Anda di halaman 1dari 12

Wacana– Vol. 19, No.

2 (2016) ISSN : 1411-0199


E-ISSN : 2338-1884

Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro Dalam Mengatasi Permasalahan


Pemasaran
(Studi di Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan
Perdagangan Kota Batu)
Dadan Sutrisno1, Agus Suryono2, Abdullah Said2
1Program Magister Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
2Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Abstrak
Penelitian ini didasari oleh pentingnya peran usaha mikro dalam menjembatani sektor pertanian dan pariwisata di Kota
Batu. Usaha mikro merupakan sektor unggulan demi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Akan
tetapi, usaha mikro masih dihadapkan pada permasalahan pemasaran, dan memerlukan upaya dari pemerintah untuk
mengatasinya, khususnya ditinjau dari aspek perencanaan strategis. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk: (1) menganalisis perencanaan strategis sektor usaha mikro; dan (2) merumuskan strategi dalam upaya mengatasi
permasalahan pemasaran usaha mikro. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif
melalui alur interaktif pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Selain itu,
dilakukan analisis SWOT untuk merumuskan strategi berdasarkan potensi dan permasalahan yang teridentifikasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) proses penyusunan perencanaan strategis belum mencerminkan perencanaan yang
efektif, dan dalam implementasinya terkendala ketidaksepahaman antar aktor perencana pada berbagai tingkatan
organisasi; (2) pembinaan usaha mikro harus diarahkan pada strategi agresif yaitu ekspansi pasar dan penguatan daya
saing dalam rangka mengadapi pasar bebas, melalui pembangunan jaringan kerjasama hulu-hilir dengan memberdayakan
komunitas/asosiasi UMKM, dan fasilitasi pembangunan jaringan pemasaran online terpadu berbasis komunitas.

Kata kunci: perencanaan efektif, perencanaan strategis, usaha mikro

Abstract
This research is based on the importance of microbusiness in traversing agricultural and tourism in Batu. Microbusiness
are the main sector for the improvement and the equalization of public welfare. However, microbusiness remain face
marketing problems that calls government intervention. Therefore, this research aims: (1) to analyze the strategic
planning in microbusiness; and (2) to formulate strategies to solve the marketing problems of microbusiness in Batu. This
research was conducted with a descriptive and qualitative method by way of interactive data collection, data
condensation, data display, and conclusion drawing. Besides, SWOT analysis is carried out to formulate the strategies
from the identified problems and potentials. The research results show that: (1) the formulation of strategic planning
does not reflect effective planning, and it’s implementation is constrained by disagreement among planners in various
organizational level; (2) microbusiness development should be directed to aggressive strategy, i.e. market expansion and
competitiveness strengthening to face the free market, by means of establishing the network between the upstream and
the downstream that involves MSME community/association, and facilitating the development of integrated and
community-based online marketing network.

Keywords: effective planning, microbusiness, strategic planning

PENDAHULUAN sampai dengan 2012, kontribusi UMKM mencapai


Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) 99,99 persen jika ditinjau dari sisi jumlah unit
mempunyai peran yang besar dalam pemba- usaha. Sementara itu, dari sisi penyerapan tenaga
ngunan ekonomi nasional dan dapat dipandang kerja, berkisar antara 97,15 sampai dengan 97,30
sebagai penyelamat dalam pemulihan ekonomi. persen [2]. Namun demikian, Utami dan Lantu
Hal ini karena UMKM mampu untuk bertahan dan (2014) dengan mengacu pada data Badan
tumbuh dalam terpaan krisis sejak tahun 1998 [1]. Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh juga menyatakan bahwa kontribusi UMKM hanya
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sepertiga dari total kontribusi seluruh unit usaha
(Kemenkop dan UKM), pada kurun waktu 2005 dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi

Alamat Korespondensi Penulis:


Dadan Sutrisno
Email : dantrisna@gmail.com
Alamat : Jl. MT. Haryono 163, Kota Malang, 65145

101
Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro Dalam Mengatasi Permasalahan Pemasaran (Sutrisno, et al.)

nasional. Beberapa faktor penyebab rendahnya permasalahan terutama pemasaran. Selain itu
peran UMKM dalam mendukung pertumbuhan sebanyak 87,82 persen usaha mikro yang telah
ekonomi adalah: (1) rendahnya kapasitas dilakukan assessment merupakan sektor industri
produksi; (2) rendahnya kualitas sumber daya pengolahan baik makanan dan minuman khas
manusia (SDM); (3) tingginya biaya pemasaran; maupun kerajinan. Dengan demikian, maka faktor
dan (4) terbatasnya akses terhadap sumber daya pemasaran menjadi semakin krusial, karena bagi
produktif, seperti modal, sumber daya alam, industri pengolahan, sebaik apapun proses
informasi, pengetahuan, keahlian, dan teknologi produksi maupun kualitas produk yang dihasilkan,
[1]. jika tidak didukung dengan pemasaran yang baik
Sebagaimana telah diamanatkan dalam maka akan menjadi sia-sia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Sesuai dengan image Kota Batu yang dikenal
UMKM, Pemberdayaan UMKM memiliki tujuan sebagai kota pertanian dan pariwisata, dimana
mewujudkan pertumbuhan ekonomi, peme- pertanian termasuk sektor primer dan pariwisata
rataan dan peningkatan pendapatan rakyat, termasuk sektor tersier (jasa), maka pengem-
penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan bangan usaha mikro yang bergerak di bidang
kemiskinan. Sejalan dengan itu, World Bank industri pengolahan (sektor sekunder) akan
(2001) memberikan petunjuk tentang prinsip menggerakan sektor ekonomi di hulunya yaitu
dasar strategi pengembangan UMKM, yaitu: (1) sektor pertanian dan sektor di hilirnya yaitu
menciptakan lapangan usaha; (2) menentukan perdagangan serta jasa termasuk pariwisata.
kebijakan pengeluaran publik dengan meman- Dengan kata lain, pengembangan usaha mikro
faatkan sumber daya publik secara efektif; (3) yang berbasis industri pengolahan dimana
mendorong keterlibatan swasta dalam menye- forward dan backward linkage yang dimiliki cukup
diakan layanan keuangan dan layanan lainnya [3]. besar, akan menciptakan daya ungkit yang besar
Lebih lanjut, Kuncoro (2007) mengungkapkan bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan
strategi pemberdayaan UMKM yang telah mengembangkan usaha mikro, diharapkan
diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tercipta
dalam lima aspek utama, yaitu: (1) aspek akan disertai pemerataan dan dapat dinikmati
manajerial, (2) aspek permodalan, (3) pengem- oleh masyarakat Kota Batu karena pelaku usaha
bangan program kemitraan dengan usaha besar, mikro didominasi oleh masyarakat setempat.
(4) pengembangan sentra industri kecil dalam Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan
suatu kawasan, (5) pembinaan untuk bidang terkait dengan permasalahan UMKM juga
usaha dan daerah tertentu [4]. menyatakan bahwa permasalahan pemasaran
Sejalan dengan semangat desentralisasi, maka merupakan permasalahan krusial yang dihadapi
peran pemerintah daerah benar-benar sangat oleh UMKM, salah satunya dikemukakan oleh Sok
diharapkan dalam mengatasi permasa-lahan yang et al (2013) yang menyatakan bahwa faktor
dihadapi oleh usaha mikro. Beberapa pendapat penentu keberhasilan UMKM adalah (1)
terkait hal ini telah dikemukakan antara lain oleh kemampuan pemasaran; (2) kemampuan inovasi
Kadarisman (2007), yang menyatakan bahwa produk; dan (3) kemampuan untuk belajar dari
diperlukan komitmen dan keberpihakan keberhasilan maupun kegagalan di masa lalu [6].
pemerintah yang kuat dalam pembangunan Beberapa rekomendasi dalam mengatasi
ekonomi, yang tercermin dalam program- permasalahan tersebut juga dikemukakan oleh
program pembangunan, baik secara keseluruhan beberapa peneliti, antara lain McFarland dan
maupun sektoral untuk menggerakkan sektor McConnell (2012), Tambunan (2008), Triastuti
perekonomian. Salah satu usaha yang relevan (2013), Susilo (2010), serta Utami dan Lantu
yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan (2014). Meskipun memiliki perspektif yang
memfasilitasi pertumbuhan koperasi dan UMKM berbeda-beda, pada dasarnya semuanya sepakat
[5]. bahwa pemerintah memiliki peran yang vital
Pesatnya perkembangan sektor pariwisata di dalam membantu pengembangan pemasaran
Kota Batu berimbas pada menggeliatnya sektor UMKM [1][7][8][9] [10]. Lebih spesifik, peran
UMKM khususnya skala usaha mikro sebagai terpenting yang harus diambil pemerintah adalah
pendukung kegiatan pariwisata. Akan tetapi, dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif
berdasarkan hasil assessment yang dilakukan bagi UMKM [7][8], disamping itu kombinasi antara
Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan pemberian subsidi perizinan dan permodalan
Perdagangan (Dinas Koperindag) Kota Batu, usaha dengan fasilitasi sarana dan prasarana pemasaran
mikro di Kota Batu masih menghadapi berbagai merupakan intervensi kebijakan pemerintah yang

