Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUGAS

OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNGAN JATIGEDE

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


SA-4201 Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Air

Dosen:
Dr. Ana Nurganah Chaidar, S.T., M.T.

Disusun Oleh :
Calvin Sandi 15817003
Salma Izzatu Amatullah 15817028

TEKNIK DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
Tugas-1

Operasi dan Pemeliharaan Bendungan Jatigede


Operasi Bendungan Jatigede
1. Metode Pengoperasian Waduk
a. Metode Pelepasan Air dari Waduk Jatigede
Jadwal pengeluaran air setengah bulanan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Semua pemakaian air dari Waduk Jatigede secara normal harus melewati power
plant. Outlet irigasi digunakan hanya pada kasus tertentu dimana pelepasan air dari
power plant tidak tidak mencukupi.
2) Saat tampungan efektif Waduk Jatigede berada di bawah kurva aturan atas,
penggunanaan air dari waduk tidak boleh menyebabkan pelimpahan air di Bendung
Rentang. Namun saat tampungan efektif berada di atas kurva aturan atas,
pelimpahan air di Bendung Rentang diperbolehkan jika pelepasan air diperlukan
untuk pembangkit listrik.
3) Perkiraan inflow Waduk Jatigede: Inflow setengah bulanan waduk Jatigede
didasarkan atas prakiraan cuaca dan perkiraan hujan.
4) Penjadwalan pelepasan air dari Waduk Jatigede: Air yang dilepas dari Waduk
Jatigede dihitung untuk memenuhi kebutuhan air di daerah hilir. Pelepasan air
dihitung berdasarkan pada total kebutuhan air di hilir dikurangi debit inflow di
bendung Rentang dan ditambah 5% dari hasil perhitungan pelepasan air sebagai
faktor kehilangan air di saluran antara Bendungan Jatigede. Namun, keputusan
penetapan volume polepasan air tetap berdasarkan pada kondisi inflow Waduk
Jatigede dan ketersediaan air di waduk seperti pada tabel berikut :
Tabel 1 Prinsip Pengeluaran Air pada Beberapa Kasus
Jika jumlah pengisian waduk melampaui jumlah spesifik seperti maka penambahan
air harus dilepaskan.
5) Penerbitan Perintah Operasi (Operation Order): Berdasarkan jadwal pelepasan air,
perintah operasi harus dlikeluarkan oleh Sub Seksi Operasi Waduk Jatigede kepada
Pusat Operasi.
6) Pengoperasian katub debit outlet atau pembangkit listrik untuk mengeluarkan air:
Operator katub debit outlet atau power plant harus mengikuti instruksi dalam
melepaskan air sesuai dengan Perintah Operasi. Pengoperasian katub mekanikal
dan elektrikal mengikuti instruksi yang diberikan oleh industri yang mengeluarkan
produk tersebut. Bukaan katub outlet harus dikontrol oleh monitor penunjuk debit
pada panel Flow Meter.
7) Penyimpanan semua data operasi: Semua catatan operasi harus disimpan secara
rapi. Catatan-catatan tersebut meliputi informasi elevasi muka air waduk,
tampungan waduk, perkiraan dan realisasi inflow Bendungan Jatigede, kebutuhan
air, air yang dilepas, waktu pelepasan dan penutupan katub debit outlet dan lain
sebagainya.
b. Metode Pengisian Waduk
Aturan pengisian waduk adalah sebagai berikut:
1) Elevasi muka air waduk tidak boleh melampaui muka air normal tertinggi 260 m
pada kondisi normal selama penggunaan air, kecuali pada kasus dimana debit
banjir akan melimpah melalui spillway. Selama banjir, elevasi muka air waduk
maksimal harus tetap dijaga agar tidak melampaui elevasi 262 m.
2) Jika penurunan elevasi muka air waduk melampaui dari yang ditentukan pada saat
sebelum datangnya banjir atau terjadi kenaikan muka air waduk yang sangat cepat
selama banjir, maka muka air waduk harus diturunkan dengan menggunakan debit
maksimal melalui outlet irigasi untuk mengeluarkan air banjir. Bagaimanapun,
outflow harus lebih sedikit dari inflow waduk, atau jika memungkinkan, harus
melaksanakan operasi "inflow sama dengan outflow" dengan mengoperasikan
katup debit outlet.
3) Setelah banjir dan saat volume inflow telah berkurang dan kembali pada elevasi
normal, pengendalian yang tepat harus, dilaksanakan untuk kembali ke operasi
normal waduk.
c. Catatan Pengoperasian
Pada umumnya, ruang operasi waduk pada pusat pengoperasian (operation center)
harus menyiapkan seperangkat fasilitas software operasi waduk dan sistem operasi
hidrologi yang bertujuan untuk pencatatan, statistik dan analisis pengamatan hidrologi
serta operasi waduk.
1) Catatan Pengamatan Hidrologi
Sistem pengamatan hidrologi meliputi stasiun curah hujan, stasiun pengukuran
debit dan stasiun meteorologi sintetik. Informasi pengamatan dan data pada
stasiun-stasiun tersebut dikirimkan melalui kabel atau tanpa kabel (wireless) pada
ruang operasi waduk. Setelah pemprosesan data melalui sistem operasi hidrologi,
hasil statistik dan analisis dapat dikonversikan dalam bentuk tabel atau grafik. Isi
dari catatan pengamatan hidrologi adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Pengamatan Hidrologi

