1. Analisis Hidrologi
Dalam pelaksanaan perencanaan dan perancangan bangunan- bangunan air, analisis
hidrologi masih merupakan bagian analisis yang sangat dominan dan memerlukan
penanganan yang cermat. Peranan analisis hidrologi menjadi sangat penting karena
sebelum informasi hidrologi yang diperlukan tersedia maka analisis lain belum dapat
dilakukan. Hujan adalah komponen masukan penting dalam proses hidrologi. karena
jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai,
baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface
flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat hujan yang
penting untuk diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara
lain adalah intensitas curah hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas
daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa
hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chactment) yang
kecil sampai yang besar.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-
rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah
hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Hal yang
penting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan.
Distribusi curah hujan ini bermacam-macam sesuai dengan jangka waktu yang
ditinjau yakni curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan
UNIVERSITAS SAM RATULANGI HARTO AKBAR KANOLI - 14021101069
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
PERENCANAAN BANGUNAN AIR
per jam. Pola distribusi curah hujan ini berfungsi untuk mendapatkan suatu pola distribusi
curah hujan suatu daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menghitung dan menganalisa data curah hujan khususnya data curah hujan jam-
jaman sebagai dasar untuk menentukan perencanaan banjir rencana.
Langkah- langkah perencanaan bendung :
untuk dianalisa yaitu data yang terkumpul untuk minimal 10 tahun, guna mendapat hasil
(data) yang layak. Analisa hidrologi antara lain meliputi curah hujan maximum, curah hujan
DAS, analisa frekuensi sesuai pola distribusi data hujan.
4. Menghitung Design Flood
Design flood digunakan untuk menghitung debit banjir rencana atau debit air yang akan
melewati bendung dalam perencanaan teknik bangunan pengairan.
5. Perencanaan Bendung
Dalam merencanakan suatu bendung, kita dapat memilih tipe bendungan yang akan
digunakan dengan penentuan dimensi bendung yang akan direncanakan. Secara umum ada 4
tipe bendung,
Bendung tetap dengan memakai kolam peredam energi
Bendung tetap, tidak memakai kolam peredam energi
Bendung tetap dengan konstruksi dinding penunjang
Bendung bergerak
Setelah mengetahui tipe-tipe bendung yang ada, kita dapat memulai perhitungan dimensi
bendung, yaitu terdiri dari :
Perhitungan Piel Mercu, untuk menentukan tipe piel mercu yang akan digunakan.
Perhitungan tinggi bendung,jarak antara muka bendung sampai puncak bendung.
Perhitungan muka air
Perhitungan penampang sungai rata-rata
Penentuan lebar bendung, jarak antara pangkal-pangkalnya dimana debitnya harus
sama dengan lebar rata-rata pada bagian yang stabil.
Perhitungan lebar efektif bendung.
Perhitungan tinggi muka air maksimum diatas mercu bendung
Mengontrol sifat aliran
Menentukan tipe dan ukuran hidrolis bendung
Menghitung panjang lantai muka dan panjang tanggu bendung
Mendimensi pintu pengambilan dan pintu penguras.
Bangunan ini merupakan suatu bangunan pada bendung yang berfungsi sebagai penyadap
aliran sungai, pengatur pemasukkan air dan sedimen serta menghindarkan sedimen dasar
sungai masuk ke intake.
*Bangunan Penguras
Bangunan ini berfungsi untuk menghindarkan angkutan muatan sedimen dasar dan
mengurangi angkutan muatan laying yang masuk ke intake. Bangunan ini dirancang pada
bendung dengan volume angkutan muatan sedimen dasar relative besar.
9. Analisa Stabilitas Bendung
Analisa ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat keamanan bendung, yaitu harus stabil
terhadap geser, guling, dan penurunan, sehingga perlu untuk menghitung gaya-gaya pada
bendungan, antara lain :
Berat sendiri bangunan
Gaya gempa
Tekanan lumpur
Gaya up lift (tekanan air dibawah bendung )
Gaya hidrostatik
10. Kontrol Stabilitas Bendung
Stabilitas bendung harian dikontrol terhadap keadaan air normal dan keadaan banjir, yaitu kita
mendesain bendung agar tahan terhadap gaya tekan yang disebabkan oleh air yang dalam
keadaan normal ( terhadap guling, geser, dan tanah ) dan yang disebabkan oleh banjir.
Ada dua stasiun pengukur hujan yang berada di sekitar DAS. Data hujan yang tersedia di
dua stasiun tersebut berupa data curah hujan harian maksimum, dengan panjang pencatatan data
selama 10 tahun. Data ditunjukkan pada table 1.1
Data Hujan yang ada, sebelum digunakan diuji terlebih dahulu kualitasnya, apakah layak
digunakan atau tidak. Pengujian kualitas data ini sendiri meliputi Uji Outlier
Data curah hujan didapat dari stasiun stasiun yang diberikan. Namun data tersebut
adalah data sekunder yang perlu di validasi. Sehingga sebelum di olah data tersebut harus di
uji keabsahannya, salah satu tes yang biasa dilakukan adalah uji outlier ( outlier test). Data
outlier adalah data yang secara statistic menyimpang jauh dari kumpulan datanya yang bisa
merusak kumpulan data lainnya. Penyimpangan ini bisa terjadi karena berbagai factor.
Berikut adalah langkah- langkah untuk pengujian data outlier berdasarkan koefisien skewness
(CSlog):
Cari nilai CS log terlebih dahulu dengan menggunakan rumus , jika CS log > 0,4
maka Xh yang terlebih dahulu di cari. Jika CS log < -0,4 maka Xl yang terlebih
dahulu dicari. Dan jika -0,4 < CS log < 0,4 maka terserah Xh atau Xl yang terlebih
dahulu di cari
Jika CS log > 0,4 yang dicari terlebih dahulu adalah Xh. Setelah itu jika ada data
yang lebih besar dari batas atas (Xh) maka data tersebut di sesuaikan dengan Xh.
