Anda di halaman 1dari 28

1.

Sejarah Perkembangan Kamera


Kamera Obscura

Kamera obscura adalah kamera pertama dalam sejarah


fotografi. Obscura berasal dari bahasa Latin yang artinya “ruang gelap”. Kamera
ini berbentuk seperti sebuah kotak dengan ruang gelap atau kedap cahaya di
dalamnya. Kamera obscura dapat memantulkan cahaya melalui dua buah lensa
konveks, yang kemudian menempatkan gambar pada film/kertas di titik fokus
pada lensa kamera. Catatan tertua yang membahas tentang prinsip ini adalah
deskripsi yang dikemukakan oleh filsuf Han Cina Mozi (470 hingga 391 SM).
Mozi menegaskan bahwa gambar kamera obscura terbalik karena cahaya
bergerak dalam garis lurus dari sumbernya.

Pada abad ke-11 fisikawan Arab, Ibnu Al-Haytham (Alhazen) menulis buku-
buku yang sangat berpengaruh tentang optik, termasuk eksperimen dengan
cahaya melalui lubang kecil di ruangan yang gelap. Hal itu menjadi titik awal
penemuaan teknologi kamera.

Gambar Seorang seniman menggunakan kamera obscura abad ke-18 untuk melacak gambar –
Sumber : Wikipedia

Joseph Nicéphore Niépce adalah orang pertama yang menghasilkan foto


menggunakan kamera pada tahun 1816. Ia menghasilkan foto pertamanya
menggunakan kamera yang sangat kecil buatanya sendiri dan dengan
menggunakan selembar kertas dilapisi dengan perak klorida. Meskipun saat itu ia
belum dapat menghasilkan foto yang permanen, kemudian pada pertengahan
1820-an, Niépce bereksperimen lagi menggunakan kamera obscura yang terfokus
pada pelat timah 16,2 cm x 20,2 cm (6,4 in × 8,0) yang dilapisi tipis dengan aspal
judea, yaitu aspal yang terbentuk secara alami yang peka akan cahaya.

Kamera obscura yang tidak praktis mengalami perkembangan. Pada tahun


1660-an, ilmuwan asal Inggris Robert Boyle dan asistennya Robert Hook
menemukan kamera portable obscura. Kamera ini merupakan bentuk modifikasi
kamera obscura sehingga bentuknya lebih ringkas.

Kamera Obscure Portable – Sumber : Wikipedia

Namun, kamera pertama yang sangat praktis untuk digunakan dalam bidang
fotografi ditemukan oleh Johann Zahn, pada tahun 1685. Prinsip kamera model
Zahn ini menggunakan slide tambahan sebagai alat untuk memfokuskan objek.
Sistem Zahn tersebut mampu memberikan tambahan plat sensitif di depan lensa
kamera sebelum melakukan pengambilan gambar.

Daguerreotypes dan calotypes

Setelah kematian Niépce pada tahun 1833, rekannya Louis Daguerre terus
bereksperimen. Pada tahun 1837 Daguerre menciptakan proses fotografi praktis
pertama, yang ia beri nama daguerreotype dan dipublikasikan pada tahun 1839.
Daguerre menggunakan lembaran tembaga berlapis perak dengan uap yodium
untuk memberikan lapisan iodida perak peka cahaya. Setelah terpapar di kamera,
gambar dikembangkan oleh uap merkuri dan diperbaiki dengan larutan natrium
klorida.

Kamera Daguerreotype dibuat oleh Maison Susse Freres pada tahun 1839, dengan lensa oleh
Charles Chevalier – Sumber :  Wikipedia
Henry Fox Talbot menyempurnakan proses yang berbeda yaitu calotype pada
tahun 1840 dan di komersilkan. Ia mengembangkan kamera yang sangat
sederhana yang terdiri dari dua kotak bersarang. Kotak belakang memiliki layar
kaca tanah yang bisa dilepas dan bisa masuk dan keluar untuk menyesuaikan
fokus. Setelah pemfokusan, kaca tanah diganti dengan pegangan yang kedap
cahaya yang berisi pelat atau kertas peka dan lensa tertutup. Kemudian fotografer
membuka cover pada holder, membuka tutup lensa, dan menghitung menit
sebanyak yang di inginkan yang disesuaikan dengan kondisi pencahayaan
sebelum mengganti tutup dan menutup dudukannya. Meskipun kesederhanaan
mekanis ini, lensa achromatic berkualitas tinggi telah menjadi standar.

Kamera Calotype C 1850 – Sumber : Wikipedia

Dry Plates Collodion

Plat kering collodion mulai digunakan orang semenjak tahun 1857, kamera
yang satu ini merupakan buah karya dari Desire van Monckhoven. Empat belas
tahun kemudian, kamera pelat kering ini dimodifikasi oleh Richard Leach
Maddox yang berhasil menciptakan pelat basah yang kualitas dan kecepatan
pengambilan gambarnya lebih baik.

Kamera studio abad ke-19 – Sumber :  Wikipedia

Perjalanan kamera Colliidion terus berlangsung hingga pada tahun 1878


ditemukan emulsi gelatin yang mampu meningkatkan sensitivitas kamera,
sehingga kamera bisa mengambil gambar secara spontan.

Pada tahap inilah untuk pertama kalinya, kamera bisa dibuat cukup kecil
untuk dipegang tangan, atau bahkan tersembunyi. Ada proliferasi dari berbagai
desain, dari refleks tunggal dan lensa ganda untuk kamera besar dan kamera
genggam.

Kodak dan kelahiran film

Penggunaan film pada fotografi dipelopori oleh George Eastman , yang


mulai memproduksi kertas film pada tahun 1885 sebelum beralih ke seluloid pada
tahun 1888-1889. Kamera pertamanya, yang ia sebut ” Kodak ,” pertama kali
ditawarkan untuk dijual pada tahun 1888.Kodak adalah kamera kotak yang sangat
sederhana dengan lensa fixed-focus dan kecepatan rana tunggal, yang harganya
relatif lebih murah dari kamera-kamera sebelumnya sehingga menarik konsumen
pada saat itu. Kodak datang dengan pre-loaded film yang cukup untuk 100
eksposur dan harus dikirim kembali ke pabrik untuk processing dan
reloading ketika roll film habis digunakan. Pada akhir abad ke-19 Eastman telah
mengembangkan ke beberapa model termasuk kotak dan kamera lipat.

