Abstract: Since being launched in 2010, Instagram has developed into more than just photo
and video sharing application. Nowadays, Instagram users, including those in Indonesia,
have relied on this social media to stroll their favorite online shops and purchase goods. This
raises question on why Instagram has developed into online shopping medium. Numerous
studies have been made on Instagram but none, especially in Bahasa Indonesia, has
answered these questions. To answer these questions, this conceptual paper employed desk
review methodology to gather relevant secondary data. This paper found that Instagram’s
latest development into online shopping medium is triggered by its nature as a product of
social construct. It evolves to respond to the development of social needs where Instagram is
used. Indonesia, as one of the countries with largest Instagram users, contributed to this
change with the rising use of Instagram for business.
Abstrak: Sejak peluncurannya di tahun 2010, Instagram telah berkembang lebih dari sekedar
aplikasi berbagai foto dan video. Kini, pengguna Instagram, termasuk di Indonesia, banyak
mengandalkan sosial media ini untuk melihat took online favorit mereka dan kemudian
membeli barangnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa Instagram berkembang
menjadi sarana belanja online? Sudah banyak kajian tentang Instagram namun belum ada,
terutama yang berbahasa Indonesia, yang menjawab pertanyaan ini. Untuk menjawab
pertanyaan ini, artikel konseptual ini menggunakan methodology desk review untuk
mengumpulkan data sekunder. Artikel ini menemukan bahwa perkembangan terkini
Instagram disebabkan karena sifat nya sebagai sebuah produk konstruksi sosial. Instagram
akan berevolusi untuk merespon perkembangan kebutuhan masyarakat di mana dia
digunakan. Indonesia, sebagai salah satu Negara pengguna Instagram terbesar, turut
berkontribusi dalam hal ini karena meningkatnya pengguna Instagram untuk tujuan berbisnis
dan membagikan foto dan juga video berbasis gambar dapat meningkatkan rasa
dengan menggunakan hashtag (#) agar keintiman bagi penggunanya. Namun,
pengguna lain dapat menemukan hasil sekarang ini, ada motivasi lain yang
postingan mereka. Sebenarnya, ini adalah membuat orang menggunakan Instagram
ide awal penciptaan Instagram (Sheldon & dan menggunakannya sebagai medium
Bryant, 2016). Instagram pun kini menjadi untuk berbelanja dari toko-toko
salah satu media sosial yang digunakan kesayangan mereka.
lebih dari 1 miliar orang di dunia (Carman, Instagram menyebutkan bahwa saat
2018). Lalu sebenarnya, apa yang menarik ini ada lebih dari 90 juta pengguna di
dari Instagram sehingga membuat orang- dunia yang menggunakan aplikasi ini
orang memiliki motivasi untuk sebagai sarana untuk belanja online
menggunakannya? (Yurieff, 2018). Oleh karena itu, Instagram
Beberapa kajian mencoba pun bertransformasi menjadi sebuah
menjawab pertanyaan tersebut seperti aplikasi yang yang memungkinkan
Sheldon & Bryant (2016) yang mencoba terjadinya social shopping, sebuah konsep
melihat motif pengguna Instagram. di mana yang menyebutkan bahwa
Studinya menemukan bahwa orang-orang pengguna media sosial mendapatkan
menggunakan Intagram karena mereka pengaruh untuk membeli barang karena
ingin tahu kegiatan orang lain. Selain itu, ada saran dari teman, keluarga atau
orang-orang menggunakan aplikasi ini selebritis yang mereka ikuti (Yurieff,
untuk mendokumentasikan kehidupan 2018).
mereka. Ada pula yang menggunakan Latar belakang di atas mendasari
untuk tampak keren. Yang terakhir, orang penyusunan artikel konseptual ini. Artikel
menggunakan Instagram karena mereka ini mencoba menjawab pertanyaan
tertarik dengan pengguna lain yang mengapa Instagram yang awalnya adalah
memiliki kreativitas tinggi (Sheldon & aplikasi untuk berbagi foto dan video
Bryant, 2016: 92-94). Sementara itu, secara online kini berkembang menjadi
kajian lain menyebutkan bahwa orang suka aplikasi yang memungkinkan adanya
menggunakan Instagram karena sebagai kegiatan jual beli online.