102
baik dalam menstimulasi pengembangan UMKM Nugroho (2008), bahwa perencanaan strategis
[1][8][9]. Sedikit berbeda, Susilo (2010) lebih sangat penting karena memberikan kerangka
menekankan bahwa UMKM harus maju berkat dasar terhadap perencanaan lainnya dan
passion-nya sendiri, sedangkan pemerintah merupakan titik awal dalam pemahaman dan
berperan sebagai pendukung dan fasilitator hanya penilaian kegiatan organisasi [12]. Selain itu,
bagi UMKM yang benar-benar mau dan mampu sebagaimana dikemukakan Salusu (2004),
untuk berkembang [10]. perencanaan strategis sangat penting dalam
Terkait dengan pemasaran, Kotler et al (2010) mengantisipasi ekonomi nasional dan global, serta
mengemukakan bahwa ilmu pemasaran telah semakin meluasnya ketidakpastian dan
mengalami transformasi, yang secara garis besar kompleksitas situasi lingkungan [13].
dapat dibagi menjadi tiga era, yaitu: (1) era Konsep perencanaan strategis pada awalnya
produc-centric atau marketing 1.0; (2) era dikembangkan di sektor swasta, namun seiring
customer-oriented atau marketing 2.0; dan (3) era dengan dinamika lingkungan yang terus berubah,
value-driven atau marketing 3.0. Era Marketing pendekatan perencanaan strategis juga telah
1.0 lahir pada era industri, dimana yang menjadi diadaptasi oleh organisasi publik dan nirlaba agar
inti dari era ini adalah bagaimana produk dibuat organisasi tersebut menjadi lebih efektif [14].
untuk memenuhi permintaan massal sehingga Prinsip umum perencanaan strategis seba-
dapat menekan biaya produksi dan dapat gaimana dikemukakan oleh Riyadi dan
dijangkau oleh sebanyak-banyaknya konsumen. Bratakusumah meliputi: (1) perencanaan stra-
Era berikutnya adalah Marketing 2.0 yang masih tegis harus bersifat antisipatif terhadap berbagai
berlangsung pada era teknologi informasi saat ini. permasalahan yang ada di masa depan dengan
Pada era ini penekanannya adalah setiap pelaku memperhatikan kondisi masa sekarang untuk
usaha harus menetapkan segmen pasar dan mengatasinya; (2) perencanaan strategis harus
mengembangkan sebuah produk unggulan untuk berorientasi pada pencapaian hasil dengan visi,
target pasar tertentu. Namun era Marketing 2.0 misi, tujuan, sasaran, dan strategi sebagai rel yang
ini memiliki kelemahan mendasar, yaitu harus dijalankan secara konsisten; (3)
menganggap konsumen sebagai target pasif. perencanaan strategis harus menggambarkan apa
Berangkat dari kelemahan Marketing 2.0 inilah yang diinginkan untuk dicapai dimasa depan oleh
maka lahir era baru dari dunia pemasaran yang suatu organisasi ke arah peningkatan
disebut era Marketing 3.0. Pada intinya Marketing produktivitas dan kinerja; (4) perencanaan
3.0 menganggap konsumen tidak hanya sekedar strategis harus memperhitungkan kemampuan
calon pembeli produk, melainkan memandang internal dan kondisi eksternal; (5) harus ada
mereka sebagai manusia seutuhnya yang komitmen dan konsensus untuk melaksanakan-
menginginkan dunia yang lebih baik. Dalam hal ini nya secara konsisten sebagai hasil proses
pelaku usaha diharapkan mampu menjadi salah pengambilan keputusan bersama; (6) harus
satu solusi terhadap permasalahan di masyarakat mencerminkan prioritas tindakan dalam upaya
[11]. Dari pemahaman ini, maka usaha mikro pencapaian hasil secara optimal; (7) perencanaan
sudah sela-yaknya memandang penting strategi strategis dalam prosesnya harus mempertim-
pemasaran agar produk yang dihasilkan dapat bangkan input-input dari stakeholders atau
memiliki tempat di hati konsumen terlebih dalam kelompok sasaran; (8) harus memperhitungkan
menghadapi era pasar bebas. aspek keuangan untuk melaksanakannya; dan (9)
Berbagai upaya telah dilakukan oleh harus dapat diukur hasilnya [15].
pemerintah Kota Batu dalam mengatasi permasa- Bryson (2005) mengemukakan bahwa dalam
lahan yang dihadapi oleh UMKM khususnya usaha proses perencanaan strategis terdapat berbagai
mikro. Namun demikian, masih ditemukan fakta tantangan yang dihadapi organisasi. Apabila
bahwa masalah pemasaran masih menjadi tantangan tersebut dapat diatasi maka
keluhan utama pelaku usaha mikro. Selain itu, kemungkinan keberhasilan perencanaan strategis
kegiatan pemasaran yang masih dilakukan secara yang dilakukan akan semakin tinggi. Tantangan
pasif dengan menunggu datangnya wisatawan tersebut meliputi: (1) masalah manusia, yaitu
mengindikasikan bahwa upaya yang telah berkaitan dengan manajemen perhatian dan
dilakukan Pemerintah Kota Batu, khususnya Dinas komitmen dimana tidak semua individu dalam
Koperindag belum berhasil dengan optimal. Hal organisasi memahami dan menerima tahap-tahap
tersebut diduga karena lemahnya perencanaan, strategis yang harus ditempuh organisasi; (2)
khususnya perencanaan strategis. Hal ini masalah proses, yaitu manajemen ide strategis
sebagaimana dikemukakan oleh Suryono dan terkait dengan bagaimana siklus hidup dan

