Toleransi Beragama
Toleransi Beragama
}99
Dan jikalau Rabbmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka
apakah ka(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya (QS.
10:99)
Banyak ayat lain yang mendukung bahwa perbedaan dan pluralitas di dalam
masyarakat sudah merupakan ketentuan Allah SWT. Di dalam ayat lain Allah lebih tegas
menekankan bahwa perbedaan setiap umat sudah dirancang sedemikian rupa. Dalam
perspektif tasawuf dijelaskan bahwa semuanya itu sesungguhnya sebagai perwujudan nama-
NYA (al-asma’ al-husna) yang bermacam-macam. Setiap nama tersebut menuntut
pengejewantahan di dalam realitas alam raya (Umar, 2018: 134).
}195 :َّي { البقرةِِ ُّ َح ِسنُوا إِ َّن هللاَ ُُِي ِ والَ تُلْ ُقوا ِِبَي ِدي ُكم إِ ََل الت
َ ب الْ ُم ْحسن ْ َّهلُ َكة َوأ
ْ ْ ْ َ
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. 2:195)
c. Etika dakwah persuasif
Dakwah merupakan seruan kepada Islam. Dakwah menyeru semua manusia
kepadanya, karena semua manusia adalah makhluknya. Oleh karena itu, Islam sebagai agama
disebut sebagai agama dakwah. Maksudnya adalah agama yang disebarluaskan dengan cara
damai, tidak lewat kekerasan. Unsur-unsur yang terdapat dalam dakwah:
Dakwah adalah proses penyampaian agama Islam dari sesorang kepada orang lain.
Dakwah adalah penyampaian ajaran Islam tersebut dapat berupa amr ma’ruf (ajaran
kepada kebaikan ) dan nahi munkar (mencegah kemunkaran) (Aziz, 2004:3).
Upaya tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya suatu individu atau
masyarakat yang taat dan mengamalkan sepenuhnya seluruh ajaran Islam. Dengan demikian
dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian ajaran Islam kepada orang lain dengan
berbagai cara yang bijaksana untuk terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam dalam semua semua aspek kehidupan.
Dalam kehidupan bermasyarakat secara luas di mana perbedaan-perbedaan
(pluralitas) sangat dimungkinkan dakwah Islam haruslah lebih mementingkan isi dan makna
dibandingkan dengan bentuk-bentuk. Prinsip dan etika dakwah ini telah terbukti dan diakui
oleh sejarah. Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia secara damai dan kasih sayang serta
diterima atas dasar nurani dan akal sehat.
Secara rinci prinip dakwah Islam harus mencakup beberapa hal. Pertama, dakwah
islsam adalah ajakan yang tujuannya dapat tercapai tanpa paksaan (kebebasan). Karena
tujuannya adalah meyakinkan objek dakwah bahwa Allah itu pencipta, tuhan dan hakimnya,
maka penilaian yang dipaksakan adalah pelanggaran berat terhadap diri manusia. Kedua,
dakwah Islam adalah ajakan untuk berpikir, berdebat, berargunen (rasionalitas). Dakwah
harus merupakan penjelasan tenang kepada kesadaran, di mana akal maupun hati tidak saling
mengabaikan. Karena itu, dakwah Islam merupakan proses kritis penalaran dan ia tidak
bersifat dogmatis. Ketiga, objek dakwah Islam adalah semua manusia dan tanpa mengenal
batasan (universal). Islam memandang semua orang mempunyai kewajiban untuk mendengar
bukti dan menerima kebenaran (Aziz, 2004:25).
Islam memiliki konsep prinsip bahwa keislaman manusia tergantung kepada hidayah
Allah. Allah bebas memberikan atau tidak memberikan hidayah-NYA tersebut kepada orang-
orang yang dia kehendaki. Berdasarkan prinsip teologis ini, maka kewajiban setiap muslim
hanya wajib berdakwah menyampaikan kebenarana Islam, namun tidak wajib mengislamkan
orang. Hidayah adalah milik Allah secara mutlak. Maka dalam berdakwah menyampaikan
dan mengajak manusia kepada kebenaran Islam, pendekatan yang digunakan oleh umat
muslim adalah pendekatan secara persuasif. Pendekatan dengan cara yang bijaksana dan tutur
kata yang santun dan menggunakan dialog rasional.
}125 :ض َّل َع ْن َسبِْيلِ ِه َوُه َو أ َْعلَ ُم ِِبلْ ُم ْهتَ ِديْ َن {النحل
َ
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 16:125)
ين الْ َقيِ ُم ِ هللا الَِِّت فىطىر النَّاس علىي ها الىتىب ِديل ِِلىل ِْق
ِ ِهللا َذل ِ ت ِ ِك ل
لدي ِن ىحنِي ًفا فِط ىْر ى فىأىقِ ْم ىو ْج ىه ى
ُ ك الد
َ ى ى ْى ْ ى ى
ِ َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن
}30 :َّاس الَيَ ْعلَ ُمو َن { الروم
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (QS. 30:30)
Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Allah menciptakan
manusia mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid (monotheisme). Islam adalah
agama tauhid yang amat kuat dijadikan pedoman. Ini berarti al-Qur`an mengklaim, bahwa
ajaran agama yang diperkenalkannya sesuai dengan seluruh manusia (Shihab, 1998: 209).
Karena naluri kemanusiaan itu dimiliki oleh setiap manusia, kapan dan di mana saja. Islam
tidak memandang diirnya sebagai agama baru yang dulunya tidak ada, namun sebagai
pengukuh kebenaran yang juga disampaikan oleh nabi-nabi yudaisme dan kristen
sebelumnya.
Islam memberikan yang terbaik yang mungkin dapat diberikan satu agama kepada
agama lain. Islam mengakui kebenaran para nabi, kitab suci dan ajarannya. Islam mengatakan
bahwa risalah semua nabi hanya memiliki satu esensi yang terdiri dari dua unsur, yaitu tauhid
atau pengakuan bahwa Allah adalah tuhan. Segenap ibadah dan ketaatan hanya ditujukan
kepada-NYA dan moralitas amr ma’ruf nahi munkar (Aziz, 2004:33). Islam meletakkan
dasar hubungan bahwa semua manusia adalah sebagai penerima ajaran tuhan (seruan tuhan).
Dalam hubungan dengan umat agama sebelumnya, yahudi dan nasrani, Islam
mempunyai dasar dan pandangan teologis tersendiri. Teologi Islam menegaskan bahwa
semua nabi dan rasul Allah membawa akidah tauhidiyah, monotheisme. Akidah tauhid ini
seumur dengan awal keberadaan manusia di muka bumi. Dengan demikian, tauhid tidak
mengenal proses evolusi.
Implikasi dari prinsip teologis yang demikian, maka Islam mengimani keberadaan
para nabi dan rasul sebelum Muhammad. Demikian pula Islam mengimani seluruh kitab suci
yang diturunkan oleh Allah swt sebelum al-Qur`an. Karena hubungan teologis ini pula, Islam
memberikan apresiasi dan perlakuan khusus terhadap umat yahudi dan nasrani, yang
dipanggil dengan panggilan khusus pula sebagai ahl al-kitab. Terlepas dari perdebatan dan
perbedaan pendapat keberadaan ahl al-kitab saat ini, yang pasti perlakuan simpatik Islam ini
jelas sebagai salah satu aspek simpati dan toleransi Islam terhadap ahl al-kitab.
Berdasarkan prinsip teologis yang demikian pula, maka dalam interaksi dan
komunikasi dengan ahl al-kitab, Islam selalu mengajak mereka agar kembali kepada titik
persamaan, yakni akidah tauhid, bukan mencari sisi perbedaan dan pertentangan (Jamrah,
2015: 190). Ketika ajakan persuaasif ini tidak disambut dengan baik, maka umat muslim
hanya meminta agar komunitas ahl al-kitab tersebut mengakui dan menghormati eksistensi
umat muslim, sebagaimana dinyatakan oleh al-Qur’an dalam surat Ali Imran ayat 64.
َّخ َذ ٍ ٍ ِ ِ
ِ آء ب ي نَنَا وب ي نَ ُكم أَالَّ نَعب َد إِالَّ هللا والَ نُ ْش ِرَك بِِه َشي ئًا والَ ي ت ِ ِ
َ َ ْ ََ ُْ ْ َْ َ َْ قُ ْل ََيأ َْه َل الْكتَاب تَ َعالَ ْوا إ ََل َكل َمة َس َو
}64 :ون هللاِ فَِإن تَ َولَّ ْوا فَ ُقولُوا ا ْش َه ُدوا ِِبَ ََّّن ُم ْسلِ ُمو َن {ال عمران
ِ ضا أَرِبِب ِمن د
ُ ً َ ْ ً ضنَا بَ ْع
ُ بَ ْع
Katakanlah:"Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah.Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada
mereka:"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
(QS. 3:64)
Demikian,Islam adalah agama yag sarat dan sangat menjunjung tinggi serta
mengharuskan akhlak toleransi Islami dalam hubungan antar agama dan kemanusiaan. Di
dalam ayat lain, Allah juga mengingatkan umat muslim agar jangan berdebat dengan ahl al-
kitab kecuali dengan cara yang paling baik dalam surat al-Ankabut ayat 46
ين ظَلَ ُموا ِمْن ُه ْم َوقُولُوا ءَ َامنَّا ِِبلَّ ِذي أُن ِزَل إِلَْي نَا َوأُن ِزَل ِ َّ ِ ِ ِ َوالَ ُُتَ ِادلُوا أ َْهل الْ ِكت
ْ اب إِالَّ ِِبلَِِّت ه َي أ
َ َح َس ُن إالَّ الذ َ َ
}46: اح ٌد َوََْن ُن لَهُ ُم ْسلِ ُمو َن { العنكبوت
ِ إِلَي ُكم وإِالَهنَا وإِالَه ُكم و
َْ ُ َ ُ َْ ْ
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik,
kecuali dengan orang-orang zalim diantara mereka, dan katakanlah:"Kami telah beriman
kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Ilah
kami dan Ilahmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri". (QS. 29:46)
JAWABAN
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti. “Konflik Sosial dalam Hubungan Antar Umat Beragama,” Jurnal Dakwah
Tabligh, Vol. 15, No.2 (2014).
Arifin, Bustanul. “Implikasi Prinsip Tasamuh (Toleransi) dalam Interaksi Antar Umat
Beragama,” Jurnal Fikri, Vol. 1, No. 2 (2016).
Aziz, Mohammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004.
Jamrah, Suryan. “Toleransi Antar umat Beragama: Perspektif Islam,” Jurnal Ushuluddin,
Vol. 23, No. 2 (2015).
Suryana, Toto. “Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama,” Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 9, No. 2 (2011).
Shihab, Qurays. Membumikan al-Qur`an. Bandung: MIZAN, 1998.
Toha, Anas Malik. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif Kelompok
Gema Insani, 2005.
Umar, Nasaruddin. Khutbah-Khutbah Imam Besar. Jakarta: Pustaka Iiman, 2018.
http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/189/134