aplikasi media sosial yang berbasis Sudah banyak kajian yang
gambar, Instagram memiliki potensi untuk menjadikan Instagram sebagai objeknya.
mengusir rasa kesepian penggunanya Misalnya, ada kajian yang menyebutkan
(Pittman & Reich, 2016). Studi ini bahwa Instagram adalah tempat di mana
menyebutkan bahwa teknologi yang pembentukan identitas online terjadi
39
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 3, NOMOR 1, April 2019: 37-55
(Kavakci & Kraeplin, 2017; Leaver & Artikel ini memiliki argumen dasar
Highfield, 2018). Ada pula kajian yang bahwa perkembangan Instagram
menemukan bahwa penggunaan Instagram merupakan produk konstruksi sosial.
itu tergantung beberapa motif sosial seperti Dengan demikian, artikel ini ingin
gender, latar belakang profesional, dan meneruskan tradisi Jurnal Komunikasi dan
tingkat ketergantungan penggunanya Kajian Media yang telah menerbitkan dua
(Huang & Su, 2018). Beberapa kajian artikel terkait teknologi dan konstruksi
mengenai motif penggunaan Instagram sosial (Latuheru & Irwansyah, 2018;
juga sudah disebutkan di awal (Pittman & Nurhadi & Irwansyah, 2018).
Reich, 2016; Sheldon & Bryant, 2016).
Kajian yang berkaitan dengan Instagram Metode Penelitian
dan belanja online juga sudah ada. Artikel ini adalah artikel
Sundström, Balkow, Florhed, Tjernström, konseptual. Oleh karenanya, artikel ini
dan Wadenfors (2013) meneliti bahwa tidak memerlukan data empiris yang
konsumen berbelanja melalui Instagram didapatkan dari penelitian lapangan artikel
dan media sosial untuk menghindari ini bertujuan untuk menjadi penghubung
kebosanan. Studi lain dilakukan untuk bagi teori-teori yang sudah ada,
melihat pengaruh konsep social proof, penghubung bagi berbagai bidang ilmu,
suatu fenomena psikologi yang dan memperluas pandangan kita (Gilson &
menganggap bahwa apa yang orang lain Goldberg, 2015: 128). Artikel ini
lakukan itu adalah benar, bagi orang-orang menggunakan pendekatan kualitatif yang
yang berbelanja melalui media sosial bertujuan untuk memberi pemahaman
termasuk Instagram (Abdul Talib & Mat mendalam akan suatu kejadian sosial
Saat, 2017). Studi ini menemukan bahwa manusia di dunia (Given, 2008). Oleh
akun-akun sosial media yang memiliki karena itu, penelitian dengan model
jumlah pengikut yang besar dapat kualitatif bertujuan untuk menjawab
membuat pengguna lebih percaya untuk pertanyaan „mengapa‟ yang disebutkan
membeli dari mereka. Meskipun demikian, oleh peneliti dalam penelitian mereka
belum ditemukan studi, terutama kajian (Given, 2008: xxix). Penelitian kualitatif
dalam bahasa Indonesia, mengapa biasanya bersifat lebih mendalam apabila
Instagram kini berkembang menjadi alat dibandingkan dengan peneletian kuantitatif
untuk berbelanja online. Artikel (Hague, Cupman, Harrison, & Truman,
konseptual ini disusun untuk mengisi 2016: 45).
kekosongan akademis ini.
40
Muhammad Rizqi Arifuddin, Irwansyah, Dari Foto dan Video Ke Toko...
dikutip oleh Lawson, 2010). Melalui organnya saja (Lawson, 2010). Steinert
pemikirannya ini, Kapp dianggap sebagai (2016) sebenarnya menyatakan bahwa
salah satu pemikir yang mengajak manusia konsep perpanjangan teknologi McLuhan
lebih memahami peran teknologi untuk tidak begitu jelas. Di satu waktu, kata
memahami manusia itu sendiri. Teknologi, Steinert, McLuhan berbicara mengenai
bagi Kapp, adalah alat manusia untuk perpanjangan indera, di waktu lain tentang
mengkonstruksi imaji mereka. Pemikiran perpanjangan sistem saraf manusia. Oleh
Kapp ini misalnya dapat digunakan untuk karena itu Steinert (2016), mencoba
mengamati kait untuk memancing. Kait, menyarikan pemahaman McLuhan dengan
menurut Kapp, terinspirasi dari jari pendapatnya bahwa teknologi itu tidak
manusia yang dibengkokkan. Contoh lain hanya juga memanjangkan kemampuan
adalah tangan yang menurut Kapp menjadi (capabilities) manusia. Pemahaman yang
konsep dasar dari palu. Bagi Kapp, diberikan Steinert ini lebih masuk ketika
proyeksi antara organ manusia dan bentuk digunakan untuk membaca ulang karya
teknologi ini terjadi tanpa disadari McLuhan yang terkenal „The Medium is
(Steinert, 2016). Manusia tidak sadar telah The Message.‟ McLuhan memberikan
menjadikan organ tubuh mereka sebagai contoh mengenai teknologi kereta api. Apa
model teknologi-teknologi yang mereka yang coba dipanjangkan oleh kereta api?
ciptakan sendiri. Meskipun demikian, teori Apabila kita mengacu pada pemikiran
ini tidak begitu relevan untuk menjelaskan awal McLuhan, maka kereta api tidak
hubungan teknologi yang lebih kompleks memanjangkan panca indera manusia.
dengan manusia seperti telepon atau buku Kereta api juga tidak menawarkan konsep
yang bentuknya tidak berdasarkan pada baru misal tentang gerakan atau roda. Tapi,
morfologi tubuh manusia (Steinert, 2016). dari definisi ulang McLuhan oleh Steinert,
kita dapat memahami bahwa kereta api ini
Marshall McLuhan kemudian
mengubah kemampuan manusia dalam
mengembangkan teori Kapp di tahun 1964
bergerak. Dengan adanya kereta api,
dengan menyatakan bahwa selain
manusia lebih cepat bergerak
memproyeksikan bentuk biologis organ
dibandingkan saat manusia masih
manusia, teknologi sebenarnya
mengandalkan kereta kuda. Oleh karena
memanjangkan panca indera manusia.
itu, pemahaman Steinert ini sesuai dengan
Bagi McLuhan, teknologi bukan lagi
pernyataan McLuhan bahwa teknologi
hanya proyeksi morfologi organ manusia
merubah skala, kecepatan, atau pola
tapi lebih kepada perpanjangan fungsi
kegiatan-kegiatan manusia tradisional
42
Muhammad Rizqi Arifuddin, Irwansyah, Dari Foto dan Video Ke Toko...
(1964: 8). Jika kita kembali ke contoh demikian mengubah dunia menjadi apa
kereta api tadi, kita dapat mengamati yang mereka inginkan (Steinert, 2016;
bahwa yang berubah adalah skala atau Lawson, 2010).
jumlah manusia yang dapat diangkut. Steinert (2016) memberikan contoh
Tentunya, jumlahnya lebih banyak apabila yang jelas untuk memahami pemikiran
dibandingkan transportasi menggunakan Rohtenberg ini. Dia mengajak kita untuk
kereta kuda. Perubahan skala, kecepatan, berimajinasi ada seorang petani yang
atau pola kegiatan manusia yang sawahnya sedang diserang oleh kumpulan
diakibatkan oleh teknologi inilah yang gagak. Tentu saja, gagak adalah musuh
dimaksud McLuhan sebagai “The Medium petani karena gagak dapat merusak hasil
is The Message.” Apabila manusia dapat tanaman. Petani pasti memiliki niat sebisa
memaknai pesan utama dalam sebuah mungkin untuk mengusir gagak-gagak
teknologi, maka dia dapat memaksimalkan tersebut. Dengan demikian, petani
teknologi itu. memiliki keinginan untuk membuat
Pemikir lain dalam konsep sawahnya bebas dari serangan gagak.
Extension Theory adalah David Dapat dikatakan, petani memiliki
Rohtenberg (1993) yang menyatakan keinginan untuk mengubah lingkungan
bahwa teknologi adalah perpanjangan niat sekitarnya. Apa yang akan petani itu
(intention) manusia (seperti dikutip oleh lakukan? Yang paling gampang, pasti
Lawson, 2010). Rohtenberg menyatakan petani itu akan memasang orang-orangan
bahwa niat manusia itu selalu melebar sawah. Bagi Rohtenberg, adanya orang-
(expanding) (Steinert, 2016). Manusia orangan sawah ini memaksakan niat petani
selalu ingin berniat untuk meninggalkan itu ke lingkungan sekitarnya. Orang-
jejak nyata akan segala hal yang mereka orangan sawah ini adalah bentuk nyata dari
mau lakukan. Sementara itu, manusia niat petani tadi untuk mengusir gagak dari
dipandu oleh keinginan (desire) untuk sawahnya. Oleh karena itu, dapat
mengubah dunia. Niat, dengan demikian, dikatakan bahwa teknologi itu selalu
bertindak sebagai jembatan untuk menyimpan niat penciptanya (Lawson,
merealisasikan keinginan manusia untuk 2010). Pemikiran Rohtenberg ini membuat
mengubah dunia (Steinert, 2016). Oleh kita sadar bahwa teknologi tidak hanya
karena itu, ketika manusia menciptakan berkaitan dengan hal yang teknis saja.
suatu teknologi dan menggunakannya, Dalam teknologi, ternyata terlibat juga
sebenarnya mereka memaksakan niat emosi, keinginan, dan niat manusia
mereka ke dunia itu sendiri, dan dengan (Steinert, 2016).
43
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 3, NOMOR 1, April 2019: 37-55
hubungan tarik menarik, atau diskursus, dengan roda depan yang besar dan roda
yang bertujuan pada pemenuhan kecil di belakang (model ini disebut
kebutuhan kelompok sosial itu sendiri „Ordinary‟ atau „Penny-Farthing‟).
(Latuheru & Irwansyah, 2018; Nurhadi & Namun, beberapa kelompok sosial, seperti
Irwansyah, 2018). kelompok wanita, orang tua, tukang pos
Selanjutnya, Pinch dan Bijker (1987) dan pembalap sepeda, mengutarakan
menjelaskan bahwa ada tiga konsep dasar beberapa masalah setelah menggunakan
dalam memahami teknologi sebagai sepeda dengan model Penny-Farthing.
produk konstruksi sosial. Masalah tersebut meliputi keamanan dan
1) Fleksibilitas dalam interpretasi kecepatan. Bahkan kelompok wanita
(interpretative flexibility) malah mengalami masalah moral karena
pada zaman itu, wanita tidak boleh
Konsep pertama ini berkaitan
berkendara sendiri. Produsen sepeda pun
tentang penggunaan teknologi yang
mencoba merespon masalah tersebut
bersifat multi-interpretasi. Dengan kata
dengan menawarkan beberapa alternatif
lain, teknologi harus fleksibel baik dalam
desain sepeda. Pada akhirnya, evolusi
fungsi maupun desainnya ketika digunakan
desain memunculkan konsep „Safety
oleh kelompok sosial yang berbeda.
Bicycle‟ yang menjadi panutan model
Frase „kelompok sosial‟ menjadi
sepeda saat ini.
frase kunci dalam konsep ini. Kelompok
2) Penutupan dan stabilisasi (closure
sosial yang dimaksud di sini adalah
and stabilization)
mereka yang menggunakan teknologi.
Kelompok-kelompok sosial ini bisa Dalam unsur interpretative
dibedakan berdasarkan beberapa variabel flexibility, perubahan teknologi
misalnya institusi, jenis kelamin, dideskripsikan sebagai sebuah proses
pekerjaan, atau usia. Anggota kelompok- evolusi untuk merespon berbagai masalah
kelompok sosial ini juga harus memiliki ketika teknologi digunakan oleh kelompok
kesamaan pendapat dalam menggunakan sosial. Kemudia, penutupan (closure) dan
teknologi (Fulk & Yuan, 2017; Pinch & stabilisasi (stabilization) terjadi ketika
Bijker, 1987). evolusi teknologi tersebut mampu
Pinch dan Bijker (1987) meredam masalah yang ada. Pada
memberikan contoh dalam analisisnya akhirnya, kelompok sosial sebagai
terhadap evolusi model sepeda di abad ke- pengguna teknologi menilai bahwa
19. Pada awalnya, sepeda diciptakan
47
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 3, NOMOR 1, April 2019: 37-55
masalahnya sudah terpecahkan (Pinch & konsep ini tidak begitu dikembangkan oleh
Bijker, 1987). Pinch dan Bijker ketika mereka
Dalam analisa perubahan model memperkenalkan teori konstruksi sosial
sepeda, Pinch dan Bijker (1987) teknologi di tahun 1984.
menjelaskan contoh stabilisasi teknologi
ban udara untuk menggantikan ban kayu. Pembahasan
Pada awalnya, beberapa kelompok sosial Artikel konseptual ini mencoba
menganggap ban udara merusak estetika untuk menjawab pertanyaan mengapa
sepeda. Namun, ketika diaplikasikan Instagram yang awalnya adalah aplikasi
dalam sepeda balap, ban udara ternyata sosial media online untuk berbagi foto dan
membuat sepeda melaju lebih cepat, jauh video kini berkembang menjadi tempat
melebihi sepeda dengan ban kayu. untuk jual beli online. Artikel ini telah
Kelompok-kelompok sosial yang pada menelusuri teori dan konsep yang
awalnya menentang ban udara akhirnya berkaitan dengan teknologi dan manusia.
tidak lagi mempermasalahkannya. Pada bagian selanjutnya, artikel ini akan
Teknologi ban kayu digantikan dengan ban mengaplikasikan teori dan konsep yang
udara dan digunakan hingga sekarang. telah dikemukakan untuk menjawab
3) Konteks sosial dan politik yang pertanyaan di atas.
lebih luas (the wider context) David Rohtenberg, salah satu
pemikir Extension Theory, menyatakan
Unsur terakhir yang berpengaruh
bahwa setiap teknologi itu menyimpan niat
dalam teori SCOT berkaitan dengan
yang dimiliki oleh pencipatanya (dalam
kondisi sosial dan politik dimana teknologi
Lawson, 2010). Untuk itu, perlu bagi kita
itu digunakan. Menurut, Pinch dan Bijker
untuk mengetahui lebih mendalam niat
(1987), keadaan sosial dan politik suatu
penciptaan Instagram. Dalam sejarah
masyarakat pengguna teknologi mampu
pendiriannya, para pendiri Instagram,
membentuk norma dan nilai dalam
Kevin Systrom dan Mike Krieger,
teknologi tersebut. Yang dimaksud dalam
menyebutkan bahwa pada awalnya mereka
keadaan sosial dan politik di dalam
hanya ingin menciptakan aplikasi online
pernyataan tersebut adalah interaksi antar
yang memungkinkan penggunanya dapat
kelompok, aturan dalam berinteraksi dan
berbagi foto dan video (Sheldon & Bryant,
faktor-faktor yang menyebabkan
2016). Apabila digali lebih dalam,
terjadinya distribusi kekuasaan (Klein &
Systrom, seorang pecinta fotografi,
Kleinman, 2002). Meskipun demikian,
sebenarnya ingin menciptakan suatu
48
Muhammad Rizqi Arifuddin, Irwansyah, Dari Foto dan Video Ke Toko...
aplikasi untuk mengingat foto-foto yang sebagai produk konstruksi sosial dengan
dihasilkan oleh Kamera SLR (single-lens menggunakan perspektif masyarakat
reflex camera) (Bertoni, 2012). Foto yang Indonesia. Mengingat Indonesia adalah
dihasilkan oleh kamera jenis ini berbentuk salah satu negara di dunia dengan
kotak segi empat sama seperti pada pengguna Instagram terbesear, maka
tampilan awal foto-foto yang muncul di Indonesia valid digunakan untuk
Instagram. Selain itu, beberapa sumber memamahi masalah ini.
yang dituju oleh artikel konseptual ini juga Instagram memiliki kemampuan
tidak memperlihatkan bahwa Systrom dan interpretative flexibility. Maksudnya
Krieger memiliki niat untuk menjadikan adalah penggunaan itu fleksibel tergantung
Instagram sebagai sarana jual beli online. pada kelompok sosial yang
Dalam salah satu wawancarnya, Systrom menggunakannya. Tujuan awal penciptaan
memang mengatakan bahwa dia ingin agar Instagram adalah agar penggunanya dapat
Instagram menjadi lebih dari aplikasi berbagi foto dan video. Masih banyak
untuk berbagi foto Dia ingin Instagram pengguna Instagram yang menggunakan
menjadi aplikasi di mana penggunanya aplikasi ini untuk tujuan tersebut. Namun,
bisa berbagai kehidupan mereka (Lagorio- muncul pula beberapa pengguna yang
Chafkin, 2011). Tapi, Systrom tidak secara menggunakan aplikasi ini untuk tujuan
gamblang menyatakan bahwa dia memiliki bisnis. Seperti yang disebut di bagian
visi tentang Instagram menjadi sarana pendahuluan, di tahun 2017 ada lebih dari
belanja online. Lalu pertanyaannya, 25 juta pengguna Instagram di Indonesia
mengapa hal ini terjadi? yang mengandalkan aplikasi ini untuk
Sangat mungkin bagi Instagram tujuan bisnis (Widyastuti, 2017). Apabila
untuk menjelma menjadi medium untuk jumlah pengguna Instagram di Indonesia
jual beli online karena Instagram adalah adalah 45 juta, dengan demikian 60%
produk konstruksi sosial. Berdasarkan penggunanya menggunakan aplikasi ini
teori yang dikemukakan oleh Pinch dan untuk berbisnis (Ganesha, 2017). Apabila
Bijker, untuk memahami sebuah teknologi meruju pada studi yang disebutkan di
sebagai produk konstruksi sosial, kita bagian pendahuluan, orang-orang gemar
harus melihat setidaknya tiga parameter: berbelanja melalui Instagram karena
interpretative flexibility; closure and pertama, mereka melihatnya sebagai
stabilization; dan the wider context. sebuah alat untuk mengusir kebosanan
Selanjutnya, artikel ini akan menggunakan (Sundström et al., 2013) . Kedua, mereka
tiga konsep ini untuk mengulas Instagram merasa lebih tenang berbelanja dari toko di
49
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 3, NOMOR 1, April 2019: 37-55
(lahir setelah 1994 – hingga pertengahan berbagi foto dan video saja, kini juga
2000an) mengubah pola manusia memungkinkan penggunanya untuk jual
berbelanja (Simangungsong, 2018). beli online. Untuk menjawab pertanyaan
Generasi Z khususnya di Indonesia kini ini, artikel ini pertama-pertama mencari
menjadi tipe pembeli yang konsumtif. niat awal penciptaan Instagram itu sendiri.
Apabila mereka menginginkan suatu Hal ini penting dilakukan karena setiap
barang, maka dengan segera mereka akan teknologi adalah suatu perpanjangan niat
membelinya melalui toko-toko online. dari penciptanya. Dari penelusuran yang
Mereka jarang berbelanja offline karena dilakukan, ditemukan bahwa niat awal
dengan berbelanja online, mereka Kevin Systrom dan Mike Krieger
mendapatkan “kemudahan, harga yang menciptakan Instagram adalah untuk
lebih murah, produk yang lebih beragam menciptakan aplikasi agar penggunanya
dan waktu yang lebih efisien” dapat berbagai foto dan video.
(Simangungsong, 2018: 251). Melihat Selain itu, Instagram adalah sebuah
adanya potensi ini, Instagram pun alat bagi Kevin Systrom, seorang pecinta
kemudian mengembangkan dirinya fotografi, untuk menghormati kamera SLR
sehingga mempermudah penggunanya dan model foto berbentuk kotak. Tidak
untuk berbelanja online. ditemukan secara jelas sumber-sumber
Lalu bagaimana dampak yang menyatakan bahwa para pendiri
perkembangan Instagram ini pada Instagram ingin agar aplikasi mereka
komunikasi antara penjual dan pembeli di menjadi alat untuk jual beli online seperti
Indonesia? Sebuah survei di tahun 2018 sekarang ini. Kemudian, artikel ini
menyebutkan bahwa 90% responden mengaplikasikan tiga konsep teknologi
survei tersebut berkomunikasi melalui sebagai produk konstruksi sosial untuk
perantara Instagram untuk membeli produk memahami perkembangan penggunaan
yang mereka inginkan. Sementara itu 78% Instagram yang menjauhi niat para
responden, menyatakan bahwa mereka pembuatnya. Melalui konsep interpretative
akan membeli sebuah produk kalau dapat flexibility, closure and stabilization, dan
ditemukan di Instagram (IPSOS, 2018). the wider context, artikel ini mengungkap
lebih dalam mengenai faktor-faktor sosial
Simpulan yang memicu perkembangan Instagram
Artikel konseptual ini berusaha menjadi sarana jual beli. Dari pembahasan
menelaah bagaimana Instagram yang tersebut, pada akhirnya artikel ini sekali
awalnya adalah sebuah media sosial untuk lagi ingin menegaskan bahwa
51
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 3, NOMOR 1, April 2019: 37-55
53
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 3, NOMOR 1, April 2019: 37-55
Huang, Yi-Ting dan Sheng-Fang Su. 2018. Lawson, Clive. (2010). “Technology and
“Motives for Instagram Use and the Extension of Human
Topics of Interest among Young Capabilities.” Journal for the Theory
Adults.” Future Internet 10(8):77. of Social Behaviour 40(2):207–23.
(https://www.mdpi.com/1999- (DOI: 10.1111/j.1468-
5903/10/8/77) 5914.2009.00428.x)
Instagram. (n.d.) “What Is Instagram? | Leaver, Tama dan Tim Highfield. (2018).
Instagram Help Centre.” Diakses “Visualising the Ends of Identity:
tanggal 16 Maret 2019 Pre-Birth and Post-Death on
(https://help.instagram.com/4247376 Instagram.” Information
57584573). Communication and Society
Instagram. (2018). “Announcing Shopping 21(1):30–45.
in Instagram Stories and Explore | (http://dx.doi.org/10.1080/1369118X
Instagram for Business.” Diakses .2016.1259343)
tanggal March 19, 2019 Newton, Casey. 2018. “Instagram Is
(https://business.instagram.com/blog Building a Standalone App for
/announcing-shopping-in-instagram- Shopping.” The Verge. Diakses
stories-and-explore). tanggal 19 Maret 2019
Kavakci, Elif dan Camille R. Kraeplin. (https://www.theverge.com/2018/9/4
(2017). “Religious Beings in /17819766/instagram-shopping-app-
Fashionable Bodies: The Online e-commerce).
Identity Construction of Hijabi Nurhadi, Wahyu dan Irwansyah. (2018).
Social Media Personalities.” Media, “Crownfunding Sebagai Konstruksi
Culture and Society 39(6):850–68. Sosial Teknologi Dan Media Baru.”
(DOI: 10.1177/0163443716679031) Jurnal Komunikasi Dan Kajian
Klein, Hans K. dan Daniel Lee Kleinman. Media 2(2):1–12. (DOI:
(2002). “The Social Construction of 10.31002/jkkm.v2i2.769)
Technology: Structural Pittman, Matthew dan Brandon Reich.
Considerations.” Science Technology (2016). “Social Media and
and Human Values 27(1):28–52. Loneliness: Why an Instagram
(https://www.jstor.org/stable/690274 Picture May Be Worth More than a
) Thousand Twitter Words.”
Lagorio-Chafkin, Christine. (2011). Computers in Human Behavior
“Kevin Systrom and Mike Krieger, 62:155–67.
Founders of Instagram |.” Inc. (http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2016
Diakses tanggal 16 Maret 2019 .03.084)
(https://www.inc.com/30under30/20 Sheldon, Pavica dan Katherine Bryant.
11/profile-kevin-systrom-mike- (2016). “Instagram: Motives for Its
krieger-founders-instagram.html). Use and Relationship to Narcissism
Latuheru, Mishell Natalya dan Irwansyah. and Contextual Age.” Computers in
(2018). “Aplikasi Traveloka Sebagai Human Behavior 58:89–97.
Bentuk Konstruksi Sosial Teknologi (https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.1
Media Baru.” Jurnal Komunikasi 2.059)
Dan Kajian Media 2(2):46–57. Simangungsong, Eliot. (2018).
(DOI: 10.31002/jkkm.v2i2.768) “Generation-Z Buying Behavior in
Lawson, Clive. (2008). “An Ontology of Indonesia: Opportunities for Retail
Technology.” Techné: Research in Business.” MIX: Jurnal Ilmiah
Philosophy and Technology Manajemen 8(2):243–53.
12(1):48–64. (DOI: Steinert, Steffen. (2016). “Taking Stock of
10.5840/techne200812114) Extension Theory of Technology.”
54
Muhammad Rizqi Arifuddin, Irwansyah, Dari Foto dan Video Ke Toko...
Dokumen Resmi
Australian Trade and Investment
Commission (Austrade). (2018). E-
Commerce in Indonesia. Diakses
tanggal 13 Maret 2018
(https://www.austrade.gov.au/Article
Documents/1358/E-commerce-in-
Indonesia-Guide.pdf.aspx)
55