103
Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro Dalam Mengatasi Permasalahan Pemasaran (Sutrisno, et al.)

bagaimana ide tersebut dikelola; (3) masalah tetapkan. Selain itu, fleksibilitas dan keluwesan
struktural, berkaitan dengan bagaimana rancangan penelitian dari penelitian kualitatif juga
memperlakukan sifat perencanaan strategis yang menjadi alasan mengapa penulis memilih
kolektif dan bukan invidual; dan (4) masalah pendekatan kualitatif sehingga fakta beserta
kelembagaan, permasalahan yang muncul dinamika yang terjadi di situs penelitian dapat
mencakup transformasi lembaga dalam proses ditangkap dengan maksimal oleh peneliti. Untuk
perencanaan strategis itu sendiri [14]. memperkuat hasil penelitian, pada penelitian ini
Pentingnya perencanaan strategis sendiri ditambahkan teknik analisis SWOT (Strengths,
dapat ditinjau dari perkembangan teori Weaknesses, Opportunities dan Threats), sebagai
perencanaan. Dalam perkembangannya, teori alat analisis terhadap upaya Dinas Koperindag dan
perencanaan itu sendiri tidak mampu untuk alat penyusunan strategi dalam mengatasi
berdiri sendiri menjawab permasalahan- permasa-lahan pemasaran usaha mikro.
permasalahan yang tidak terduga tanpa kontribusi Metode Pengumpulan Data
dari disiplin ilmu-ilmu lainnya. Masuknya Pengumpulan data dalam penelitian ini
substansi dari disiplin ilmu lain kedalam teori diperoleh melalui wawancara terhadap informan
perncanaan inilah yang oleh Faludi (1973) disebut yang ditentukan berdasarkan kepakaran dan
sebagai perencanaan substantif (theory in keterlibatan dalam pembinaan usaha mikro di
planning). Sementara itu teori perencanaan itu Kota Batu yang meliputi unsur Tim Anggaran,
sendiri (theory of planning) oleh Faludi disebut Dinas Koperindag, Bappeda, PLUT-KUMKM,
sebagai perencanaan prosedural. Lebih lanjut Asosiasi UMKM, Aktivis pemberdayaan
Faludi (1973) menyatakan bahwa perencanaan masyarakat dan pelaku usaha mikro sendiri.
yang baik adalah menggabungkan antara Pengumpulan data juga dilakukan melalui
perencanaan substantif dan prosedural yang observasi terhadap situasi yang terjadi di situs
disebut dengan perencanaan efektif [16]. penelitian serta studi dokumentasi terhadap
Berdasarkan uraian permasalahan lapangan dokumen, peraturan perundang-undangan,
dan kajian teoritis, maka tujuan penelitian ini artikel maupun sumber informasi lain yang
dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) relevan. Selain itu dilakukan juga pengumpulan
menganalisis perencanaan strategis sektor usaha data melalui kuesioner dalam rangka analisis
mikro di Kota Batu ditinjau dari proses SWOT. Responden analisis SWOT ditentukan
penyusunan dan konsistensi dalam implemen- secara purposive berdasarkan kepakaran dan
tasinya kedalam rencana kerja tahunan; dan (2) keterlibatan dalam pembinaan usaha mikro di
merumuskan strategi dalam upaya mengatasi Kota Batu yang terdiri atas unsur Bidang UKM
permasalahan pemasaran usaha mikro Dinas Koperindag, Pokja dan Konsultan PLUT-
berdasarkan potensi dan permasalahan yang KUMKM, Pengurus Asosiasi UMKM dan Pelaku
teridentifikasi. usaha mikro.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis
METODE PENELITIAN dengan teknik analisis interaktif dari Miles,
Penelitian ini menggunakan pendekatan Huberman dan Saldana (2014) yang meliputi
kualitatif. Secara umum, menurut pemikiran para pengumpulan data, kondensasi data, penyajian
ahli diantaranya Denzin dan Lincoln (1994), data dan penarikan kesimpulan/verifikasi [18].
Creswell (1998), Banister et al (1994) dan Data yang diperoleh melalui kuesioner dianalisis
Moleong (2005), kesemuanya sebagaimana dengan metode analisis SWOT melalui
dikutip Herdiansyah (2011, h.7-9), memberikan pembobotan faktor-faktor internal dan faktor-
pengertian yang relatif sama bahwa penelitian faktor eksternal. Hasil pembobotan faktor
kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) digunakan untuk menentukan posisi strategis
kesatuan antara subjek penelitian dengan Dinas Koperindag dalam upaya mengatasi
lingkungan sosialnya; (2) bersifat alamiah atau apa permasalahan pemasaran usaha mikro sehingga
adanya; dan (3) interaksi atau keterlibatan peneliti dapat disusun strategi dalam upaya mengatasi
yang mendalam dengan subjek yang diteliti [17]. permasalahan pemasaran usaha mikro.
Pada penelitian ini, pendekatan kualitatif dipilih
karena penulis hendak memperoleh pemahaman HASIL DAN PEMBAHASAN
yang mendalam tentang fenomena yang diteliti Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro
dan agar dapat menggali nilai yang terkandung Proses penyusunan Rencana Strategis Satuan
dari perilaku partisipan. Hal ini sesuai dengan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) telah
permasalahan penelitian yang telah penulis diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri

104
Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 Tahun sehingga aspek legalnya menjadi lemah. Terkait
2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah hal ini, Bryson (2005) menegaskan bahwa Renstra
Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara harus menjadi pedoman bagi organisasi. Dengan
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi legalitas yang lemah, maka fungsi Renstra sebagai
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. pedoman pun akan menjadi lemah [14].
Dalam proses penyusunan Renstra SKPD di Dinas Renstra SKPD sebagai dokumen perencanaan
Koperindag terdapat beberapa permasalahan jangka menengah SKPD, dalam pelaksanaannya
yang tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 54 dijabarkan dalam dokumen perencanaan
Tahun 2010, antara lain tidak dibentuknya tim tahunan, yaitu Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD).
penyusun Renstra SKPD, dan tugas penyusunan Untuk mengetahui sejauh mana Renstra SKPD
Renstra SKPD dianggap melekat pada tugas dan diimplementasikan, dapat dilihat dari konsistensi
fungsi Sub Bagian Program dan Pelaporan, antara Renstra SKPD dengan Renja SKPD.
sehingga tidak ada tim yang betul-betul Terdapat dua aspek yang dilihat dalam
bertanggungjawab atas terselenggaranya proses menganalisis konsistensi dalam implementasi
penyusunan dan penjaminan kualitas Renstra Renstra SKPD, yaitu aspek kinerja dan aspek
SKPD yang disusun. Allison dan Kaye (2005) secara keuangan. Aspek kinerja melihat konsistensi
tegas merekomendasikan untuk dibentuk sebuah target kinerja pada Renstra SKPD, Renja SKPD,
tim/panitia perencana yang akan melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran/Dokumen
proses perencanaan strategis. Panitia perencana Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPA/DPPA)
strategis yang dibentuk oleh pimpinan bukan dan realisasi kinerja. Sementara aspek keuangan
semata-mata bertanggungjawab melakukan melihat konsistensi anggaran pada Renstra SKPD,
tahap-tahap perencanaan strategis, tetapi lebih Renja SKPD, DPA/DPPA dan realisasi keuangan.
kepada bertanggungjawab bahwa proses Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
perencanaan strategis terlaksana [19]. implementasi Renstra Dinas Koperindag pada
Permasalahan lainnya adalah minimnya tahun anggaran 2013 dan 2014 terdapat beberapa
keterlibatan dan input dari sasaran pelayanan inkonsistensi, antara lain kegiatan yang telah
SKPD dalam hal ini UMKM di dalam proses diamanatkan di Renstra SKPD tidak diakomodasi
perencanaan, sehingga program yang disusun di Renja SKPD dan sebaliknya. Terdapat pula
hanya berdasarkan perspektif SKPD. Allison dan kegiatan yang telah diakomodasi di Renja SKPD
Kaye (2005) menyatakan ada empat konsep tetapi tidak dianggarkan dalam DPA/DPPA.
utama yang menentukan keberhasilan suatu Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi,
perencanaan strategis, dimana satu diantaranya diketahui bahwa faktor utama yang menyebabkan
adalah membangun komitmen bersama antar terjadinya inkonsistensi adalah tidak adanya
stakeholder utama secara sitematis termasuk kesepahaman antar aktor yang terlibat dalam
klien dan masyarakat [19]. Hal senada juga proses perencanaan pada berbagai tingkatan
dikemukakan oleh Riyadi dan Bratakusumah organisasi. Mengacu pada pendapat Bryson
(2004) yang menyebutkan salah satu prinsip (2005), permasalahan tersebut cenderung
umum perencanaan strategis adalah dalam termasuk ke dalam faktor struktural dan faktor
prosesnya harus mempertimbangkan input-input kelembagaan. Dalam hal ini, faktor struktural
dari stakeholders atau kelompok sasaran [15]. terindikasi dari lemahnya koordinasi, baik internal
Lebih lanjut, Faludi (1973) menekankan bahwa Dinas Koperindag, maupun pada perencanaan
feedback dalam perencanaan, baik itu dalam tingkat kota. Sementara itu faktor kelembagaan
tahap formulasi maupun implementasi diindikasikan dengan terjadinya penyusunan
merupakan hal yang penting. Ketika institusi kegiatan yang mengikuti anggaran tahunan, dan
perencana bersentuhan dengan kepentingan bukan anggaran yang disesuaikan mengikuti
masyarakat, maka hal ini lebih penting lagi, karena kegiatan yang sudah direncanakan. Adanya
bagaimanapun, gambaran yang dimiliki oleh ketidakselarasan antara perencanaan jangka
perencana atas permasalahan masyarakat yang menengah dalam Renstra SKPD dengan
dilayaninya tidaklah benar-benar gamblang [16]. perencanaan tahunan dalam Renja SKPD yang
Untuk itu, feedback dari masyarakat menjadi disebabkan tidak adanya konsensus antar
sangat penting di dalam proses perencanaan yang perencana pada berbagai tingkatan organisasi
dilakukan oleh pemerintah. membuktikan permasalahan dalam perencanaan
Permasalahan selanjutnya adalah dokumen sebagaimana yang Faludi (1973) sebutkan sebagai
Renstra SKPD yang telah selesai disusun tidak permasalahan pemahaman perencana [16].
disahkan melalui Keputusan Kepala Daerah Menurut Faludi (1973), permasalahan

105
Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro Dalam Mengatasi Permasalahan Pemasaran (Sutrisno, et al.)

pemahaman perencana disebabkan oleh kondisi yang menjadi potensi dalam upaya
pemahaman dan konstruksi berpikir dari masing- mengatasi permasalahan pemasaran usaha mikro
masing perencana yang berbeda antara satu meliputi: (1) besarnya peluang pasar sebagai
dengan yang lain [10]. Kondisi tersebut jelas tidak dampak positif dari perkembangan pariwisata di
sesuai dengan prinsip perencanaan strategis Kota Batu; (2) berkembangnya model pemasaran
sebagaimana diungkapkan Riyadi dan secara online sebagai akibat dari semakin
Bratakusumah (2004) yang menyatakan bahwa familiarnya konsumen terhadap transaksi e-
salah satu prinsip dari perencanaan strategis commerce, dan terbukti banyak usaha mikro yang
adalah harus ada komitmen dan konsensus untuk terbantu dengan adanya peluang tersebut; (3)
melaksanakannya secara konsisten sebagai hasil banyaknya dukungan program dan anggaran dari
proses pengambilan keputusan bersama [15]. pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
Lebih lanjut menurut Hausler (1969) daerah terhadap pengembangan usaha mikro di
sebagaimana dikutip Faludi (1973 h.224), daerah. Ditinjau dari sisi Dinas Koperindag, hal ini
pengambilan keputusan dalam perencanaan membantu dalam upaya mengimplementasikan
dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu (1) program dan kegiatan; (4) adanya PLUT-KUMKM
berdasarkan otoritas seorang aktor (otoritatif); (2) sebagai unit dari Dinas Koperindag yang fokus
melalui perhitungan matang dari beragam pilihan membina dan mengembangkan UMKM; (5)
yang ada dan disepakati bersama (kalkulatif), dan karakteristik wilayah Kota Batu yang memiliki
(3) gabungan dari keduanya. Secara umum ketersediaan bahan baku lokal yang memadai; (6)
pengambilan keputusan dalam perencanaan usaha mikro cenderung bersifat padat karya dan
merupakan kombinasi antara keputusan otoritatif mampu memberdayakan masyarakat sekitar; dan
dan kalkulatif [16]. Semakin tinggi level organisasi (7) adanya sinergi yang baik antara Dinas
dalam pemerintahan daerah semakin besar Koperindag dengan asosiasi/komunitas UMKM.
pengaruh pendekatan otoritatif yang diambil. Sementara itu kondisi yang menjadi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun permasalahan meliputi: (1) permasalahan SDM,
perencana pada tataran SKPD teknis termasuk yaitu usaha mikro cenderung kesulitan
Dinas Koperindag sudah menyusun perencanaan menangkap peluang karena keterbatasan
jangka menengah untuk periode lima tahun SDM/semua dikerjakan sendiri, di sisi lain ketika
termasuk perencanaan untuk setiap tahunnya, akan mencari tenaga kerja, mereka kesulitan
akan tetapi selalu mentah kembali ketika dibahas untuk memperoleh SDM berkualitas yang loyal;
pada tataran yang lebih tinggi. Hal tersebut (2) belum adanya data UMKM yang komprehensif
merupakan dampak dari dominannya dalam rangka pelaksanaan pembinaan usaha
pengambilan keputusan otoritatif. Dengan mikro yang tepat sasaran; (3) usaha mikro
demikian keberlanjutan suatu program menjadi cenderung belum melakukan manajemen dan
tidak dapat berjalan karena setiap tahun hanya pencatatan keuangan yang memadai sehingga
ada dua kemungkinan yang terjadi dalam sulit untuk dinilai kelayakan usahanya terutama
pelaksanaan program, yaitu (1) program rutin dalam rangka mengakses permodalan; (4) usaha
yang berlangsung setiap tahun yang merupakan mikro cenderung belum memiliki tempat yang
amanat dari tugas dan fungsi organisasi tanpa representatif untuk proses produksi; (5) usaha
adanya evaluasi yang memadai mengenai mikro cenderung masih lemah dalam inovasi
outcome dari program tersebut; (2) program pemasaran dan branding; (6) masuknya produk
insidental tanpa perencanaan yang matang yang sejenis dari luar Kota Batu, terlebih setelah
merupakan hasil dari pengambilan keputusan diterapkannya pasar bebas ASEAN; (7) adanya
otoritatif yang tingkat prioritasnya tidak melalui oknum penjual produk repackage ilegal dan
kesepakatan bersama. ancaman kanibalisme dari oknum usaha bermodal
Strategi Dalam Upaya Mengatasi Permasalahan besar.
Pemasaran Usaha Mikro Berdasarkan hasil identifikasi potensi dan
Untuk dapat menyusun strategi dalam upaya permasalahan, dapat disusun strategi dalam
mengatasi permasalahan pemasaran usaha mikro upaya mengatasi permasalahan pemasaran usaha
diperlukan identifikasi terhadap potensi dan mikro dengan mengelompokkan potensi dan
permasalahan yang ada. Dalam mengimplemen- permasalahan ke dalam faktor internal yang
tasikan Renstra SKPD, Dinas Koperindag meliputi kekuatan dan kelemahan, serta faktor
dihadapkan pada berbagai kondisi yang dapat eksternal yang meliputi peluang dan ancaman.
menjadi potensi maupun permasalahan. Setelah dikelompokkan, faktor-faktor tersebut
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kemudian diberi bobot berdasarkan pendapat

106
responden. Dalam rangka merumuskan strategi Hasil analisis menunjukkan bahwa posisi
dan memilih strategi prioritas, maka hasil strategis pembinaan usaha mikro di Kota Batu
pembobotan Internal Strategic Factor Analysis berada pada posisi yang mendukung strategi
Summary (IFAS) dan External Strategic Factor agresif. Dengan demikian, dalam menghadapi
Analysis Summary (EFAS) diplot kedalam kuadran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Pemerintah
matriks Grand Strategy untuk menentukan peta Kota Batu dalam hal ini Dinas Koperindag dapat
strategis. Strategi untuk masing-masing kuadran mulai memperlakukan usaha mikro sebagai
diperoleh dari interaksi antara IFAS dan EFAS. entitas ekonomi yang fokus pembinaannya bukan
Dengan demikian akan dihasilkan alternatif pada aspek permodalan lagi tetapi pada
strategi, yaitu strategi Strength-Opportunity (SO), penguatan daya saing dan ekspansi pasar serta
strategi Weakness-Opportunity (WO), strategi pemberian dorongan untuk berinovasi. Dalam era
Strength-Threat (ST), dan strategi Weakness- perdagangan bebas, salah satunya melalui
Threat (WT) untuk kemudian dipilih berdasarkan implementasi MEA, standarisasi dan sertifikasi
kuadaran yang diperoleh dari plot hasil merupakan hal yang krusial dalam mendukung
pembobotan. daya saing. Standar kualitas produk, proses
Berdasarkan hasil pembobotan, strategi yang produksi, perlindungan hak kekayaan intelektual
dipilih adalah strategi pada kuadran I, yaitu dan perubahan mindset SDM ke arah yang lebih
strategi Strength-Opportunity (SO) yang dapat baik merupakan hal yang harus diprioritaskan
diartikan sebagai strategi yang menggunakan disamping ekspansi pasar.
kekuatan untuk merebut peluang. Posisi ini Strategi yang dapat diterapkan berdasarkan
merupakan posisi yang sangat menguntungkan, hasil analisis posisi strategis meliputi: (A)
karena dalam upaya mengatasi permasalahan Pembangunan jaringan kerjasama hulu-hilir
pemasaran usaha mikro, Dinas Koperindag dalam dengan memberdayakan komunitas/asosiasi
hal ini memiliki kekuatan yang lebih besar dari UMKM. Melihat peta usaha mikro di Kota Batu
kelemahan dan dihadapkan pada peluang yang yang didominasi oleh industri pengolahan, baik
lebih besar daripada ancaman. Kondisi tersebut berupa pengolahan makanan dan minuman
dapat diartikan bahwa meskipun Dinas maupun kerajinan, maka dalam sistem
Koperindag menghadapi kendala berupa tidak pembinaannya perlu memperhatikan tiga sub
adanya data UMKM yang komprehensif dan sistem di dalamnya, yaitu sub sistem hulu, sub
akurat, tetapi pembinaan terhadap UMKM sistem proses, dan sub sistem hilir. Yang dimaksud
khususnya usaha mikro masih dapat berjalan dengan hulu dalam hal ini terkait dengan bahan
optimal dengan adanya PLUT-KUMKM dan sinergi baku yang diperlukan oleh industri tersebut.
yang baik dengan komunitas/asosiasi UMKM. Sementara itu yang dimaksud dengan hilir adalah
Selain itu, adanya dukungan program dan terkait dengan proses distribusi dan pemasaran
anggaran baik dari pemerintah pusat maupun dari produk yang dihasilkan.
provinsi juga dapat menutupi kelemahan Pada sub sistem hulu, perlu diperhatikan
tersebut. Sementara itu jika ditinjau dari sudut persoalan ketersediaan bahan baku. Dari hasil
pandang usaha mikro yang merupakan sasaran penelitian diketahui bahwa pada saat ini bahan
dari pelayanan Dinas Koperindag, kondisi tersebut baku yang diperlukan oleh usaha mikro masih
dapat diartikan bahwa meskipun usaha mikro mencukupi dari pertanian lokal, akan tetapi belum
memiliki kelemahan dalam hal manajemen usaha, ada kajian yang meneliti keberlanjutan dari
sarana dan prasarana produksi, kesulitan ketersediaan bahan baku lokal tersebut. Dengan
memperoleh tenaga kerja yang kompeten dan sektor pertanian yang dominan, Kota Batu
loyal, serta inovasi dalam pemasaran dan seharusnya mulai memikirkan kemampuan sektor
branding, masih dapat tertutupi dengan kondisi pertanian lokal untuk memenuhi kebutuhan
Kota Batu dimana bahan baku lokal masih tersedia usaha mikro. Kota Batu yang masih bagian dari
serta kemampuan dari usaha mikro yang sanggup wilayah Malang Raya juga berlokasi tidak jauh dari
memberdayakan masyarakan sekitar. Selain itu, perguruan tinggi besar yang ada di Kota Malang.
kondisi yang dianggap ancaman berupa masuknya Dengan demikian, Pemerintah Kota Batu dapat
produk dari luar baik saat ini terlebih setelah pasar bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk
bebas ASEAN diberlakukan dan ancaman oknum mengkaji keberlanjutan dari ketersediaan bahan
yang mengkanibal pasar masih teratasi dengan baku untuk usaha mikro.
adanya potensi pasar yang besar sebagai dampak Penggunaan bahan baku lokal merupakan hal
positif pariwisata dan berkembangnya model yang sangat penting untuk dipertahankan karena
pemasaran secara online. akan menguntungkan baik bagi usaha mikro

107
Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro Dalam Mengatasi Permasalahan Pemasaran (Sutrisno, et al.)

