita tuh udah temenan lama, dan aku tahu kamu lagi menyembunyikan
sesuatu kan?” (sambil mengusap bahu Iman lembut, dan menatap Iman)
Iman           : (menatap Tasya) “Aku nggak apa-apa, biasa Galih dkk mengganggu ku lagi”
Tasya        : (menghembuskan nafas lelah) “Dia lagi, mentang-mentang anak pemilik yayasan
dia jadi seenaknya aja, apa sih yang dia mau. Kurang kerjaan baanget ngurusin hidup orang”
Iman            : (mengangkat bahu) “udahlah nggak usah dipikirin”

Bel masuk jam pelajaran dimulai pun berbunyi.

(jam istirahat)

Tasya          : “ke kantin yuk”


Iman            : (sambil merapihkan buku-bukunya) “Ayo”
Setelah mereka berdua keluar kelas, tanpa mereka sadari Galih dkk datang kearah meja Iman
dan menaruh permen karet yang dia makan ke atas bangku yang diduduki oleh Iman dan
menyuruh semua teman-temannya melakukan hal yang sama, lalu mereka pergi begitu saja
saat salah satu temannya memberi tahu kalau Iman dan  Tasya menuju kelas.

Iman           : (duduk begitu saja)

(bel berbunyi tanda pelajaran selanjutnya akan dimulai)

Saat Iman ingin mengumpulkan PRnya, dia merasakan sesuata menempel di roknya, dengan
sedikit memaksa untuk bangun akhirnya dia bisa berdiri dari bangkunya dan kagetnya dia
bahwa di bagian belakangnya dipenuhi dengan permen karet yang menenpel diroknya.
Dengan terburu-buru dia meminta izin untuk menuju toilet.

(ditoilet)

Iman          : (sambil membersihkan roknya) “Kenapa sih mereka ganggu aku terus?”
Tasya     : (menghampiri Andrea di toilet) “Yaampun man, kok bisa kaya gini sih? Pasti ulah
Galih dkk lagi deh”
Iman          : “hus! Ga boleh nuduh sembarangan”
Tasya hanya menghembuskan nafas lelah sambil membantu membersihkan sisa permen karet
yang masih menempel dari rok Iman.

Bel pulang sekolah berbunyi Iman keluar dari kelasnya dan….


Iman         : (terjatuh) “auuwww.”
Galih        : “ups sorry ya, eh kok rok elu kotor sih? Sini gue bersihin.”
Dari arah belakang, kartika membawa air untuk menyiram Iman.
Septy-Galih-nina  : (tertawa bersama).
Nina             : “nah, kaya gini kan bersih, iya gak lih.”
Galih            : “hahahaha, iya bener sep, kenapa elu man, mau nangis, mau  ngomong apa
hah.”
Septy           : “hahahaha, udahlah lih, di apain juga gak akan ngeluarin suara tuh orang,
mending kita pulang.”
Galih           : “wah bener juga tuh, mangkanya jangan sombong mentang-mentang dapet
beasiswa, dasar orang miskin.” (mereka pergi begitu saja)

Mulut Iman seakan kaku, dia mau melawan, tetapi dia tidak bisa. Iman pun bangkit.

Tasya               : (lari menghampiri Iman) “Kamu kenapa bisa basah kaya begini? yaampun,
dasar devil Iman liat aja nanti kalo ketemu, aku bakal laporin ke guru BK” Tasya marah-
marah sambil membantu Iman
Iman                 : (menunduk dan menahan tangisnya) “Hiks, jangan, udah aku nggak apa-apa
kok”
Tasya               : “Apanya yang nggak apa-apa? Dia tuh udah keterlaluan banget sama kamu,
emangnya kamu punya salah apa sih sama dia? Nggak abis pikir deh, apa sih maunya dia?”
Iman                 : (memeras roknya yang basah) “Udahlah, yuk kita pulang aja”
Tasya               : “Tapi kamu basah kaya gini…”
Iman                 : “Nggak apa-apa, udah yuk, ntar keburu sore”

Tasya membantu Iman menuju parkiran sekolah untuk mengambil sepeda mereka.
Dia pulang dengan baju agak sedikit basah, tetapi Iman pulang tidak langsung ke rumah, dia
pergi ke suatu tempat, tempat yang tenang, tempat yang memberikan semua kenangan.
Iman               : (memandang sekitar). “uh tenangnya……….”
                           
Malamnya Iman keluar rumah untuk membeli makan. Saat di jalan dia bertemu dengan
Galihd dan Septy sedang dijegat oleh 3 orang yang terlihat seperti pereman di sebuah gang
sempit, dengan diam-diam Iman memperhatikan dan menguping pembicaraan mereka.
Yusuf               : (sambil mendorong galih embok) “Heh anak ingusan! Mana uang elu! kalo
mau lewat jalan ini harus bayar kekita”
Galih                : (ketakutan) “s..saya ng..nggak punya u..uang bang”
Elbi                  : (sambil mencengkram mulut/rahang galih) “Jangan banyak alesan elu!
Ambil dompetnya!”
Yusuf               : (meraba kantong celana dan mengambil dompet)
Galih                : (mencoba mengambil dopetnya) “Bang jangan bang, saya nggak punya uang
lagi”
Septy               : (meronta dari pegangan Aldi) “Lepasiiiiin!!”
Aldi                  : (mempererat pegangannya) “Diem! Atau gue bakal lukain wajah lo yang
mulus itu”
Yusuf               : “Wah.. wah.. wah.. banyak juga duit nih bocah, kita bisa pesta”
Iman  memutar otak untuk membantu mereka, dan dapatlah ide, dia mengeluarkan hpnya dan
menyetel suara sirine polisi.
Iman                 : “PAK POLOSI ITU ADA PEREMAN DI DALAM GANG ITU!”
Dengan segera pereman-pereman itu lari menjauh dan meninggalkan Galih dan Septy begitu
saja. Lalu Iman menghampiri Galih dan Septy.
Iman                 : “kalian nggak apa-apa?”
Galih-Septy-Nina         : (diam tanpa berbicara sepatah katapun)
Iman                 : (bingung) “eem… kalian nggak apa-apa kan? Kalo gitu aku pergi dulu”
Galih                : “makasih” (membuang muka)
Iman                 : (senyum) “iya, sama-sama” (lalu pergi)

Semenjak kejadian itu Galih dan Septy tidak pernah lagi mengganggu Iman, walaupun di
sekolah mereka menjauhi Iman tapi mereka sudah tidak membully Iman lagi tapi Iman tetap
ramah kepada Galih dan Septy.

Anda mungkin juga menyukai