Setelah itu cari kembali Ybar dan S log dengan data yang sudah terkoreksi. Setelah
itu cari Xl (batas bawah), jika ada data yang lebih rendah disesuaikan dengan batas
bawah. Dan begitu sebaliknya jika CS log < -0,4. Tapi jika -0,4 < CS log < 0,4
proses diatas tidak perlu, setelah cari Xh/Xl langsung sesuiakan data dengan batas
atas dan batas bawah.
1
n Uji outlier tinggi (Xh)
√
Slog = ∑
(n−1) i=1
(log X i−log X )2 log Xh=log X +kn∗Slog
n
3
n ∑ (log
UNIVERSITAS SAMXRATULANGI
i −log X) HARTOUji outlier
AKBAR rendah
KANOLI (Xl)
- 14021101069
CS log = i=1
FAKULTAS TEKNIK log Xl=log X−kn∗S log
(n−1)(n−2)¿ ¿
JURUSAN SIPIL
PERENCANAAN BANGUNAN AIR
Dimana:
n : Jumlah data
Log x : Nilai log data pengamatan
Log x́ : Nilai rata rata log pengamatan
S log : Standar deviasi (dalam Log)
CS log : Koefisien Skewness (dalam Log)
Xh : Batas tertinggi
Xl : Batas terendah
Kn : Konstanta uji outlier ( dari table K value) tergantung dari jumlah data
Jika terdapat data outlier, maka data tersebut sebaiknya disesuaikan dengan mengambil batas
atas atau batas bawah sebagai acuan. Data yang sudah disesuaikan, siapa untuk di gunakan
n : 10
Kn : 2.036
n
1
Slog =
√ ∑
(n−1) i=1
(log X i−log X )2
1
¿
√ (12−1)
x 0.0560 = 0.014364
n
n ∑ (log X i−log X)3
i=1
CSlog =
(n−1)( n−2)¿ ¿
12 x( 0.0000)
= Karena CS log < - 0.4 , maka
(12−1)(12−2)(0.061583 ) cari nilai Xl terlebih dulu
= -3.75
kn∗Slog =2.036∗0.014364=0.029245
Lihat data di atas, kerana tidak ada data yang dibawah Xl maka lanjutkan mencari Xh
log Xh=log X +kn∗Slog
log Xh=2.163+0.1314 = 2.155123513
Xh=¿142.9300393
Lihat data kembali. Tidak ada data yang lebih tinggi dari Xh, sehingga data yang terkoreksi
sama dengan data sebelumnya
Tahun Data X
Tahun Data X
2002 153
2003 134 2002 153
2004 157 2003 134
2005 129 2004 157
2006 110 2005 129
2007 141 2006 110
2008 138 2007 141
2009 143 Tidak ada data yang 2008 138
2010 118 berubah karena data 2009 143
masih ada dalam batas
2011 121 2010 118
2012 170 2011 121
2013 173 2012 170
2013 173
STASIUN 2
Data seri Y
No. Tahun
Data X y= log x (Yi-Ybar) (Yi-Ybar)^2 (Yi-Ybar)^3
1 161 2.2068 0.0248 0.0006 0.0000
2002
2 129 2.1106 -0.0714 0.0051 -0.0004
2003
3 131 2.1173 -0.0647 0.0042 -0.0003
2004
4 138 2.1399 -0.0421 0.0018 -0.0001
2005
5 132 2.1206 -0.0614 0.0038 -0.0002
2006
6 144 2.1584 -0.0236 0.0006 0.0000
2007
7 150 2.1761 -0.0059 0.0000 0.0000
2008
8 173 2.2380 0.0560 0.0031 0.0002
2009
9 186 2.2695 0.0875 0.0077 0.0007
2010
10 166 2.2201 0.0381 0.0015 0.0001
2011
11 168 2.2253 0.0433 0.0019 0.0001
2012
12 159 2.2014 0.0194 0.0004 0.0000
2013
26.1840 0.0000 0.0306 0.0001
Sigma
2.1820
Ybar
n : 12
Kn : 2.134
n
1
Slog =
√ ∑ (log X i−log X )2
(n−1) i=1
1
¿
√ (12−1)
x 0.0303 = 0.05270
n
n ∑ (log X i−log X)3 Karena CS log >- 0.4 , maka
i=1
CSlog = cari nilai Xh terlebih dulu
(n−1)( n−2)¿ ¿
12 x(−0.0001)
=
(12−1)(12−2)(0.052703 )
= 0.037586891
Slog= 0.05249
Cslog= -0.41853474
kn∗Slog =2.134∗0.05270=0.112
Lihat data di atas, kerana tidak ada data yang di atas Xh maka lanjutkan mencari Xl
log Xl=log X−kn∗S log
log Xl=2.1430−0.112 = 2.070
Xl=117.364
Lihat data kembali. Tidak ada data yang lebih tinggi dari Xh, sehingga data yang terkoreksi sama
dengan data sebelumnya
Tahun
Data X Tahun
Data X
2002 161
2002 161
2003 129
2003 129
2004 131
2004 131
2005 138
2005 138
2006 132
2006 132
2007 144
2007 144
2008 150
Tidak ada data yang
2008 150
2009 173
berubah karena data 2009 173
2010 186 masih ada dalam batas 2010 186
2011 166
2011 166
2012 168
2012 168
2013 159
2013 159
Stasiun
No Tahun Sta 1 Sta 2
6,325 7.3
1 2002 153 161
2 2003 134 129
3 2004 157 131
4 2005 129 138
5 2006 110 132
6 2007 141 144
7 2008 138 150
8 2009 143 173
9 2010 118 186
10 2011 121 166
11 2012 170 168
12 2013 173 159
Untuk menghitung luas stasiun pengaruh curah hujan, dapat digunakan Metode Poligon
Thiessen dengan melihat Gambar.1 dan perhitungan luasnya
