Week 4 Sesi 5
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Global Human Resources Management
KELAS DGEA
2021
Sumber: https://www.koalahero.com/biografi/pendiri-mcdonald/
Siapa yang tidak pernah mendengar McDonald? Restoran waralaba dengan ikon huruf M
melengkung atau sering disebut dengan golden arches dengan paduan warna merah dan kuning
ini sudah dikenal secara global oleh masyarakat di seluruh dunia.
Sumber: https://www.koalahero.com/biografi/pendiri-mcdonald/
Sebagai rangkaian restoran cepat saji terbesar di dunia, diperkirakan ada lebih dari 36.000
cabang McDonald di seluruh dunia dengan penghasilan US $75 juta dari 68 juta pengunjung
Namun, siapakah orang yang berada dibalik semua ini? Berikut adalah kisah sukses pendiri
McDonald, Rac Kroc wirausahawan asal Amerika yang berhasil mengembangkan rangkaian
restoran cepat saji ini ke seluruh dunia.
Ray Kroc adalah pengusaha yang lahir tahun 1902 di Oak Park, Illinois. Ia sempat menjadi
penjual gelas kertas dan mesin milkshake di awal kariernya. Hidupnya mulai berubah saat ia
menemukan restoran milik Dick dan Mac McDonald yang menjual hamburger yang populer di
California pada tahun 1955. Ia membeli perusahaan dan restorannya pada tahun 1961 yang
membangun McDonald menjadi restoran waralaba terbesar. Garis besar kisah sukses pendiri
McDonald ini dapat dibaca pada beberapa bagian berikut.
Raymond Albert Kroc lahir pada 5 Oktober 1992 di Oak Park, Illinois dari dua orang tua yang
berdarah Ceko. Ia sempat belajar piano saat masih kecil. Naluri bisnisnya yang kuat berkembang
melalui usaha awalnya saat bekerja kios yang menjual minuman limun dan air mancur soda di
Amerika.
Ia juga sempat berpartisipasi dalam Perang Dunia pertama sebagai pengemudi ambulans Palang
Merah. Batas minimal umur sukarelawan membuatnya berbohong tentang usia aslinya, yaitu 15
tahun. Di sinilah ia mulai bertemu dengan orang-orang yang nantinya akan dikenal di seluruh
dunia seperti Walt Disney, yang mempertahankan hubungan profesional dengan Kroc semasa
hidupnya.
Ia juga bertemu dengan Ernest Hemingway yang juga berasal Oak Park, dan juga menghabiskan
waktu mengabdi sebagai pengemudi ambulans selama Perang Dunia pertama.
Setelah perang berakhir, ia mencoba sejumlah pilihan karier. Di antaranya pianis, sutradara
musikal, dan agen perumahan. Setelah menjelajah, ia menetapkan kariernya dengan stabil
sebagai seorang salesman di Perusahan Lily-Tulip Cup, sampai akhirnya ia naik pangkat menjadi
seorang manajer penjualan di Midwestern.
Bisnis Kroc mengantarkannya pada koneksi dengan pemilik toko es krim Earl Prince, yang pada
saat itu menemukan mesin yang mampu menghasilkan lima gelas milkshake secara bersamaan.
Keberhasilan McDonald
Kisah sukses pendiri McDonald dimulai pada tahun 1954, saat Kroc pergi ke San Bernardino,
Californa, untuk menjual beberapa unit multi-mixer pada Dick dan Mac McDonald bersaudara.
Ia terkesan dengan efisiensi restoran yang beroperasi dengan sederhana. Pelanggan dilayani
dengan cepat dengan menu-menu sederhana seperti hamburger, kentang goreng, dan milkshake.
Kroc lalu menyadari potensi besar restoran cepat saji tersebut. Ia menawarkan untuk bekerja
sebagai seorang agen. Kroc mendirikan McDonald’s System, Inc. (kemudian dikenal sebagai
McDonald’s Corporation), dan membuka cabang restoran pertamanya di Des Plaines, Illinois
pada tahun 1955.
Tepat empat tahun berikutnya, pada tahun 1959, jumlah cabang restoran McDonald telah
mencapai 100 buah. Namun, Kroc masih belum dapat menuai untung besar dari usaha ini.
