Anda di halaman 1dari 13

RANGKUMAN ETIKA PROFESI

“PP RI NO. 66 TAHUN 2014”


“PERMENKES NO. 32 TAHUN 2013”

Dosen Pembimbing :
Ferry Kriswandana SST, MT

Nama Mahasiswa :
Elsa Febriani Pradika (P27833119052)

PRODI DIII SANITASI SURABAYA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
POLTEKKES KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN 2020/2021
RANGKUMAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN
A. KETENTUAN UMUM
1. Kesehatan Lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan
dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik
dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.
2. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan adalah spesifikasi teknis atau nilai yang
dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung
terhadap kesehatan masyarakat.
3. Penyehatan adalah upaya pencegahan penurunan kualitas media lingkungan dan upaya
peningkatan kualitas media lingkungan.
4. Pengamanan adalah upaya pelindungan terhadap kesehatan masyarakat dari faktor
risiko atau gangguan kesehatan.
5. Pengendalian adalah upaya untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit
dan/atau gangguan kesehatan.
6. Pengaturan Kesehatan Lingkungan bertujuan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat, baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial, yang memungkinkan
setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

B. TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH


PROVINSI, DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
1. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
bertanggung jawab untuk:
a. menjamin tersedianya lingkungan yang sehat sesuai dengan kewenangannya;
b. mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan; dan
c. memberdayakan peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan.
2. Dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan, Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan;
b. menetapkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan;
c. menetapkan kebijakan nasional mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terkait
kesehatan;
d. melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terkait kesehatan di lintas
provinsi dan lintas batas negara;
e. melakukan koordinasi, pengembangan, dan sosialisasi penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan tingkat nasional;
3. Dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan, pemerintah daerah provinsi
berwenang:
a. menetapkan kebijakan penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di tingkat provinsi
dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional;
b. menetapkan kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terkait kesehatan di
tingkat provinsi dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan secara
nasional;
c. melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terkait kesehatan
antarkabupaten/kota;
d. melakukan koordinasi, pengembangan, dan sosialisasi penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan tingkat provinsi;
e. melakukan pengelolaan dan pengembangan sistem informasi Kesehatan
Lingkungan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan di tingkat provinsi;
4. Dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan, pemerintah daerah kabupaten/kota
berwenang:
a. menetapkan kebijakan untuk melaksanakan penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan, Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan, dan Persyaratan
Kesehatan di tingkat kabupaten/kota dengan berpedoman pada kebijakan dan
strategi nasional dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah provinsi;
b. melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terkait kesehatan di
kabupaten/kota; dan
c. melakukan kerja sama dengan lembaga nasional sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

C. STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN


KESEHATAN
1. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan ditetapkan pada
media lingkungan yang meliputi air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, vector
dan binatang pembawa penyakit.
a. Air
1) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk
media air terdiri atas standar baku mutu dan Persyaratan Kesehatan air minum,
standar baku mutu dan Persyaratan Kesehatan air untuk keperluan higiene dan
sanitasi. dan standar baku mutu dan Persyaratan Kesehatan air untuk kolam
renang, solus per aqua, dan pemandian umum.
2) Terdiri atas unsur fisik, biologi, kimia, dan radioaktif
3) Persyaratan Kesehatan air untuk kolam renang, solus per aqua, dan pemandian
umum terdiri atas air dalam keadaan terlindung dari sumber pencemaran,
binatang pembawa penyakit, dan tempat perkembangbiakan vector, dan aman
dari kemungkinan kontaminasi.
b. Udara
1) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk
media udara terdiri atas standar baku mutu dan Persyaratan Kesehatan udara
dalam ruang dan udara ambien yang memajan langsung pada manusia.
2) Standar baku mutu dan Persyaratan Kesehatan udara dalam ruang dan udara
ambien yang memajan langsung pada manusia terdiri atas unsur fisik, kimia,
dan kontaminan biologi.
3) Persyaratan Kesehatan udara dalam ruang yang memajan langsung pada
manusia terdiri atas suhu udara dalam ruang sama dengan suhu udara luar
ruang, dan udara dalam ruang terhindar dari paparan asap berupa asap rokok,
asap dapur, dan asap dari sumber bergerak lainnya.
c. Tanah
1) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media tanah terdiri atas
unsur fisik, kimia, biologi, dan radioaktif alam.
2) Persyaratan Kesehatan untuk media tanah terdiri atas tanah tidak bekas tempat
pembuangan sampah, dan tanah tidak bekas lokasi pertambangan.
d. Pangan
1) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media pangan disusun untuk
mempertahankan kondisi pangan yang sehat dan higienis yang bebas dari
bahaya cemaran biologis, kimia, dan benda lain.
2) Persyaratan Kesehatan untuk media pangan terdiri atas pangan dalam keadaan
terlindung, dan pengolahan, pewadahan, dan penyajian memenuhi prinsip
higiene dan sanitasi.
e. Sarana dan bangunan
1) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media sarana dan bangunan
berupa kadar maksimum yang diperbolehkan paling sedikit bagi debu total,
asbes bebas, dan timah hitam (Pb) untuk bahan bangunan.
f. Vector dan binatang pembawa penyakit
1) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk
media vektor dan binatang pembawa penyakit terdiri atas jenis, kepadatan, dan
habitat perkembangbiakan.

2. Media lingkungan yang ditetapkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan berada pada lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi, dan fasilitas umum. Penentuan media lingkungan telah memenuhi Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dilakukan dengan cara:
a. pengujian laboratorium terhadap unsur pada media lingkungan; dan/atau
b. pengujian terhadap biomarker
3. Menteri dalam menetapkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan berdasarkan pada hasil penelitian mengenai toleransi manusia terhadap
keberadaan unsur dari media lingkungan, peraturan perundang-undangan, dan/atau
standar internasional.
4. Setiap penghuni dan/atau keluarga yang bertempat tinggal di lingkungan Permukiman
wajib memelihara kualitas media lingkungan sesuai Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan.
5. Setiap pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab lingkungan Permukiman,
Tempat Kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum wajib mewujudkan
media lingkungan yang memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan. Jika tidak melaksanakan kewajiban akan dikenai sanksi
administrative, berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan
atau usaha, atau pencabutan rekomendasi izin.
6. Dalam keadaan tertentu, Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya wajib mewujudkan media
lingkungan yang memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan.

D. PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN


1. Kesehatan Lingkungan diselenggarakan melalui upaya Penyehatan, Pengamanan, dan
Pengendalian. Upaya tersebut dilaksanakan untuk memenuhi Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan.
2. Penyehatan dilakukan terhadap media lingkungan berupa air, udara, tanah, pangan, serta
sarana dan bangunan; berupa pengawasan, perlindungan, dan peningkatan.
a. Pengawasan kualitas air, udara, tanah, pangan, serta sarana dan bangunan;
dilakukan paling sedikit melalui surveilans, uji laboratorium, Analisis Risiko,
dan/atau rekomendasi tindak lanjut.
b. Pelindungan kualitas air, udara, tanah, pangan, serta sarana dan bangunan;
dilakukan paling sedikit melalui KIE, pengembangan teknologi tepat guna,
dan/atau rekayasa lingkungan.
c. Peningkatan kualitas air, udara, tanah, pangan, serta sarana dan bangunan;
dilakukan paling sedikit melalui filtrasi, sedimentasi, aerasi, dekontaminasi,
dan/atau disinfeksi.
3. Pengamanan dilakukan melalui upaya pelindungan kesehatan masyarakat, proses
pengolahan limbah, dan pengawasan terhadap limbah.
a. Upaya pelindungan kesehatan masyarakat dilakukan untuk mewujudkan lingkungan
sehat yang bebas dari unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan. Unsur tersebut
meliputi sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan, zat kimia yang
berbahaya, gangguan fisika udara, radiasi pengion dan non pengion, dan pestisida.
b. Proses pengolahan limbah dilakukan terhadap limbah cair, padat, dan gas yang
berasal dari Permukiman, Tempat Kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas
umum yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam
proses pengolahan limbah wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan dan persyaratan teknis proses pengolahan limbah cair, padat, dan gas
yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Pengawasan terhadap limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Dalam pengawasan terhadap limbah dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dan paling sedikit melalui surveilans, uji
laboratorium, Analisis Risiko, KIE, dan/atau rekomendasi tindak lanjut.
4. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit meliputi pengamatan dan
penyelidikan bioekologi, status kevektoran, status resistensi, efikasi, pemeriksaan
spesimen, Pengendalian vektor dengan metode fisik, biologi, kimia, dan pengelolaan
lingkungan, serta Pengendalian vektor terpadu terhadap vektor dan binatang pembawa
penyakit.
a. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dengan metode fisik
dilakukan dengan cara paling sedikit mengubah salinitas dan/atau derajat keasaman
(pH) air, memberikan radiasi, dan/atau pemasangan perangkap.
b. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dengan metode kimia
dilakukan dengan menggunakan bahan kimia.
c. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dengan metode biologi paling
sedikit dilakukan dengan menggunakan protozoa, ikan, dan/atau bakteri.
d. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit melalui pengelolaan
lingkungan dilakukan dengan mengubah habitat perkembangbiakan vektor dan
binatang pembawa penyakit secara permanen dan sementara.
5. Penyelenggara Kesehatan Lingkungan; Upaya Penyehatan, Pengamanan, dan
Pengendalian dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Dalam melakukan
upaya tersebut setiap pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab lingkungan
Permukiman, Tempat Kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum dapat
bekerja sama dengan atau menggunakan jasa pihak lain yang berkompeten, memenuhi
kualifikasi, dan/atau terakreditasi.
6. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya melakukan penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dalam
keadaan tertentu yang meliputi kondisi matra, dan ancaman global perubahan iklim.

E. SUMBER DAYA
1. Dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan diperlukan sumber daya manusia
kesehatan yang memiliki keahlian dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan
dan pelatihan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sertifikat kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pendanaan penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dapat bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
masyarakat, atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan, Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, dan
masyarakat memanfaatkan teknologi tepat guna, yang didukung dengan penelitian,
pengembangan dan penapisan teknologi, pengujian laboratorium, serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan.

F. KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN


1. Dalam rangka penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan, Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya,
membangun dan mengembangkan koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan. Koordinasi,
jejaring kerja, dan kemitraan diarahkan untuk :
a. menyelesaikan masalah atau sengketa Kesehatan Lingkungan antardaerah;
b. kesesuaian pandangan dari setiap pemangku kepentingan, termasuk pengawasan
dan pembinaan terpadu;
c. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, kajian, penelitian, dan kerja sama
antarwilayah dengan luar negeri atau dengan pihak ketiga;
d. saling memberi informasi antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota, organisasi profesi, lembaga internasional, asosiasi dan lembaga
swadaya masyarakat, dalam suatu sistem jaringan informasi nasional dan
internasional; dan
e. meningkatkan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan Kesehatan Lingkungan.

G. PERAN SERTA MASYARAKAT


1. Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggitingginya. Peran tersebut berupa :
a. perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, penilaian, dan pengawasan;
b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan finansial;
c. dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan Kesehatan Lingkungan;
d. pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi; dan
e. sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan
dan/atau penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan.

H. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


1. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan, penerapan Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan, dan penerapan Persyaratan Kesehatan.
a. Pembinaan dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dilakukan melalui
pemberdayaan masyarakat, pendayagunaan tenaga Kesehatan Lingkungan, dan
pembiayaan program.
b. Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap pengelola,
penyelenggara, atau penanggung jawab lingkungan Permukiman, Tempat Kerja,
tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum yang menyelenggarakan
Kesehatan Lingkungan. Menteri dalam melakukan tugasnya dapat mendelegasikan
kepada kepala dinas di provinsi dan kepala dinas di kabupaten/kota yang tugas
pokok dan fungsinya di bidang kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan serta mengikutsertakan masyarakat.

I. KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang Kesehatan Lingkungan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN
PEKERJAAN TENAGA SANITARIAN

A. KETENTUAN UMUM
1. Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang
kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
3. Surat Tanda Registrasi Tenaga Sanitarian selanjutnya disingkat STRTS adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada Tenaga Sanitarian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Surat Izin Kerja Tenaga Sanitarian selanjutnya disingkat SIKTS adalah bukti
tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan di bidang kesehatan
lingkungan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Standar Profesi Tenaga Sanitarian adalah batasan kemampuan minimal yang harus
dimiliki/dikuasai oleh Tenaga Sanitarian untuk dapat melaksanakan pekerjaan
sanitarian secara profesional yang diatur oleh organisasi profesi.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI adalah
lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan.
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat MTKP adalah
lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI.
9. Organisasi Profesi adalah Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia.
B. PERIZINAN
1. Kualifikasi Tenaga Sanitarian
A. Kualifikasi Tenaga Sanitarian ditetapkan berjenjang dan berkelanjutan yang
terdiri dari:
1) Sanitarian. Merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah Profesi
Kesehatan Lingkungan.
a. Teknisi Sanitarian Utama (Technical Sanitarian)
Merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah:
i) Diploma Tiga Penilik Kesehatan
ii) Diploma Empat/ Sarjana Terapan/Sarjana Kesehatan Lingkungan/
Ilmu Lingkungan/ Teknologi Lingkungan/ Teknik Lingkungan/
Teknik Sanitasi.
b. Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical Sanitarian)
Merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah Diploma Tiga
Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan/Teknologi Sanitasi.
c. Teknisi Sanitarian Pratama (Assistent Technical Sanitarian)
Merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah Diploma Satu
Kesehatan Lingkungan/Pembantu Penilik Hygiene.
d. Asisten Teknisi Sanitarian (Junior Assistent Technical Sanitarian).
Merupakan orang yang memilki ijazah SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan) Kesehatan Lingkungan/Sanitasi/ Plumbing.
B. Sertifikat Kompetensi dan STRTS
1. Tenaga Sanitarian untuk dapat melakukan pekerjaannya harus memiliki
STRTS.
2. Untuk dapat memperoleh STRTS, Tenaga Sanitarian harus memiliki
sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. STRTS dikeluarkan oleh MTKI dengan masa berlaku selama 5 tahun.
4. STRTS yang telah habis masa berlakunya dapat diperpajang selama
memenuhi syarat
C. SIKTS
1. Tenaga Sanitarian yang melakukan pekerjaan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memiliki SIKTS.
2. SIKTS diberikan kepada Tenaga Sanitarian yang telah memiliki STRTS.
3. SIKTS dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
4. SIKTS berlaku untuk 1 tempat.
5. Tenaga Sanitarian warga negara asing dapat mengajukan permohonan
memperoleh SIKTS setelah:
a. memenuhi persyaratan
b. melakukan evaluasi dan memiliki surat izin kerja dan izin tinggal
serta persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
c. memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.
6. Tenaga Sanitarian Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri dapat
mengajukan permohonan memperoleh SIKTS setelah:
a. memenuhi persyaratan
b. melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
7. SIKTS berlaku sepanjang STRTS masih berlaku dan dapat diperpanjang
kembali
8. Tenaga sanitarian hanya dapat melakukan pekerjaan paling banyak di 2
tempat
9. Permohonan SIKTS kedua dapat dilakukan dengan menunjukkan bahwa
yang bersangkutan telah memiliki SIKTS pertama

2. Pelaksanaan Pekerjaan Tenaga Sanitarian


A. Tenaga Sanitarian yang memiliki SIKTS dapat melakukan pekerjaannya pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa:
1) Puskesmas
2) Klinik
3) Rumah sakit
4) Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.

3. Lingkup pekerjaan Tenaga Sanitarian merupakan pelayanan kesehatan lingkungan


yang meliputi pengelolaan unsur-unsur yang mempengaruhi timbulnya gangguan
kesehatan, antara lain:
a. limbah cair
b. limbah padat
c. limbah gas
d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
pemerintah
e. binatang pembawa penyakit
f. zat kimia yang berbahaya
g. kebisingan yang melebihi ambang batas
h. radiasi sinar pengion dan non pengion
i. air yang tercemar
j. udara yang tercemar
k. makanan yang terkontaminasi.
C. KEWENANGAN / KOMPETENSI
1. Kewenangan/kompetensi yang dimiliki Sanitarian meliputi :
a. merencanakan dan mengelola sumber daya di bawah tanggung jawabnya.
b. mengevaluasi secara komprehensif dengan memanfaatkan IPTEK untuk
menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategi organisasi yang menjadi
tanggung jawabnya
c. memecahkan permasalahan berkaitan dengan bidang sains, teknologi dan atau
seni kesehatan lingkungan melalui pendekatan multidisipliner
d. melakukan riset, mengambil keputusan strategis dan mengomunikasikan atas
semua aspek yang terkait dengan kesehatan lingkungan dan berada di bawah
tanggung jawabnya.
2. Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Teknisi Sanitarian Utama (Technical
Sanitarian), meliputi:
a. melakukan pekerjaan dengan memanfaatkan IPTEK di bidang kesehatan
lingkungan dan beradaptasi terhadap situasi dalam menyelesaikan masalah
b. memformulasi penyelesaian masalah kesehatan lingkungan prosedural berdasar
pengetahuan spesialis
c. mengambil keputusan strategis di bidang kesehatan lingkungan berdasarkan
analisis informasi berbasis data
d. memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi dan
mengembangkan kreatifitas yang inovatif dalam pengendalian masalah kesehatan
lingkungan.
3. Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical
Sanitarian), meliputi:
a. melakukan pekerjaan kesehatan lingkungan
b. memilih metode pemecahan masalah kesehatan lingkungan dari beragam pilihan
yang sudah baku maupun belum baku
c. melakukan analisis data terkait dengan kesehatan lingkungan
d. melakukan pekerjaan kesehatan lingkungan sendiri ataupun kelompok di lingkup
tanggung jawab pengawasannya
e. memformulasi penyelesaian masalah kesehatan lingkungan prosedural dan inovatif
secara komprehensif;
f. melakukan kerja sama dan membuat laporan tertulis secara komprehensif.
4. Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Teknisi Sanitarian Pratama (Asisten
Technical Sanitarian), meliputi:
a. melaksanakan pekerjaan kesehatan lingkungan berdasar informasi yang diterima
b. melaksanakan prosedur kerja kesehatan lingkungan yang tersedia
c. melaksanakan pekerjaan kesehatan lingkungan spesifik dengan penggunaan alat
berdasar prosedur kerja
d. melaksanakan pekerjaan kesehatan lingkungan sendiri dengan pengawasan tidak
langsung
e. memecahkan masalah kesehatan lingkungan berdasar pengetahuan operasional
f. melaksanakan kerja sama dan komunikasi dalam lingkup kerjanya.
5. Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Asisten Teknisi Sanitarian (Operator
Technical Sanitarian), meliputi:
a. melaksanakan satu tugas kesehatan lingkungan spesifik, dengan menggunakan alat,
dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan, serta menunjukkan kinerja
dengan mutu yang terukur, di bawah pengawasan langsung atasannya
b. memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan faktual bidang kerja
kesehatan lingkungan yang spesifik, sehingga mampu memilih pemecahan yang
tersedia terhadap masalah yang lazim timbul.

D. HAK DAN KEWAJIBAN


1. Dalam melaksanakan pekerjaannya Tenaga Sanitarian mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan Standar Profesi Tenaga Sanitarian
b. memperoleh akses atas informasi dan sumber daya sesuai kewenangan yang
dimiliki
c. melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi
d. menerima imbalan jasa profesi
e. memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya.
2. Dalam melaksanakan pekerjaannya Tenaga Sanitarian mempunyai kewajiban
a. meningkatkan profesionalisme sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
b. memelihara peralatan yang disediakan oleh pemberi pekerjaan
c. membantu program Pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat
d. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional
Tenaga Sanitarian.

H. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


1. Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, MTKI, dan
MTKP melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pekerjaan Tenaga Sanitarian
dengan mengikutsertakan Organisasi Profesi.
2. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan oleh Tenaga Sanitarian.
3. Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaporkan Tenaga Sanitarian yang
bekerja dan berhenti bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatannya pada tiap triwulan
kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada Organisasi
Profesi.
4. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota wajib melaporkan Tenaga Sanitarian yang
bekerja di daerahnya setiap 1 tahun kepada kepala dinas kesehatan provinsi.
5. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan Menteri, pemerintah daerah provinsi atau
kepala dinas kesehatan provinsi dan pemerintah daerah kabupaten kota/kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada Tenaga
Sanitarian yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
pekerjaan Tenaga Sanitarian dalam Peraturan Menteri ini. Tindakan administratif
dilakukan berupa:
a. teguran lisan
b. teguran tertulis
c. pencabutan SIKTS.
6. Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat
merekomendasikan pencabutan STRTS kepada MTKI terhadap Tenaga Sanitarian
yang melakukan pekerjaannya tanpa memiliki SIKTS.
7. Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kabupaten/kota dapat
mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin
Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
mempekerjakan Tenaga Sanitarian yang tidak memiliki SIKTS.

Anda mungkin juga menyukai