Dari perhitungan luas secara kisi-kisi pada Gambar.1, sesuai dengan bentuk poligon Thiessen
adalah sebagai berikut :
ATotal = A 1+ A 2
Jadi dengan data yang telah didapat diatas dapat dihitung rata rata curah hujan maksimum tiap
tahun
A 1 R1 + A2 R2
R2002 =
Luas Area keseluruhan
(6.325∗153)+(7.3∗161)
R2002 =
13.725 km2
2143.025
R2002 = =156.2 mm
13.725
A 1 R1 + A2 R2
R2003 =
Luas Area keseluruhan
(6.325∗134)+(7.3∗129)
R2003 =
13.725 km2
1789.25
R2003 = =130.4mm
13.725
Sehingga di dapat data curah hujan rata – rata maksimum yang telah terkoreksi adalah
Stasiun
Tahu Rata-
No Sta 1 Sta 2
n Rata
6.325 7.3
1 2002 153 161 157
2 2003 134 129 132
3 2004 157 131 144
4 2005 129 138 134
5 2006 110 132 121
6 2007 141 144 143
7 2008 138 150 144
8 2009 143 173 158
9 2010 118 186 153
10 2011 121 166 144
11 2012 170 168 169
12 2013 173 159 166
Kesimpulan :
Tahu Rata-
No
n Rata
1 2002 157
2 2003 132
3 2004 144
4 2005 134
5 2006 121
6 2007 143
7 2008 144
8 2009 158
9 2010 153
10 2011 144
11 2012 169
12 2013 166
3. ANALISIS FREKUENSI HUJAN
Analisis hujan rencana adalah analisis untuk mendapatkan besaran curah hujan yang direncanakan
akan terjadi di daerah penelitian. Untuk analisis ini digunakan analisis frekwensi hujan. Dalam
analisis hidrologi ada 4 jenis distribusi Frekwensi yang sering digunakan yaitu:
Analisis hidrologi terhadap data curah hujan yang ada harus sesuai dengan tipe distribusi
datanya. Tipe distribusi yang umum digunakan dalam analisis hidrologi adalah Distribusi normal, Log
normal, Gumbel, dan Log Pearson – III.
a. Distribusi Frekuensi Normal
Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Distribusi ini dirumuskan sebagai berikut:
X TR = X́ +S . K
´ + SLog . K
log X TR = LogX
X TR = X +S . K TR
1
{ (
K TR =0.78 [−¿ −ln 1−
TR )}
]
Distribusi ini merupakan hasil transformasi dari distribusi pearson tipe III dengan merubah variant
x menjadi data logaritmik dengan rumus:
´ + SLog . K TRCS
log X TR = LogX
Distribusi frekuensi apa yang akan digunakan, tergantung dari jenis sebaran data yang ada.
Jenis sebaran data dapat diperkirakan dari parameter statistiknya. Parameter statistic yang
akan dilihat adalah mean, standard deviasi (s) , koefisien skewness (Cs), koefisien kurtosis (Ck), dan
koefisien variasi (Cv).
Untuk menghitung parameter parameter statistic tersebut digunakan rumus sebagai berikut:
a. Mean (X)
Mean adalah rata – rata dari suatu variable. Harga ini hanya dapat digunakan secara
menguntungkan bila sampai terdiri dari sejumlah observasi yang tidak terlalu besar
n
1
X = ∑ Xl
n i=1
Dengan: X = Curah hujan rata rata (mm)
Xl = Nilai curah hujan pada tahun pengamatan
n =Jumlah data curah hujan
Untuk perhitungan dalam nilai log seperti pada data analisis data outlier maka persamaan
diatas harus diubah dulu kedalam bentuk logaritmik, sehingga menjadi:
n
1
log x= ∑ Xl
n i=1
Dengan: Log X = Curah hujan rata rata dalam bentuk log (mm)
Log Xl = Nilai curah hujan pada tahun pengamatan dalam log
n =Jumlah data curah hujan
b. Standard deviasi (S)
Standar defiasi atau simpangan baku adalah suatu nilai pengukuran disperse terhadap data
yang dikumpulkan. Untuk data yang kurang dari 100 digunakan rumus Fisher dan Wicks dalam
menghitung standar deviasi
n
S=
√ 1
n−1 ∑
i=1
( Xl−X )2
Untuk perhitungan dalam nilai log seperti pada data analisis data outlier maka persamaan
diatas harus diubah dulu kedalam bentuk logaritmik, sehingga menjadi:
n
SLog=
√1
∑
n−1 i=1
( log Xl−log X )2
Dengan: Log X = Curah hujan rata rata dalam bentuk log (mm)
Log Xl = Nilai curah hujan pada tahun pengamatan dalam log
Slog = Standar deviasi dalam log
n =Jumlah data curah hujan
c. Koefisien Variasi (Cv)
Koefisien Variasi (Coeffisient of Variation) adalah nilai perbandingan antara deviasi standard
dengan rata – rata hitung dari suatu distribusi. Semakin besar nilai variasi berarti datanya kurang
merata (heterogen). Semakin kecil berarti data pengamatan semakin merata (homogeny).
Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus:
S
Cv=
X
Dengan: X = Curah hujan rata rata (mm)
Cv = Koefisien Variasi
S = Standar deviasi
d. Koefisien Skewness
Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan
dari suatu bentuk distribusi. Apabila suatu kurva dari suatu distribusi mempunyai skor
memanjang ke kanan atau ke kiri terhadap titik pusat maksimum maka kurva tersebut tidak akan
berbentuk simetris. Keadaan itu disebut menceng ke kanan atau ke kiri.
n
n ∑ (Xl− X)2
i=1
Cs= 3
Dengan X (n−1)(n−2)s
= Curah hujan rata rata (mm)
Xl = Nilai curah hujan pada tahun pengamatan
S = Standar deviasi
n =Jumlah data curah hujan
Cs = Koefisien Skewness
Untuk perhitungan dalam nilai log seperti pada data analisis data outlier maka persamaan
diatas harus diubah dulu kedalam bentuk logaritmik, sehingga menjadi:
n
2
n ∑ ( log Xl−log X )
i=1
Cs log= 3
Dengan Log X = Curah hujan
( n−1 )rata rata
( n−2 dalam
) slog log (mm)
Log Xl = Nilai curah hujan pada tahun pengamatan dalam log
S log = Standar deviasi dalam log
n =Jumlah data curah hujan
Cs = Koefisien Skewness
Koefisien Kurtosis ini dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Koefisien Kurtosis digunakan
untuk menentukan keruncingan kurva distribusi. Koefisien Kurtosis ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
n
1
∑ ( Xl−X )4
n
Ck= i=1 4
S
Dengan X = Curah hujan rata rata (mm)
Xl = Nilai curah hujan pada tahun pengamatan
S = Standar deviasi
n =Jumlah data curah hujan
Ck = Koefisien Kurtosis
Syarat penentuan jenis sebaran data dapat dilihat dari table berikut:
Ck 3
Cs Cv3 + 3Cv
Dist. Log Normal
Ck Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3
Cs 1.14
Dist. Gumbel
Ck 5.4
Dist Log Pearson Tipe III Jika tidak memenuhi ketiga syarat di atas
Analisis Parameter Statistik Data
n = 12
Pertama tama harus mencari CS, CSlog, S, Slog, Ck, dan Cv untuk menentukan tipe distribusi terbaik.
n
1
S=
√ 1
∑
( n−1 ) i=1 √
2
( X i −X ) ¿ (11) x 2230.14000 =12.1314232
n
3
n ∑ ( X i−X )
i=1
CS=
(n−1)(n−2)¿ ¿
12 x (−3213.8160)
¿
(12−1)(12−2)(14.238683 )
= -0.1178571
n
2
Ck=n ∑ ¿¿¿
i=1
122 x (916452.3894)
=
(12−1)(12−2)(12−3)(14.23868 4)
= 4.03339649
S 14.23868
Cv= = = 0.09026357
x 1470000026
Syarat Parameter
Jenis Distribusi Parameter Statistik Kesimpulan
Statistik
Data
Cs = 0 (mendekati 0) CS = -0.12 Cs 0 Tidak
Dist Normal
Ck 3 Ck = 3.243 Ck 3 diterima
Cs Cv3 + 3Cv CS = 0.292 0.292 -0.8909
Dist. Log Tidak
Normal Ck Cv8 + 6Cv6 + diterima
15Cv4 + 16Cv2 + 3 Ck = 3.152 3.152
Cs 1.14 1.14 -0.12 Tidak
Dist. Gumbel
Ck 5.4 5.4 3.243 diterima
Dist Log Pearson Jika tidak memenuhi
Diterima
Tipe III ketiga syarat di atas
dimana:
Cv = 0.09026357
Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh di atas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan Cs, Cv, Ck tidak
memenuhi untuk ketiga tipe distribusi (Normal, Log Normal, Gumbel). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa jenis sebaran yang cocok adalah : Tipe Distribusi Log Pearson – III
Untuk mengnalisis hujan recana menggunakan sebaran tipe Log Pearson -III
KTR,CS = faktor Frekuensi Pearson yang dapat dilihat dari tabel pearson dengan
memperhitungkan nilai Cs
S = Standar Deviasi
K = Faktor Frekuensi
n
1
Slog =
√ ∑ (log X i−log X )2
(n−1) i=1
1
¿
√ (10−1)
x 0.0255 = 0.05270
n
n ∑ (log X i−log X)3
i=1
CSlog =
(n−1)( n−2)¿ ¿
10 x (−0.0012)
=
(10−1)(10−2)(0.048153)
10 x (0.0012)
=
( 11 ) (10 ) ( 0.048153 )
= 0.131846
Maka harga – harga G (koefisien Person) di dapat dari tabel untuk harga Cs = -0.1178571,
sehingga diperoleh nilai – nilai K untuk rencana periode ulang tertentu seperti tertera pada tabel di
bawah ini:
Menentukan K TR dengan melihat table Log Pearson III dengan memperhitungkan nilai dari CSlog
Interpolasi
Return Period in
CS Years
25 50
Untuk K50
Return Period in
CS Years
25 50
1 1.488 1.663
-1 1.366 1.492
X 50=172.4502195mm
Kesimpulan
Dari hasil analisis hujan rencana di dapatkan besaran hujan recana seperti ditunjukan pada
table berikut
Kala Ulang (Tahun) Hujan Rencana (mm)
50 172.4502195
- Luas DAS
- Bentuk DAS
- Topografi
- Kemiringan Saluran
- Kerapatan Sungai, dan
- Daya tampunga saluran.
3 parameter UH sintetis Snyder :
Parameter Fisik
L= 10.167 Km
A= 14.144 km2
Lc = 2 Km
Ct = 1.1
Cp = 0.69
n= 0.3
tp = Ct (L x Lc)n
2.214337
tp = 7 Jam
te = tp/5,5
0.402606
te = 9 Jam
Sehingga didapat waktu untuk mencapai debit maksimum Tp = t'p + 0.5(tr - tc)
qp = 0.0866264 m3/det/km2
Qp = 1.1802841 m3/det
x= t/Tp
I= 0.235
a= 0.153
y=
0.4715x13.6250.6444x(54/13.625)0.
