Anda di halaman 1dari 5

Disebut Sukses, Menjadi Ahli Eksak Selalu Didambakan

Di zaman yang serba canggih saat ini, masyarakat semakin antusias untuk
mengikuti perkembangan di berbagai bidang. Baik di bidang budaya maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), komunikasi, ekonomi, dan pedidikan.
Perkembangan yang terjadi di setiap bidang memiliki hubungan yang saling
memengaruhi satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, ada
seseorang yang hendak berpenampilan modis layaknya artis luar negeri, maka
secara otomatis orang tersebut akan sering membuka internet terutama media
sosial untuk meniru atau sekedar menjadikannya sebagai inspirasi dalam memilih
pakaiaan, sepatu, dan aksesoris yang sedang trend di kalangan para artis. Tercatat
bahwa lebih dari 80% populasi penduduk Bangsa Indonesia telah menggunakan
akses internet di setiap harinya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat terbiasa
untuk selalu mengandalkan teknologi dalam beraktivitas.

Kebiasaan untuk mencari informasi menggunakan kecanggihan teknologi dalam


berbagai kehidupan membuat masyarakat tanpa sadar telah menumbuhkan rasa
ambisi yang berlebihan dalam dirinya. Rasa ambisi tersebut turut menjadikan
generasi muda yang ada dalam suatu ligkungan masyarakat sebagai korban.
Dalam keseharian masyarakat, terutama mereka yang telah menjadi orang tua dan
memiliki anak, alangkah baiknya untuk membiarkan anak-anak sebagai generasi
penerus bangsa bertumbuh kembang sesuai dengan minat dan bakat masing-
masing tanpa adanya paksaan dari orang tua. Kenyataannya, kebanyakan orang
tua membuat batas-batas dan standar tertentu dalam kegiatan belajar anak dengan
alasan supaya anaknya menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Menurut
riset yang dilakukan oleh National Science Foundation (NSF), seorang anak dapat
meraih kesuksesan dalam kegiatan belajar maupun meraih masa depannya apabila
anak tersebut menyukai bidang yang dipelajari dan memang keinginannya sendiri
untuk memperdalam bidang tersebut.

Pandangan orang tua saat ini tentang kesuksesan lebih mengacu pada keberhasilan
anak untuk menjadi ahli dalam suatu bidang. Mulai dari ahli olahraga, ahli agama,
sampai ahli eksak. Menurut KBBI, eksak atau yang biasa disebut eksakta
merupakan sebuah bidang ilmu tentang hal-hal yang bersifat konkret yang dapat
diketahui dan diselidiki berdasarkan percobaan serta dapat dibuktikan dengan
pasti. Ilmu tersebut diterapkan dalam banyak budaya dari zaman kuno sampai
zaman modern. Contoh mata pelajaran yang termasuk ilmu eksak antara lain:
matematika, optik, astronomi, dan fisika. Mata pelajaran tersebut dianggap
menjadi mata pelajaran paling utama dan jika seorang anak tidak bisa
menguasainya, anak tersebut dianggap tidak sukses masa depannya. Padahal hal
ini bertentangan dengan realita yang terjadi dalam dunia pembelajaran maupun
dunia kerja di lingkungan masyarakat. Ilmu eksakta tidak bisa dijadikan sebagai
acuan dalam setiap kejadian yang sudah dialami maupun yang akan dialami
seseorang.

Tidak semua hal yang dilakukan oleh manusia merupakan sebuah peristiwa
penting dan harus diselidiki. Misalnya, apakah seseorang mau meluangkan
waktunya untuk menghitung kecepatan sewaktu ia hendak mengambil pensil yang
tergeletak di meja? Adakah manusia yang sempat menghitung tekanan yang
dibutuhkan untuk memasang paku di dinding agar paku tersebut tidak terlalu ke
dalam dan tidak terlepas? Setiap orang memiliki 86.400 detik setiap harinya,
namun tidak semua hal yang dilakukan manusia harus direalisasikan dalam
sebuah penelitian yang tidak mereka inginkan. Memang benar ilmu eksak adalah
ilmu yang sangat penting, karena tanpa ilmu tersebut manusia tidak dapat
mengetahui cara menghitung kepadatan penduduk di suatu daerah. Namun, bukan
berarti ilmu eksakta menjadi penentu kesuksesan seseorang di masa depan.
Kurang lebih ada sekitar 5.000 pekerjaan dan 300 mata pelajaran yang tidak
didominasi oleh ilmu eksakta. Hal tersebut menyatakan bahwa masih ada banyak
peluang untuk meraih cita-cita di masa depan tanpa harus memaksakan diri untuk
menggali lebih dalam tentang ilmu eksakta.