Kotak kamera Brownie, sekitar tahun 1910 – Sumber :  Wikipedia

Pada tahun 1900, Eastman mengambil langkah lebih maju di pasar fotografi
dengan produknya yang ia beri nama Brownie, kamera kotak sederhana dan
sangat murah yang memperkenalkan konsep snapshoot pertama kali. Brownie
sangat populer dan berbagai model tetap dijual sampai 1960-an.

Meskipun ada kemajuan dalam fotografi berbiaya rendah yang dipelopori


oleh Eastman, tetapi kamera yang menggunakan plat masih menawarkan cetakan
berkualitas lebih tinggi dan tetap populer hingga abad ke-20.

Seperti kamera Schmidt , astrograf yang paling profesional terus


menggunakan pelat sampai akhir abad ke-20 ketika fotografi elektronik
menggantikannya.

35 mm

Sejumlah produsen mulai menggunakan film 35mm antara 1905 dan 1913.
Kamera 35mm pertama yang tersedia untuk umum, dan mencapai angka
penjualan paling signifikan adalah Tourist Multiple pada tahun 1913, dan
Simplex pada tahun 1914.
Kamera Leica I 35 mm, 1925 – Sumber : Wikipedia

Oskar Barnack , yang bertanggung jawab atas penelitian dan pengembangan


di Leitz , memutuskan untuk melakukan uji coba menggunakan film 35 mm
ketika mencoba untuk membuat compact camera yang mampu menghasilkan
pembesaran foto berkualitas tinggi. Dia membangun prototipe kamera 35 mm
(Ur-Leica) sekitar tahun 1913, meskipun pengembangan lebih lanjut tertunda
selama beberapa tahun oleh Perang Dunia I. Setelah Perang Dunia I, Leitz
mencoba memasarkan kamera 35mm pertama mereka antara 1923 dan 1924,
mereka mendapat respon yang cukup positif dari masyarakat sehingga kemudian
memproduksi kamera 35mm tersebut sebagai Leica I (untuk Lei tz ca mera) pada
tahun 1925. Popularitas Leica langsung melahirkan sejumlah pesaing, terutama
Contax (diperkenalkan pada 1932).

Kodak memasarkan Retina I pada tahun 1934, yang memperkenalkan kartrid


135 yang digunakan di semua kamera modern 35 mm. Meskipun Retina relatif
murah, kamera 35 mm masih jauh dari jangkauan kebanyakan orang dan roll film
tetap format pilihan untuk kamera yang dijual secara umum. Hal ini berubah pada
tahun 1936 dengan diperkenalkannya Argus A yang murah pada tahun 1939 dan
disusul dengan kedatangan Argus C3 yang sangat populer. Meskipun kamera
termurah masih menggunakan roll film, film 35 mm telah mendominasi pasar
pada saat C3 dihentikan pada tahun 1966.

Industri kamera Jepang yang mulai bermunculan pada tahun 1936 dengan
Canon 35 mm, versi yang lebih baik dari prototipe Kwanon 1933. Kamera Jepang
mulai menjadi populer di Barat setelah veteran Perang Korea dan tentara yang
ditempatkan di Jepang membawa mereka kembali ke Amerika Serikat.

TLR dan SLR

Kamera refleks praktis pertama adalah Frankle & Heidecke Rolleiflex TLR
medium-format tahun 1928. Meskipun kedua kamera refleks single-lens dan
twin-lens telah tersedia selama beberapa dekade, kamera itu terlalu besar untuk
mencapai popularitas. Rolleiflex-lah yang mencapai popularitas yang luas
sehingga desain format medium TLR menjadi populer untuk kamera high-end
dan low-end.
Kamera bersejarah: Contax S 1949 – pentaprism SLR pertama – Sumber : Wikipedia

Revolusi serupa dalam desain SLR dimulai pada 1933 dengan pengenalan
Ihagee Exakta , SLR compact yang menggunakan 127 roll film. Hal ini diikuti
tiga tahun kemudian oleh SLR Barat pertama yang menggunakan 135 film , Kine
Exakta (SLR 35 mm pertama di dunia adalah kamera “Sport” Soviet , dipasarkan
beberapa bulan sebelum Kine Exakta, meskipun “Sport” menggunakan kartrid
filmnya sendiri). Desain SLR 35mm mendapatkan popularitas langsung dan ada
ledakan model baru dan fitur inovatif setelah Perang Dunia II. Ada juga beberapa
TLR 35 mm, yang paling terkenal di antaranya adalah Contaflex tahun 1935.

Inovasi yang ada pada SLR adalah eye-level viewfinder, yang pertama kali
muncul di Hungarian Duflex pada tahun 1947 dan disempurnakan pada tahun
1948 dengan Contax S, kamera pertama yang menggunakan pentaprism .
Sebelum ini, semua SLR menggunakan waist-levelfocus. Duflex juga merupakan
SLR pertama dengan instant-return mirror, yang mencegah viewfinder menjadi
gelap oleh exposure. Pada periode yang sama munculah 1600F Hasselblad , yang
menetapkan standar untuk SLR medium-format selama beberapa dekade.

Pada tahun 1952, Asahi Optical Company (yang kemudian dikenal dengan
kamera Pentax-nya) memperkenalkan SLR Jepang pertama menggunakan 135
film, Asahiflex. Beberapa produsen kamera Jepang lainnya juga memasuki pasar
SLR pada 1950-an, termasuk Canon, Yashica , dan Nikon. Masuknya Nikon,
yaitu Nikon F, memiliki komponen dan asesoris yang dapat diganti yang menjadi
sistem kamera jepang pertama. Nikon F dan seri S, yang membantu membangun
reputasi Nikon sebagai produsen kamera berkualitas profesional.

