Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Realita historis dan sosiologis menunjukkan bahwa umat islam terdiri dari beragam
mazhab, beragam pemahaman, dan beragam praktik keagamaan. Keragaman ini semakin
berwarna-warni ketika Islam dibawa masuk ke ranah kehidupan masyarakat yang luas:
politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Fakta keberagaman ini sudah berlangsung lebih dari
beberapa abad. Di Negeri kita hal itu tidak mungkin dapat dihindari. Ikhtiar yang perlu
kita lakukan adalah membangun persatuan dalam keragaman. Ungkapan satu Islam multi
mazhab (dan ungkapan lain yang serupa, seperti satu islam multipartai) didengungkan
oleh banyak ulama dan cendikiawan muslim.

Islam sebagai realitas religio-kultural berada pada dua korpus besar: Islam sebagai
korpus wahyu, dan Islam sebagai historis. Islam pada korpus pertama adalah Islam ideal
yang berada dalam kerangka wahyu, bersifat normatif atau high tradition, sebagaimana
dikandung dan ditunjukkan oleh teks-teks Al-Qur’an; sedangkan Islam historis adalah
Islam yang berada pada kerangka local tradition sebagaimana yang dibaca, dimengerti,
dipahami, dan dipraktikkan oleh umatnya dalam konteks waktu dan ruang yang berbeda
beda

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan persatuan dan keberagaman?

2. Bagaimana menelusuri konsep keberagaman Islam dan membangun persatuan


umat dalam keberagaman?

3. Bagaimana menanya tentang konsep keberagaman Islam dan membangun


persatuan umat dalam keberagaman?

4. Bagaimana membangun argumen tentang keberagaman Islam dan membangun


persatuan umat dalam keberagaman?

1
C. Tujuan Masalah
1. Mengidentifikasi persatuan dan keberagaman.
2. Mengidentifikasikan menelusuri konsep keberagaman Islam dan membangun
persatuan umat dalam keberagaman.

3. Mengidentifikasikan menanya tentang konsep keberagaman Islam dan membangun


persatuan umat dalam keberagaman.

4. Mengidentifikasikan membangun argumen tentang keberagaman Islam dan


membangun persatuan umat dalam keberagaman.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Persatuan dan Keberagaman


Persatuan dalam dalam ajaran ajaran islam secara umum disebut ikhwan yaitu
persaudaraan,yang secara umum ukhuwah islamiyah yaitu persaudaraan dalam islam
(saudara sesama umat umat islam) atau juga kumpulan individu manusia yang bersatu atau
menjadi satu. Jelas bahwa persaudaraan menyebabkan orang dapat berbuat damai dan
dengan perdamaian maka persatuan dan kesatuan umat bisa dapat diwujudkan. Tanpa
persatuan orang akan mudah bertindak semena-mena terhadap sesama bahkan terhadap
yang seagama sekalipun. Allah SWT berfirman pada surah Al-Imran ayat

103;

‫عل ْیََ كُ ْم‬


َ ‫نع َْ َمتَ ِﷲ‬ ِ ‫قوَُ ا َۖ َوا ْذكُ ُر ْوا‬
ْ ‫تف َر‬ َ ‫وَل‬ َ ‫بحََ ْب ِل ِﷲ َج ِم ْیعًا‬ِ ‫ْتصََ ُم ْوا‬ ِ ‫َواع‬
ْ َ ‫بكَُ ْم فا‬
ََِ ‫صََ ب َح َْت ْمَُ ب ِن ِع َْ َم ٖتھ‬ َ َ‫عََ َد ۤا ًء فاَلََ ف‬
ِ َُ‫بی َْنَ ق ُل ْو‬ ْ ‫اذ َِْ كُ ْنت ْمَُ ا‬

َ َُ‫اخ َْ َوان ًۚا ً َوكُ ْنت ْم‬


َ ‫ع ٰلى شَفا َ ُح ْف َرةٍ ِ منَ الن ِار فاَنَ َْقذَََ كُ ْم ِ م ْنھا‬ ِ
‫لكََ یبُی َِ ُن ُﷲ لكَ َُ ْم‬
ِ ‫ك َٰذ‬
َ‫ٰا ٰی ٖتھ َِ ل َعََ ل كُ ْم ت ْھََ ت َدَُ ْون‬
Artinya:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Menurut tafsir Al-Muyassar:


103. dan berpeganglah kalian semua pada al-Qur’an, jauhilah perpecahan dan perselisihan,
dan bersyukurlah kepada Allah atas kenikmatan yang telah Dia berikan berupa persatuan

3
dan kasih sayang di antara kalian, setelah kalian saling berselisih pada masa jahiliyah;
kemudian dengan karunia Allah kalian menjadi saling bersaudara dan menyayangi. Dan
sebelumnya kalian hampir jatuh ke jurang neraka Jahannam kemudian Islam
menyelamatkan kalian. Dengan penjelasan yang jelas ini Allah terangkan kepada kalian ayat-
ayat yang menuntun kepada kebaikan, agar kalian mendapat petunjuk ke jalan yang benar.

Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam pengertian secara umum


sebagai pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001: 4). Namun,
keberagaman kemudain berkemabang dan dipergunakan untuk menjelaskan terdapatnya
variasi di tempat pekerjaan, karena dalam suatu organisasi terdapat orang dengan berbagai
latar belakang dan budaya.

Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002: 198) berpendapat bahwa keberagaman
merupakan tentang identitas sosial kelompok yang meliputi suatu organisasi. Mereka
menyatakan pula bahwa terminologi keberagaman atau diversity sering salah dipergunakan,
dengan saling mempertukarkan dengan pengertian affirmative action, equal employment
opportunity, dan inclusion, karena masing-masing mempunyai makna sendiri yang unik.

James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. (2000: 43) berpandangan
bahwa keberagaman adalah perbedaan fisik dan budaya yang sangat luas yang menunjukkan
aneka macam perbedaan manusia. Sama halnya dengan Miller dan Katz, Gibson, Ivancevich,
dan Donnelly menilai bahwa banyak pendapat orang tentang keberagaman yang sangat
membingungkan. Keberagaman bukanlah sinonim untuk equal employment opportunity
atau bukan pula sebagai affirmative action. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan
analisis Roosevelt Thomas bahwa istilah keberagaman sering dipergunakan untuk
kepentingan politik untuk menjelaskan tentang humans right dan affirmative action.

Lebih lanjut, R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 203) menyatakan bahwa keberagaman
tenaga kerja dapat terjadi dalam berbagai cara, tidak hanya berupa ras dan gender, tetapi
juga umur, orientasi seksual, latar belakang pendidikan dan asal geografis. Selanjutnya
ditekankan bahwa sebuah organisasi dapat mengalami kekurangan dalam keberagaman
demografis tenaga kerja dan sekarang bahkan terdapat keberagaman lain, dalam bentuk
keberagaman fungsional, produk, pelanggan, dan akuisisi atau merger. Dengan demikian,
keberagaman juga dilihat dari aspek organisasional.

4
Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli mengungkapkan pengertian
keberagaman sangat bervariasi, namun menunjukkan adanya persamaan. Keberagaman
menyangkut aspek yang sangat luas, dapat dilihat dari tingkatannya dan faktor yang
mempengaruhunya. Keberagaman dapat terjadi pada tingkat individu, kelompok, organisasi,
komunitas, dan masyarakat. Keberagaman juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang
demografis dan budaya sumber daya manusia, kondisi lingkungan internal tempat kerja dan
kondisi eksternal masyarakat yang dihadapi.

Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman sebagai variasi dari


berbagai macam kombinasi elemen demografis sumber daya manusia, organisasional,
komunitas, masyarakat, dan budaya.

B. Menelusuri Konsep Keberagaman Islam dan Membangun Persatuan Umat


dalam Keberagaman Bassam
Tibi (1991) menyebut Islam wahyu sebagai models for reality dan Islam historis sebagai
models of reality. Bila pada model pertama Islam berisi daftar sejumlah doktrin dan dogma,
maka Islam pada model kedua berisi "kotak-kotak" multikultural yang menunjukkan realitas
religio-kultural yang penuh dengan keberagaman.

Delapan kotak (wilayah) sebagai cultural domains berikut menggambarkan wilayah yang
disebut realms of Islam: 1) Arab, 2) Persia, 3) Turki, 4) Anak Benua India, 5) Indo Melayu, 6)
Sudanic Afrika (Afrika Hitam), 7) Sino Islamic, dan 8) Western Hemisphere (Barat). Satu hal
yang juga harus dipahami, bahwa keberagaman kultural tersebut sama sekali tidak dapat
dilepaskan dari pemahaman terhadap syariat Islam yang bersumber pada nash-nash
keagamaan (Al-Quran dan As-Sunnah) dan melahirkan keberagaman pemahaman serta
praktik-praktik keagamaan yang sarat dengan perbedaan antara umat Islam pada satu realm
dengan umat Islam pada realm lain. Dengan kata lain, secara religio-kultural pada diri Islam
historis tidak hanya dijumpai keberagaman yang disebut "multikultural", namun juga
didapati keberagaman yang disebut ”multisyariat”

Kenyataannya, dalam waktu yang sangat panjang, keberagaman kultural dan syariat
tersebut telah melahirkan berbagai konflik keumatan dan kemasyarakatan yang tak mudah
diselesaikan. Lebih ironis lagi, berbagai bentuk khilafiah dan konflik tersebut termasuk di

5
Indonesia, justru memperoleh penguatan dari dan dalam proses-proses inkulturasi dan
sosialisasi melalui kegiatan politik, pendidikan, sosial-keagamaan serta sosial-budaya.