9430
BF =
BF = 6.986
A = Luas DAS
D = Kerapatan jaringan kuras, jumlah panjang sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS
x=
(1- -a((1 -
(t / (1 - x)2 a Y
x)2/x x)2 / x)
t tp) Qt
(jam) (m3/det/mm)
0 0 1 0 0.15325 0 0 0
0.398
1 0.368 9 1.083 0.15325 -0.1659 0.682446659 0.805480919
0.069
2 0.737 3 0.094 0.15325 -0.0144 0.967375356 1.141777721
0.011
3 1.105 1 0.01 0.15325 -0.0015 0.996470053 1.176117728
0.224
4 1.474 3 0.152 0.15325 -0.0233 0.947696363 1.118550919
2.71433
8 1 0 0 0.15325 0 1 1.180284068
0.709
5 1.842 1 0.385 0.15325 -0.059 0.872988393 1.030374292
1.465
6 2.21 3 0.663 0.15325 -0.1016 0.791434304 0.934117301
2.492
7 2.579 9 0.967 0.15325 -0.1481 0.710983695 0.839162728
8 2.947 3.792 1.287 0.15325 -0.1972 0.635079937 0.749574731
5.362
9 3.316 6 1.617 0.15325 -0.2479 0.565127531 0.667011021
7.204
10 3.684 6 1.956 0.15325 -0.2997 0.501544025 0.591964423
9.318
11 4.053 1 2.299 0.15325 -0.3524 0.444253964 0.524345876
11.70
12 4.421 3 2.647 0.15325 -0.4057 0.392937341 0.463777684
14.35
13 4.789 9 2.998 0.15325 -0.4595 0.347160639 0.409748171
17.28
14 5.158 7 3.352 0.15325 -0.5136 0.306447956 0.36169564
20.48
15 5.526 7 3.707 0.15325 -0.5681 0.270320037 0.319054433
23.95
16 5.895 7 4.064 0.15325 -0.6228 0.238315421 0.281279894
17 6.263 27.7 4.423 0.15325 -0.6778 0.210001378 0.247861281
31.71
18 6.631 3 4.782 0.15325 -0.7329 0.184978912 0.218327663
35.99
19 7 8 5.143 0.15325 -0.7881 0.162884292 0.192249735
40.55
20 7.368 5 5.504 0.15325 -0.8435 0.143388579 0.169239255
45.38
21 7.737 3 5.866 0.15325 -0.899 0.126196021 0.148947153
50.48
22 8.105 3 6.228 0.15325 -0.9545 0.11104186 0.131060938
23 8.474 55.85 6.592 0.15325 -1.0102 0.097689862 0.115301788
UNIVERSITAS SAM RATULANGI HARTO AKBAR KANOLI - 14021101069
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
PERENCANAAN BANGUNAN AIR
4
61.49
24 8.842 6 6.955 0.15325 -1.0659 0.085929792 0.101421565
25 9.21 67.41 7.319 0.15325 -1.1216 0.075574928 0.089199883
73.59
26 9.579 5 7.683 0.15325 -1.1774 0.066459702 0.078441328
80.05
27 9.947 2 8.048 0.15325 -1.2333 0.058437501 0.068972852
28 10.32 86.78 8.413 0.15325 -1.2892 0.051378634 0.060641384
29 10.68 93.78 8.778 0.15325 -1.3452 0.045168486 0.053311644
101.0
30 11.05 5 9.143 0.15325 -1.4011 0.039705837 0.046864167
108.5
31 11.42 9 9.508 0.15325 -1.4572 0.034901358 0.041193517
116.4
32 11.79 1 9.874 0.15325 -1.5132 0.030676256 0.036206696
124.4
33 12.16 9 10.24 0.15325 -1.5693 0.026961059 0.031821709
132.8
34 12.53 5 10.61 0.15325 -1.6254 0.023694546 0.027966295
141.4
35 12.89 8 10.97 0.15325 -1.6815 0.020822776 0.024576791
150.3
36 13.26 8 11.34 0.15325 -1.7376 0.018298246 0.021597128
159.5
37 13.63 5 11.7 0.15325 -1.7937 0.016079126 0.018977937
168.9
38 14 9 12.07 0.15325 -1.8499 0.014128596 0.016675756
178.7
39 14.37 1 12.44 0.15325 -1.9061 0.012414247 0.014652338
188.6
40 14.74 9 12.8 0.15325 -1.9623 0.010907563 0.012874022
198.9
41 15.1 5 13.17 0.15325 -2.0185 0.009583454 0.011311198
209.4
42 15.47 8 13.54 0.15325 -2.0747 0.008419849 0.009937814
220.2
43 15.84 8 13.9 0.15325 -2.1309 0.007397336 0.008730958
231.3
44 16.21 5 14.27 0.15325 -2.1872 0.006498841 0.007670478
242.6
45 16.58 9 14.64 0.15325 -2.2434 0.00570935 0.006738655
254.3
46 16.95 1 15.01 0.15325 -2.2997 0.005015663 0.005919907
266.1
47 17.32 9 15.37 0.15325 -2.3559 0.004406172 0.005200534
278.3
48 17.68 5 15.74 0.15325 -2.4122 0.003870673 0.004568494
290.7
49 18.05 8 16.11 0.15325 -2.4685 0.003400197 0.004013198
UNIVERSITAS SAM RATULANGI HARTO AKBAR KANOLI - 14021101069
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
PERENCANAAN BANGUNAN AIR
303.4
50 18.42 8 16.47 0.15325 -2.5248 0.002986858 0.00352534
316.4
51 18.79 5 16.84 0.15325 -2.5811 0.002623725 0.003096741
52 19.16 329.7 17.21 0.15325 -2.6374 0.002304708 0.00272021
343.2
53 19.53 1 17.58 0.15325 -2.6937 0.002024452 0.002389429
54 19.89 357 17.94 0.15325 -2.75 0.001778253 0.002098844
371.0
55 20.26 5 18.31 0.15325 -2.8063 0.001561976 0.001843575
385.3
56 20.63 8 18.68 0.15325 -2.8626 0.001371987 0.001619335
399.9
57 21 8 19.05 0.15325 -2.919 0.001205094 0.001422354
414.8
58 21.37 6 19.41 0.15325 -2.9753 0.001058492 0.001249321
59 21.74 430 19.78 0.15325 -3.0317 0.000929715 0.001097328
445.4
60 22.1 1 20.15 0.15325 -3.088 0.000816597 0.000963817
61 22.47 461.1 20.52 0.15325 -3.1443 0.000717236 0.000846543
477.0
62 22.84 6 20.89 0.15325 -3.2007 0.00062996 0.000743532
493.2
63 23.21 9 21.25 0.15325 -3.257 0.000553299 0.000653051
509.7
64 23.58 9 21.62 0.15325 -3.3134 0.000485964 0.000573576
526.5
65 23.95 6 21.99 0.15325 -3.3698 0.00042682 0.000503769
66 24.32 543.6 22.36 0.15325 -3.4261 0.000374872 0.000442455
560.9
67 24.68 2 22.72 0.15325 -3.4825 0.000329243 0.000388601
578.5
68 25.05 1 23.09 0.15325 -3.5389 0.000289167 0.0003413
596.3
69 25.42 6 23.46 0.15325 -3.5952 0.000253968 0.000299754
614.4
70 25.79 9 23.83 0.15325 -3.6516 0.000223052 0.000263264
632.8
71 26.16 9 24.2 0.15325 -3.708 0.000195898 0.000231215
651.5
72 26.53 7 24.56 0.15325 -3.7643 0.000172049 0.000203067
670.5
73 26.89 1 24.93 0.15325 -3.8207 0.000151103 0.000178344
689.7
74 27.26 3 25.3 0.15325 -3.8771 0.000132706 0.00015663
709.2
75 27.63 1 25.67 0.15325 -3.9335 0.000116548 0.00013756
728.9
76 28 7 26.04 0.15325 -3.9899 0.000102357 0.000120811
77 28.37 749 26.4 0.15325 -4.0463 8.98939E-05 0.0001061
UNIVERSITAS SAM RATULANGI HARTO AKBAR KANOLI - 14021101069
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
PERENCANAAN BANGUNAN AIR
Hitung debit banjir dengan kala ulang 50 tahun, Jika diketahui = 172.4502195mm
1. Ubah hujan rencana (harian) menjadi distribusi jam-jaman dengan menggunakan pola
Jam ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
% hujan 51 25 9 5 4 3 2 1
Jam ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Hujan 87.949611 8.62251097 6.8980087 5.17350658 3.4490043 1.724502
43.1126 15.52052
(mm) 9 5 8 5 9 2
P efektif = P – losses
Losses diambil = 5 mm
Jam ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
- -
P efektif 82.949611 10.5205 3.62251097 1.8980087 0.17350658 1.5509956 3.275497
(mm) 9 38.1126 2 5 8 5 1 8
Kesimpulan
Dari perhitungan HSS dua metode sebelumnya didapat debit air masing-masing :
Maka, diambil debit air terbesar 731.25 m 3/det dari metode SCS.
1372,73−225 1260−602
= 8900 658
= 0.136
BnB
n
hh
1
m
b
b
Dengan b = 30 m dan m = 1
Untuk penampang trapezium :
A=( b+mh ) h=( 30+ h ) h
P=b+2 h √ 1+m 2=30+ 2h √ 2
A
R=
P
Tabel coba-coba tinggi muka air maksimum :
B H A P R V Q
30 1 31 32.82843 0.944304 3.130973 97.06017
30 1.8 57.24 35.09117 1.63118 9.342426 534.7605
30 1.9 60.61 35.37401 1.713405 10.30804 624.7702
30 2 64 35.65685 1.794886 11.31176 723.9523
30 2.007 64.23805 35.67665 1.800563 11.38342 731.2484
Didapat; h = 2.007 m
V = 11.38 m/det
Lebar sungai;
= 6.5 M
Be =B−2 ( n K p + K a ) H 1
Dimana:
Be = lebar efektif mercu (m)
B = lebar mercu bendung (m)
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
K1
Gambar 5. Bendung dengan Mercu Bulat ( Sumber: KP 02–Bangunan Utama, Hlm. 52)
Dari gambar di atas tampak bahwa jari-jari mercu bendung pasangan batu akan berkisar
antara 0,3 sampai 0,7 kali H1maks dan untuk bendung beton dari 0,1 sampai 0,7 kali H 1maks.
Persamaan tinggi energi debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrolan segi
empat adalah:
2 2
Q=Cd
√
3 3
g Be H 11,5
Dimana:
Q = debit (m3/det)
Cd = koefisien debit (Cd = C0 x C1 x C2)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/det2)
Be = lebar efektif mercu (m)
H1 = tinggi energi (m)
P = tinggi mercu bendung = 6,5 m
H1 dicari dengan cara coba-coba dengan kontrol nilai Q coba harus sama dengan atau
mendekati nilai Q desain.
Contoh (Percobaan I):
Diketahui: Q desain = 731.25 m3/det
g = 9,81 m/det2
P = 6,5 m
Be = 36-0,44H1
Dicoba: H1 = 5.168 m
Sehingga:
r =0,5 H 1=0,5 x 5.168=2.584 m
Gambar 6. Harga-harga koefisien C0 untuk bendung ambang bulat sebagai fungsi perbandingan H 1/r
(Sumber: KP 02–Bangunan Utama, Hlm. 53)
H1/r = 5.168/2.584 = 2
dari grafik; C0 = 1,33
Gambar 7. Koefisien C1 sebagai fungsi perbandingan P/H1 (Sumber: KP 02–Bangunan Utama, Hlm. 54)
1.2
0.8
2,6
1.2
P/H1 = 6,5/5.18 = 1.2
dari grafik; C1 = 0.8
Gambar 8. Harga-harga Koefisien C2 untuk Bendung Mercu Tipe Ogee dengan Muka Hulu
melengkung (Sumber: KP 02–Bangunan Utama, Hlm. 54)
P/H1 = 6,5/5.168 = 1.2
dari grafik; C2 = 0.99
maka,
2 2
Q=Cd
√
3 3
g Be H 11,5
2 2
Q=1,6 x
3
x
3 √
x 9,81 x 27.73 x 5.168 1,5=888.69m3/det
Dari hasil perhitungan Q coba ≠ Q desain, maka lanjut percobaan berikutnya. Dibawah ini
merupakan tabel lengkap trial and error nilai H1.