maupun bagi para petani. Bagi usaha mikro, memberikan fasilitasi misalnya sertifikasi halal,
penggunaan bahan baku lokal membuat beban pendaftaran merek, dan sertifikasi industri seperti
biaya produksi menjadi minimal karena tidak Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP),
perlu mengeluarkan biaya transportasi yang besar Good Manufacturing Practice (GMP) dan ISO.
untuk memperoleh bahan baku. Bagi para petani, Sementara itu dari sisi SDM, hasil penelitian
keuntungan yang diperoleh adalah kepastian menunjukkan bahwa sebagian besar mindset
adanya pembeli serta biaya pengiriman yang lebih pelaku usaha mikro belum memikirkan
murah. Dengan terjalinnya jaringan kerjasama pentingnya administrasi keuangan dan perluasan
penyediaan bahan baku diharapkan terjadi pemasaran. Oleh karena itu, pemerintah perlu
kestabilan harga yang selama ini merugikan para membina SDM usaha mikro untuk mengubah
petani, dimana ketika panen raya harga produk mindset mereka agar lebih terbuka terhadap
pertanian sering jatuh karena permainan perkembangan perekonomian dan teknologi.
tengkulak. Penggunaan bahan baku lokal untuk Selain itu penting untuk diberikan pemahaman
industri khususnya yang dilakukan oleh usaha bahwa seiring dengan diimplementasikannya
mikro akan mendorong pembangunan ekonomi pasar bebas, maka standarisasi dan sertifikasi
menuju kemandirian daerah. Arsyad (2004) produk dan proses produksi menjadi sangat
mengemukakan permasa-lahan pokok dalam penting.
pembangunan daerah terletak pada penekanan Pada sub sistem hilir, jaringan kerjasama yang
kebijakan-kebijakan pembangunan yang dibangun adalah kerjasama pemasaran produk
didasarkan pada kekhasan daerah yang usaha mikro dengan entitas yang berpotensi
bersangkutan (endogenous development) [20]. sebagai pasar dari produk usaha mikro seperti
Demikian halnya Kuncoro (2012) menekankan pengelola objek wisata baik di dalam maupun luar
bahwa dalam pembangunan ekonomi dalam Kota Batu, gerai atau outlet penyedia oleh-oleh
rangka meningkatkan pertum-buhan ekonomi, baik yang ada di Kota Batu maupun di luar Kota
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan taraf Batu. Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan
hidup dan mengentaskan kemiskinan haruslah yang terjadi adalah lemahnya posisi tawar usaha
berbasis kepada potensi lokal [21]. mikro terhadap pengelola objek wisata maupun
Dengan melihat empat peran pemerintah outlet oleh-oleh sehingga usaha mikro kurang
daerah dalam pembangunan ekonomi daerah, diuntungkan dengan bentuk kerjasama ini. Untuk
yaitu sebagai enterpreneur, koordinator, mengatasi persoalan tersebut diperlukan
fasilitator dan stimulator [21], maka dalam rangka kerjasama semua stakeholder baik dari unsur
membanguna jaringan kerjasama antara sektor pemerintah, komunitas/asosiasi UMKM dan para
pertanian sebagai penyedia bahan baku dan pengusaha objek wisata dan outlet oleh-oleh.
sektor usaha mikro, pemerintah daerah dapat Pemerintah dapat bekerjasama dengan
mengambil peran sebagai koordinator dan pengusaha objek wisata dan hotel agar menjual
fasilitator. Pemerintah daerah dapat mengkoor- produk usaha mikro dengan kriteria dan standar
dinasikan dan memberdayakan komunitas/ yang sesuai dan dapat dipenuhi, serta
asosiasi UMKM yang ada untuk menjalin menguntungkan bagi usaha mikro. Pemerintah
kerjasama yang saling menguntungkan dengan bersama komunitas/ asosiasi UMKM
kelompok-kelompok pertanian. berkolaborasi untuk terus membangun kesadaran
Strategi yang diterapkan dalam sub sistem dan memfasilitasi usaha mikro untuk
proses adalah melalui peningkatan kualitas meningkatkan kualitas produknya. Di sisi lain
produksi, SDM dan manajemen usaha mikro. Pada pemerintah harus memperkuat kelembagaan
sub sistem proses, strategi lain dalam matriks komunitas/ asosiasi usaha mikro agar memiliki
interaksi IFAS-EFAS tidak dapat dikesampingkan. posisi tawar yang kuat dalam kerjasama
Dalam rangka memperbaiki proses produksi pemasaran produk usaha mikro. Secara skematis,
otomatis akan memperbaiki SDM dan manajemen strategi membangun jaringan kerjasama hulu-hilir
yang ada. Permasalahan yang ditemukan seperti dengan memberdayakan komunitas/asosiasi
sarana dan prasarana produksi yang belum UMKM dapat dilihat pada Gambar 1.
standar memerlukan peran pemerintah untuk

108
AKADEMISI/ Pelatihan Fasilitasi DINAS
PRAKTISI/ dan motivasi standarisasi KOPERINDAG/
PAKAR -manajemen PROSES dan PLUT-KUMKM
-teknologi perubahan sertifikasi
tepat guna mindset usaha
mikro
Kajian "Jangan cukup Penguatan
keberlanjutan hanya survive" kelembagaan
ketersediaan komunitas/
bahan baku asosiasi
lokal HILIR UMKM
HULU
Peningkatan
Keberlanjutan
posisi tawar
ketersediaan
usaha mikro
bahan baku lokal dalam kerjasama
pemasaran

Kerjasama Kerjasama pemasaran dengan


penyediaan bahan pengelola objek wisata, hotel
baku dengan dan outlet oleh-oleh baik
kelompok tani dalam maupun luar daerah

KOMUNITAS/
ASOSIASI
UMKM

Sumber: Hasil penelitian


Gambar 1. Strategi Pembangunan Jaringan Kerjasama Hulu-Hilir Dengan Memberdayakan Komunitas/Asosiasi UMKM.