Harry J. Sonneborn, yang pada saat itu merupakan Presiden pertama McDonald’s Corporation,
menyarankan untuk membuat sistem di mana perusahaan dapat membeli atau menyewa lahan
untuk membuka cabang baru.
Kroc kemudian mengikuti saran tersebut. Dengan pinjaman US $27 juta yang didapatkan
Sonneborn, Kroc membeli perusahaan McDonald dari dua bersaudara secara langsung pada
tahun 1961.
Di bawah kepemilikan Kroc, McDonald dijalankan dengan beberapa elemen-elemen kreatif baru
sambil tetap mempertahankan karakter aslinya. Sistem ‘streamline’ yang diciptakan dan
digunakan oleh Mc-Donald bersaudara sejak tahun 1940-an untuk menyiapkan hamburger bagi
pelanggan masih tetap digunakan.
Ia berusaha untuk menghemat biaya operasi di setiap cabang restoran. Pemilik tiap waralaba
yang dipilih berdasarkan track karier dan ambisi mereka, menjalani kursus dan pelatihan khusus
di “Hamburger University” di Elk Grove, Illinois. Para pemilik tersebut kemudian akan
mendapatkan sertifikat bertuliskan “hamburgerology with a minor in french fries“.
Kroc memutuskan untuk berfokus pada pertumbuhan restoran di daerah pinggir kota, untuk
menargetkan pangsa pasar baru dengan makanan yang familiar dan harga yang murah.
Beberapa orang mengkritisi kandungan gizi dalam menu McDonald, perlakuan terhadap pekerja
di bawah umur, dan reputasi Kroc atas sistem transaksi bisnis yang tidak bisa dibilang baik.
Namun, tidak bisa dibantah bahwa strategi yang ia ciptakan sangat menguntungkan secara
keuangan. Ia memiliki pedoman yang ketat tentang persiapan penjualan, ukuran porsi makanan,
metode memasak dan mengemas, untuk memastikan standar menu McDonald terlihat dan terasa
seragam di seluruh cabang waralaba. Inovasi-inovasi seperti ini juga berkontribusi pada
kesuksesan McDonald di seluruh dunia.
Kroc menurunkan posisinya sendiri menjadi jajaran ketua senior pada tahun 1977, yang bertahan
hingga sisa hidupnya. Ia wafat pada tanggal 14 Januari 1984, karena penyakit gagal jantung di di
Scripps Memorial Hospital di San Diego, California.
Kisah sukses pendiri McDonald ini ditutup saat McDonald telah menjadi restoran dengan 7.500
cabang di lebih dari tiga puluh negara dengan nilai ekonomi sebesar US $8
milyar. Kekayaan pribadi Kroc saat meninggal diperkirakan mencapai US $500 juta.
Pertanyaan:
1. Langkah-langkah apa yang dilakukan oleh Albert Kroc sebagai pemimpin prototype di
McDonald?
2. Bagaimanakah karakteristik Robert Kroc ditinjau dari dimensi-dimensi kepemimpinan
global?
3. Apakah yang Anda ketahui tentang ‘culture shock triangle’. Berikan penjelasan beserta
contoh yang relevan.
- Menciptakan Peluang
Kroc tahu bagaiman ia menciptakan peluang untuk dirinya sendiri, sejak saat Kroc
terkesan dengan efisiensi restoran cepat saji dengan menu2 sederhana, Ia tahu
restoran tersebut punya potensi sangat besar untuk berkembang dan segera
menawarkan bekerja sebagai agen dan mendirikan Mc. Donald’s System, Inc.
Berdaraskan buku “Understanding Cross Cultural Management”, karya Marie & Roger
Price, seperti terlihat pada tabel Global Leadership Dimensi, ada 6 tipe kepemimpinan.
Istilah culture shock umumnya dikaitkan dengan Kalervo Oberg, seorang antropolog
yang menulis secara ekstensif tentang masalah ini pada pertengahan abad ke-20. Oberg
(1960) menciptakan istilah dan membandingkannya dengan penyakit dengan gejalanya
sendiri, yang berkembang dalam berbagai tahap yang dapat diprediksi, dan diharapkan
berakhir pada pemulihan dan penyesuaian dengan lingkungan baru. Callahan (2010)
memperingatkan kami bahwa "metafora ini, bagaimanapun, tidak diterima secara
universal" dan telah dicatat bahwa penulis lain memiliki “terutama mendefinisikan
[kejutan budaya] sebagai perasaan disorientasi atau ketidaknyamanan karena
ketidaktahuan tentang lingkungan”. Apapun definisinya, sudah diakui sebagai kondisi sah
yang perlu mendapat perhatian.