Kamera Instan

Model Polaroid J66, 1961 – Sumber :  Wikipedia


Sementara kamera konvensional menjadi lebih canggih, jenis kamera yang
sama sekali baru muncul di pasaran pada tahun 1948. Ini adalah Polaroid Model
95, kamera instant-picture pertama di dunia. Dikenal sebagai Kamera Land
setelah penemuanya oleh Edwin Land. Model 95 menggunakan proses kimia
yang dipatenkan untuk menghasilkan cetakan positif yang telah selesai dari
negatif yang terekspos dalam waktu kurang dari satu menit. Kamera Land cukup
diminati meski harganya relatif tinggi dan jajaran Polaroid telah meluas menjadi
lusinan model pada 1960-an. Kamera Polaroid pertama yang ditujukan untuk
pasar populer, Model 20 Swinger of 1965, sukses besar dan tetap menjadi salah
satu kamera terlaris sepanjang masa.

Otomatisasi

Kamera pertama yang mengusung eksposure otomatis yang dilengkapi


dengan selenium light-meter adalah Super Kodak Six-20 pack di Tahun 1938,
tetapi harganya sangat tinggi sekitar $ 225 saat itu ( setara $ 3912 untuk saat ini ).
Pada tahun 1960-an, komponen elektronik berbiaya rendah merupakan hal yang
biasa dan kamera yang dilengkapi dengan pengukur cahaya dan sistem exposure
otomatis menjadi semakin meluas.

MEC-16 SB 16mm subminiature camera – Sumber : Wikipedia

Kemajuan teknologi berikutnya datang pada tahun 1960, ketika Mec 16


SB subminiature Jerman menjadi kamera pertama yang menempatkan pengukur
cahaya di belakang lensa untuk pengukuran yang lebih akurat. Namun,
pengukuran melalui lensa pada akhirnya menjadi fitur yang lebih umum
ditemukan pada SLR dibandingkan jenis kamera lainnya. SLR pertama yang
dilengkapi dengan sistem TTL adalah Topcon RE Super tahun 1962.

Kamera Analog

Sejarah kamera fotografi selanjutnya sampai pada tahun 1981 saat


dimulainya pembuatan kamera analog, yang teknik pengambilan gambarnya
masih bisa menggunakan film seluloid (klise/film negatif). Yang pertama kali
membuat kamera analog ini adalah Sony Mavica.
Kamera Sony Mavica – Sumber :  Wikipedia

Pada Olimpiade 1984, pertama kalinya kamera analog yang diproduksi


Canon digunakan untuk memotret Yomiuri Shinbun yang hasilnya kemudian
dimuat di surat kabar Jepang.

Namun seiring perjalanannya, kamera analog kurang mendapat antusias


masyarakat karena biaya penggunaannya yang sangat mahal, serta kualitas
gambar yang kurang baik jika dibandingkan dengan kamera lain. Aplikasi kamera
analog saat ini banyak dipakai untuk kamera CCTV.

Kamera Digital

Kamera digital pertama kali dikembangkan oleh Fuji pada tahun 1988, yang
menggunakan kartu memori 16 MB untuk menyimpan data foto yang diambil.

Selanjutnya kamera digital mulai dikenalkan pada masyarakat luas semenjak


tahun 1989 oleh Fuji. Pada tahun 1991, dimulailah pemasaran kamera digital
Kodak DCS-100 yang beresolusi 1,3 megapiksel dan ditawarkan dengan harga
US$ 13.000.

Kamera Kodak DCS 100 – Sumber : Wikipedia

Format foto kamera digital mulai beralih menjadi JPEG dan MPEG yang
tidak memakan banyak tempat pada penyimpanan data. Pada tahun 1995, kamera
digital dengan kristal cair di bagian belakang lensa mulai dikembangkan oleh
Hiroyuki Suetaka dengan nama kamera Casio QV-10.
Minolta RD-175 – Sumber :  Wikipedia

Pada tahun 1995 Minolta memperkenalkan RD-175, yang didasarkan pada


Minolta 500si, SLR dengan splitter dan tiga CCD independen. Kombinasi ini
menghasilkan 1,75 juta piksel.

Nikon D1 – Sumber :  Wikipedia

Pada tahun 1999 munculah NIkon D1, kamera 2,74 megapiksel yang


merupakan SLR Digital pertama. Dimana Nikon berhasil menekan biaya
produksi hingga US$ 6.000 untuk memproduksi Nikon D1. Kamera ini juga
menggunakan lensa Nikon F-mount, yang berarti fotografer film dapat
menggunakan banyak lensa yang sama yang sudah mereka miliki.

Sensor CMOS Canon – Sumber : digitalcamera.co.id

1. Sejarah Perkembangan Kamera Hp


Prototipe Ponsel Kamera yang pertama kali tercatat pada tahun 1993 oleh
Daniel A. Henderson yang merupakan seorang seniman sekaligus penemu. Ponsel
tersebut masih tersimpan di  The Smithsonian National Museum of American
History hingga sekarang. Pada sumber informasi tidak tahu berapa mp (mega
pixel) kamera tersebut, hanya saja ponsel tersebut memiliki kemampuan
mengambil gambar foto danvideo.

1. Kamera 0,1 mp (1997)


Setelah penemuan Daniel tersebut, pada
tahun1997 ada seorang pengusaha dan penemu
teknologi yaitu Philippe Khan dari Jepang
yang mengintegrasikan kamera dengan sebuah
hpdan menggabungkannya dengan
s o f t w a r e b u
g a m b a r
berkolaborasi dengan Sharp dan diaplikasikan di kamera  HP komersial pertama
yaitu J-SH04 atau J-Phone dengan kamera beresolusi 110.000 piksel (0,1 mp),
dengan sensor CMOS pada layar LCD 256 warna.
2. VGA (0,3 mp) (2002)
K a m e r a V G A p
307.200 K (0,3 mp). Pada tahun 2002 vendor
HP terkenal dunia yaitu Nokia meluncurkan HP
berkamera VGA pertama yaitu Nokia 7650
tetapi masih belum mampu merekam video.