Item Isi
1. Form harian, bulanan, dan tahunan
2. Grafik curah hujan kumulatif
Curah Hujan
harian
3. Hitografi curah hujan rata-rata
1. Form harian, bulanan, dan tahunan
1. Elevasi Muka 2. Diagram batang tinggi curah hujan
Debit Air secara real time
2. Debit 3. Grafik hubungan elevasi muka air
terhadap debit
1. Arah & 1. Form harian, 10 harian, bulanan,
Kecepatan dan tahunan
Angin 2. Maksimal, minimal, rata-rata,
2. Suhu frekuensi arah angin
3. Kelembaban
Meteorologi
4. Penunjuk
Waktu
5. Penguapan
6. Tekanan
Udara
2) Catatan Pengoperasian Waduk
Catatan operasi waduk digunakan untuk mencatat prosedur pelaksanaan
pengoperasian waduk. Berikut hal-bal yang harus dilaksanakan selama
pengoperasian waduk:
1. Mengukur muka air waduk, dan memperkirakan inflow waduk.
2. Menanyakan kebutuhan air irigasi dan suplai air baku air minum untuk
kebutuhan penduduk.
3. Menentukan jumlah pengeluaran air berdasarkan pada inflow waduk, debit di,
kebutuhan irigasi, kebutuhan air baku air minum, garis kurva operasi waduk
dan situasi Iainnya.
4. Mengeluarkan instruksi operasi berdasarkan pada rencana jumlah pengeluaran
air.
5. Mengoperasikan pintu dan katub untuk melepaskan air yang dibutuhkan dari
waduk berdasarkan pada perintah operasi.
3) Laporan Operasi
Semua pengoperasian tersebut di atas harus dicatat dan disimpan secara rapi.
Catatan – catatan harus meliputi elevasi muka air waduk, penyimpanan waduk,
inflow, kebutuhan air, outflow melalui masing-masing pintu dan katup, waktu
pelepasan air dan waktu pembukaan pintu dan katub. Laporan bulanan atau paling
tidak laporan tahunan harus disampaikan kepada Kepala Balai Besar Wilayah
Sungai Cimanuk Cisanggarung.
d. Metode Peringatan Untuk Permulaan Pelepasan Air
Jumlah pelepasan air melalui outlet irigasi pada saat permulaan untuk setiap waktu,
tidak boleh melampaui kecepatan naiknya muka air sungai di hilir bendungan yaitu
sebesar 0,4 meter per jam pada daerah siaga. Angka tersebut morupakan nilai aman,
dan masyarakat yang bekerja di hilir dapat siap siaga terhadap tekanan air sungai dan
dapat meninggalkan sungai dengan mudah. Pelepasan air setelah dua jam tidak dibatasi
kriteria tersebut di atas.
e. Kurva Aturan Pengoperasian Waduk (Rules Curve)
Operasi Normal dilaksanakan dengan mengacu pada kurva aturan operasi waduk yaitu:
1) Kurva Aturan Atas (Upper Rule Curve)
Kurva ini berada di atas batas tampungan efektif waduk untuk Waduk Jatigede.
Jika batas tersebut terlampaui maka penggunaan air harus dimaksimalkan agar
segera dapat mengurangi kapasitasefektif waduk sampai di bawah kurva aturan
atas. Saaat muka air waduk masih berada di kurva atau di atas kurva aturan atas,
pelepasan air waduk harus digunakan semaksimal mungkin.
2) Kurva Aturan Bawah (Lower Rule Curve)
Kurva ini merupakan batas bawah tampungan efektif waduk. Kekurangan air
terjadi ketika tampungan efektif turun di bawah batas tersebut. Agar muka air
waduk berada di antara kurva aturan alas dan kurva aturan bawah, air yang dilepas
harus berdasarkan pada ketersediaan air di DI. Rentang sehingga pengeluaran air
hanya untuk memenuhi kebutuhan irigasi. Pembangkit listrik akan dioperasikan
sesuai dengan dua ketentuan berikut :
a) Pembangkit Listrik dioperasikan tidak penuh (Non-Firm Power to be
Generated)
Pengoperasian pembangkit listrik tergantung pada air yang dilepas dari waduk.
b) Pembangkit Listrik Dioperasikan Penuh (Firm Power to be Generated)
Pengoperasian pembangkit listrik dilakukan secara penuh, untuk itu diperlukan
tambahan air dari waduk.
3) Kurva Aturan Bawah Kritis (Critical Lower Rule Curve)
Kurva ini merupakan batas bawah luar biasa tampungan efektif waduk . saat
tampungan efektif waduk turun di bawah batas kurva ini, maka terjadi keadaan
sungai kekurangan air.
Saat muka air waduk berada di antara kurva aturan bawah dan kurva aturan bawah
kritis, air yang dilepas dari waduk hanya untuk memenuhi 70% dari kebutuhan irigasi,
namun kebutuhan air untuk air baku air minum dan pemeliharaan lingkungan harus
tetap dilayani secara penuh. Penggunaan air untuk pembangkit listrik sangat terbatas
dan tergantung pada pengeluaran air dari waduk tersebut. Saat muka air waduk berada
padaa kurva atau di bawah dan kurva aturan bawah kritis, air irigasi tidak akan di
pasok, namun kebutuhan air untuk air baku air minum dan pemeliharaan lingkungan
harus tetap terpenuhi. Penggunaan air untuk pembangkit listrik tergantung dari air
yang lepas dari waduk tersebut.
Gambar 1 Kurva Aturan Operasi Waduk Jatigede untuk Pemakaian Saat Ini (Strategi
Jangka Pendek untuk Irigasi)

Gambar 2 Kurva Aturan Operasi Waduk Jatigede untuk Pemakaian Masa


Mendatang (Strategi Jangka Panjang)