(B) Fasilitasi pembangunan jaringan pema- yang diharapkan melalui pemasaran online adalah
saran online terpadu berbasis komunitas. meningkatnya efisiensi, menekan tingkat
Karakteristik masyarakat khususnya generasi kesalahan dan meningkatkan kepuasan pelanggan
muda saat ini merupakan peluang yang besar bagi [22].
usaha mikro, terlebih dengan semakin derasnya Semakin familiarnya masyarakat terhadap
penetrasi teknologi khususnya smartphone pemasaran online dan pengalaman beberapa
dimana saat ini telah menjadi kebutuhan yang pelaku usaha mikro yang sukses dalam pemasaran
dianggap sangat penting. Keuntungan online memberikan peluang dalam
menggunakan pemasaran online dapat dilihat dari pengembangan usaha mikro. Dengan adanya
empat perspektif, yaitu perspektif finansial, komunitas UMKM yang proaktif dan bersinergi
perspektif hubungan, perspektif perniagaan, dan dengan Dinas Koperindag dalam mengembangkan
perspektif respon-sivitas. Penjelasan masing- usaha mikro telah menjadi hal yang positif dengan
masing perspektif tersebut adalah: (1) perspektif membuat suatu portal terpadu yang berisi katalog
finansial, menekankan pada pemasaran online produk dan profil usaha mikro di Kota Batu. Portal
lebih merupakan entitas elektronik daripada ini hanya sebagai media promosi terpadu untuk
entitas fisik sehingga dapat mereduksi biaya memudahkan pembeli dalam mencari produk
pemasaran dan meningkatkan efisiensi; (2) yang diinginkan. Nantinya portal ini dikelola oleh
perspektif hubungan, dimana pada pemasaran komunitas sedangkan pemerintah dapat
online dapat tercipta hubungan baru, pasar baru membantu dalam penyediaan dan pembuatan
dan meningkatkan interaksi baik dengan portalnya.
pelanggan, pemasok, distributor maupun mitra Di Kota Batu, dengan kemajuan sektor
bisnis lainnya; (3) perspektif perniagaan, lebih pariwisata, serta didukung semangat asosiasi dan
menekankan pada efektivitas proses penjualan pelaku UMKM menjadikan pembuatan portal
dengan menggunakan pemasaran online; (4) tersebut potensi yang layak dikembangkan,
perspektif responsivitas, berkaitan dengan mengingat promosi melalui media online tidak
mengurangi waktu yang dibutuhkan antara terbatas wilayah sehingga mampu meraih pangsa
permintaan bisnis dan pemenuhannya. Dampak pasar yang lebih luas. Dengan dikelola oleh

109
Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro Dalam Mengatasi Permasalahan Pemasaran (Sutrisno, et al.)

komunitas/asosiasi UMKM, diharapkan UMKM manusia seutuhnya yang menginginkan dunia


khususnya usaha mikro akan lebih merasa yang lebih baik, maka dalam hal ini produk usaha
memiliki dan aktif terlibat dalam pengembangan mikro diharapkan tidak hanya sebagai oleh-oleh
kedepannya. Dengan dibangun sebuah portal atau jajanan, melainkan menjadi produk yang
terpadu yang diintegrasikan dengan promosi mampu bercerita tentang budaya dan sejarah
wisata dan kebudayaan diharapkan akan yang ada di Kota Batu dan mendukung kelestarian
terbangun sinergi positif antara pengembangan budaya dan lingkungan [11]. Oleh karena itu
pariwisata, nilai budaya dan UMKM khususnya dalam pengembangan portal pemasaran produk
usaha mikro. Selain itu dengan konsep marketing usaha mikro perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai
3.0 dari Kotler et al, (2010) yang menganggap budaya yang ada di masyarakat Kota Batu. Skema
konsumen tidak hanya sekedar calon pembeli portal produk usaha mikro dapat dilihat pada
produk, melainkan memandang mereka sebagai Gambar 2.

DINAS KOPERINDAG/
PLUT-KUMKM

Fasilitasi pembuatan,
pembinaan,
pemantauan dan
evaluasi

PORTAL
TERPADU
KOMUNITAS/ASOSIASI UMKM PELAKU USAHA MIKRO
PRODUK USAHA
MIKRO
Menginventarisasi Menyiapkan produk
produk usaha mikro, sesuai pesanan, menjaga
mengelola konten dan meningkatkan
website Mensinergikan produk kualitas produk
dan nilai budaya untuk
menciptakan produk
yang memiliki nilai lebih

DINAS PARIWISATA DAN


KEBUDAYAAN SERTA PEGIAT
BUDAYA LOKAL
Sumber: Hasil penelitian
Gambar 2. Strategi Fasilitasi Pembangunan Jaringan Pemasaran Online Terpadu Berbasis Komunitas

Jika meninjau strategi pembangunan sektor menjadi (1) penyelenggaran dan partisipasi dalam
UMKM sebagaimana tercantum dalam RPJMD pameran produk UMKM, (2) memperluas
yaitu: (1) melakukan pembinaan terhadap UKM kerjasama dan jaringan pemasaran produk, (3)
yang telah ada dalam masyarakat; (2) meningkatkan mutu produk, (4) memperbaiki
memfasilitasi UKM dalam hal sarana, permo- sistem distribusi produk, dan (5) merevitalisasi
dalan, dan pemasaran; (3) menyelenggarakan sarana dan prasarana pemasaran lokal, maka
pelatihan terhadap para pelaku UKM terkait strategi yang dihasilkan dari penelitian ini
dengan berbagai pengetahuan pengembangan merupakan strategi yang melengkapi, mengin-
usaha; (4) memfasilitasi UKM dengan penerapan tegrasikan dan mengoperasionalkan strategi-
teknologi tepat guna; (5) memfasilitasi berbagai strategi yang telah tercantum dalam dokumen
upaya kerjasama dan kemitraan usaha; dan (6) perencanaan tersebut. Dengan melihat persoalan
memfasilitasi upaya perlindungan hukum terha- utama dalam implementasi Renstra SKPD adalah
dap hasil produksi UKM, yang kemudian inkonsistensi pada aspek penganggaran, maka
diturunkan dalam Renstra Dinas Koperindag yang dibutuhkan adalah komitmen yang kuat

110
untuk mengimplementasikan Renstra SKPD pembinaan bagi usaha mikro dan penataan
maupun dokumen perencanaan lainnya secara regulasi yang mendukung pertumbuhan usaha
konsisten. mikro dengan melibatkan seluruh stakeholder,
serta penegakan hukum dalam rangka membina
KESIMPULAN DAN SARAN iklim usaha yang kondusif; (3) Dinas Koperindag
Kesimpulan
perlu menyusun database UMKM yang akurat,
Berdasarkan hasil penelitian dan pemba-
hasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komprehensif dan terintegrasi sebagai dasar
perencanaan strategis yang dilakukan Dinas pembinaan bagi usaha mikro; (4) Pemerintah Kota
Koperindag dalam penyusunannya cenderung Batu perlu membangun komitmen yang kuat
didominasi perencanaan prosedural dan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
mengabaikan aspek perencanaan substantif, masyarakat dari sisi pembangunan ekonomi
sehingga belum mencerminkan perencanaan yang berbasis sektor usaha mikro dengan melibatkan
efektif. Sementara itu kendala terbesar dalam seluruh stakeholder dengan lebih menekankan
implementasi Renstra ke dalam Renja adalah pada promosi dan penguatan daya saing dalam
ketidaksepahaman antar aktor perencana pada rangka menyongsong era perdagangan bebas; (5)
berbagai tingkatan organisasi, dimana semakin
Dinas Koperindag perlu mengoptimalkan peran
tinggi tingkatan organisasi maka porsi
pengambilan keputusan yang bersifat otoritatif PLUT-KUMKM untuk membangun mindset positif
semakin besar dibandingkan yang bersifat pelaku usaha mikro agar lebih siap menghadapi
kalkulatif. Hal tersebut mendukung teori persaingan di era perdagangan bebas; (6)
perencanaan Faludi bahwa untuk menghasilkan Pemerintah Kota Batu perlu memperkuat
perencanaan yang efektif diperlukan perpaduan kelembagaan komunitas/asosiasi UMKM misal-
antara pendekatan perencanaan prosedural dan nya dalam bentuk koperasi agar memiliki landasan
perencanaan substantif. hukum yang kuat dalam pembangunan kerjasama
Posisi strategis Dinas Koperindag dalam untuk memperkuat jaringan hulu dan hilir dari
pembinaan usaha mikro berada pada posisi yang usaha mikro; (7) Pemerintah Kota Batu
mendukung strategi agresif dimana fokus
bekerjasama dengan akademisi perlu melakukan
pembinaan harus diarahkan pada ekspansi pasar
dan penguatan daya saing dalam rangka kajian terhadap kemampuan daya dukung dan
mengadapi pasar bebas. Strategi yang dapat keberlanjutan ketersediaan bahan baku lokal bagi
dilakukan dalam implementasi Renstra SKPD usaha mikro (8) Perlu dilakukan penelitian lebih
untuk mengatasi permasalahan pemasaran usaha lanjut sebagai feasibility study atas strategi
mikro adalah: (1) membangun jaringan kerjasama alternatif yang dihasilkan dari penelitian ini.
hulu-hilir dengan memberdayakan komunitas/
asosiasi UMKM; dan (2) memfasilitasi pem- UCAPAN TERIMA KASIH
bangunan jaringan pemasaran online terpadu Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
berbasis komunitas. besarnya kepada: (1) Pimpinan dan segenap
Saran
Civitas Akademik Fakultas Ilmu Administrasi
Hasil penelitian ini memberikan beberapa
Universitas Brawijaya; (2) Kepala Pusat
rekomendasi antara lain: (1) Dinas Koperindag
Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana
perlu memasukan lebih banyak aspek substantif
Bappenas; (3) Walikota dan segenap Jajaran
dalam perencanaan strategis, diantaranya dengan
Pemerintah Kota Batu; (4) Semua pihak yang telah
melibatkan pelaku usaha mikro dan
mendukung hingga selesainya penelitian ini.
komunitas/asosiasi UMKM dalam rangka
menyusun perencanaan yang efektif, sehingga
DAFTAR PUSTAKA
hasil perencanaan yang dihasilkan mempunyai [1]. Utami, Ramadhilla Maghfira dan Donald
legitimasi yang kuat ketika dihadapkan pada Crestofel Lantu. 2014. Development
proses politis dalam pembahasan di tingkat Competitiveness Model for Small-Medium
kelembagaan yang lebih tinggi; (2) Pemerintah Enterprises among the Creative Industry in
Kota Batu perlu meningkatkan koordinasi lintas Bandung. Procedia - Social and Behavioral
sektor antar SKPD dalam pembinaan usaha mikro Sciences. 115. 305-323 melalui http://
antara lain melalui pembagian aspek/sisi www.sciencedirect.com/science/article/pii/

111
Perencanaan Strategis Sektor Usaha Mikro Dalam Mengatasi Permasalahan Pemasaran (Sutrisno, et al.)

S1877042814019867 diakses tanggal 29 Produk ke Pelanggan ke Human Spirit.


September 2014. Erlangga. Jakarta.
[2]. Kementerian Koperasi dan UKM. 2014. [12]. Suryono, Agus dan Trilaksono Nugroho.
Perkembangan Data UMKM dan Usaha 2008. Paradigma, Model, Pendekatan
Besar. melalui http://www.depkop.go.id Pembangun-an, dan Pemberdayaan
diakses tanggal 26 Juni 2015. Masyarakat di Era Otonomi Daerah.
[3]. World Bank. 2001. Small and Medium Bayumedia. Malang.
Enterprise Development. [13]. Salusu, J. 2004. Pengambilan Keputusan
[4]. Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Stratejik Untuk Organisasi Publik dan
Industri Indonesia: Menuju Negara Industri Organisasi Non-Profit. Gramedia. Jakarta.
Baru 2030. ANDI. Yogyakarta. [14]. Bryson, John M. 2005. Strategic Planning for
[5]. Kadarisman, Hoedhiono. 2007. Memperkuat Public and Nonprofit Organization: A Guide
Ekonomi Nasional Berbasis Usaha Kecil dan for Strengthening and Sustaining Organi-
Menengah. Kelompok Independen Indone- zational Achievment. Revised Edition. Josey-
sia. Jakarta. Bass Publisher. San Francisco. Penerjemah:
[6]. Sok, Phyra, Aron O’Cass, dan Keo Mony Sok. M. Miftahudin (2005). Perencanaan
2013. Achieving Superior SME Performance: Strategis Bagi Organisasi Sosial. Pustaka
Overarching Role of Marketing, Innovation, Pelajar. Yogyakarta.
and Learning Capabilities. Australasian [15]. Riyadi dan Deddy Supriyady Bratakusumah.
Marketing Journal. 2. 161-167. melalui 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah.
http://www.sciencedirect.com/science/arti Gramedia. Jakarta.
cle/pii/S1441358213000177 diakses tanggal [16]. Faludi, Andreas. 1973. Planning Theory.
3 Juni 2015. Pergamon Press. Oxford.
[7]. McFarland, Christiana dan Kathleen [17]. Herdiansyah, Haris. 2011. Metodologi
McConnell. 2012. Small Business Growth Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
During a Recession: Local Policy Impli- Cetakan kedua. Salemba Humanika. Jakarta.
cations. Economic Development Quarterly. [18]. Miles, Matthew B., A. Michael Huberman
27(2). 102–113. melalui http://edq. dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative Data
sagepub.com/content/early/2012/10/07/08 Analysis: A Method Sourcebook. Third
91242412461174 diakses tanggal 9 Oktober Edition. Sage Publication. USA.
2014. [19]. Allison, Michael dan Jude Kaye. 2005.
[8]. Tambunan, Tulus 2008. SME Development, Strategic Planning for Nonprofit
Economic Growth, and Government Organization. Pengantar oleh Faisal Basri
Intervention in A Developing Country: The (2005). Perencanaan Strategis Bagi
Indonesian Story. Journal of International Organisasi Nirlaba. Yayasan Obor. Jakarta.
Entrepreneurship. 6. 147-167. melalui [20]. Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi
http://link.springer.com/article/10.1007%2 Pembangunan. BPSTIE YKPN. Yogyakarta.
Fs10843-008-0025-7 diakses tanggal 15 Juni [21]. Kuncoro, Mudrajad. 2012. Perencanaan
2015. Daerah, Bagaimana Membangun Ekonomi
[9]. Triastuti, Maria Rosarie Harni. 2013. Lokal, Kota dan Kawasan. Erlangga. Jakarta.
Menakar Kapasitas Governance Pemerin-tah [22]. Chandra, Gregorius, Yanto Chandra dan
Daerah Dalam Memfasilitasi Usaha Kecil dan Fandy Ciptono. 2004. Pemasaran Global:
Menengah. Jurnal Ilmu Administrasi. X(2): Internasionalisasi dan Internetisasi. ANDI.
186-198. melalui http://www.e- Yogyakarta.
jurnal.com/2014/05/menakar-kapasitas-
governance-pemerintah.html diakses tang-
gal 27 September 2014.
[10]. Susilo, Y. Sri. 2010. Strategi Meningkatkan
Daya Saing UMKM Dalam Menghadapi
Implementasi CAFTA dan MEA. Buletin
Ekonomi.. 8(2.: 70-78. melalui repository.
upnyk.ac.id/2437/1/sri_susilo082011juli.pdf
diakses tanggal 15 Mei 2015.
[11]. Kotler, Phillip, Hermawan Kartajaya dan Iwan
Setiawan. 2010. Marketing 3.0: Mulai dari

112

Anda mungkin juga menyukai