2. VGA (1,3 mp)


Setelah dilakukan perkembangan, akhirnya
a d a kemajuan dari VGA 0,3 mp menjadi VGA
HP dengan kamera VGA 1,3 mp pertama diluncurkan
pada oktober 2003 oleh Samsung yaitu pada HP
samsung SCH-V420 yang berdesain flip (lipat)
yang banyak disukai pada saat itu.

  4. Kamera 2 mp

Pada tahun 2005 dunia teknologi HP dikejutkan


dengan peluncuran HP oleh vendor sony ericson yaitu
S750 yang merupakan HP pertama  yang memiliki
autofokus dengan resolusi 2 mp.
5. Kamera 3,2 mp 

Kamera 3,2 mp ini muncul pada Bulan Juli 2006


yaitu Sony Ericson K800 yang dibekali Xenon Flash.

6. Kamera 3,2 mp plus Kamera video pertama


Pada tahun yang sama yaitu tahun 2006, Nokia
mengeluarkan seri N93 yang sudah dibekali 3x
Optical Zoom yang juga dilengkapi lensa Carl
Zeiss.

7. Kamera 5 mp
Ditengah persaingan, Pada Tahun 2007 Nokia
meluncurkan Nokia N95 beresolusi 5 mp dan
Nokia N82 beresolusi 5 mp plus Xenon Flash.
 
8. Kamera 8 mp

Pada tahun 2009 Nokia N86 diusung dengan


resolusi yang mantab dan banyak peminatnya
untuk standart foto dengan harga terjangkau
yaitu 8 mp.

9. Kamera 12 mp

Pada tahun yang sama, Samsung kembali


mengejutkan pasar dengan menghadirkan kamera
HP pertama yang beresolusi 12MP dengan lensa
sudut lebar 28mm dan Xenon Flash yaitu Samsung
M8910 Pixon12.

10. Kamera 12 mp plus video resolusi HD

Dari sekian banyak HP yang dihadirkan pada


tahun 2010, Nokia N8 diluncurkan dengan
sensor kamera yang lebih besar yaitu 1/1.83
inch dengan resolusi tinggu yaitu 12 mp dengan
lensa Carl Zeiss autofokus serta mampu
merekam video resolusi HD (720p@30fps).

11. Kamera 13 mp
Pada tahun 2012 Sony menjajal untuk menandingi Nokia N8 dengan
meluncurkan HP berbekal kamera beresolusi 13 mp dengan autofokus dan LED
Flash. Meskipun kamera HP tersebut mengalami sedikit kenaikan tetapi jangan
sangka, HP tersebut dibekali fitur yang sangat lengkap,
12. Kamera 16,3 mp
Yang mengejutkan adalah gebrakan Samsung
lewat Samsung
Galaxy Camera
GC100.
Perkawinan
smartphone android
dan kamera digital
ini tampil sebagai
kamera saku digital
yang dilengkapi
kamera berkualitas sangat bagus yaitu kamera
beresolusi 16.3 MP, autofocus,21 x optical zoom. pop-
up Xenon flash. AF light, dan mampu merekam video
Full HD 1080p@30fps.

13. Kamera 41 mp
Pada tahun yang sama, ketika di pasaran dibanjiri oleh HP
berkamera 8 mp, Nokia kembali menghentak pasar lewat
Nokia PureView dengan kamera dengan resolusi yang
melonjak sangat tinggi yaitu kamera beresolusi 41 mp
(efektif 38 mp).

3.Seajarah Perkembangan Fotografi

Fotografi ialah lukisan dengan bantuan cahaya. Tanpa cahaya seni foto ini
tidak akan berfungsi. Kata fotografi mulai muncul pada abad ke 17 sekitar tahun
1839.

Pada abad ke 5 sebelum masehi, seorang pria bernama Mo Ti mengamati


suatu gejala yang apabila dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil
(pinhole), maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di
luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi.
Mo Ti menyebutnya fenomen obscura. Pernyataan Mo Ti ini telah dimuat
dalam buku yang berjudul The History of Photography karya Alma Davenport,
terbitan University of New Mexico Press tahun 1991.

Kamera mulai diperkenalkan ke publik sekitar abad ke 17 namun para


pelukis mengalami kendala yaitu tidak bisanya mereka gambar potrait (secara
vertikal).

Kemudian, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-


Nicephore Niepce (1765-1833). Setelah delapan jam meng-exposed
pemandangan dari jendela kamarnya melalui proses yang
disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas plat logam
yang dilapisi aspal. Berhasil melahirkan sebuah gambar yang agak kabur dan
berhasil pula mempertahankan gambar secara  permanent.

Kemudian seorang tersebut menggunakan kamera obscura berlensa yang


kemudian disebut heligarvure. Dan 2 tahun setelahnya yaitu pada tahun 1826
yang akhirnya menjadi sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang
dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.

Merasa kurang puas, tahun 1827 Niepce mendatangi desainer panggung


opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) untuk
mengajaknya berkolaborasi. Dan jauh sebelum eksperimen Niepce dan Daguerre
berhasil, mereka pernah meramalkan bahwa: “fotografi akan menjadi seni
termuda yang dilahirkan zaman.”

Namun sayangnya, hasil mereka sempat dihentiikan sementara karena


Niepce meninggal dunia. Kemudian 9 tahun setelahnya yaitu 19 Agustus 1839
Daguerre berhasil membuat foto yang sebenarnya.

Gambarnya ini terbuat dari lembaran plat tembaga perak dan dilapisi dengan
larutan iodin kemudian disinari selama satu setengah jam melalui pemanasan
mercuri (neon). Proses ini dikenal dengan sitilah  daguerreotype. Untuk
mendapatkan cetakan gamabr maka plat dicuci di larutan garam dan air suling.