f. Ketentuan Umum Prosedur Operasi Tidak Banjir


Berikut ini adalah ketentuan Umum Prosedur operasi tidak Banjir :
a) Yang termasuk dalam kegiatan operasi waduk dalam prosedur ini adalah:
1) Pengamatan kondisi air.
2) Pengaturan alokasi air.
3) Pengoperasian pintu air.
4) Komunikasi, pencatatan dan pelaporan berkaitan dengan angka 1), 2) dan 3)
yang bertujuan untuk:
i. Koordinasi dengan PYB untuk mengoptimalkan pelayanan pelanggan.
sesuai Instruksi Kerja Kegiatan Komunikasi dengan Pelanggan dan Pihak
yang Berkepentingan
ii. Dokumentasi hasil kegiatan pada angka 1).2) dan 3) pada Lampiran 1,
sedangkan angka 4) huruf a) sesuai dengan lampiran 3,4 dan 5 pada
Referensi pada butir H
b) Kegiatan tersebut pada huruf a) di atas dilaksanakan baik dalam Periode Banjir,
Periode Pengisian dan Periode Tidak Banjir , yaitu:
1) Periode Banjir pada 1 Desember - 15 April.
2) Periode Pengisian pada 1 Oktober- 09 Februari.
3) Periode Tidak Banjir pada 1 Mei - 30 Nopember.
c) Muka Air Tinggi Normal (NHWL) = + 260,00 m. d) Muka Air Terkendali (CWL)
= +258,00 m.
d) Muka Air Banjir Rencana (DFWL) = + 262,00 m.
e) Muka Air Rendah (LWL) = + 230,00 m.
f) Pintu Spillway terdiri dari 4 (empat) buah pintu yang sama besar yang secara
berurutan dari kiri ke kanan diidentifikasi dengan nomor 1,2,3 dan 4.
g) Debit Outflow adalah debit yang dikeluarkan melalui Spillway, Outlet Irigasi dan
Power Warterway
g. Pelaksanaan
a) Juru Pintu Air/Pengamat melakukan pengamatan TMA pada peilschale di dinding
pintu Spillway Jatigede setiap jam.
b) Apabila PLTA dioperasikan maka Juru Pintu Air/Pengamat minta data debit turbin
(data jam-jaman) kepada petugas PLTA setiap 3 jam.
c) Apabila TMA mencapai + 260,00 m dalam Periode Tidak Banjir, maka kondisi ini
termasuk kondisi siaga banjir (Siaga Hijau).
d) Pengoperasian Spillway pada Periode Pengisian:
Selama Periode Pengisian, TMA dijaga pada elevasi + 247,00 m s.d + 260,00 m,
dengan tahapan pengendalian kenaikan elevasi sebagai berikut:
Tanggal 1 Oktober – 2 November 2014 = 221,00 m,
Tanggal 2 – 18 November 2014 = 230,00 m,
Tanggal 18 November– 28 Desember 2014 = 247,00 m,
Tanggal 28 Desember 2014– 09 Februari 2015 = 260,00 m.
Apabila TMA > di setiap tahapannya, maka dilakukan penurunan elevasi dengan
pengoperasian Spillway, sebagai berikut:
i. PLTA Operasi.
• PLTA dioperasikan secara maksimaI.
• Apabila TMA masih > di setiap tahapan, maka Spillway dioperasikan
untuk menjaga agar TMA = di setiap tahapanya.
ii. PLTA Tidak Operasi.
• Spillway dioperasikan untuk menjaga agar TMA = di setiap tahapanya
e) Pengoperasian Spillway pada Periode Tidak Banjir,
Pada periode tidak banjir, alokasi air dilaksanakan sesuai Pola-Cimanuk
Cisanggarung dengan cara sebagai berikut :
i. PLTA Operasi.
• Apabila TMA ≥ 260,00 m dan PLTA sudah dioperasikan secara
maksimal maka Pintu Spillway dioperasikan oleh Juru Pintu
Air/Pengamat sesuai Instruksi Kerja Pengoperasian Pintu Air Spillway
dan TMA dipertahankan pada elevasi + 260,00 m.
• Apabila TMA < 260,00 maka Pintu Spillway ditutup.
ii. PLTA Tidak Operasi.
• Apabila TMA ≥ 260,00 m maka Pintu Spillway dioperasikan oleh Juru
Pintu Air/Pengamat sesuai Instruksi Kerja Pengoperasian Pintu Air
Spillway sesuai dengan kebutuhan air di hilir.
• Apabila TMA < 260,00 m dan ≥ 230 m maka Spillway dioperasikan oleh
Juru Pintu Air/Pengamat sesuai dengan lnstruksi Kerja Pengoperasian
Spillway.
• Apabila TMA < 230 maka tidak ada debit outflow ke hilir dan hal ini
harus diinformasikan kepada Pelanggan dan Petugas Bendung Rentang.
• Debit air yang keluar dari Spillway (Q) diatur sesuai dengan Instruksi
Kerja Operasi Spillway dapat dilihat.
f) Berdasarkan hasil pengamatan dan pengoperasian pintu di atas maka Juru Pintu
air/Pengamat menghitung Debit Inflow (Qin) dengan rumus sebagai berikut:
Qin = Qout + ∆ Q
Qout = Qout PLT A + QSpillway
Qout PLTA = data dari PLTA (m3 /det)
QSpillway = data debit bukaan pintu (m3 /det) m dtk
𝑉𝑡 −𝑉𝑡−1 3
∆𝑄 = 𝑚 /𝑑𝑡𝑘
3600
Dimana :
Vt = Volume Waduk pada saat pengamatan (m3 )
Vt-1 = Volume waduk pada 1 (satu) jam sebelum pengamatan (m3)
∆Q = Debit kenaikan (m3 /det)
g) Pemenuhan kebutuhan air di hilir mengacu pada Pola Operasi Waduk dan Alokasi
Air Cimanuk (POWAA-C). Apabila elevasi muka air waduk lebih rendah dari
POWAA-C yang berlaku, maka dilakukan koordinasi dengan Indonesia Power
agar pengoperasian PLTA disesuaikan dengan ketersediaan air. Bila elevasi muka
air waduk > POWAA-C ( > +50 cm) maka PLTA dapat di operasikan lebih besar
dari POW.
h) Apabila debit outflow aktual PLTA lebih kecil dari POWAA-C dan dengan
toleransi yang di berikan sebesar 15 %, maka petugas memastikan apakah dengan
debit PLTA tersebut kebutuhan dihilir sudah terpenuhi (dapat berkoordinasi
dengan pelanggan), Apabila telah terpenuhi maka tidak perlu debit tambahan,
apabila kurang maka dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan sesuai hasil
koordinasi. Hasil koordinasi dicatat sesuai dengan Instruksi Kerja Komunikasi
dengan Pelanggan dan PYB sebagat bukti mutu sehingga tidak dikategorikan
sebagai Produk Tidak Sesuai (PTS)
i) Apabila terjadi PTS maka dikendalikan sesuai Prosedur Umum Pemantauan dan
Pengukuran, Prosedur Pengendalian (PTS) dan Prosedur Tindakan Koreksi.
Yang termasuk PTS adalah sebagai berikut:
• TMA aktual < POWAA-C.
• Qout aktual < POWAA-C dan sebelumnya tidak dilakukan koordinasi dengan
pelanggan.
• Qout aktual < POWAA-C, sudah dikoordinasikan dengan pelanggan namun
Qout aktual tidak bisa mencapai sesuai hasil koordinasi.
2. Operasi Waduk Kondisi Banjir
a. Pendekatan Operasi Banjir
Operasi banjir adalah operasi dalam rangka mengatur muka air waduk agar tetap
terjaga pada elevasi yang direncanakan yang dilakukan dengan cara mengoperasikan
pintu pelimpah dan bila perlu pintu pengeluaran lainnya. Batasan operasi banjir
meliputi :
1) Elevasi CWL (Control Water Level) = Elv +258,00
2) Kondisi teknis pelimpah : pelimpah dengan 4 pintu radial
Perhitungan operasi banjir didasarkan pada perhitungan penelusuran banjir dan
perhitungan penurunan muka air waduk melalui pintu dan bangunan pengeluaran lain,
melalui pendekatan hidraulika. Bangunan pengeluaran tersebut adalah :
a. Pelimpah dengan 4 pintu radial
b. Outlet irigasi
c. Outlet PLTA (Power waterway)

