Contoh Draft Artikel

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

Perang Bintang: Bukan Sekedar Wahana di Dufan!

Guardian of the Galaxy, Star Wars,dan Infinity Wars

“Use the force, Luke!”-Obi Wan berbicara kepada  Luke saat ia melakukan sebuah kejar-
kejaran di dasar tebing untuk menghancurkan Death Star. Obi Wan meminta Luke untuk
mematikan komputer otomatis dan beralih menggunakan his impulse and feeling to deliver
the death knell. 
(Episode IV: A New Hope)

Pernah mendengar, atau setidaknya membaca, kutipan dialog di atas? Bila sudah, selamat!
Anda adalah salah satu dari sekian banyak penggemar film garapan George Lucas. Film karya
sutradara tersebut memiliki status ikonik dalam dunia perfilman, dan tentunya dalam
perkembangan genre fiksi ilmiah.

Well, Anda bukan penggemar Star Wars dan slogan May the Force be With You? Tidak
masalah; pasti setidaknya pernah mendengar Guardian of the Galaxy atau Thanos dalam
sekuel Marvel Cinematics Universe? 

Poin yang ingin saya angkat disini adalah apakah benar dapat terjadi perang luar
angkasa dengan skema penghancuran yang super maksimum dan lintas galaksi?
Tentu saja itu dapat terjadi dengan melihat perkembangan teknologi yang cukup
pesat di bidang luar angkasa dan masih terbukanya banyak peluang eksplorasi dan
eksploitasi ‘lintas planet’, salah satu contohnya adalah adanya perusahaan SpaceX
milik Elon Musk yang digadang-gadang sebagai The Real Iron Man.

Permasalahannya adalah, bagaimana jika hal ini tidak hanya menimbulkan sisi positif, tetapi
juga sisi negatif yang tidak bisa dipungkiri layaknya dua sisi mata koin? Jawabannya adalah:
iap-siap aja, bro!
Lho, kok siap-siap? Memangnya sudah mulai?-Ya, Tentu saja!-Perkembangan teknologi
perang luar angkasa bisa dilihat dari adanya perlombaan ke bulan atau penjelajahan ruang
angkasa yang sudah dilakukan sejak era Uni Soviet masih berdiri hingga sekarang dengan
dibentuknya traktat yang bernama  Outer Space Treaty 1967 (disingkat “OST”)  sebagai
traktat yang berlaku sebagai rezim hukum yang mengatur wilayah Luar Angkasa. i Selain itu,
terdapat pula resolusi tambahan yang mendukung perkembangan dan perlindungan wilayah
Luar Angkasa yaitu Prevention of Arms Race in Outer Space (PAROS) serta Committee on
Peaceful Uses Of Outer Space (Coupous) yang sudah menjadi norma hukum internasional
dibawah OST.ii 

Waduh, bisa jadi beneran dong?

Laser dan Light Saber, : Aturan Mainnya Apa?


Tenang aja, pada dasarnya penggunaan senjata itu pastinya bakal dibatasi, sekalipun
senjata-senjata tersebut digunakan di ruang angkasa.

Mungkin Anda bertanya: loh, kok bisa? Ya, bisa dong, ada yang namanya Hukum
Humaniter Internasional. Hukum ini berlaku pada saat terjadinya konflik bersenjata.
Hal ini sudah diakui secara internasional dan sudah ‘well-recognized’.

Well, memang sampai sekarang perkembangan senjata internasional belum sampai


tahap penggunaan Light Saber (jangan sedih bro, I know what u feel) namun untuk
penggunaan Laser sudah cukup diatur dalam peraturan hukum internasional, yaitu
adanya prinsip necessity and proportionality yang sudah menjadi hukum kebiasaan
internasional.iii Dengan catatan, penggunaan senjata laser yang dilarang dalam OTS
hanyalah menembakkan senjata dari bumi ke satelit milik negara lain, namun
menembakkan laser dalam wilayah luar angkasa masih diperbolehkan.iv

Pada intinya, penggunaan senjata tersebut haruslah sesuai porsi dan kegunaan
senjata tersebut, serta tidak diperkenankan menggunakan senjata nuklir ataupun
senjata pemusnah massal (WMD) yang mana sudah diatur jelas dalam Pasal 4 OST,
dengan catatan bahwa senjata tersebut tidak diluncurkan langsung ke orbit bumi.
Analisis sederhananya adalah, karena luar angkasa merupakan wilayah yang
dikategorikan sebagai wilayah tak bertuan dengan diberlakukannya rezim common
heritage of mankind atau warisan berharga bagi umat manusia, maka ‘potensi dan
ancaman yang kiranya bisa ngancurin kesejahteraan kolekti umat manusia, harus
dihindari.v (Hmm, apa kabar Thanos dengan infinity gauntletnya ya kalau begitu?
Ups.)

Planet Cybertron Hancur: Tanggung Jawabnya Gimana?