Foto pertama dibuat pada tahun 1826 selama 8 jam. Louis Jacques mande
Daquerre merupakan bapak fotografi dunia (1837). Kamera obcura merupakan
kamera yang pertama kali yang dipakai untuk menggambar kemudian memotret.

Kemudian di tahun 1900 seorang juru lukis telah menciptakan kamera


Mammoth. Kamera ini amat besar ukurannya beratnya 1,400 pound. Lensa
seberat 500 pound. Untuk memindahkannya membutuhkan tenaga manusia
sebanyak 15-17 orang!

Kamera ini menggunakan film sebesar 4 ½ x 8 kaki dengan bahan kimia


sebanyak 10 galon air  digunakan ketika memprosesnya.

Kamera Kodak (Eastmant Kodak) pertama kali ditemukan oleh Snapshooter


1888 di Amerika. Konstribusi fotografi ke dunia film pertama kali di pelopori
oleh Eadward Muybridge. Flash atau lampu kilat pertama kali ditemukan oleh
Harold E. Edgerton pada tahun 1938.

Memotret benda-benda mati disebut dengan istilah still life.


Penemu negative film John Hendri Fox Talbot dari Inggris. Negative film tersebut
di buat selama 40 detik dibawah terik matahari.

Dan pada tahun 1950 mulai digunakan prisma untuk memudahkan


pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR), dan pada tahun yang sama
Jepang mulai memasuki dunia fotografi dengan produksi kamera NIKON.

Tahun 1972 mulai dipasarkan kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin
Land. Kamera polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses
pengembangan dan pencetakan film.

Kemajuan teknologi  memberikan andil yang sangat signifikan dalam


kemajuan kamera. Yang mana dahulu kamera sebesar tenda  mesti diangkat 15-
17 orang. Namun sekarang hanya sebesar koin yang mampu membuat foto
menjadi sangat tajam dan berkualitas.

3. Cara Mencetak Foto dari Film

Untuk mencuci dan mencetak film/kertas foto, ada beberapa hal yang harus
disediakan, yaitu:
1.Dark room / kamar gelap (ruang kedap cahaya)
2.Lampu pengaman/safelight (merah/hijau)
3.Enlarger yaitu alat pencetak/pembesar foto
4.Timeratau pengatur waktu
5.Bahan kimia/obat foto: Larutan Pengembang (Developer), Penyetop (Stop
Bath) dan penetap (Fixer)
6.Nampan plastik 4 buah untuk penampung larutan saat proses cuci
7.Pinset untuk menjepit kertas foto. Bisa juga memakai tangan, tapi sangat tidak
dianjurkan

Proses cuci film/kertas foto:


- Bahan kimia/obat foto yang digunakan: Developer (Minigrain, Micro MF,
Borax,dll), Stop Bath (larutan asam cuka 28, yaitu cuka dapur ditambah air
dengan perbandingan 1:8), Fixer (Fuji Fix, Acifix, dll). Atau langsung membeli
paket obat tersebut di lab. foto
- Siapkan kertas foto/film

Tahap pencucian:
- Siapkan Developer, Stop Bath dan Fixer pada nampan yang berbeda
- Masukkan kertas foto ke larutan developer. Goyang-goyangkan kertas foto
dengan menggunakan pinset selama beberapa menit, hingga imaji terlihat
- Ambil kertas foto tersebut, keringkan, lalu pindahkan ke larutan Stop Bath
- Goyang-goyangkan kembali kertas foto tersebut (dalam larutan).
- Ambil kembali kertas foto,cuci dengan air, kemudian masukkan ke larutan Fixer
agar imaji yang tercetak bisa menetap.
- Bilas kertas foto tersebut (negatif) dengan air hingga bersih
- Keringkan kertas foto

Proses cetak:
- Siapkan kertas foto yang telah dicuci dan kertas foto yang belum tercahayai
(akan dicetak)
- Siapkan Developer, Stop Bath dan Fixer pada baki yang berbeda
- Siapkan kaca bening ukuran 20x20

Tahapan cetak:
- Ambil kertas foto yang telah tercahayai (negatif) dan kertas foto kosong.
- Ambil kaca bening, letakkan kedua kertas foto pada sisi yang berhadapan.
- Hadapkan sisi negatif yang telah tercahayai dengan emulsi pada kertas foto
kosong
- Letakkan pada enlarger, lalu sinari negatif dengan enlarger selama beberapa
detik (lakukan tes print agar didapat hasil yang sesuai dengan yang diinginkan).
- Masukkan kertas foto kosong ke larutan developer. Goyang-goyangkan kertas
foto dengan menggunakan pinset selama beberapa menit, hingga imaji terlihat
- Ambil kertas foto tersebut dengan menggunakan pinset, keringkan, lalu
pindahkan ke larutan Stop Bath. Goyang-goyangkan kembali kertas foto tersebut.
- Ambil kembali kertas foto, kemudian masukkan ke larutan Fixer agar imaji
yang tercetak bisa menetap.
- Bilas kertas foto tersebut (positif) dengan air hingga bersih
- Keringkan kertas foto

Tambahan bwt proses cuci negatif dan cetak:

- Gunakan dua penjepit, yang satu untuk dipakai di developer dan stop bath, yang
satunya digunakan untuk mengambil foto dari stop bath ke fixer, atau yang lebih
baik gunakan satu penjepit untuk dipakai di developer dan stop bath dan untuk
menjatuhkan foto dari stop bath ke fixer, dan penjepit satunya hanya dipakai di
fixer.
- Jika hasil foto yang di-develop sudah dimasukkan ke dalam stop bath(ingat!
Stop bath, bukan fixer) dirasa belum mantap, dapat dikembalikan ke developer
lagi agar proses yang terhenti berlanjut, setelah dirasa mantap, baru dimasukkan
ke stop bath, lalu fixer.
- Setelah dimasukkan ke developer, sebenarnya bisa langsung dimasukkan ke
dalam fixer, tapi jangan sampai penjepit yang dipakai di developer tercelup ke
dalam fixer.
- Pokoknya jangan sampai setetespun cairan fixer tanpa sengaja langsung
tercampur ke dalam developer.