Gambar 3 Bagan Alir Proses Operasi Banjir


b. Kondisi Perencanaan Bangunan Pengeluaran
Data masing-masing bangunan pengeluaran (outlet) disusun sebagai berikut.
a) Pelimpah
Lokasi : di tubuh bendungan bagian tebing kanan
Tipe : Pelimpah Berpintu dengan Saluran Peluncur
Elevasi mercu (Crest) : Lebar 52 m, El. +247 m
Ukuran pintu radial : 4bh (W=13,00 m; H=16,50 m)
QOutflow : 4.468 m3/det.
Desain rencana : PMF 11.000 m3/det
b) Outlet Irigasi (Irrigation Outlet)
Lokasi : Menembus tubuh spillway
Type saluran intake : Saluran tertutup ( conduit ) beton bertulang
Dimensi bersih conduit : 3.90 m x 4.10 m
Debit maximum Q max : 197.00 m3/det
Elevasi lantai dasar : EL. 221.00
Elevasi ujung hilir : EL. 197.963
saluran intake
Pintu Pengatur Intake : 1 unit , type radial, baja
Pintu Pemeliharaan : 1 unit, type pintu angkat, baja
c) Outlet PLTA (Power Waterway)
Tipe pintu : Pintu roda tetap
Jumlah : 1 set
Lebar ambang : 3,5 m
Tinggi ambang : 4,5 m
Muka air tertinggi FWL : + 262,00 M
Elv.Ambang dasar pintu : + 221,00 M
Tinggi tekan air : 41 m (El. 262,0 – El. 221 m)
Terkait dengan kebutuhan PT. PLN dalam rangka OP Intake Power, modifikasi
terhadap Intake Power (untuk PLTA) semula tegak (dibawah permukaan
air/submerged, sampai EL. +228,00) menjadi miring/inclined sampai dengan EL.
+265,00 m.
c. Kriteria Durasi Penurunan Muka Air pada Berbagai Kategori
Tabel berikut merupakan tabel kriteria untuk penentuan tingkat resiko bahaya
bendungan. Periode terpilih untuk Bendungan Jatigede adalah : High Hazard, High
Risk, dengan periode evakuasi : 10 – 20 hari.
Tabel 3 Kategori Bahaya Bendungan (Hari)