Umat Islam, sebagaimana umat-umat beragama lainnya yang telah dahulu lahir, terdiri
dari beragam mazhab dan keyakinan religius. Sebagai contoh, di Indonesia,

Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua


organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar yang memiliki corak khas dalam
keyakinan religiusnya.

C. Menanya tentang Konsep Keberagaman Islam dan Membangun Persatuan Umat


dalam Keberagaman
Pada masa awal berdirinya (pada masa pemerintah kolonial Belanda), Muhammadiyah
dituding membuat keresahan di tengah tengah masyarakat muslim. Muhammadiyah pada
saat itu mengampanyekan pemberantasan TBC (C ejaan lama), yakni: Takhayul, Bid'ah, dan
Churafat (khurafat). Bidah adalah perkara baru dalam agama, oleh karena itu, terlarang
untuk diamalkan. Demikian juga Takhayul dan Churafat (khurafat) merupakan perkara-
perkara asing dalam beragama, karena tidak diperintahkan atau dicontohkan oleh Nabi
Muhammad. Perkara-perkara agama yang dituding TBC cukup banyak, antara lain: ziarah
kubur, tahlil kematian (7 hari, hari ke-40, hari ke-100), talqin di atas kubur, qunut subuh,
tarawih 23 rakaat, yasinan setiap malam Jumat, dan memperingati hari-hari besar Islam
(Maulud Nabi, Isra-Mikraj, dll). Bagaimana pula masyarakat muslim pada saat itu membela
mazhab dan keyakinan religiusnya? Selain itu, terutama dipicu oleh faktor-faktor yang
bercorak internasional, kaum muslimin yang memiliki mazhab dan keyakinan religius yang
sama, kemudian mendirikan organisasi Islam, yakni NU. Kedua organisasi Islam ini (NU dan
Muhammadiyah) pada masa-masa awal berdirinya saling bergesekan mengenai persoalan
mazhab dan keyakinan religius. Akhirnya, di antara NU dan Muhammadiyah terjadi semacam
kesepahaman tentang perlunya ukhuwah islamiah.

Keberhasilan Revolusi Islam Iran 1979 (pimpinan Ayatullah Khomeini) menggulingkan


Syah Reza Pahlevi yang korup dan otoriter memicu kebangkitan Islam di pelbagai belahan
dunia, termasuk di Indonesia. Kebetulan bangsa Iran bermazhab Syiah (sebagaimana bangsa
Indonesia bermazhab Suni).

6
Sebagai efek pengiring dari Revolusi Islam Iran adalah dipelajarinya mazhab Syiah di
berbagai belahan dunia Islam, termasuk di Indonesia. Banyak cendekiawan dan mahasiswa
muslim tertarik dengan mazhab Syiah. Sebagian mereka bahkan beralih mazhab menjadi
Syiah. Melihat beragamnya mazhab dan keyakinan religius, sebagian ulama dan
cendekiawan muslim menggagas ukhuwah islamiah (Persaudaraan Muslim).

Jika diringkas ada tiga model ukhuwah islamiah yang digagas dan diperjuangkan oleh
kaum muslimin Indonesia, yakni:

1. ukhuwah islamiah terbatas dalam rumpun Islam Suni (NU, Muhammadiyah,


Persis, dan Islam Suni lainnya);
2. ukhuwah islamiah lebih luas hingga mencakup Islam Syiah; dan
3. ukhuwah islamiah lebih luas lagi hingga mencakup Ahmadiyah dan Islam
Liberal

D. Membangun Argumen tentang Konsep Keberagaman Islam dan membangun


Persatuan Umat dalam Keberagaman

‫بی َِن ُمب ِ ش َِریْنَ َو ُم ْنذ ِِریْنَ َۖ َوانَ َْزَ َل‬ ُ َ ََ‫واح َدة ً فبَع‬ ً‫اس ا ُمة‬
ٖ ‫ث ﷲ الن‬ َ ِ ُ ‫َكانَ الن‬
ََ‫ف‬ َ َ‫اختل‬ْ ‫فی َْ ِھ َو َما‬ ِ ‫اختلَف َْوَُ ا‬
ْ ‫فی َْ َما‬ ِ ‫اس‬ ِ ‫بی َْنَ الن‬ َ ‫ب با ِْل َح ِ قلیِ َح َْكُ َم‬
َ ‫َمعَھ ُمَُ ْال ِك ٰت‬
ْۢ
َ ْۢ ً ‫فی َْ ِھ ا َِل ال ِذیْنَ ْاوَُ ْتوَُ هُ ِم ْن ب َع َْ ِد َما َج ۤا َءتْھ ُمَُ ْالبی َِ ٰنتُ بغ ََْیا‬
ًَۚ َُ‫بی َْن َھ ْم‬ ِ
ُ ْ ‫ف َھدَََ ى ُﷲ ال ِذیْنَ ٰا َم ْنوَُ ا ِلمََ ا‬
ْ ‫فی َْ ِھ مِنَ ْال َح ِ ق ب ِاذ َِْ ٖنھ َِ َوﷲ ی َھ َْ ِد‬
‫ي‬ ِ ‫اختلَف َْوَُ ا‬
‫َم ْن‬

ِ ‫ی ش َۤا ُء ا ٰ ِلى‬
‫ص َراطٍ مسْتقَ ِی َْ ٍم‬
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus
para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang
benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan
kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan keterangan yang
nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang
yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan

7
kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan
yang lurus.”

Maksud ayat di atas adalah pada saat umat manusia dibimbing oleh seorang nabi, maka
manusia itu (yakni manusia yang dibimbing oleh nabi) adalah satu umat. Setelah nabi wafat,
umat menjadi terpecah belah (ke dalam beberapa golongan agama, mazhab, dan keyakinan
religius). Kemudian Allah mendatangkan lagi nabi lain, dengan tujuan untuk memberikan
petunjuk tentang agama yang benar. Umat yang menghendaki hidayah akan beriman
kepada nabi / rasul yang baru (pengganti nabi / rasul sebelumnya). Namun, kebanyakan
manusia malah iri dengan nabi / rasul yang baru (dengan alasan bahwa nabi / rasul
pengganti nabi / rasul sebelumnya itu bukan mereka atau dari kalangan mereka). Watak
mereka persis iblis yang enggan sujud (taat) kepada Nabi Adam. Mereka malah menciptakan
agama, mazhab, dan keyakinan religius (berdasarkan ajaran nabi / rasul terdahulu yang telah
wafat). Demikianlah, setiap seorang nabi / rasul wafat, umat manusia terpecah belah ke
dalam beberapa agama, mazhab, dan keyakinan religius. Oleh karena itu, seiring dengan
bergesernya zaman, maka semakin banyaklah agama, mazhab, dan keyakinan religius.

Pandangan para imam mazhab menunjukkan tiga hal. (1) Umat Islam harus bersikap
kritis, yakni menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah nabi sebagai referensi utama dalam
beragama; (2) Umat Islam boleh menjadikan fatwa imam (mazhab) sebagai referensi dalam
beragama, sepanjang fatwa imam itu tidak bertentangan dengan Al-Quran dan AsSunnah
Nabi Muhammad; dan (3) Umat Islam tidak boleh menyalahkan mazhab dan keyakinan
religius yang berbeda, sepanjang mazhab dan keyakinan religius itu bersumber dari Al-Quran
dan As-Sunnah Nabi Muhammad. Atas dasar pertimbangan inilah maka ukhuwah islamiah
perlu terus diperjuangkan, agar kaum muslimin menjadi satu umat yang sangat kuat.

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Umat Islam, sebagaimana umat-umat beragama lainnya yang telah dahulu lahir, terdiri
dari beragam mazhab dan keyakinan religius. Sebagai contoh, di Indonesia,

Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi kemasyarakatan


(ormas) Islam terbesar yang memiliki corak khas dalam keyakinan religiusnya.
1. Ukhuwah islamiah yang digagas dan diperjuangkan oleh kaum muslimin Indonesia,
yakni: ukhuwah islamiah terbatas dalam rumpun Islam Suni (NU,

Muhammadiyah, Persis, dan Islam Suni lainnya);

2. ukhuwah islamiah lebih luas hingga mencakup Islam Syiah; dan

3. ukhuwah islamiah lebih luas lagi hingga mencakup Ahmadiyah dan Islam
Liberal.

9
DAFTAR PUSTAKA

al-qur’an dan al-hadist


https://duniamanajemen.com/2018/02/makalah-tentang-keberagaman-dalam.html diakses
pada 18 Oktober 2022
https://media.neliti.com/media/publications/61873-ID-islam-dan-pluralisme.pdf diakses pada
18 Oktober 2022
https://id.scribd.com/presentation/350559141/Bagaimana-Islam-Membangun-Persatuan
-DalamKeberagaman
diakses pada tanggal 19 Oktober 2022 https://brainly.co.id/tugas/3350778

diakses pada tanggal 19 Oktober 2022 https://tafsirq.com/3-ali-imran/ayat-103


diakses pada tanggal 19 Oktober 2022
https://www.merdeka.com/quran/al-baqarah/ayat-213
diakses pada tanggal 19 Oktober 2022

10

Anda mungkin juga menyukai