Di jaman digital sekarang, proses kamar gelap dapat dipangkas sampai proses
cuci saja. Selanjutnya:

- Keringkan negatif
- Scan negatif yang telah kering dengan scanner anda atau scanner siapa saja
(color mode sebaiknya RGB color saja dulu, jangan grayscale)
- Invert hasil scan dengan program pengolah gambar yang ada di komputer.
- Atur levels hingga memperoleh tone yang diinginkan
- Ubah color mode ke CMYK jika ingin di-print dengan printer laser(printer laser
semacam Canon Image Runner atau printer laser lain yang sebesar mesin
fotokopi), atau tetap RGB jika ingin dicetak di lab foto. Cetak dengan printer
rumahan tidak terlalu berpengaruh jika anda menggunakan RGB atau CMYK.

4. Stelan Kamera dalam Ruang :

a. Gelap

1. Gunakan ISO tinggi - Saat memotret di kondisi cahaya gelap dan dengan
kamera dalam genggaman, sebaiknya mengunakan ISO tinggi sekitar ISO
800-6400 (tergantung tingkat cahaya yang ada).
ISO tinggi akan membuat kualitas foto menjadi kurang baik, tapi jika
kondisi cahaya sangat gelap dan kita tidak memiliki alat bantu seperti tripod
atau flash, maka satu-satunya cara supaya foto tidak gelap/tidak tajam adalah
mengunakan ISO tinggi.

2. Mode Aperture Priority (A atau Av) - Mode kamera yang saya andalkan
adalah mode A / Av. Mode ini cukup handal untuk berbagai kondisi,
termasuk kondisi cahaya gelap.
Jika Anda cukup berpengalaman, mode Manual (M) juga cukup bagus.
Mode A ini cukup praktis. Saat memotret di kondisi cahaya gelap, putar nilai
bukaan ke angka yang kecil misalnya f/3.5 atau lebih kecil lagi.
Semakin kecil angkanya, semakin besar bukaan lensanya. Nilai bukaan
ini tergantung lensa yang terpasang. Ada lensa yang bisa membuka sampai
f/1.4 tapi kebanyakan lensa zoom maksimal bukaannya sekitar f/3.5, f/4 atau
f/5.6.
Bukaan ibaratnya adalah jendela dalam ruangan. Semakin besar
jendelanya, semakin terang ruangannya. Saat kondisi cahaya gelap,
dibutuhkan bukaan yang besar.
3. Pakai lensa berbukaan besar - Menyambung dari tips di atas, lensa bukaan
besar menguntungkan di kondisi cahaya gelap. Dengan lensa berbukaan
besar, seperti 35mm f/1.8 atau 50mm f/1.8, kita dapat memasukkan banyak
cahaya ke dalam kamera.
Saat menggunakan bukaan yang sangat besar, ISO tidak perlu terlalu
tinggi, ISO 400-1600 biasanya sudah cukup. Efek lain dari bukaan besar yaitu
latar belakang yang tidak fokus akan terlihat blur, sementara subjek yang
difokus akan tajam. Ideal untuk portrait orang/model.

4. Continuous drive - Memotret berturut-turut dapat membantu dalam kondisi


cahaya gelap. Tujuannya adalah untuk mendapatkan satu foto yang tajam.
Cara mengaktifkan foto berturut-turut adalah di menu drive mode.
Pilih simbol kotak-kotak berlapis, lalu saat mengambil foto. Tahanlah
tombol shutter/jepret dan kamera akan mengambil foto berturut-turut. Pilihlah
foto yang terbaik dari beberapa foto yang telah dibuat.

5. Perhatikan arah cahaya yang jatuh ke subjek foto - Amati jatuhnya cahaya
ke subjek. Misalnya saat memotret orang, amati apakah cahaya yang jatuh ke
wajah cukup merata? atau wajahnya tertutup bayangan?
Jika memungkinkan, komunikasikan kepada subjek tersebut untuk
menoleh ke arah cahaya.

6. Tunggu momen yang tepat - Jika subjek tidak bisa diatur, maka tunggulah
saat yang tepat untuk memotret. Saat fashion show misalnya, ada waktu 1-2
detik saat subjek berpose dan diam. Saat itu adalah saat yang tepat untuk
memotret.

7. Mantapkan genggaman - Saat memotret di kondisi cahaya yang sangat


gelap, biasanya shutter speed menjadi cukup lambat. Saat tersebut, kita harus
mantapkan genggaman kamera dan latihan pernafasan yang baik.
Tahan nafas dan hembuskan nafas perlahan saat menekan tombol shutter
dengan lembut. Mantapkan posisi tubuh dan jangan sampai kamera bergetar
saat kita menekan tombol shutter.

8. Efek gerakan - Kita bisa membuat efek orang yang bergerak dengan
memasukkan elemen motion blur. Caranya yaitu mengunakan shutter speed
yang agak lambat kemudian sedikit panning (menggerakkan kamera)
sehingga subjek foto dan latar belakang sedikit blur. Efek gerakan ini kadang
berhasil, kadang gagal karena terlalu blur/goyang.

9. Gunakan tripod - Tripod ideal untuk pemotretan subjek yang tidak


bergerak di malam hari, contohnya seperti foto pemandangan alam, kota,
langit atau di dalam ruangan. Dengan mengunakan tripod, kita tidak kuatir
shutter speed lambat menyebabkan foto blur.
Kita juga bisa mengunakan ISO terkecil (100/200) untuk mendapatkan
hasil foto dengan kualitas yang maksimal. Tripod tidak akan membantu saat
memotret subjek yang bergerak misalnya foto manusia atau satwa.

10. Gunakan flash/lampu kilat - Jika cahaya yang menyinari subjek tidak
bagus (gelap, merata, warnanya tidak cocok). Maka solusinya adalah dengan
mengunakan flash. Di kamera DSLR biasanya sudah ada lampu kilat yang
terpasang (Built-in flash).
Flash ini bisa membantu menerangi subjek, tetapi biasanya hasilnya
keras dan menghilangkan dimensi subjek. Saya menyarankan mengunakan
flash eksternal (speedlight). Jika memotret di dalam ruangan, arahkan flash ke
atas langit-langit sehingga dapat cahaya akan dipantulkan kembali ke subjek.

b. Terbuka mendung

Cara memotret dalam kondisi cuaca mendung yang baik adalah sebisa
mungking jangan memotret ke arah langit dan hindari memotret yang akan
menghasilkan foto  berlatar belakang (background) langit. Cobalah foto dengan
mengkondisikan kamera anda ke arah bawah, jangan sampai langit terlihat di
dalam foto yang anda hasilkan. Selain itu jika kondisi cuaca cenderung mendung
gunakan ISO 250-400.

5. Tata Cara Memegang Kamera


Pastikan strap (gantungan) kamera tergantung dileher, ini untuk
meminimalisir jika kamera lepas agar tidak jatuh.

1.       Sikut Menekan Tubuh

Tangan kiri memegang kamera ,sambil jari-jari memegang grip zoom lensa.
Tangan kanan memegang bagian shutter kamera, disini tangan kanan berfungsi
untuk mengatur setting kamera. Kedua siku menekan tubuh, posisi ini berfungsi
agar kamera tidak banyak goyang,karena ada tumpuan di badan Sobat. Pastikan
memegang kamera agar mudah memandu mata pada obyek yang akan di ambil.

2.       Membuat Tumpuan Lengan Kiri

Tangan kanan memegang kamera, jari telunjuk tangan kanan disiapkan untuk
shutter, sedankan jari lainnya memegang dengan kuat body kamera, posisi tangan
kiri horizontal dipakai untuk tumpuan lensa kamera, ini berfungsi agar kamera
tidak mudah goyang. Biasanya teknik ini dipakai jika Sobat akan menggunakan
speed lambat seperti memotret landscape.
3.       Tumpuan Kedua Sikut

Tangan kiri memegang lensa dan jari-jari pada ulir lensa, tangan kanan
memegang shutter dan untuk setting kamera. Jika Sobat lihat gambar disebelah
kanan,ini slah satu teknik memegang kamera yang kurang benar,dimana tumpuan
kamera hanya pada tangan kiri saja,kesalahan ini sering sekali dilakukan bahkan
oleh fotografer profesional,

  4.       Memasang Kuda-kuda

Bukan hanya dalam bela diri saja kita diwajibkan memasang kuda-kuda,
namun dalam memotret pun hal ini wajib dilakukan agar bada Sobat lebih stabil
dan tidak mudah goyang.

  5. Gunakan Tumpuan Kaki Saat Memotret Pada Posisi Rendah Atau


Jongkok
 

Sobat harus ingat, dalam posisi ini kaki Sobat harus menjadi tumpuan tangan
agar kamera tidak mudah goyang, dan menghasilkan gambar yang tajam.

  6.       Gunakan Benda Di Sekitar Untuk Menambah Kestabilan

Jika Sobat sedang memotret Outdoor misalnya, Sobat bisa menggunakan


berbagai benda yang ada disekitar Sobat untuk menjadi tumpuan, misalnya ;
dinding, mobil, pohon, tiang listrik, dsb.

7.       Memegang Kamera Pada Posisi Tiarap

Untuk menambah esensial dan nilai seni ketika memotret, terkadang Sobat
memerlukan angel lain seperti melakukan tiarap (angel katak), Sebagai tumpuan
ketikan tiarap adalah dengan menggunakan sikut agar kamera lebih stabil, jangan
mengandalkan tumpuan badan karena terkadang bada bisa gemetar jika terlalu
lama.

Kondisi 1 : cahaya berubah-ubah

Misal : saat memotret konser dengan lampu sorot dan lampu latar (LED) yang terus
berubah

Pertama yang harus diingat adalah, jangan pakai mode Manual exposure. Biarkan
kamera menghitung sendiri cahayanya dan memberikan nilai ekpsosur yang tepat
untuk kita. Bisa gunakan mode P (Program) atau A/Av (Aperture Priority) atau S/Tv
(Shutter Priority). Gunakan juga mode metering Spot, lalu kunci pengukuran
metering ke obyek utama yang ingin difoto, ini dilakukan supaya kita bisa mendapat
pengukuran yang pas walau cahayanya sulit.

Bila kita merasa setting eksposur yang diberikan kamera sudah pas, bisa kita kunci
setting dengan menekan dan menahan tombol AE-Lock (simbol bintang di kamera
Canon, atau tombol AE-L di kamera lain). Tak perlu menunggu lama, setelah jempol
kita menahan tombol ini segeralah mengambil foto untuk mencegah perubahan
cahaya lagi. Selamat mencoba..
Kondisi 2 : kontras tinggi

Misal : siang hari outdoor matahari terik dan subyek yang akan difoto tampak gelap

Disini tidak ada satu solusi yang mudah, karena memang kenyataannya dynamic
range sensor kamera tidak bisa menyamai apa yang kita lihat. Maka kamera selalu
kesulitan untuk menangkap semua terang gelap di alam dengan sama baiknya.
Biasanya yang terjadi adalah langit menjadi terlalu terang, atau justru obyek utamanya
jadi terlalu gelap. Ada beberapa setting kamera yang bisa dicoba dengan plus minus
masing-masingnya :

 Mengatur kompensasi eksposur, biasanya dikompensasi ke arah + (positif),


cocok bila kita ingin obyek utama terlihat terang namun background terpaksa
jadi terlalu terang/over (untuk mengembalikan detail di daerah yang over
memang hampir mustahil, tapi cobalah pakai RAW dan diatur highlight
settingnya di olah digital kadang-kadang bisa membantu sedikit)

 Mengatur fitur Active D Lighting (Nikon), Auto Lighting Optimizer (Canon),


bisa menjaga kontras dimana hasil fotonya diusahakan tidak ada yang terlalu
terang dan terlalu gelap (tidak bisa pakai RAW)
 memakai mode in camera HDR (bila ada), seperti contoh foto atas kanan
(mode ini tidak cocok bila obyeknya bergerak dan juga tidak bisa pakai RAW)

Tips tambahan : di kamera Canon ada fitur Highlight Tone Priority, ini bisa diaktifkan
untuk mencegah over eksposur di daerah putih seperti baju pengantin atau langit.