d. Operasi Darurat
1) Kondisi Darurat
Keadaan yang dapat mengancam keutuhan bendungan adalah :
1. Tinggi muka air waduk telah melebihi TMA banjir, dalam hal ini elevasi
kontrol untuk waduk (CWL) adalah +258,00. Jika terjadi kenaikan muka air di
atas CWL maka dilakukan pengamatan intensif, untuk mengantisipasi
terjadinya overtopping yang mungkin terjadi.
2. Keadaan yang memiliki indikasi adanya keruntuhan bendungan, terdiri dari :
a. kelongsoran besar pada lereng tubuh bendungan sehingga stabilitas
bendungan pada kondisi yang mengkhawatirkan.
b. Amblesan besar sehingga tinggi jagaan berkurang secara signifikan
c. Retakan besar melintang tubuh bendungan yang cukup dalam mencapai
elevasi muka air
d. Retakan memanjang tubuh bendungan yang cukup besar sehingga menjadi
pergeseran yang cukup besar pada salah satu sisi retakan
e. Tidak berfungsinya pintu pelimpah
f. Terjadinya keluaran air yang tak terkendali
Operasi darurat dilakukan dalam rangka merespon terhadap keadaan atau kejadian
yang mengancam keamanan dan atau keutuhan bendungan. Operasi dilakukan
dengan cara mengeluarkan air waduk secara cepat melalui pintu pengeluaran
darurat atau dalam hal tidak ada pintu pengeluaran darurat dilakukan melalui pintu
yang ada seperti pintu pelimpah, pintu intake, dan lain sebagainya.
2) Perhitungan Penurunan Muka Air Waduk pada Kondisi Darurat
Perhitungan penurunan muka air dihitung pada 2 (dua) kondisi, yaitu :
a) Melalui pelimpah saja
Perhitungan ini untuk menghitung penurunan muka air melalui pelimpah.
Elevasi penurunan : 260 – 247. Durasi : 18 hari, bukaan pintu 0,5 m, pada 4
pintu.
b) Melalui pelimpah, outlet irigasi, dan outlet PLTA (PWW)
Penurunan elevasi : 260 – 247. Durasi -1: 15 hari, bukaan pintu 0,3 m, pada 4
pintu (memerlukan cek perbaikan sungai di hilir). Durasi -2 : 18 hari, bukaan
pintu 0,3 m, pada 3 pintu (kapasitas sungai memungkinkan).
e. Pengosongan Darurat Waduk
Prosedur operasi yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Turunkan muka air waduk sampai pada elevasi 221 m atau pada level yang
diperintahkan pihak yang berwenang dengan membuka penuh dua katub debit di
outlet irigasi.
2) Jika lereng waduk yang, akan diperbaiki, pintu intake harus selalu dibuka secara
penuh dan laksanakan operasi "inflow lama dengan Outflow' untuk menjaga
elevasi muka air waduk yang diperintahkan dengan mengendalikan pelepasan debit
melalui katub debit outlet pada outlet irigasi.
3) Jika Power waterway atau katub di outlet irigasi dan power house yang akan di
inspeksi, turunkan pintu intake untuk membuka inlet waterway dan mengosongkan
air di Power waterway. Pekerjaan inspeksi ini harus dilaksanakan dan diselesaikan
secepat mungkin, karena elevasi muka air waduk akan meningkat lagi setelah
penutupan pintu intake dan kekosongan waterway tidak aman jika elevasi muka air
waduk tinggi.
f. Peringatan dan Perkiraan Banjir
Peringatan dan perkiraan banjir sebagai berikut :
1) Setelah pembuatan waduk selesai, segala kondisi pelepasan air dari waduk,
termasuk debit banjir, harus dipertimbangkan keselamatan orang yang tinggal atau
bekerja di hilir Bendungan Jatigede, sehingga mereka dapat melakukan tindakan –
tindakan pencegahan yang diperlukan. Pengosongan air waduk termasuk banjir
melalui hilir melalui terowongan pelimpah berpintu dan pengeluaran air secara
darurat melalui outlet irigasi.
2) Sistem alarm, termasuk pengeras suara (sirine), papan pengumuman, dan lain
sebagainya harus dipasang untuk memberikan setidaknya 2 jam sebelum pelepasan
air dari waduk. Pengendalian sistem alarm sebaiknya dipusatkan pada suatu
tempat.
3) Sehubungan dengan perbedaan muka air waduk dan inflow waduk, waktu
permulaan pelimpahan air melalui spillway berbeda. Karena itu, waktu sinyal siaga
akan bervariasi dari waktu ke waktu tergantung pada, kondisi daerah tangkapan
hujan, muka air waduk dan debit inflow.
4) Harus dibangun jaringan komunikasi dengan instansi terkait dan berbagai pihak
seperti kepolisian.
g. Peringatan untuk Permulaan Pelepasan Air
Jumlah pelepasan air melalui outlet irigasi pada saat permulaan untuk setiap waktu,
tidak boleh melampaui kecepatan naiknya muka air sungai di hilir bendungan yaitu
sebesar 0,4 meter per jam pada daerah siaga. Angka tersebut merupakan nilai aman
dan masyarakat yang bekerja di hilir dapat siap siaga terhadap tekanan air sungai dan
dapat meninggalkan sungai dengan mudah. Pelepasan air setelah dua jam tidak dibatasi
kriteria tersebut di atas.
h. Prosedur Operasi Waduk Periode Banjir
1) Pengamatan dan pencatatan tinggi muka air (TMA) dengan membaca peilschaal
waduk setiap jam.
2) Pengamatan minta data debit turbin kapada PLTA setiap 3 jam pada kondisi normal
dan setiap jam pada kondisi siaga serta dicatatat.
3) Apabila TMA ≥ 258,00 m (siaga hijau), pintu Spilway dibuka dan ditutup kembali
apabila TMA < 258,00 m. Tata cara pengoperasian pintu Spillway sesuai
OPS/OPJG/01Ketentuan pembukaan dan penutupan pintu Spillway.
4) Apabila TMA ≥ 258,00 m namun PLTA tidak bisa dioperasikan, Spillway
dioperasikan/ dibuka dengan debit sesuai kebutuhan air di hilir.
5) Perhitungan besarnya debit outflow waduk.
6) Perhitungan besarnya debit inflow.
7) Penyusunan laporan sesuai butir.
8) Distribusi laporan sesuai butir.
i. Ketentuan Umum Operasi Banjir
Ketentuan Umum Operasi Banjir adalah :
a) Yang termasuk dalam kegiatan operasi waduk dalam prosedur ini adalah:
1) Pengamatan kondisi air.
2) Pengaturan alokasi air.
3) Pengoperasian pintu air.
4) Komunikasi, pencatatan dan pelaporan berkaitan dengan angka 1), 2) dan 3)
yang bertujuan untuk:
i. Koordinasi dengan PYB untuk mengoptimalkan pelayanan pelanggan.
sesuai Instruksi Kerja Kegiatan Komunikasi dengan Pelanggan dan Pihak
yang Berkepentingan
ii. Dokumentasi hasil kegiatan pada angka 1).2) dan 3) pada Lampiran 1,
sedangkan angka 4) huruf a) sesuai dengan lampiran 3,4 dan 5 pada
Referensi pada butir H
b) Kegiatan tersebut pada huruf a) di atas dilaksanakan baik dalam Periode Banjir,
Periode Pengisian dan Periode Tidak Banjir, yaitu:
1) Periode Banjir pada 1 Desember - 15 April.
2) Periode Pengisian pada 1 April- 20 Februari.
3) Periode Tidak Banjir pada 1 Mei - 30 Nopember.
c) Muka Air Tinggi Normal (NHWL) = + 260,00 m.
d) Muka Air Terkendali (CWL) = +258,00 m.
e) Muka Air Banjir Rencana (DFWL) = + 262,00 m.
f) Muka Air Rendah (LWL) = + 230,00 m.
g) Pintu Spillway terdiri dari 4 (empat) buah pintu yang sama besar yang secara
berurutan dari kiri ke kanan diidentifikasi dengan nomor 1,2,3 dan 4.
h) Debit Outflow adalah debit yang dikeluarkan melalui Spillway, Outlet Irigasi dan
Power Warterway.
j. Pelaksanaan
a) Juru Pintu Air/Pengamat melakukan pengamatan TMA pada peilschale di dinding
pintu Spillway Jatigede setiap jam.
b) Apabila PLTA dioperasikan maka Juru Pintu Air/Pengamat minta data debit turbin
(data jam-jaman) kepada petugas PLTA setiap 3 jam.
c) Apabila TMA mencapai + 258,00 m dalam Periode Banjir, maka kondisi ini
termasuk kondisi siaga banjir (Siaga Hijau).
d) Pengoperasian Spillway pada Periode Banjir :
i. PLTA Operasi. Apabila TMA >258,00 m dan PLTA telah dioperasikan
secara maksimal maka Pintu Spillway dioperasikan untuk keperluan
pengendalian banjir, dengan ketentuan sebagai berikut:Sebelum
pengoperasian Pintu Spillway Juru Pintu Air/Pengamat menginformasikan
besarnya debit yang akan dikeluarkan kepada Petugas PLTA dan petugas
Juru Pintu Air/Pengamat Bendung Rentang.
• Apabila debit outflow yang akan dikeluarkan ≥ 2292.49 m 3 /dt maka
petugas Juru Pintu Air/Pengamat menginformasikan hal ini kepada
masyarakat di hilir yang rawan terkena aliran banjir. • Pada TMA >
258,00 m s.d. 260,00 m maka debit outflow maksimal adalah 4.488,73
m 3 /det.
• Apabila TMA > 260,00 m maka seluruh pintu spillway dibuka penuh
(Qout > 5.984,97 m 3 /det).
• Apabila TMA mulai menurun menjadi 250,00 m maka pintu spillway
dapat dibuka sebagian (2 buah pintu).
• Apabila TMA turun menjadi 247,00 m maka seluruh pintu ditutup.
• Tata cara operasi pintu Spillway dan besarnya debit yang keluar dari
Pintu Spillway (Qspillway) diatur sesuai dengan Instruksi Kerja
Operasi Pintu Spillway.
ii. PLTA Tidak Operasi.
• Apabila TMA > 258,00 m maka Pintu Spillway dioperasikan seperti
pada angka i
• Apabila TMA ≤ 258,00 m dan ≥ 247,00 m maka Spillway dioperasikan
oleh Juru Pintu Air/Pengamat sesuai dengan Instruksi Kerja Operasi
Spillway
• Apabila TMA < 230,00 maka tidak ada debit outflow kehilir dan hal
ini harus diinformasikan kepada Pelanggan dan Petugas Juru Pintu
Air/Pengamat Bendung Rentang.
• Tata cara operasi Spillway dan besamya debit air yang keluar dari
Spillway (Qspillway) diatur sesuai dengan Instruksi Kerja Operasi
Spillway.
e) Berdasarkan hasil pengamatan dan pengoperasian pintu di atas maka Juru Pintu
air/Pengamat menghitung Debit Inflow (Qin) dengan rumus sebagai berikut:
Qin = Qout + ∆ Q
Qout = Qout PLT A + QSpillway
Qout PLTA = data dari PLTA (m3/det)
QSpillway = data debit bukaan pintu (m3/det)
𝑉𝑡 −𝑉𝑡−1 3
∆𝑄 = 𝑚 /𝑑𝑡𝑘
3600
Dimana :
Vt = Volume Waduk pada saat pengamatan (m3)
Vt-1 = Volume waduk pada 1 (satu) jam sebelum pengamatan (m3)
∆Q = Debit kenaikan (m3/det)
f) Pemenuhan kebutuhan air di hilir mengacu pada Pola Operasi Waduk dan Alokasi
Air Cimanuk (POWAA-C). Apabila elevasi muka air waduk lebih rendah dari
POWAA-C yang berlaku, maka dilakukan koordinasi dengan Indonesia Power
agar pengoperasian PLTA disesuaikan dengan ketersediaan air. Bila elevasi muka
air waduk > POWAA-C ( > +50 cm) maka PLTA dapat di operasikan lebih besar
dari POW.
g) Apabila debit outflow aktual PLTA lebih kecil dari POWAA-C dan dengan
toleransi yang di berikan sebesar 15 %, maka petugas memastikan apakah dengan
debit PLTA tersebut kebutuhan dihilir sudah terpenuhi (dapat berkoordinasi
dengan pelanggan), Apabila telah terpenuhi maka tidak perlu debit tambahan,
apabila kurang maka dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan sesuai hasil
koordinasi. Hasil koordinasi dicatat sesuai dengan Instruksi Kerja Komunikasi
dengan Pelanggan dan PYB sebagat bukti mutu sehingga tidak dikategorikan
sebagai Produk Tidak Sesuai (PTS)
h) Apabila terjadi PTS maka dikendalikan sesuai Prosedur Umum Pemantauan dan
Pengukuran, Prosedur Pengendalian (PTS) dan Prosedur Tindakan Koreksi. Yang
termasuk PTS adalah sebagai berikut:

• TMA aktual < POWAA-C.

• Qout aktual < POWAA-C dan sebelumnya tidak dilakukan koordinasi


dengan pelanggan.
• Qout aktual < POWAA-C, sudah dikoordinasikan dengan pelanggan namun
Qout aktual tidak bisa mencapai sesuai hasil koordinasi
Pemeliharaan
Berikut ini adalah pemeliharaan pada Bendungan Utama dan Abutmen Jatigede:
a. Pengamatan dan Pengukuran
1) Pengukuran Tekanan Air Pori dari Tekanan Total Tanah
Pengukuran tekanan air pori pada bendungan/abutmen dan tekanan total tanah di inti
bendungan dilaksanakan dengan menggunakan piezometer dan earth pressure cell
2) Pengukuran Gerakan Lateral dan Penurunan Internal
Pengukuran gerakan lateral dan penurunan intemal, di inti dan Zona Shell
bendungan dilaksanakan dengan menggunakan Inclinometer dan Settlement meter
3) Pengukuran Gempa Bumi
Pengukuran gempa bumi dilakukan dengan menggunakan strong motion
seismograph
4) Pengukuran dan Pengamatan Rembesan
Pengukuran dan pengamatan rembesan (seepage) untuk timbunan bendungan
dilakukan dengan fasilitas – fasilitas yang sudah dipasang
5) Pengukuran Pergerakan Puncak Bendungan dan Penurunan Permukaan Bendungan
Pengukuran Pergerakan Puncak Bendungan dan Penurunan Permukaan Bendungan
menggunakan Reinforcement stress meter akan dengan bantuan alat ukur theodolite
atau Total Station
6) Pengukuran Muka Air Tanah
Pengukuran muka air tanah adalah untuk mengetahui kemungkinan adanya kebocoran
bendungan melalui abutmen kiri dan kanan dari bendungan dan pengukurannya
dilaksanakan melalui sumur – sumur pengamatan (Open Standpipe dan Standpipe
Piezometer) yang sudah dibuat pada tempat-tempat tersebu diatas dengan bantuan alat
ukur deep meter.
b. Inspeksi Visual
Inspeksi visual dilakukan melalui pemeriksaan terhadap komponen – komponen
engineering dengan menggunakan mata telanjang tanpa dibantu peralatan khusus
apapun, termasuk pemeriksaan oleh penyelam untuk banguna yang berada permukaan
air. Inspektor harus membuat laporan inspeksi visual yang menyeluruh setiap setelah
menyelesaikan inspeksi visual.
1) Inspeksi Rutin
a) Tahunan
b) Enam Bulanan
c) Tiga Bulanan
2) Pemeriksaan Khusus
a) Setelah gempa bumi
b) Setelah hujan lebat (badai)
Segera setelah terjadinya hujan lebat (badai) yang membahayakan, maka hal-hal
yang harus diinspeksi adalah:
(1) Tubuh bendungan
(2) Abutmen
(3) Sistem drainase permukaan
3) Laporan Inspeksi
Dalam laporan inspeksi harus berisikan hal-hal sebagai berikut:
a) Informasi yang dibutuhkan
b) Apakah ada keretakan, khususnya pada puncak bendungan, abutmen, dan bidang
kontak terowongan spillway
c) Apakah terdapat benda – benda asing dalam jumlah banyak pada permukaan
bendungan yang disebabkan karna aliran air berlumpur atau longsoran sabutmen
d) Apakah riprap bagian hulu telah terganggu oleh gempuran ombak
e) Apakah terjadi erosi yang berlebihan pada abutmen sehingga memerlukan
perbaikan
f) Apakah ada rembesan baru atau bertambahnya rembesan di hilir abutmen atau
bidang kontak spillway
g) Apakah ada kebocoran yang jelas terlihat (khususnya bocoran berlumpur)
h) Apakah ada indikasi terjadinya penurunan permukaan atau displacement
c. Cara Pemeriksaan Visual pada Tubuh Bendungan Jatigede
Berikut ini adalah cara pemeriksaan visual pada tubuh Bendungan Jatigede :
a) Jarak Pandang
Jarak pandang saat inspeksi berkisar antara 1,5 m sampai dengan 3 meter,
adapun obyek yang diperiksa adalah permukaan tubuh bendungan.

