Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PENANGANAN KEKERASAN DITEMPAT KERJA

DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) MUTIA SARI DURI

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di
Indonesia akhir akhir ini sangat pesat, baik dari jumlah maupun pemanfaatan
teknologi kedokteran. Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus
mengedepankan penanganan kekerasan ditempat kerja bagi seluruh pekerja Rumah
Sakit.
Rumah Sakit kompetitif di era global tuntutan pengelolaan program K3 di
Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja, pengunjung, pasien dan
masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari tindak
kekerasan baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena
kondisi tertentu.
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk
menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu
tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada
situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang. Istilah
“kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang
merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan
dengan kekerasan terhadap orang.
Adapun bentuk kekerasan tersebut, adalah :
1. Fisik : memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang
ke tubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat
(senjata), membunuh;
2. Psikologis : berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan,
mengatur, melecehkan, menguntit dan memata-matai, tindakan-
tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan
kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami,
teman dekat, dan lain-lain;
3. Seksual : melakukan tindakan yang mengarah ajakan atau pemaksaan
seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan melakukan
tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban. Memaksa
korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang
tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan
melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin atau seks
korban, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban, dengan
kekerasan fisik maupun tidak;
4. Finansial : mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan
pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan
mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya, semuanya
dengan maksud untuk dapat mengendalikan tindakan korban;
Sebagaimana disebutkan di dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1970
tentang Keselamatan dan Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 Kesehatan.
Rumah Sakit adalah suatu tempat kerja dengan kondisi seperti tersebut diatas
sehingga harus menerapkan penanganan kekerasan ditempat kerja, oleh karena itu
penanganan kekerasan di Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri sudah menjadi
suatu keharusan.

2. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui penanganan kekerasan di Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri
2. Tujuan Khusus
a. Terlaksana program penanganan kekerasan di Rumah
Sakit Umum (RSU) Duri secara sistematis dan terarah.
 Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri
a. Meningkatkan mutu pelayanan dan citra rumah sakit.
b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit.
2. Bagi Staf/Pegawai Rumah Sakit
a. Tetap semangat dalam melayani pasien rumah sakit.
b. Terlindungi dari tindak kekerasan baik fisik maupun psikologis.
BAB II

DEFINISI

A. Definisi Kekerasan di Tempat Kerja


1. Definisi Kekerasan di Tempat Kerja

Kekerasan ditempat kerja didefinisikan sebagai tindakan fisik (Misal:


pembunuhan, penyerangan, pemukulan) atau tindakan psikologi (Misal: teror,
menakuti, melecehkan, memarahi, menggoda, mengancam, intimidasi) yang akan
mempengaruhi pekerja yang bersangkutan. Situasi kekerasan tidak berdiri sendiri
(tidak tunggal) yang artinya bahwa banyak faktor yang menyebabkan. Oleh karena
mengenali kekerasan ditempat kerja menjadi perlu bagi semua pekerja (recognising
workplace violence).

Kejadian atas kekerasan ditempat kerja dari hari ke hari semakin meningkat,
tetapi tingkat kesadaran para pekerja mulai meningkat pula atas kejadian yang dialami
oleh mereka sendiri atau rekan kerja mereka. Secara tradisional kekerasan hanya
diketahui sebagai bentuk kekerasan fisik saja, tetapi saat ini kejadian menjadi
meningkat pula atas dampak yang diakibatkan oleh kekerasan psikologi. Kekerasan
psikologi dapat meliputi berbagai macam cara atau taktik, dan semua itu
mengakibatkan luka emosional yang sangat signifikan terhadap pekerja yang menjadi
korban. Memang sepertinya kekerasan emosional ini tidak terlihat tetapi bisa menjadi
suatu kondisi yang bisa “meledak” ketika dilakukan berulang-ulang (biarpun sangat
tidak “kentara” misal: dikatai BODOH, secara berulang-ulang dan didepan para
pengguna jasa kita atau teman sekerja).

Seperti dimaksud diatas, banyak kekerasan yang terjadi berhubungan dengan


jender. “Pengalaman” mengatakan bahwa kasus kekerasan lebih banyak menimpa
perempuan, karena mereka merupakan “soft target” dibandingkan dengan laki-laki,
dan juga karena mereka pada posisi “high-risk occupation” (karena pekerjaan mereka
kontak langsung dengan pengguna jasa layanan, misal: perawat, bidan, dokter, awak
kabin dan sebagainya).
Perawat adalah salah satu posisi kerja yang menempati resiko tinggi kekerasan
ditempat kerja karena mereka berinteraksi langsung dengan pasien dan pengunjung
yang memiliki sifat dan tabiat yang berbeda. misal:

a. Pelayanan yang tidak sesuai dengan keinginan pasien atau pengunjung


b. jenuh karena kondisi antrian pasien rumah sakit
c. juga karena perilaku awak perawat sendiri: karena kelelahan atau kondisi kerja
yang buruk

Oleh karena kondisi tersebut tidak hanya mengancam para perawat saja tetapi
juga terhadap pasien dan pengunjung yang lain. Seperti disebutkan diatas, kekerasan
ditempat kerja tidak berdiri sendiri, oleh karena iti kita perlu mengenal Violence Risk
Factors :

a. Masa tumbuh-kembang dan pengaruh orangtua dan keluarga (pelaku


kekerasan);
b. Faktor budaya: misal kekerasan dianggap sebagai “bentuk”
pembenaran/normal ditempat kerja kita, atau kekerasan sebagai bentuk
penegakkan disiplin ditempat kerja;
c. Ketidaksetaraan ekonomi: hubungan kerja yang didefinisikan sebagai
ATASAN-BAWAHAN, dan bentuk penyalahgunaan kekerasan;
d. Jender: ketidaksetaraan/ketidakadilan jender dan wujud dari norma yang
berlaku dimasyarakat yang menempatkan perempuan sebagai sub-ordinat
e. Faktor Personal: konflik ditempat kerja dan keinginan balas dendam
f. Faktor biologis: hormonal, testosterone: maskulinitas atau macho
g. Gangguan mental: perilaku dan sikap kekerasan karena pelaku menderita
gangguan mental: paranoid, schizophrenia, power syndrome
h. Pengaruh media: media menonjolkan bentuk kekerasan sebagai penyelesaian
masalah
i. Rekan kerja dan situasi kerja/perusahaan: rekan kerja dan situasi kerja yang
agresif mendorong dan mempengaruhi agresifitas (negatif), prasangka buruk,
diskriminasi, kondisi dan syarat kerja yang buruk, upah rendah, jam kerja yang
panjang, kelelahan
j. Faktor-faktor substansi lainnya: pelaku kekerasan adalah pengguna obat
terlarang dan peminum obat, sex disorder, personality disorder
2. Definisi Penanganan Kekerasan di Tempat Kerja

Penanganan kekerasan di tempat kerja adalah suatu upaya untuk mengatasi


dan memperbaiki kesalahan atas tindak kekerasan yang terjadi ditempat kerja
sehingga tidak terulang kembali dimasa yang akan datang.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penanganan kekerasan di tempat kerja adalah :
1. Staff dan Karyawan Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri
2. Pasien Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri
3. Pengunjung Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri
BAB III
TATA LAKSANA

A. Tata laksana penanganan kekerasan terhadap Pasien

1. Petugas Rumah Sakit melakukan proses mengidentifikasi pasien berisiko melalui


pengkajian secara terperinci.
2. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien : Perawat unit bertanggung jawab
untuk mengamankan kondisi dan memanggil dokter medis untuk menilai kebutuhan
fisik dan psikologis dan mengecualikan masalah medis pasien tersebut.
3. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota sataf rumah sakit : Perawat unit
bertanggung jawab menegur staf tersebut dan melaporkan insiden ke kepala bidang
terkait untuk diproses lebih lanjut.
4. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung : Staf bertanggung jawab dan
memiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan atau tidak pengunjung tersebut
memasuki area Rumah Sakit.
5. Monitoring di setiap lobi, koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat jalan maupun di
lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera CCTV ( Closed Circuit
Television ) yang terpantau oleh Petugas Keamanan selama 24 ( dua puluh empat )
jam terus menerus.
6. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu RS, detailer,
pengantar obat atau barang, dan lain-lain wajib melapor ke petugas informasi dan
wajib memakai kartu Visitor.
7. Pemberlakuan jam berkunjung pasien : Senin – jumat pagi : jam 10.00 – 11.00 WIB   
Sore : jam 16.00 – 17 .00 WIB
8. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang mencurigakan
danmendampingi pengunjung terebut sampai ke pasien yang dimaksud.
9. Staf perawat unit wajib melapor kepada petugas keamanan apabila menjumpai
pengunjung yan mencurigakan atau pasien yang dirawat membuat keonaran maupun
kekerasan.
10. Petugas keamanan mengunci akses pintu penghubung antar unit pada jam 21.00 WIB.
11. Pengunjung diatas jam 22.00 WIB lapor dan menulis identitas pengunjung pada
petugas keamanan.

B. Tata laksana penanganan kekerasan terhadap Staff dan Karyawan


1. Pasien Rawat jalan
 Pendampingan oleh petugas penerimaan poasien dan mengantarkan sampai ke
tempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
 Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien saat
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
2. Pasien rawat inap
 Penempatan pasien dikamar rawat inap sedekat mungkin dengan kantor
perawat
 Perawat memastikan dan memasang pengaman tepat tidur
 Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan.
 Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang
ditunnjuk dan dipercaya.
 Tata laksana perlindungan terhadap penderita cacat :
Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik rawat
jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan yang
disandang sampai proses selesai dilakukan.
1. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk memnjaga pasien atau pihak lain
yang ditunjuk sesuai kecacatan yang disandang.
1. Memastikan bel pasien dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat
menggunakan bel tersebut.
2. Perawat memasang dan memsatikan pengaman tempat tidur pasien.
 
Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak:
1. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangan tidak
boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
2. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan
dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
4. Pemasangan CCTV diruang perinatologi untuk memantau setiap orang yang keluar
masuk dari ruang tersebut.
5. Perawat memberikan bayi dari ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi
bukan kepada keluarga yang lain.
 
Tata laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti ( risiko penyiksaan, napi,
korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga ) :
1. Pasien ditempatkan dikamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
2. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas dikantor
perawat,berikut dengan penjaga psien lain yang satu kamar perawatan dengan pasien
berisiko.
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi perawatan
pasien,penjaga maupun pengunjung pasien.
4. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
 
Daftar kelompok pasien berisiko adalah sebagai berikut :
1. Pasien dengan cacat fisik dan cacat mental.
2. Pasien usia lanjut
3. Pasien bayi dan anak-anak
4. Korban kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT)
5. Pasien Napi,korban dan tersangka tindak pidana.

 Kegiatan Pokok :
Program Kesehatan dan Keselamatan Staf/Pegawai Rumah Sakit Umum (RSU)
Mutiasari mencakup :
1. Pemeriksaan Kesehatan khusus bagi Calon Staf/pegawai
2. Pemeriksaan Kesehatan Berkala
3. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja bagi staf/pegawai yang tertusuk
jarum, benda tajam dan cairan tubuh yang terkontaminasi.
4. Pengobatan dan atau konseling

 Rincian Kegiatan :
1. Pemeriksaaan kesehatan calon staf/pegawai dilakukan pemeriksaan seperti
HbsAg.
2. Pemeriksaan berkala :
Adanya pelaksanaan kegiatan pemeriksaan kesehatan berkala bagi staf/pegawai
yang dilakukan sekali dalam 3 (tiga) tahun di unit khusus yang terdiri dari :
 Unit Kamar Operasi : pemeriksaan HbsAg .
 Unit perawatan : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Instalasi Gawat Darurat : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Instalasi Rawat Jalan : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Kamar Bersalin : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Laboratorium : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Radiologi : Pemeriksaan HbsAg
 Bagian Umum : Pemeriksaan HbsAg
3. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja bagi staf/pegawai yang tertusuk
jarum, benda tajam dan cairan tubuh yang terkontaminasi.
4. Pengobatan dan atau konseling bagi staf/pegawai yang terpapar penyakit
infeksius.

C. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


No Kegiatan Cara pelaksanaan kegiatan
1. Pemeriksaan 1. Setelah semua proses ujian tes tertulis dan wawancara
Kesehatan Khusus dinyatakan lulus, Oleh kepala kepegawaian maka dilakukan
bagi Calon pemeriksaan kesehatan seperti pemeriksaan HbsAg, kepada
staf/pegawai calon staf/pegawai Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri.
2. Mengisi Formulir untuk pemeriksaan Laboratorium di Rumah
Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri.
2. Pemeriksaan 1. Menyusun SPO dan melakukan sosialisasi pemeriksaan
Kesehatan Berkala kesehatan Khusus bagi staf/pegawai di Rumah Sakit Umum
(RSU) Mutiasari Duri.
2. Melakukan Monitoring Kesehatan staf/pegawai di unit/instalasi
yang berisiko tinggi dengan memantau angka kesakitan di
unit/instalasi yang berisiko.
3. Melakukan pelaporan hasil monitoring kesehatan khusus kepada
kepala pelayanan medis untuk tenaga dokter dan tenaga
keperawatan, dan kepada kepala penunjang medis dan non
medis untuk tenaga kesehatan professional lain dan tenaga non
No Kegiatan Cara pelaksanaan kegiatan
kesehatan rumah sakit.
4. Pemeriksaan Kesehatan berkala dilakukan sekali dalam 3 (tiga)
tahun yang terdiri dari :
 Unit Kamar Operasi : pemeriksaan HbsAg .
 Unit perawatan : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Instalasi Gawat Darurat : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Instalasi Rawat Jalan : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Kamar Bersalin : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Laboratorium : Pemeriksaan HbsAg
 Unit Radiologi : Pemeriksaan HbsAg
 Bagian Umum : Pemeriksaan HbsAg
3. Pelaporan pajanan 1. Menyusun SPO Penatalaksanaan tertusuk jarum, benda tajam
dan insiden dan cairan terkontaminasi.
kecelakaan kerja 2. Melaporkan setiap kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja oleh Ka. Unit/Instalasi dan diteruskan ke Panitia K3.
4. Pengobatan dan atau Menyusun SPO dan melakukan sosialisasi tentang pengobatan
konseling dan konseling terhadap staf/pegawai yang terpapar penyakit
infeksius di Rumah Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri.

D. SASARAN
a. Setiap calon staf/pegawai dapat diketahui kondisi kesehatannya dan dapat ditentukan
kelanjutan proses rekruitmennya.
b. Mengetahui kondisi kesehatan staf/pegawai rumah sakit, untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang tidak diharapkan

E. JADWAL KEGIATAN
BULAN
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pemeriksaan
Kesehatan Khusus bagi INSIDENTIL
Calon staf/pegawai.
TAHUN 2018 TAHUN 2019 TAHUN 2020
2 Pemeriksaan √
Kesehatan Berkala.
3 Pelaporan pajanan dan
insiden kecelakaan INSIDENTIL
kerja
4 Pengobatan dan atau
INSIDENTIL
konseling

F. EVALUASI PELAKSANAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Dalam program kesehatan dan keselamatan staf/pegawai Rumah Sakit Umum
(RSU) Mutiasari Duri dilakukan evaluasi pelaksanaan kegiatannya setiap 1 (satu)
tahun sekali oleh Panitia K3 untuk tindak lanjut kepada Direktur rumah sakit apabila
ditemukan kendala dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan kesehatan dan
keselamatan staf/pegawai lanjut dari Direktur rumah sakit dipakai sebagai bahan
penyempurnaan untuk program berikutnya.

G. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan kegiatan program kesehatan dan keselamatan staf/pegawai Rumah
Sakit Umum (RSU) Mutiasari Duri dilakukan oleh Koordinator diteruskan kepada
Panitia K3 rumah sakit.
Panitia K3 rumah sakit membuat laporan kegiatan pelaksanaan kesehatan dan
keselamatan staf/pegawai rumah sakit ke kepala bagian dan diklat setiap awal tahun
berikutnya untuk laporan tindak lanjut kepada Direktur Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai