Anda di halaman 1dari 11

243

Preeklampsi/eklampsi yaitu kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh

kehamilan. Kehamilan dengan factor resiko preeklampsi bisa menyebabkan

kejang bahkan bisa menyebabkan kematian ibu dan janin. Ny S merupakan

salah satu ibu hamil di wilayah Sibela, Mojosongo Surakarta. Aktivitas Ny S

sehari-hari merupakan ibu rumah tangga. Kehamilan Ny S saat ini

direncanakan bersama dengan suami dan dinantikan oleh keluarga.

Selama kehamilan Ny S telah mendapatkan asuhan kehamilan

sebanyak 10 kali dimana Ny S melakukan 10 kali pemeriksaan kehamilan di

puskesmas sibela. Menurut Saifudin (2009:90) kunjungan ANC dilakukan

sebaiknya paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu 1 kali pada triwulan

pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga. Dalam

hal ini sesuai dalam kasus yaitu Ny S melakukan ANC pada trimester 1

melakukan ANC sebanyak 2 kali, trimester II sebanyak 3 kali dan trimester

III sebanyak 5 kali sehingga Ny S memenhi standar minimal kunjungan

antenatal teori yaitu 4 kali kunjungan selama kehamilan.

Saat kunjungan kedua ibu mengatakan bengkak pada pada kaki

merupakan hal normal yang disebabkan tekanan uterus yang semakin

meningkat dan mempengaruhi sirkulasi cairan. Dalam teori Astuti (2012:151-

156) menyebutkan perubahan hormonal yang menyebabkan retensi cairan.

Dalam menghadapi keluhan tersebut cara mengatasinya hindari posisi

berbaring terlentang, hindari posisi berdiri untuk waktu lama, istirahat dengan

berbaring ke kiri, dengan kaki agak ditinggikan, angkat kaki ketika duduk/
244

istirahat, hindari kaos yang ketat/ tali/ pita yang ketat pada kaki, lakukan

senam secara teratur (Marmi, 2011:136).

Saat kunjungan ketiga ibu mengeluhkan sering BAK. Menurut Astuti

(2012:151-156) disebabkan karena progesterone dan tekanan pada kandung

kemih karena pembesaran rahim atau kepala janin turun ke rongga panggul.

Dalam menghadapi keluhan tersebut sebaiknya diatasi dengan mengurangi

minum setelah makan malam atau minimal 2 jam sebelum tidur, menghindari

minum yang mengandung kafein, jangan mengurangi kebutuhan air minum

(minimal 8 gelas perhari) perbanyak di siang hari dan lakukan senam hamil.

Meningkatnya frekuensi buang air kecil dapat mengakibatkan kondisi vagina

lembab maka kebersihan vulva harus dijaga lebih ekstra, mengingat daerah

tersebut akan dilalui bayi saat proses melahirkan. Hal ini sebagai proses

pencegahan penularan penyakit dari ibu terhadap infeksi BBL (Astuti, 2012:

219).

Saat kunjungan ke empat ibu mengeluhkan kenceng-kenceng dan

mengeluarkan lendir dari jalan lahir. Kenceng-kenceng ini merupakan

kenceng-kenceng palsu atau kontraksi Braxton Hicks, hal ini sesuai dengan

pernyataan dari Sulistyawati (2010:4) menurtunya penyebab mulainya

persalinan karena perubahan keseimbangan antara estrogen dan progesterone

memicu oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis posterior. Kontraksi Braxton

Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya persalinan

sesungguhnya, oleh karena itu makin matang usia kehamilan maka frekuensi
245

kontraksi semakin sering. Keluhan ini bisa diatasi dengan memberikan

nasihat tentang tanda – tanda inpartu (Manuaba, 2010:114).

Saat kunjungan keenam ibu mengatakan kaki kembali bengkak

keluhan yang dirasakan disebabkan perubahan hormonal yang menyebabkan

retensi cairan Astuti (2012:151-156). Dalam menghadapi keluhan tersebut

segera konsultasi ke tenaga kesehatan jika bengkak yang dialami pada

kelopak mata, wajah dan jari diserta tekanan darah tinggi, sakit kepala,

pandangan kabur. Asuhan standar minimal 10T ialah pemeriksaan tes

laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan

protein urine dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan

sebelumnya) Kemenkes RI (2015:106). Hal ini menunjukkan asuhan

kehamilan mengenai kebijakan program standar pelayanan ANC minimal

10T sudah terlaksana dengan baik. Selain itu ibu mengeluhkan nyeri

punggung menurut Astuti (2012:151-156) disebabkan oleh pengaruh

hormone progesterone dan relaksin dan postur tubuh yang berubah serta

meningkatnya beban berat yang dibawa dalam rahim. Dalam kasus ini bisa

diatasi dengan menghindari mengangkat benda yang berat, menggunakan

sepatu tumit rendah, menggunakan korset khusus ibu hamil. Keluhan-keluhan

yang didapatkan penulis saat melakukan kunjungan selama hamil masih

merupakan keluhan-keluhan yang normal dan keluhan tersebut masih bisa

diatasi dan tidak memerlukan penanganan yang khusus.

B. ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN


246

Dalam studi kasus ini, peneliti memperoleh data asuhan persalinan

dari data primer dan sekunder yaitu data hasil observasi dan data dari pasien

ataupun bidan. Asuhan kebidanan persalinan dilakukan di RSUD Surakarta.

Pengkajian tanggal 8 Mei 2017 Ny. S merasakan ada tanda-tanda

persalinan, kemudian Ny. S datang ke puskesmas sibela jam 05.00 WIB.

Bidan melakukan pemeriksaan yang hasilnya tekanan darah 150/90 mmHg,

his 2x/10 menit durasi 20 detik, VT pembukaan 2 cm. Berdasarkan jurnal

Lieskusumastuti (2016:7) pada primi atau ibu pertama kali melahirkan faktor

resiko terjadinya preeklamsia lebih tinggi dibandingkan dengan multipara dan

grande multipara. Pada primi sering mengalami stress dalam menghadapi

persalinan sehingga dapat terjadi hipertensi dalam kehamilan atau terjadinya

preeklamsia atau eklamsia. Menurut Marmi (2013:11) Kala I disebut juga

dengan kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai

pembukaan lengkap (10). Pada permulaan his kala pembukaan berlangsung

tidak begitu kuat sehingga pasien masih dapat datang sendiri ke puskesmas.

Pada primigravida proses pembukaan lengkap berlangsung selama 12-24 jam

sedangkan pada multigravida berlangsung selama 8-12 jam.

Penatalaksanaan pada kasus tersebut merujuk Ny. S ke rumah sakit.

Rujukan dilakukan apabila tenaga dan perlengkapan disuatu fasilitas

kesehatan tidak mampu mentalaksana komplikasi yang mungkin terjadi

(WHO, 2013: 13), diharapkan mampu menyelamatkan Ny. S. Berdasarkan

penelitian (Sijangga, 2010:16) Kecemasan merupakan hal normal terjadi yang

menyertai perkembangan, atau pengalaman baru. Maka diperlukan asuhan


247

yang sifatnya mendukung sosial yang bersifat instrumental dan emosional

yaitu sebagai nasihat, bantuan, informasi, moral, simpati atau pengertian. Di

RS dilakukan pertolongan pada Ny. S dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium untuk menegakkan diagnosis maka diambil sampel urine dan

darah pada Ny. S karena diagnosa potensial Ny. S mengalami pre eklampsi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium bidan mengatakan bahwa

protein urine Ny. S positif 2 dan Hb 11 gr/dL. Menurut WHO (2013:28)

lakukan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi misalnya urinalisis

(terutama protein urin pada trimester 2 dan 3) jika terdapat indikasi.

Bidan rumah sakit mengatakan memberikan drip oksitosin 5 IU

(international unit)/10 tpm yang berfungsi sebagai upaya penyelamatan janin

dari pengaruh buruk jika janin masih dalam kandungan dan melakukan

observasi setiap 15 menit, mengkaji kondisi janin dan menaikan tetesan setiap

30 menit. Penanganan pre eklampsi ringan jika kehamilan >37 minggu,

pertimbangkan terminasi, jika serviks matang, lakukan induksi dengan

oksitosin 5 IU dalam 500 ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan

prostaglandin. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol

atau kateter foley, atau terminasi dengan seksio sesarea (Saifudin, 2009:211-

212).

Keesokan harinya pengkajian data sekunder tanggal 9 Mei 2017 bidan

melakukan pemeriksaan fisik pada jam 06.00 WIB terdapat tekanan darah

140/90 mmHg, DJJ 150x/menit,his 3 x/10 menit durasi 30 detik dan VT

pembukaan 5 cm. Ny S diberikan drip oksitosin yang kedua dengan 5 IU/40


248

tpm pada tengah malam hari. Bidan melakukan observasi untuk mengetahui

kemajuan persalinan selama 2 jam. Pemeriksaan fisik kembali dilakukan pada

jam 08.00 WIB terdapat tekanan darah 140/90 mmHg, DJJ 152x/menit, his 3

x/10 menit durasi 30 detik dan VT pembukaan 5 cm. Menurut Saifudin

(2010:N-7) serviks berdilatasi 4-9 cm kecepatan pembukaan 1 cm atau lebih

perjam dan penurunan kepala dimulai. Kegagalan induksi bila tidak terjadi

kontraksi yang berarti setelah pemberian 2 botol larutan oksitosin tersebut,

maka augmentasi dianggap gagal dan pasien disiapkan seksio sesarea.

Demikian pula jika dengan 2 jam his baik tidak ada kemajuan persalinan,

dilakukan tindakan SC. Penilaian kemajuan persalinan didasarkan 3 kriteria,

namun cukup 1 unsur saja yang perlu untuk menilai majunya persalinan yakni

pembukaan serviks, penurunan kepala janin, perputaran kepala janin

(Nugroho, 2012:63).

Pada pukul 11.30 WIB Ny. S melangsungkan persalinan dengan

section caesarea sampai pukul 14.00 WIB dan ibu telah siap dalam

menghadapi persalinan dengan SC. Bidan mengatakan bayi Ny. S lahir pada

pukul 11.30 WIB dengan jenis kelamin laki-laki dengan BB 3000 gram PB

49 cm secara section caesarea. Indikasi dilakukan persalinan sectio caesarea

proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan normal

(Purwoastuti,2015:119).

C. ASUHAN KEBIDANAN NIFAS


249

Penulis melakukan kunjungan pertama 6 jam postpartum pada tanggal

09 Mei 2017. Dari pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan bahwa

perutnya masih nyeri pada luka jahitan bekas operasi. Section caesarea

adalah suatu tindakan melahirkan bayi dengan berat di atas 500 g, melalui

sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Saifudin, 2009:536). Penyebab

nyeri pada luka jahitan bekas operasi Menurut (Nurjanah, Maemunah, dan

Badriah, 2013:115-116) luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas

jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga

dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Dapat ditangani dengan perawatan

setelah dilakukan section caesarea pemberian analgesia. Pada kunjungan ini,

penulis menganjurkan Ny. S untuk memberikan ASI secara ekslusif. Menurut

jurnal penelitian Lutur, Rottie, dan Hamel disimpulkan terdapat hubungan

yang signifikan antara pemberian ASI ekslusif dan ASI non ekslusif dengan

pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Bahu Manado.

Kunjungan ke dua pada hari ke 6 postpartum tanggal 14 Mei 2017,

dari pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan bahwa ibu stress tinggal

bersama mertuanya, pemeriksaan TD 140/90 mmHg. Berdasarkan jurnal

Suoth, Bidjuni, Malara (2014:9) ada hubungan yang bermakna antara gaya

hidup dalam bentuk kemampuan mengatur stress dengan kejadian hipertensi

di Puskesmas Kolongan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa. Stress

atau ketegangan jiawa (rasa tertekan, murung, bingung cemas, berdebar,

debar, rasa marah, dendam,rasa takut, rasa bersalah) dapat merasang kelenjar

anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut


250

lebih cepat serta kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stress

berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga

timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat

hipertensi atau penyakit maag. Masalah tersebut dapat ditangani Menurut

Sijangga (2010:20) kecemasan merupakan hal normal terjadi yang menyertai

perkembangan, atau pengalaman baru. Maka diperlukan asuhan yang sifatnya

mendukung sosial yang bersifat instrumental dan emosional yaitu sebagai

nasihat, bantuan, informasi, moral, simpati atau pengertian.

Kunjungan ke tiga postpartum hari ke 40 pada tanggal 10 Juni 2017

dari hasil pengkajian Ny. S mengatakan belum melakukan hubungan seksual,

sudah menerima keadaan tinggal bersama mertua, ingin menggunakan KB,

hasil pemeriksaan TD 120/80 mmHg. Menurut Kemenkes (2015:22)

kunjungan III (KF III) hari ke 29 s/d 42 hari pasca persalinan: Permulaan

hubungan seksual, metode KB yang digunakan, latihan pengencengan otot

perut, fungsi pencernaan, konstipasi, dan bagaimana penanganannya,

hubungan bidan, dokter, dan RS dengan masalah yang ada, dan menanyakan

ibu apakah sudah haid. Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman

ketika luka episiotomi telah sembuh dan lokhea telah berhenti. Sebaiknya

hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah

persalinan karena pada saat itu diharapkan organ-organ tubuh dapat pulih

kembali (Nany,2011: 77). Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti

mencegah atau melawan dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur
251

yang mtang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan (Nany,2011: 77-

81).

C. ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR

Studi kasus ini, peneliti memperoleh data asuhan persalinan dari data

sekunder yaitu hasil data dari pasien ataupun bidan.