Gambar 4 Cara Pemeriksaan Visual Jarak Pandang


b) Jarak Lintasan
Jalur lintasan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga seluruh daerah yang
diamati dapat diliput dengan baik, ada dua jalur liputan yaitu : Jalur sejajar atau
jalur zigzag.

Gambar 5 Cara Pemeriksaan Visual Jarak Lintasan


c) Teknik Mengamati Kelurusan Garis atau Kedataran Bidang
Untuk melihat suatu kelurusan atau kedataran suatu bidang perlu dilakukan
pengamatan dari berbagai sudut atau arah, bisa dilakukan dengan jalan pengamatan
jarak dekat maupun pengamatan jarak jauh (misalnya ketidakdataran puncak
bendungan).

Gambar 6 Cara Pemeriksaan Visual Teknik Mengamati Kelurusan Garis atau


Kedataran Bidang
d) Gambaran Ketidaksesuaian Pada Pemeriksaan Visual Tubuh Bendungan
e) Metode Pemeliharaan
Persyaratan metode pemeliharaan meliputi:
1) Tubuh Bendungan
Apabila terdapat benda-benda asing dalam jumlah yang banyak pada permukaan
bendungan, maka benda-benda tersebut harus segera diangkat agar riprap dapat
berfungsi dengan baik.
2) Sistem Drainase Permukaan
Penyaring sampah yang terletak di dekat pintu masuk sistem drainase permukaan
harus dibersihkan secara teratur untuk mempertahankan kapasitas maksimumnya.
Begin juga permukaan bendungan harus benar-benar bersih dari sampah.
3) Sistem Pengamatan
Terminal boxpiezometer dan ruang seismograph apabila tidak dipergunakan,
harus tetap terkunci.
Pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan Bendungan Jatigede
Tugas-2

Definisi AKNOP
AKNOP (Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan) merupakan perencanaan
pembiayaan pengelolaan didasarkan atas kebutuhan aktual pembiayaan operasi dan
pemeliharaan tiap bangunan untuk mempertahankan kondisi dan fungsi bangunan tersebut.
AKNOP tersebut nantinya akan diuraikan menjadi beberapa bentuk pekerjaan atau kegiatan
sesuai dengan komponen yang ada.

Peraturan yang Digunakan


Penyusunan AKNOP mengacu pada Surat Edaran Nomor 05/SE/D/2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Prasaran Sungai dan Pemeliharaan
Sungai. Harga dasar upah mengacu pada Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Upah
Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007. Sementara pekerjaan Hidromekanikal
umumnya mengacu kepada referensi dan informasi dari pabrik dan/atau supplier. Penentuan
volume dan biaya dari pekerjaan didasarkan dari hasil data, gambar desain, analisa teknik dan
analisa harga satuan yang meliputi berbagai komponen yaitu upah, bahan, dan alat yang telah
direncanakan oleh tim konsultan. Tim Konsultan umumnya menggunakan PEDOMAN (Bahan
Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil) yang secara khusus menjelaskan panduan umum
tentang analisis harga satuan untuk proyek sumber daya air sebagai referensi untuk membantu
Employer menentukan harga satuan pekerjaan. Volume dan biaya pekerjaan tersebut kemudian
digunakan untuk melaksanakan tender.

Pendanaan Operasi dan Pemeliharaan


Berdasarkan pengadaan yang dimuat pada laman LPSE Kementrian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan Bendungan Jatigede dibiayai dari
APBN setiap tahunnya dengan rencana anggaran pada pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
tahun 2020 adalah Rp 2.980.410.000,00.