Well, pada dasarnya konsep pertanggungjawaban itu sudah dikenal dalam Hukum
Internasional, yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu Tanggung
jawab negara (state responsibility) dan tanggung jawab perorangan yang sudah
dianggap sebagai salah satu hukum kebiasaan internasional.vi 

Nah, untuk aspek pertanggungjawaban apabila terjadi kerusakan atau kehancuran di


ruang angkasa, secara hipotesis dilakukan oleh sebuah negara maka konvensi yang
sekiranya akan dijadikan dasar gugatan adalah Liability Convention 1972 serta Draft
Article for Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (ARSIWA), unsur-
unsur yang setidaknya harus dipenuhi adalah:
 Dapat diatribusikan kepada negara dengan dasar hukum internasional (“it is
attributable to the State under International Law”)
 Dinyatakan sebagai sebuah pelanggaran dari sebuah kewajiban internasional
sebuah negara (“Constitutes of a breach of an International Obligation of the
states”).vii

Jadi, ringkasnya adalah harus dapat dibuktikan mengenai keterlibatan suatu negara
akan kerusakan dan membuktikan adanya pelanggaran dan norma hukum
internasional.

Bagaimana kalau yang terjadi adalah perang, dan bukan sekadar ‘kerusakan’ yang
dilakukan oleh negara? Tentu saja itu merupakan yurisdiksi dari Hukum Humaniter.
Adapun keberlakuan Hukum Humaniter dalam ranah luar angkasa masih sebatas
hipotesis, karena sampai sekarang perkembangan hukum perang yang terjadi hanya
pada sesama manusia di bumi - bukan manusia dengan alien, atau manusia lain di
Mars atau di Planet Titan seperti yang dilakukan oleh Peter Quill dalam Guardian of
the Galaxy, misalnya.

Hal ini dikarenakan adanya konsep pertanggungjawaban yang dikenal dalam Hukum
Humaniter yang dikenal sebagai konsep ‘command responsibility’ dan ‘individual
responsibility’.viii Pembebanan tanggung jawab ini dilihat dari perbuatan yang
dilakukan oleh si kombatan. Apakah perbuatan itu dilakukan berdasarkan perintah
atasan yang sedang menjalani jabatannya? Atau berdasarkan pertimbangan
individu? Melihat dari posisi Megatron sebagai komandan perang, maka diasumsikan
bahwa tanggung jawab yang dibebankan adalah command responsibility. Nah, untuk
menentukan seseorang adalah suatu pelaku atau pihak yang bertanggungjawab atas
suatu peristiwa tersebut, dibutuhkan suatu pemenuhan unsur atau element.

You guys probably wondering, sebenernya apa sih gunanya elemen ini? ingkatnya,
kalau di Hukum Indonesia disebut sebagai delik atau unsur pidana, Prosecutor atau
dalam hal ini harus membuktikan semua elemen ini, apabila element tersebut tidak
dapat dipenuhi maka dakwaannya tidak dapat dijatuhkan, konsekuensinya?-
Terdakwa atau pelaku tersebut harus dibebaskan.

Jadi, unsur apa saja yang terdapat dalam pertanggungjawaban komando? Well
please check the description below:
 Kejahatan itu masuk dalam kewenangan mengadili dari Mahkamah Pidana
Internasional (“The Crimes should fall under the jurisdiction of ICC”)
 Terdakwa merupakan seorang jenderal dalam kemiliteran dan mempunyai
keleluasaan untuk memerintah dan mengendalikan pasukannya (The
Defendant is a military commander and has effective command and control
over his or her force)
 Dia ( si Komandan) mengetahui akibat dari apa yang dilakukan (diperintahkan
langsung) olehnya dan gagal untuk melakukan usaha-usaha yang diperlukan
untuk mencegah akibat dari kejahatan (perbuatannya) (He or she knew about
the commission of the crime and fails to take necessary measures to prevent
the commission of the crimes)
  Dia (si Komandan) gagal dalam mengendalikan pasukan serta bawahnya
yang menjadi kewenangannya (He or she fails to exercise proper control over
his subordinates in his or her troops).ix

Dielaborasi sedikit ya?-Jadi, untuk menyatakan bahwa seorang tersebut dinyatakan 


bertanggung jawab dengan dasar tanggung jawab komando adalah ia terbukti
melakukan sebuah kejahatan yang menjadi yurisdiksi Mahkamah Pidana
Internasional yaitu genosida, agresi, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang.
x
Ia juga harus dibuktikan secara konkrit memiliki kuasa atau terbukti memiliki kontrol
penuh atas pasukannya, dan juga dia memang sudah mengetahui akibat dari
perintah yang dibuatnya dan/atau gagal mengendalikan bawahannya.xi

Agak bingung yah? Oke, mari kita pake contoh yang lebih familiar. Misalkan dalam
alternate ending dari Marvel Cinematics Universe Thanos The Mad Titan setelah
selesai menjentikkan jarinya dan menghancurkan setengah populasi manusia, Ia
ditemukan sedang bertani di The Garden dan akan dipersekusi oleh Avengers di
pengadilan ICC di Belanda, maka ketika ditangkap para hakim ICC akan melihat
apakah Thanos telah terbukti menghilangkan setengah populasi umat manusia
dengan jentikkan jarinya, serta serangannya kepada rakyat Amerika di New York City
dan Wakanda adalah terbukti benar dengan cara melancarkan agresi militer besar-
besaran ditambah dengan adanya pembunuhan oleh anak buah Thanos yakni Ebony
Maw dan Proxima Midnight yang telah menangkap Doctor Strange untuk
mendapatkan time stones. Well, hakim dalam hal ini haruslah membuktikan ke
semua unsur tersebut untuk dapat ‘memenjarakan’ dan ‘menghukum Thanos’. 
Mudah kan?

Perkembangan, Prediksi, dan Prevensi


Mengenai perang luar angkasa dan adanya potensi konflik luar angkasa, memang
belum ada perkembangan yang berarti dibidang hukum humaniter di luar angkasa
karna belum diatur dan diperkirakan secara spesifik, mengingat perlombaan dan
penyerangan senjata di luar angkasa karna umat manusia belum ada negara yang
dapat melakukan penyerangan dan invasi di luar angkasa.

Adapun sekiranya akan ada perkembangan mengenai pertempuran di luar angkasa


maka hal yang paling mendekati adalah adanya pembentukan space force oleh
Amerika Serikat, sebagai salah satu gebrakan yang digagas oleh Trump sebelum
adanya pandemic Covid-19. 

Jadi untuk menutup tulisan ini secara singkat, kesimpualan sederhananya adalah


mengenai skema akan suatu peristiwa perang luar angkasa yang dapat terjadi
melihat adanya perkembangan dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
diantaranya penggunaan senjata. Namun penggunaan senjata ini telah cukup
dibatasi dengan beberapa perjanjian internasional serta dokumen PBB yang cukup
mengikat.

Namun, mengenai skema perang luar angkasa apabila ingin dikaji dari sisi
pembebanan tanggug jawab, dapat dilihat dari 2 (dua) sisi hukum, yaitu hukum
humaniter dan hukum internasional. Perbedaan yang mendasar ialah mengenai
pembebanan tanggung jawab, yaitu pembebanan terhadap negara yang melakukan
atau individu yang melakukan atas dasar perintah dan kewenangan yang dimilikinya.
i
() United Nations. 2002. United Nations treaties and principles on outer space: text of treaties and principles
governing the activities of states in the exploration and use of outer space, adopted by the United Nations
General Assembly. 610 U.N.T.S. 205, New York: United Nations (OST)

ii
( )United Nations General Assembly Committee on the Peaceful Uses of Outer Space, Reports of the Legal
Sub-committee on its fifty-eight session, (12 April 2019) UN Doc No. A/AC.105/1203, page 9.; Lihat Group
of Governmental Experts on Further Practical Measures for the Prevention of an Arms Race in Outer
Space’(18-29 March 2019) UN Docs GE-PAROS/2019/WP.1, halaman 4

iii
() Firs Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, and relating relating to the
Protection of Victims of International Armed Conflicts (adopted 8 June 1977, entered into force 7 December
1978) 1125 UNTS

iv
OST, Article 4

v
Siavash, Mirzaee. Outer Space and Common Heritage of Mankind: Challenges and Solutions". RUDN
JOURNAL OF LAW 21 (1): 102-114. Peoples' Friendship University of Russia. doi:10.22363/2313-2337-
2017-21-1-102-114. 2017

vi
Customary IHL Rule 149: Responsibility for Violations of International Humanitarian Law, https://ihl-
databases.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_rul_rule149 diakses 22 Oktober 2020; lihat Customary IHL Rule 151:
Individual Responsibility, https://ihl-databases.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_rul_rule151 diakses 22 Oktober
2020; lihat juga Customary IHL Practice Relating to Rule 152. Command Responsibility for Orders to Commit War
Crimes, https://ihl-databases.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v2_rul_rule152 diakses 22 Oktober 2020

vii
International Law Commission ‘Draft Articles on Responsibility of State for Internationally Wrongful Acts, (2001)
UN Doc A/56/10 (“ASR”), Pasal 2.

viii
Criminal Repression dalam Casebook ICRC, https://casebook.icrc.org/law/criminal-repression;
diakses 22 Oktober 2020; lihat juga Command Responsibility dalam Casebook ICRC,
https://casebook.icrc.org/glossary/command-responsibility diakses 22 0ktober 2020.

ix
Prosecutor v. Jean Pierre Bemba, Case No. ICC-01/05-01/08, Judgement, (ICC Trial Chamber III Mar. 21, 2016),
paragraph 170 (Bemba)

x
Rome Statute of the International Criminal Court (adopted 17 July 1998, entered into force 1 July 2002) 2187 UNTS,
Pasal 6(3)

xi
Bemba, paragraph 201

Anda mungkin juga menyukai