Anda di halaman 1dari 2

“Cerita Legenda Tentang Kuri dan Pasai”

Teluk Wondama Papua Barat

Kuri dan Pasar berasal dari Inggorosa sebuah gua karang dekat hulu sungai Wosimi.
Ketika berangkat dewasa, Kuri menguasai daerah didekat sungai Wosimi, sedangkan Pasai
mendiami suatu tempat di dekat Dusner.Kuri adalah raksasa yang suka berperang. Pada suatu
hari Kuri dan istrinya (manusia biasa) pergi ke hutan untuk berkebun. Di sana mereka
melakukan hubungan suami-istri. Setelah mereka berhubungan dan meningalkan tempat itu,
seekor kanguru betina tidak sengaja menjilat sperma yang tumpah di atas helai daun.
Kanguru itu pun hamil dan melakhirkan anak manusia raksasa. Pada saat yang sama istri Kuri
pun melahirkan.

Kanguru itu kemudian membawa anaknya kepada Kuri dan menamakan anak itu
Kiwasi. Ia tumbuh menjadi seorang prajurit perang yang baik. Namun, Kiwasi membunuh
secara sembarangan, termaksud orang-orang dari kampungnya. Kuri tidak senang akan hal
ini, maka ia memikirkan cara untuk melenyapkan Kiwasi.Setelah selesai suatu serangan di
Warasore (dekat Oransbari) ketika semua orang tidur, Kuri dengan diam-diam
membangunkan setiap orang kecuali Kiwasi. Namun mereka tetap meningalkan makanan dan
busurnya untuknya bertahan hidup. Ketika Kiwasi bangun ia menemukan dirinya sendiri dan
menyadari bahwa sang ayah telah menipunya. Akhirnya, ia menemukan jalan pulang dengan
bantuan ibunya. Sesampainya di sana, Kiwasi mulai berteriak keras untuk menyampaikan
tantangan terhadap Kuri. Pasai sang paman mendengar ucapan sombong itu dan datang dari
Maniami. Pasai tidak ingin sang keponakan berperang melawan saudaranya dan saling
membunuh. Maka ia meyakinkan Kiwasi bahwa ialah yang berhadapan dengan Kuri. Kiwasi
dan teman-temannya pun percaya dan kembali ke Warasore.

Pasai lalu membuat tifa dari kulit biawak yang dia mainkan dengan lilin lebah dan
madu. Ketika ia memukul tifa, suaranya berbunyi ke seluruh penjuru daerah teluk
Wandamen. Kuri mendengar suara yang indah itu, lalu datang dan bertanya dengan apa Pasai
membuat tifanya. Pasai berkata bahwa dia mengunakan kulit perut ibu mereka. Kuri meminta
tifa itu dari Pasai, tetapi Pasai tidak mau. Lalu kuri pergi untuk membuatnya sendiri.
Kuri pergi kepada ibunya dan mengatakan ia perlu kulit perut ibunya untuk membuat
tifa, tetapi ibunya tidak mau ia memotongnya. Setelah membujuknya, akhirnya ibunya
membiarkan Kuri mengulitinya. Ibunya berteriak keras karena kesakitan dan kemudian
meninggal. Kuri lalu sadar bahwa Pasai telah menipunya. Mereka kemudian berperang.
Mereka berperang dengan pisau, parang, kapak, dan tombak yang terbuat dari bambu tajam.
Dekat Dusner, Kuri menikam dan menusuk Pasai dengan ujung kayu parmer (sebab itu ada
banyak kayu parmer dekat Dusner). Pasai menikam Kuri dengan bambu tajam di daerah
Wandamen dekat Wosimi (sehingga sekarang banyak bambu di tempat itu).

Pada waktu itu sungai Wosimi mengalir ke Goni dan kampung-kampung Yeratuar di
sebelah timur pegunungan Wondivoi. Kuri dan Pasai berperang sangat hebat sehingga kaki
mereka menendang batu-batu besar kedalam sungai dan membendungnya sehingga terjadi
dua ombak besar. Kedua ombak besar itu turun dan merubah arah sungai Wosimi sehingga
sekarang ini sungai itu mengalir ke laut di teluk Wandamen. Kedua raksasa itu berperang
sepanjang hari sampai matahari terbenam. Perang antara dua raksasa itu tak juga kunjung
selesai. Akhirnya Pasai meninggalkan daerah dekat Suviri, dekat Dusneri. Dia pergi
kesebelah barat dan meperanakan orang barat. Orang-orang ini berkulit putih dan pandai
seperti dia.

Sebelum pergi, Pasai berjanji akan kembali lagi ke tempat asalnya dan membawa
ilmu pengetahuan serta banyak barang bagus. Ketika raksasa Pasai meningalkan tempat itu,
dia menedang batu besar sehingga terbelah. Bekas kakinya tertingal di batu itu yang masih
ada sebagai bukti keberadaannya sampai sekarang. Ini masih bisah dilihat di dekat dusneri.

Anda mungkin juga menyukai