Bayi Ny. S lahir cukup bulan masa gestasi 38 minggu, lahir secara SC,

pada pukul 11.30 WIB tidak ditemukan adanya masalah, jenis kelamin laki-

laki, berat badan 3000 gram dengan panjangn 49 cm, anus (+), dan tidak ada

cacat bawaan. Pada bayi Ny S tidak dilakukan IMD karena setelah lahir bayi

langsung di bawa ke ruang perinatologi terdapat kesenjangan dengan teori.

Menurut Prawirohardjo, (2008) bayi baru lahir dilakukan pemotongan tali

pusat, IMD selama 1 jam, pemberian profilaksis mata, Pemeberian Vitamin

K. Penyebab tidak dilakukannya IMD dikarenakan kondisi ibu dan kondisi

bayi akan di pantau setelah menjalani persalinan dan kelahiran melalui SC.

Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan,

mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan incubator,

menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi

nosokomial. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang

sehingga didapat pola tidur yang baik. Dengan demikian, berat badan bayi

cepat meningkat dan lebih cepat ke luar dari rumah sakit. Bagi ibu, IMD

dapat mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan secara


252

psikologis dapat menguatkan ikatan batin anatara ibu dan bayi

(Prawirohardjo, 2008: 369).

Penulis melakukan kunjungan pertama pada tanggal 09 Mei 2017

pukul 19.00 WIB bayi Ny. S berumur 6 jam. Kunjungan neonatus dilakukan

sebanyak 3 kali, Kunjungan neonates 1 : 2 jam – 48 jam (Kemenkes ,2010:

10). Kunjungan neonatus kedua dilakukan pada hari 3 sampai ke 7 setelah

lahir menurut (Kemenkes ,2010: 10). Penulis melakukan kunjungan pada

tanggal 14 Mei 2017 pukul 16.30 WIB bayi Ny. S berumur 6 hari. Kunjungan

neonatus ke 3 dilakukan pada hari ke 8 sampai hari ke 28 setelah lahir

menurut (Kemenkes ,2010: 10). Penulis melakukan kunjungan ulang

neonatus ketiga pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 16.00 bayi Ny. S berusia 25

hari.

Kunjungan pertama pada 6 jam pada bayi Ny. S tanggal 09 Mei 2017

pada jam 19.00 WIB, Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap

kering dan basah. Popok bayi diikat di bawah tali pusat, tidak menutupi tali

pusat untuk menghindari kontak dengan feses dan urin. Hindari penggunaan

kancing, koin atau uang logam untuk membalut tekan tali pusat. Alcohol juga

tidak lagi di anjurkan untuk merawat tali pusat karena dapat mengiritasi kulit

dan menghambat pelepasan tali pusat, karena itu dikatakann yang terbaik

adalah menjaga tali pusat tetap kering dan bersih (Prawirohardjo, 2008: 370).

Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi masih banyak

kebiasaan yang salah dalam memandikan bayi, seperti memandikan bayi

seegera setelah lahir yang dapat mengakibatkan hipotermia (Prawirohardjo,


253

2008: 372). Menurut jurnal penelitian (Irma dkk, 2007: 08) bahwa terjadi

penurunan insiden hipotermi setelah mendapatkan penyuluhan tetang

persiapan mandi yang baik di puskesmas maupun dirumah bersalin. Faktor

resiko yang berhubungan dengan hipotermi akibat memandikan pada bayi

cukup bulan berusia lebih dari 6 jam adalah suhu aksila sebelum mandi dan

suhu air mandi yang aman bagi bayi baru lahir cukup bulan masing-masing

adalah 37,25ºC. Asuhan ini diberikan untuk mencegah terjadi infeksi pada tali

pusat dan hipotermi pada bayi Ny.S.

Kunjungan kedua pada hari ke 6 hari tanggal 14 Mei 2017 melakukan

asuhan teknik menyusui yang benar pada Ny. S karena Ny. S masih kesulitan

dalam menyusui bayinya yang dikarenakan luka jahitan ibu yang masih terasa

sakit yang mengakibatkan aktivitas ibu terganggu sehingga bayi rewel.

Asuhan ini diberikan agar Ny. S bisa menyusui bayinya dengan baik sehingga

bayi menyusu dengan lancar dan mencegah terjadinya mastitis pada ibu.

Menurut Saifudin (2009:123) pada kunjungan ke 2 6 hari setelah persalinan

memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda

penyulit.

Kunjungan ketiga pada hari ke 25 hari tanggal 2 Juni 2017 penulis

melakukan pijat bayi. Berdasarkan Jurnal Virgia (2017:76) ada pengaruh

yang signifikan pijat bayi terhadap perkembangan neonatus. Bayi dapat

mengalami perkembangan jika mendapatkan rasangsangan pada kulit yang

akan memberikan efek nyaman dan meningkatkan perkembang neurologi

sehingga perkembangan motoriknya lebih cepat.

Anda mungkin juga menyukai