Gejala yang dirasakan oleh mereka yang mengalami culture shock dapat berupa perasaan
terisolasi dan/atau tidak berdaya; mengalami kecemasan dan kekhawatiran; penurunan
prestasi kerja; dan bahkan demonstrasi energi tinggi atau energi kegugupan (Marx, 2001,
Ch. 1). Dalam bukunya, Breaking Through Culture Shock: What You Need to Succeed in
International Business, Marx (2001) juga merangkum apa yang diungkapkan Oberg
sebagai enam aspek utama kejutan budaya dalam artikel 1960-nya:
• Emosi - Mengatasi perubahan suasana hati. Perubahan pada emosi dan perilaku
seseorang merupakan hal yang pertama kali akan dirasakan. Seperti kesenangan,
kekagetan seseorang melihat hal-hal baru dan unik. Namun terkadang ada juga yang
menjadi jengkel, cemas, dan frustasi ketika menghadapi perbedaan budaya
• Berpikir - Memahami rekan asing. Pada level ini pemahaman pribadi dan
kemampuan menyesuaikan diri terhadap budaya baru akan meningkat. Sehingga bisa
beradaptasi dalam hal memahami karakter dan kebiasaan rekan kerja
Culture shock yang dialami oleh pekerja dari Indonesia yang berada di korea. Berbeda
dengan budaya kerja di Indonesia, sistem kerja di perusahaan Korea sangat disiplin dan
menuntut kesempurnaan dalam semua pekerjaan. Para pekerja dituntut untuk
menghasilkan pekerjaan yang sempurna (zero mistake). Apabila terjadi kesalahan, maka
akan susah memperoleh kepercayaan kembali. Sistem kerja tersebut merupakan karakter
yang tertanam dalam pola pikir mereka. Oleh karena itu, setiap pekerja asing (non-Korea)
mau tidak mau akan dituntut untuk mengikuti karakter kerja tersebut. Perbedaan budaya
lain dengan Indonesia adalah pekerjaan yang diberikan saat baru awal-awal kerja masih
belum sesuai atau seenaknya atasan, tidak sesuai dengan job description. Hal ini
mengesankan bahwa mereka tidak menghargai pekerja. Selain itu, saat orang Korea
Thinking: Berikutnya para pekerja Indonesia di Korea akan mulai berpikir profesional,
tidak mau mengecewakan atasan. Mempercayai bahwa penilaian buruk terhadap dirinya
adalah sebuah kritik membangun agar dirinya semakin menjadi profesional. Mereka juga
berpikir tentang masa depan untuk mencapai kesuksesan dan kesejahteraan di samping
merepresentasikan diri sebagai duta budaya Indonesia dan terlibat dalam kegiatan positif
yang ada di lingkungan kerja atau lingkungan masyarakat setempat.
Social skills and identity: Selanjutnya, mereka mulai memberanikan diri untuk berbicara
atau mengutarakan pendapat dan memiliki komitmen kuat untuk melaksanakannya.
Untuk mengoptimalkan keterampilan, mereka secara terus-menerus belajar pada yang
lebih senior dan secara mandiri, tanpa harus disuruh. Ditambah intensitas komunikasi
dengan orang Korea atau mencari teman baru untuk mempelajari atau menambah
pengetahuan tentang budaya setempat. Selain itu, mereka berupaya membangun suasana
kebersamaan dan saling membantu agar ketika suatu saat mengalami kesulitan juga bisa
dibantu.
Sumber:
- Lecture Notes Week-4: Leadership and Corporate Strategy
- Gegar Budaya Pekerja di Perusahaan Korea: Studi Kasus Pada Alumni oleh
Supriadianto
- Managing Culture Shock for Employees in International Business Settings oleh
Alison D. Kovaleski
- https://www.alliancemagazine.org/feature/dealing-with-culture-shock/