Seperti yang telah dibahas sebelumya, bahwa hubungan yang terjadi dalam
masyarakat merupakan hubungan yang saling memengaruhi. Hubungan saling
memengaruhi tersebut juga terjadi ketika kriteria dan standar kesuksesan muncul
dalam masyarakat yang sebelumnya mungkin tidak ada. Seseorang yang dari awal
sudah terobsesi dengan kesuksesan dan sering menggunakan akses internet untuk
mencari informasi tentang kriteria orang sukses, dapat dipastikan bahwa secara
perlahan orang tersebut akan menyebarluaskan informasi yang ia dapatkan kepada
orang-orang disekitarnya walaupun informasi tersebut bisa jadi adalah hoax.
Begitu pula yang terjadi dengan ilmu eksakta, awalnya sebagian orang mungkin
tidak menganggap ilmu ini adalah penentu kesuksesan di masa depan, namun
karena adanya pengaruh dari orang lain dalam suatu lingkup masyarakat, ilmu
eksakta telah menjadi tolak ukur atas kemampuan seseorang dan menentukan
apakah orang tersebut sukses atau tidak. Padahal setiap orang tidak bisa melihat
kemampuan seseorang dari satu bidang yang dianggap paling penting di
masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Medeline Levine, PhD, seorang


psikolog lulusan Universitas Stanford, menjelaskan dalam bukunya yang berjudul
“The Price of Privilege (2006) bahwa anak-anak yang memiliki nilai bagus dalam
mata pelajaran tertentu dan menjadi ahli dalam bidang tersebut belum tentu dapat
meraih kesuksesan, tetapi justru sebaliknya, anak-anak tersebut biasanya akan
mengalami rasa depresi yang sangat berat dan mengalami kelelahan yang
berdampak fatal pada kesehatannya. Secara tidak langsung, penelitian tersebut
hendak memberitahukan kepada orang tua supaya jangan terlalu memaksakan
anak agar mempelajari bidang-bidang tertentu tanpa keinginan anak itu sendiri.
Jika pemaksaan dari orang tua masih dilakukan, anak akan semakin tertekan dan
merasa bahwa masa depannya tidak akan cemerlang apabila ia tidak menjadi ahli
dalam suatu bidang. Pola pikir tentang standar kesuksesan yang selama ini
dipertahankan masyarakat harus diubah secara perlahan dan ditanamkkan bahwa
kesusksesan setiap orang berbeda-beda sesuai minat, bakat, dan kemampuan
masing-masing.

Kesuksesan seseorang tidak bisa dilihat hanya dari kemampuan kognitifnya saja
melainkan kemampuan sosialnya juga. Manusia adalah makhluk sosial yang
selalu membutuhkan orang lain dalam berproses. Walaupun seseorang menjadi
ahli dalam ilmu eksakta tanpa mengerti ilmu sosial yang menjadi panduan dalam
bersosialisasi, orang tersebut belum bisa dikatakan sebagai orang yang sukses.
Ketika empat kecerdasan manusia: IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional
Quotient), SQ (Spiritual Quotient), dan TQ (Transcendental Quotient) berjalan
seirama dan seiras maka akan tercapai kesuksesan yang diinginkan masing-
masing pribadi. Seseorang yang memiliki IQ (kecerdasan kognitif) yang tinggi
juga harus mengasah SQ (kecerdasan spiritual) dan EQ (kecerdasan emosional)
serta membiasakan TQ (kecerdasan transedental) yang dimilikinya agar tercipta
keseimbangan dalam hidup bermasyarakat.

Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dan kemampuan yang dimiliki
setiap orang adalah baik adanya. Orang tua tidak diperbolehkan untuk memaksa
anaknya menjadi ahli dalam suatu bidang tanpa keinginan anak itu sendiri. Orang
tua berperan dalam mengarahkan anak-anaknya agar bertumbuh kembang sesuai
minat dan bakat masing-masing. Kesuksesan setiap anak akan muncul ketika anak
tersebut gemar dengan bidang yang ia pelajari saat ini. Ahli ilmu eksakta adalah
adalah seseorang yang mendalami bidang eksakta dengan sangat baik, namun
belum bisa dikatakan bahwa orang tersebut sukses. Kesuksesan tidak dapat
ditentukan hanya dari satu bidang ilmu dan dilihat dari kemampuan kognitif saja,
melainkan kemampuan bersosial juga menjadi penentu atas kesuksesan seseorang.

“In my opinion, true success should be measured by how happy you are.” –
Richard Branson
Formulir Pendaftaran dan Bukti Pembayaran

Nama lengkap: Verena Bella Lucyana

Asal Instansi: SMP N 1 Magelang

Nomor WhatsApp: 088232816897

Pilihan Lomba: Artikel Opini

Bukti Pembayaran:

Anda mungkin juga menyukai