Kondisi 3 : subyek bergerak, momen sulit diprediksi

Misal : aktivitas outdoor, event olahraga, perlombaan dsb

Yang perlu diingat disini adalah untuk mendapatkan foto yang timingnya pas,
diperlukan fokus dan drive kontinu (terus menerus). Selain itu tentu shutter speed
harus dipilih yang cukup cepat supaya obyeknya beku/diam.
Drive continu bisa dipilih di drive mode, biasanya kamera bisa memotret mulai dari 4
foto per detik yang cukup lumayan untuk memotret berturut-turut. Kamera lebih
canggih bahkan bisa memotret sampai 11 foto per detik. Untuk mengaktifkan fokus
kontinu pilih mode AF-C (di kamera Nikon dan Sony) atau AF mode ke AI Servo (di
kamera Canon). Selanjutnya tentu kita harus membidik obyeknya, tekan dan tahan
setengah tombol jeptret (atau tekan dan tahan tombol AF-ON) lalu saat momennya
tiba tekan penuh tombol jepret cukup lama supaya bisa diambil banyak foto. Nantinya
pilih dari sekian foto yang diambil manakah yang momen dan timingnya paling pas.

Kondisi 4 : aktivitas di tempat kurang cahaya

Misal : seremoni indoor (wedding, wisuda, pentas seni dsb)

Kondisi seperti ini kerap kita hadapi, dan bisa dibagi dua kelompok : bisa dibantu
flash dan tidak. Idealnya kita punya flash eksternal yang bisa di bounce ke langit-
langit sehingga cahayanya lebut dan natural. Untuk menambah kekuatan flash bisa
juga naiikan ISO hingga ISO 800. Namun bila flash tidak bisa dipakai (entah karena
dilarang atau jangkauannya terbatas) maka hal yang penting adalah gunakan bukaan
maksimal (lensa yang bisa f/2.8 atau lebih besar akan lebih embantu) dan naikkan ISO
cukup tinggi (ISO 1600-3200) supaya foto jadi terang, shutter speed tetap cepat
sehingga momen yang difoto tidak blur.
Walau tampak terang, foto diatas diambil di dalam ruangan yang kurang cahaya.
Untuk itu penggunaan flash dengan bounce akan membantu pencahayaan. Jangan
lupa karena aktivitas di dalam ruangan ini umumnya dinamis (bergerak), tips di
kondisi 3 diatas seperti AF mode kontinu kadang tetap diperlukan.

Kondisi 5 : warna sumber cahaya yang sulit

Misal : di cafe/resto/hotel, bermacam sumber cahaya bercampur (matahari, lampu,


flash)

Paling aman pakailah format file RAW lalu diedit belakangan, sesuaikan setting
White Balance yang diinginkan. Tapi bila kita mau hasil akurat tanpa perlu repot edit,
maka kita perlu siapkan kertas putih di lokasi pemotretan, lalu lakukan prosedur
Custom/Preset WB atau Measure WB. Syaratnya, kertas putih harus difoto penuh,
dengan sumber cahaya yang sama dengan yang akan kita pakai nanti. Dengan begitu
kamera akan mengerti setting WB optimal dari kertas putih tadi.

Khusus di cafe/resto/hotel umumnya disengaja memberi pencahayaan hangat (lampu


tungsten yang kekuningan) sehingga membuat dilema saat difoto. Bila kita netralkan
maka seolah-olah di lokasi itu lampunya putih netral (tidak ada kesan hangat), tapi
bila dibiarkan kuning maka orang yang ada di foto tersebut warnanya (kulit, baju dsb)
jadi tidak netral.

Contoh warna kuning dinetralkan jadi putih, benar secara teknis tapi jadi tidak terlihat
warna aslinya :

Lalu difoto lagi dengan menjaga warna aslinya, lebih hangat (kuning) tapi tidak netral
:
WB shift juga bisa dilakukan bila kita sudah tahu ingin membiaskan hasil warna akhir
ke arah mana : Hijau – Magenta atau Biru – Merah. Idealnya titik tengah akan
memberi hasil netral apabila setting WB sama dengan sumber cahayanya. Tapi kalau
kita mau geser bisa juga, dengan menggeser ke kanan maka tone warna akan semakin
kemerahan. Bila titik tengah memberi hasil yang tidak netral (misal akibat gangguan
dari warna biru pada cahaya yang ada) maka ada baiknya WB shift digeser ke kanan
supaya hasil akhirnya tidak lagi biru. WB shift juga boleh dipakai untuk membuat
warna sengaja berbeda, misal di daerah berkabut putih akan lebih unik bila WB di
geser ke warna biru.

Kondisi 6 : balance flash di tempat low light atau fill flash untuk
backlight

Misal : foto potret dengan flash, tapi ingin suasana sekeliling terlihat terang, atau
sebaliknya mengisi flash saat backlighting

Flash slow speed dimaksudkan unyuk menerangi subyek yang dekat, namun untuk
menangkap ambient light perlu shutter speed yang cukup lambat, misal di
belakangnya ada lampu-lampu gedung. Biasanya dipilih 1/30 detik hingga 1/8 detik.
Perhatikan kalau tripod sebaiknya dipakai untuk speed lambat.

Foto berikut pakai shutter 1/20 detik, ISO 800 dan lampu flash :
Bedakan dengan foto berikut ini :

Ini perkecualian karena backlight / melawan matahari, jadi shutter speed boleh lebih
cepat (misal 1/100 detik) tapi supaya obyek utama tidak jadi siluet maka flash tetap
diset untuk menyala seperti foto diatas

Anda mungkin juga menyukai