Perencanaan AKNOP Operasi


Perencanaan AKNOP dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan operasi bendungan dimulai
dari rencana pola operas waduk dan hidromekanikal sampai pelaksanaan operasi.
a. Perencanaan Operasi
- Hak Guna Air
- Penyediaan air tahunan
- Perencanaan pembagian dan pemberian air tahunan
b. Pelaksanaan Operasi
- Pengoperasian peralatan hidro-mekanikal-elektrikal (pintu air, katup, dll.)
- Operasi untuk fungsi pelayanan (kondisi normal sesuai POW)
- Operasi untuk fungsi pengamanan (kondisi luar biasa) meliputi operasi pintu air,
bottom outlet, pintu spillway, koordinasi, dan komunikasi
c. Monitoring dan Evaluasi
- Monitoring pelaksanaan operasi
- Kalibrasi bangunan ukur
- Evaluasi kinerja bendungan

Perencanaan AKNOP Pemeliharaan


Perencanaan AKNOP dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan bendungan
dimulai dari rencana sampai pelaksanaan pemeliharaan.
a. Inspeksi dan Penelusuran
b. Rencana Pelaksanaan Pemeliharaan
- Pemeliharaan bangunan fisik bendungan dan prasarana pelengkapnya
- Pemeliharaan peralatan hidro-mekanikal-elektrikal (operasi bendungan)
- Pemeliharaan peralatan dan instrumentasi
- Pemeliharaan lingkungan waduk, greenbelt, dan DTA
c. Evaluasi Kinerja Pemeliharaan

Tata Cara Penyusunan AKNOP


1. Pengumpulan data dan informasi yang diperoleh dari hasil inspeksi rutin
- Didapatkan data informasi mengenai nilai bangunan dan tahun pembangunannya dan
tingkat kinerja bangunan.
- Catatan mengenai letak dan bagian-bagian bangunan yang kondisinya bermasalah.
- Tindakan perbaikan yang diusulkan
- Nilai kerugian yang diderita.
2. Identifikasi dan analisis tingkat kerusakan
- Evaluasi hasil inventarisasi dan penelusuran.
- Kategori tindakan pemeliharaan yang diperlukan.
- Penentuan prioritas penanganan.
3. Pengukuran dan pembuatan detail desain
- Peta situasi dan gambar bagian yang memerlukan pemeliharaan.
- Catatan, perhitungan, dan gambar desain pemeliharaan korektif.
4. Pengaturan cara penyelesaian pekerjaan
- Daftar pekerjaan swakelola.
- Daftar pekerjaan yang dikontrakkan.
5. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Informasi mengenai uraian pekerjaan pemeliharaan, volume pekerjaan, harga satuan
pekerjaan, dan besarnya biaya pemeliharaan.
6. Perencanaan jadwal pelaksanaan pekerjaan
Informasi mengenai jadwal rencana pelaksanaan pekerjaan OP pada setiap bagian
bangunan pada bendungan.
Tugas-3

Skema Bangunan dan Sistem Saluran

Gambar 7 Skema Bangunan (Peta Situasi) Bendungan Jatigede

Dasar Penyusunan (Peraturan, Harga Dasar, AHSP, dll.)


Penentuan volume dan biaya dari pekerjaan didasarkan dari hasil data, gambar desain, analisa
teknik dan analisa harga satuan yang meliputi berbagai komponen yaitu upah, bahan, dan alat
yang telah direncanakan oleh tim konsultan. Tim Konsultan umumnya menggunakan
PEDOMAN (Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil) yang secara khusus
menjelaskan panduan umum tentang analisis harga satuan untuk proyek sumber daya air
sebagai referensi untuk membantu Employer menentukan harga satuan pekerjaan. Volume dan
biaya pekerjaan tersebut kemudian digunakan untuk melaksanakan tender.
Penentuan upah tenaga kerja diasumsikan mengacu kepada Keputusan Gubernur Jawa Barat
tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007. Sementara pekerjaan
Hidromekanikal umumnya mengacu kepada referensi dan informasi dari pabrik dan/atau
supplier. Pembiayaan Pembangunan Bendungan Jatigede ini menggunakan kurs lokal dan kurs
asing, dimana terdiri dari mata uang (currency) Rupiah untuk kurs lokal dan United State
Dollar (USD) untuk kurs asing.
Komponen-komponen yang harus di Operasi dan Pemeliharaan
Berikut merupakan komponen-komponen pada Bendungan Jatigede yang harus di Operasi dan
Pemeliharaan:
1. Operasi Bendungan:
a. Hidrologi
b. Operasi Hidromekanikal Pintu
c. Pengamatan Visual
d. Monitoring Instrumentasi
e. Kualitas Air
f. Evaluasi Keamanan Bendungan
2. Pemeliharaan Pekerjaan Sipil
a. Bendungan Utama dan Abutmen
b. Bangunan Pelengkap
1) Outlet Irigasi
2) Bangunan Pelimpah (Spillway)
3) Power Waterway
4) Intake Irigasi
c. Kolam Olakan (Plunge Pool)
d. Pengamatan di Daerah Longosoran di Hilir Bendungan
e. Trash Boom
3. Pemeliharaan Peralatan Hidromekanikal
4. Pemeliharaan Fasilitas Monitoring
a. Piezometer
b. Earth Pressure Cell
c. Soil Stress Meter dan Straint Meter
d. Inclinometer
e. Settlement Meter
f. Observation Well
g. Measuring Weir
h. Joint Meter
i. Bourdon Tube Gauge
j. Simple Weather Station
k. Termometer
Rekomendasi yang harus di Operasi dan Pemeliharaan
Berikut merupakan rekomendasi yang harus di Operasi dan Pemeliharaan pada Bendungan
Jatigede:
1. Bangunan Gedung/Kantor Bendungan
2. Fasilitas Listrik untuk O&P
3. Emergency Diesel Generator Set
4. Dermaga
5. Jalan Inspeksi/Fasilitas Jalan untuk O&P
6. Penyediaan Air Bersih
7. Penghijauan dan Pertamanan (Landscape)
8. Sistem Persampahan
a. Proses Pengambilan Sampah
b. Inspeksi dan Pemeliharaan Jetty
9. Green Belt
a. Penggantian Tanaman
b. Pemeliharaan
c. Sosialisasi
Perkiraan AKNOP (Volume diasumsikan)
Daftar Pustaka

Apriadi, Rian, dkk. 2019. Audit Teknis sebagai Dasar Penyusunan AKNOP pada Sungai
Panguluran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. Malang : Universitas
Brawijaya.

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2016. Surat Edaran Nomor: 05/SE/D/2016 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sungai serta
Pemeliharaan Sungai. Jakarta : Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Hardjuna, dkk. 2013. Buku Manual Operasi dan Pemeliharaan Bendungan Jatigede.
Sumedang : PT. Multimera Harapan.

Mulyono, Joko. 2017. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Operasi dan
Pemeliharaan (OP) Bendungan AKNOP Bendungan. Semarang : Pusdiklat SDA dan
Konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai