Anda di halaman 1dari 4

Setiap saya 

selesai nonton “The Founder“, sentimentalitas saya muncul


dan saya jadi ogah makan McDonald’s lagi. Loh, apa hubungannya? Film
yang dirilis tahun 2016 ini menceritakan perjalanan brand makanan cepat
saji yang mendunia: McDonald’s.
Sebelum saya menonton “The Founder”, saya pikir McDonald’s hanyalah
sebuah brand biasa, yang berhasil mengembangkan bisnisnya hingga
menggurita.

Ternyata nggak sesederhana itu.

Awalnya, sepasang kakak beradik, Mac dan Dick mendirikan restoran


cepat saji bernama McDonald’s di tahun 1950-an. Restoran mereka
menyajikan konsep unik di masanya. Burger yang biasa di tempat lain
membutuhkan waktu penyajian 30 menit, di McDonald’s hanya perlu 30
detik. Sungguh revolusioner, bukan?

Tersebutlah Ray Kroc, seorang salesman mesin milk shake yang tidak
begitu sukses dalam pekerjaannya, akhirnya terpikat pada konsep
McDonald’s. Dia mengusulkan kerja sama dengan Mac dan Dick.
Franchise McDonald’s sukses, namun komisi yang diterima Ray begitu
kecil. Pertemuannya dengan seorang ahli keuangan menghasilkan sebuah
konsep baru yang menghasilkan lebih banyak uang lagi bagi Ray.

Singkat cerita, Ray semakin kuat sampai-sampai Mac dan Dick harus
melepas merek McDonald’s seharga satu juta tigaratus limapuluh ribu
dollar saja.

Jadi, kalau kita lihat profil perusahaan McDonald’s, jangan terkejut kalau
menemui nama Ray Kroc sebagai pendirinya. Bukan Mac dan Dick
McDonald’s.

Si Ray jahat ya?

Gitu sih pemikiran saya pertama kali menonton “The Founder”.

Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, mungkin dia tidak jahat. Dia ambisius, itu
jelas terlihat. Serakah? Mungkin, tapi siapa sih pebisnis yang nggak ingin
terus menerus melebarkan sayap demi keuntungan yang lebih besar?

Kalau nggak ada Ray, mungkin kita tidak bisa menikmati burger
McDonald’s yang khas itu. Mungkin Mac dan Dick hanya popular di kota
asalnya, tanpa sempat mendunia. Atau mungkin perusahaan lain mencuri
konsep mereka dan mendunia.
Film “The Founder” ini layak ditonton bagi mereka yang sedang mencari
inspirasi dalam berusaha. Banyak pelajaran dan pesan moral yang
terkandung di film ini. Misalnya:

1. Kekuatan brand. Di akhir cerita, Ray memberitahu Dick apa


sebenarnya kekuatan resto saji mereka. Dick sendiri (di film ini
digambarkan) tidak paham. Ternyata kekuatan mereka adalah: brand
McDonald’s itu sendiri. Brand yang begitu kuat, begitu “Amerika”.
Bayangkan, siapa yang tertarik makan burger bermerek Kroc, misalnya?
2. Jatuh bangun dalam bisnis itu biasa. Contohlah Ray yang pantang
menyerah dengan ide-idenya.
3. Jadi pengusaha jangan lugu-lugu amat. Biar nggak kayak Mac dan
Dick yang akhirnya ‘dikadalin’ sama Ray.
4. Inovasi itu sangat penting. Menguji gagasan yang inovatif, juga sama
pentingnya. Penggambaran bagaimana Dick menguji ide mereka untuk
bisa menyajikan burger dalam 30 menit saja, sangat bagus dan bisa jadi
pelajaran bagi kita semua.
Saya mungkin tidak akan memandang brand McDonald’s seperti dulu lagi.
Seperti lagu Padi bilang, semua tak sama, tak pernah sama. Setiap saya
membayangkan burger McDonald’s, yang mengiring adalah senyum culas
Ray Kroc, keluguan kakak beradik Mac dan Dick, dan itu mengurangi
kelezatan McDonald’s di lidah saya.

Sentimental banget, ya? Iya, saya mah gitu orangnya.

Tapi karena burger McDonald’s memang masih terbilang yang terenak,


dan delivery service mereka top banget, saya masih berkenan memamah
makanan mereka apalagi di saat darurat.

Anda mungkin juga menyukai