Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULA SPINALIS

A. Definisi
Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)
Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma indirek dari
atas dan dari bawah.

B. Etiologi
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis dalah :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan olahraga
c. Kecelakaan industi
d. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
e. Luka tusuk, luka tembak
f. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
g. Kejatuhan benda keras

C. Mekanisme Terjadinya Cedera Medula Spinalis


Menurut Arif Muttaqin (2005, hal. 98-99) terdapat enam mekanisme terjadinya
Cedera Medula Spinalis yaitu : fleksi, fleksi dan rotasi, kompresi vertikal, hiperekstensi,
fleksi lateral, dan fraktur dislokasi. Lebih jelasnya akan dijelaskan dibawah ini:
1. Fleksi.
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
2. Fleksi dan rotasi.
Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
3. Kompresi vertikal (aksial).
Trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan
kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra
secara vertikal.
4. Hiperekstensi atau retrofleksi.
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi
5. Fleksi lateral.
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan
sendi faset.

6. Fraktur dislokasi.
Trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan dislokasi pada
tulang belakang.

Jenis-jenis Trauma Pada Sumsum Dan Saraf Tulang Belakang

Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum tulang belakang dan
saraf tulang belakang adalah:

1. Transeksi tidak total.


Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi
pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra yang mengatami fraktur di sebelah
bawah. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang disebut
hematomielia.

2. Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi.
Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan hilangnya
fungsi segmen di bawah trauma.
1. W E B 0 F C A U S A T IO N (W 0 C )

K e c e Iak a a n m o b iI,in d us t r i ,t e rj a tu h , o Ia h r a g a , m e n y e Ia m , Iuk a tu s uk ,t u m o r , d II

K e r us ak a n m e du Ia s p i n a Iis

H e m o r a gi

S e r a b u t- s e r a b u t m e m b e ngk ak /h a n c u r

T r a u m a m e d u Ia s p i n a Iis

Spasmeotot
p a r a v e rt e b r a Iis k e r us ak a n T1 - 1
kerusakan C5 k e r u s ak a
2
n k e r us ak a n
/1 umba11
ir it as i s e r a b u t k e h iIa n g
an
in e rv a s H R tu r un Iu m b a 1 2 - 5
i
saraf o to t in t e r c o s ta
k e t id ak m a m p u
I
a np e n u r u n a n c u r a h
e j ak u Ia s p a r a p Ie g i a
perasaan nyeri ba
i p a r a Iis is
tuk k e ti d ak n y a m a n a n
ja n tun g
k e t i d ak e f e k t
ifa n d is fu n g
s is e k s u
aI
n y e r i ak u b e rs ih a n ja Ia n penurunan
t
nafas fu n gs i
sendi

p e ne k a n a n s e t e m p a t

k e r us ak a n
r e s ik o k e r us ak
m o b iIita s f is ik
a n in t e g r it a s k
u Iit
s in d r o m d e f is
it

s e If c a r e
TANDA DAN GEJALA

Tanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi: Flaccid paralisis


dibawah batas luka, hilangnya sensasi dibawah batas luka, hilangnya reflek-reflek spinal
dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor (Hipotensi),Tidak ada keringat dibawah
batas luka, inkontinensia urine dan retensi fesesà berlangsung lama hiperreflek/paralisis
spastic.

Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisis, tidak


simetrisnya hilangnya reflek dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh dibawah batas
luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau bowel, berkurangnya keluarnya keringat
satu sisi tubuh

Sindroma cidera medula spinalis sebagian :

1. Anterior
- Paralisis dibawah batas luka (trauma)
- Hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah batas luka
- sensasi sentuhan, pergerakan, posisi dan vibrasi tetap

2. Central
- Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah

3. Sindroma brown sequard


Terjadi akibat trauma pada bagian anteror dan posterior pada satu sisi
- Ipsilateral paralisis dibawah trauma
- Ipsilateral hilangnya sentuhan, vibrasi, proprioseption dibawah

4. Trauma

- Kontralateral hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah lesi


Komplikasi

Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara ( dimana pasien sembuh


sempurna ) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi medula ( baik salah satu atau
dalam kombinasi ), sampai transaksi lengkap medula ( yang membuat pasien paralisis
dibawah tingkat cidera ).

Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra


dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjadi kontisio atau
robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi darah
kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.

Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus
pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain
itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu
terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan menekan radiks
saraf spinal.

PENDARAHAN MIKROSKOPIK

Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan


kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan
tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara
drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah
tersebut terhambat atau terjerat.

HILANGNYA SESASI, KONTROL MOTORIK, DAN REFLEKS.

Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan
dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan
dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segen diatas kedua cidera. Dengan
demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua
segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor
sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan
dan hipoksia yang parah.
SYOK SPINAL.

Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segme diatas
dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol
postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok
spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah
neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.

Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu
syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta
refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.

HIPERREFLEKSIA OTONOM.

Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang
meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat
setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis
dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis.Dengan
diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan
peningkatan tekanan darah sistemik.

Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh
baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak
akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg
melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh
darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan
darah kenormal.

Pada individu yang mengalami lesi korda,pengaktifan parasimpatis akan


memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf
desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis
dibawah tingkat tersebut terus berlangsung. Pada hiperrefleksia otonom,tekanan darah dapat
meningkat melebihi 200 mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau
infark miokardium.Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah
distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
PARALISIS

Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda
spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi
korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh
terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda
yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.

a. Autonomic Dysreflexia
Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical Bradikardia, hipertensi paroksimal,
berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness

b. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual
berubah

Penatalaksanaan medis

Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang belakang yaitu :

A. Pemeriksaan klinik secara teliti:


a) Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan
refleks.
b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan adanya
fraktur dislokasi.
c) Keadaan umum penderita.

B. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:


a) Resusitasi klien.
b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
c) Perawatan kandung kemih dan usus.
d) Mencegah dekubitus.
e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.
Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Medula Spinalis

Menurut Arif Muttaqim, (2005, hlm. 103-107) hal-hal yang perlu dikaji pada pasien
fraktur lumbal adalah sebagai berikut:

I. Pengkajian.

a. Identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis
kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
pengaman helm), pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah
nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi,
nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma.

c. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau
bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan
kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan hilangnya
refleks-refleks.

d. Riwayat kesehatan dahulu. Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui


kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat trauma
medula spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.

e. Riwayat kesehatan keluarga. Untuk mengetahui ada penyebab herediter atau tidak

f. Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.

g. Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis dan osteoartritis.

h. Pengkajian psikososiospiritual.

i. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.

1. Pernapasan.

Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis


(klien mengalami kelumpuhan otototot pernapasan) dan perubahan karena adanya
kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang sehingga jaringan
saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang
belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.

Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,


penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal,
dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat
inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis.

Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila trauma terjadi pada rongga toraks.

Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi pada
toraks/hematoraks.

Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan
pada klien cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat kesadaran (koma).

2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan
kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah
tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan
posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.
3. Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera
tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental.

Pemeriksaan Saraf kranial:

a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang belakang dan tidak ada
kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil
isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada usaha klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra
pengecapan normal.

4. Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela
biasanya melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali yang didahului
dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina,
mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong, perineum,
dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai
lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang
5. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.

6. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan adanya ileus
paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi
tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya
mual dan kurangnya asupan nutrisi.

7. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian terjadinya
trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang
terkena

II. Diagnosa Keperawatan

Menurut Arif Muttaqim, (2005, hlm. 14-15) diagnosa keperawatan yang muncul pada Cedera
Medula Spinalis adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan


atau kelumpuhan otot diafragma.
b. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan sputum,
peningkatan sekresi sekret, dan penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan
batuk/batuk efektif).
c. Penurunan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan penurunan curah jantung
akibat hambatan mobilitas fisik.
d. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan refleks spasme
otot sekunder.
e. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
kemampuan mencerna makanan dan peningkatan kebutuhan metabolism
f. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan penurunan kesadaran dan hambatan
mobilitas fisik.
g. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
h. Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan.
i. Gangguan eliminasi alvi/konstipasi yang berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus
dan rektum.
j. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan fisik ekstremitas bawah.
k. Risiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem imun primer (cedera pada
jaringan paru, penurunan aktivitas silia bronkus), malnutrisi, dan tindakan invasif.
l. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi dan tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
m. Perubahan persepsi sensori yang berhubungan dengan disfungsi persepsi spasial dan
kehilangan sensori.
n. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan prognosis kondisi sakit, program
pengoba tan, dan lamanya tirah baring.
o. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap konsep diit, dan
perubahan status kesehatan/status ekonomi/ fungsi peran.
p. Ansietas keluarga yang berhubungan dengan keadaan yang kritis pada klien.
q. Risiko ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan dengan ketegangan
akibat krisis situasional.

III. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan Kaji nyeri yang dialami
klien
- kaji faktor yang menurunkan toleransi nyeri
- kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri
- Pantau tanda- tanda vital
- Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
- Kolaborasi dalam pemberian obat Analgetik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur lumbalis
- Tingkatkan mobilitas dan pergerakan yang optimal
- Tingkatkan mobilitas ekstremitas atau Latih rentang pergerakan sendi pasif
- Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi
- Anjurkan keluarga untuk memandikan klien dengan air hangat.
- Ubah posisi minimal setiap 2 jam sekali
- inspeksi kulit terutama yang bersentuhan dengan tempat tidur
-
c. Inkontinensia defekasi bd kerusakan saraf motorik bawah
- Kaji adanya gangguan pola eliminasi (BAB)
- observasi adanya peses di pampers klien
- Anjurkan kepada klien untuk memberi tahu perawat atau keluarga kalau terasa BAB
- Anjurkan kepada keluarga untuk sering mengawasi klien
- Jelaskan kepada klien tentang adanya gangguan pola eliminasi

d. Defisit perawatan diri: mandi


- Kaji keadaan umm klien
- Kaji pola kebersihan klien
- Lakukan personal hygiene (mandi) pada klien
- Libatkan keluarga pada saat memandikan

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi


- Kaji tingkat pengetahuan klien
- Kaji latar belakang pendidikan klien
- Berikan penkes kepada klien dan keluarga tentang penyakit dan diit makanan yang
dapat mempercepat penyembuhan
- Berikan kesempatan klien untuk bertanya
- Evaluasi dari apa yang telah disampaikan
DAFTAR PUSTAKA

http://id.scribd.com/doc/51978763/Asuhan-keperawatan-klien-dengan-Trauma-medulla-
spinallis

http://id.scribd.com/doc/44385901/Pathway-Medula-Spinalis

ginsberg,lionel.2007.lecture notes neurologi.erlangga :jakarta

http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview#a0104

http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview#aw2aab6b2b4

http://emedicine.medscape.com/article/793582-clinical

emedicine.medscape.com/article/793582-overview#aw2aab6b2b4

Anda mungkin juga menyukai