H1 r Be H1/r P/H1 C0 C1 C2 Cd Q
5 2.5 33.8 2 1.3 1.33 0.99 0.99 1.303533 839.83
1232.8
6.5 3.25 33.14 2 1 1.33 1 0.99 1.3167
4
1.0483 1153.0
6.2 3.1 33.272 2 1.33 1 0.99 1.3167
9 6
1.4412 731.35
4.51 2.255 34.0156 2 1.33 1 0.99 1.3167
4 4
897.37
5.2 2.6 33.712 2 1.25 1.33 1 0.99 1.3167
5
947.16
5.4 2.7 33.624 2 1.2037 1.33 1 0.99 1.3167
2
1.1818
5.5 2.75 33.58 2 1.33 1 0.99 1.3167 972.32
2
Dari tabel diatas diperoleh Q coba (731.255 m 3/det) ≈ Q desain (731.25 m3/det),
maka: H1 = 4.5 m
r = 2.2 m
Be = 34.0156 m
Tinggi energi hulu (K1) dihitung dari muka air bagian hulu diatas mercu bendung. Untuk memperoleh
ini perlu dihitung faktor-faktor sebagai berikut:
q2
h c=
√
3
g
=1.299 m
q
V 1= =1.953 m/det
(P+ H 1 )
maka,
V 12
K 1= =0.194 m
2g
A
R=
P
Q=V . A
Diketahui: Q = 731.25 m3/det
b = 36 m
S = 0.135
K = 45 (dari tabel Koef. Kekasaran Strickler untuk Q > 10,00)
m =1
Elevasi b h2 A P R V Q
36 36 1.000 31.50 32.00 0.98 16.42 517.141
36 36 2.000 66.00 34.00 1.94 25.82 1703.904
36 36 3.000 103.50 36.00 2.88 33.54 3471.817
36 36 1.900 62.42 33.80 1.85 24.97 1558.578
36 36 1.700 55.34 33.40 1.66 23.23 1285.366
36 36 1.7098 55.68 33.42 1.67 23.32 1298.208
36 36 1.2250 39.00 32.45 1.20 18.75 731.431
V2
H2 = h2 + =¿ 19.152 m
2g
Jika dalam suatu aliran terjadi perubahan jenis aliran yaitu dari superkritis ke subkritis, maka
akan terjadi suatu loncatan hidrolis air yang disebut Hidraulic Jump. Tinggi loncatan hidrolis
tergantung pada kecepatan dan banyaknya air yang mengalir.
Kecepatan (v1) awal loncatan dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1
√
v1 = 2 g( H 1 + z)
2
Dengan q = v1y1, dan rumus uuntuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah:
y2 1 2
= ( √ 1+ 8 Fr −1 )
yu 2
v1
Fr=
√ g yu
Di mana : y2 = kedalaman air di atas ambang ujung (m)
Fr = bilangan Froude
V1 = kecepatan awal loncatan (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
Diketahui:
H1 = 4.5 m
z=p = 6,5 m
q = 21.497 m
Maka :
1
√
v1 = 2(9,81)( x 4.5+6,5)
2
v1 =13.1m/det
q=v 1 y 1
q
y 1=
v1
21.497
y u= y1 = =1.64 m
13.1
v1
Fr=
√ g yu
13.1
Fr= =3.27
√ 9,81 x 1.64
1(
y 2= y u √ 1+8 Fr2 −1 )
2
y 2=7.579 m
Kolam Olakan
Kolam olakan adalah suatu konstruksi yang berfungsi sebagai peredam energi yang
terkandung dalam aliran dengan memanfaatkan loncatan hidrolis dari suatu aliran yang
berkecepatan tinggi. Terdapat bermacam-macam tipe kolam olak menurut United States Bureau of
Reclamation (USBR), dimana pemilihan tipe kolam olak ditentukan oleh besarnya bilangan Froude
(Fr), di antaranya:
1. Kolam Olak USBR Tipe I = Fr ≤ 1,7
2. Kolam Olak USBR Tipe II = 1,7 < Fr ≤ 2,5
3. Kolam Olak USBR Tipe III = Fr ≥ 4,5
4. Kolam Olak USBR Tipe IV = 2,5 < Fr < 4,5
Berdasarkan perhitungan loncatan hidrolis, didapat data-data sebagai berikut:
Fr = 3.27
y2 = 7.579 m
y1 = 1.64 m
Dengan bilangan Froude = 3,27(2,5< Fr < 4,5), maka digunakan Kolam Olak USBR Tipe IV.
5,3
Tipe kolam olakan yang direncanakan di hilir bendung sangat ditentukan pada energi
yang masuk, dinyatakan dengan bilangan froude dan pada bahan kontruksi kolam olak.
Data perencanaan :
Untuk bilangan Froude berdasarkan rekomendasi dari USBR disarankan menggunakan
kolam olakan Type IV.
Parameter hidraulik kolam olakan USBR type IV adalah sebagai berikut:
Gambar Karakteristik kolam olak untuk dipakai dengan bilangan Froude di atas 2,5 < Fr <
4,5 kolam USBR Tipe IV
yu = y1 = 1.64 m
y2 = 7.579 m
Lebar Efektif Bendung = 34.015 m
Berdasarkan Gambar Kolam Olak USBR type IV, maka dimensi hidraulik kolam olakan
adalah sebagai berikut :
PERHITUNGAN :
1. Panjang Kolam Olakan (L)
Untuk mencari panjang kolam olakan digunakan kurva hubungan antara Fr dan L/y 2.
Maka, dari grafik diperoleh panjang ruang olakan :
L = 2 yu (√ 1+2 fr 2 −1
L = 2x1.64(√ 1+2 x 3.22−1
L = 11.9 m = 12m
LANTAI MUKA
Perbedaan tinggi muka air hulu dan hilir bendung mengakibatkan adanya aliran dibawah
bendung, sebagai akibat dari perbedaan tekanan pada dasar bendung. Hal ini lama kelamaan akan
mengakibatkan penggerusan terutama di ujung belakang bendung. Untuk mencegah hal ini maka
kita harus menghambat atau menahan aliran dibawah bendung.
Cara yang sering dilakukan adalah dengan membuat dinding vertikal dari beton atau besi
dimuka sebelah bendung itu, agar jalan yang ditempuh aliran adalah jalan yang hambatannya
terkecil yaitu bidang kontak antara tanah dan bidang bendung yang disebut “Creep Line”.
Semakin panjang creep line, maka semakin besar pula hambatan yang terjadi. Sehingga
tekanan air yang terjadi di belakang bendung semakin kecil. Untuk mengetahui panjang lantai muka
dari bendung ini digunakan teori Bleigh dan Lane.
1. Teori Bleigh
Bleigh berpendapat bahwa besarnya perbedaan tekanan disebelah hulu dan hilir adalah
sebanding dengan panjang creep line, sehingga dapat dinyatakan sebagai berikut:
L
ΔH =
C
Dimana : ΔH = beda tinggi tekanan (beda tinggi muka air)
L = panjang creep line
C = creep ratio (tergantung dari material dasar dibawah
bendung)
2. Teori Lane
Teori ini merupakan pengembangan dari teori Bleigh. Lane memberi koreksi terhadap teori
Bleigh dengan menyatakan bahwa energi yang dibutuhkan untuk melewati jalan yang
vertikal lebih besar daripada jalan horizontal, dengan perbandingan 3:1. Jadi dianggap
bahwa Lv = 3Lh untuk suatu panjang yang sama sehingga menurut Lane :
1
ΣLv+ Σ L H
3
ΔH =
C
Dengan harga C yang berlainan dengan C dari Bleigh, jadi syarat yang diketahui Lane adalah :
1
L=ΣLv+ Σ LH ≥C ΔH
3
Rembesan
Titik Garis
LV LH LX
A 0
A-B 1.5
B 1.5
B-C 1
C 1,333
C-D 0,5
D 1,833
D-E 5
E 8.499
E-F 0,5
F 8.999
F-G 1
G 10.332
G-H 0,5
H 10.832
H-I 3
I 14.832
I-J 1
J 15.832
J-K 1
K 17.165
K-L 2
L 19.165
L-M 2
M 21.831
M-N 1
N 22.831
N-O 1,5
O 24.831
O-P 1
P 25.831
P-Q 1
Q 27.164
Q-R 2
R 29.164
R-S 1
S 30.497
S-T 1.5
T 31.997
T-U 28.75
U 70.33
U-V 0,5
V 70.83
V-W 0.89
W 72.016
W-X 1.9
X 73.916
2. Cara Lane
Diketahui: C = 2,5
ΔH = 606.5-600
= 6.5 m
∑LH + 1/3∑LV > C . ΔH
46.14 + (1/3 x 13.9) > 39
50.773 m > 39 m (aman)
t=1m
1,5 m
Direncanakan t = 1 m
1+0.1665
1≥
2,2
1>0,53 … OK
t1 = 1 m t2 = 2 m
1m
Direncanakan t1 = 1 m
1+0.1665
1≥
2,2
1>0,53 … Ok
Direncanakan t2 = 2 m
2+1,161
2≥
2,2
2>1,437 … OK
Rumus pengaliran :
Q=μ b y √ 2 g z
Dimana :
Q = debit yang melalui saluran intake
µ = koefisien pengaliran= 0,6 (untuk daerah persawahan)
b = lebar pintu pengambilan, diambil = 1,3 m
y = tinggi bukaan pintu
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, diambil 0,3 m (Sumber: KP-02)
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det2
sehingga :
Q 1,466
y= = =0,77 m≈ 0.80 m
μ b √ 2 g z 0,6 x 1,3 x √ 2 x 9,81 x 0,3
Tinggi ambang =p-y
= 6,5 - 0,8 = 5,7 m
Sketsa tinggi ambang :
0,80 m
6,5 m
Dimensi pintu :
Perhitungan ukuran balok didasarkan pada balok yang terbawah yang menerima
tekanan terbesar dan ditinjau terhadap muka air banjir
T+611.41
h1 = 7,1 m
TP1
TP h
TP2
T+600
Mmax = 1/8 x p x Lt2 = 1/8 x 48.7 x 1,32 = 2,9913 t.m = 792870 kg.cm
kg
Dipakai balok dari kayu Jati dengan berat jenis ( σ ¿ )=100
cm 2
Karena selalu terendam dalam air, maka dikalikan dengan faktor 2/3 (PKKI 71 hal.7) :
2 kg
σ ¿= x 100=66,67 2
3 cm
M 299130 kg
σ ¿= = ≤ σ ¿ =66,67 2
W 1 cm
240 t 2
6
Dimana :
1 792870
240 t 2=
6 66,67
792870 6
t 2= x =297.3 cm 2
66,67 240
t=11.189 cm ≈ 12 cm
Kontrol :
792870 kg kg
σ ¿= =57.9 2 ≤ σ ¿ =66,67 2
1 cm cm
240(12)2
6
Jadi dimensi balok yang digunakan = (130 x 240 x 12) cm
10 cm
12 cm
130 cm
Digunakan balok ukuran 10/12 cm (kuda-kuda, tiang balok, balok antar tiang)
Sumber:http://panduaji182.blogspot.co.id/2013/05/dimensiukuran-kayu-dipasaran.html
putrasakahurun.blogspot.com/p/jenis-ukuran-kayu04.html
Daun pintu dibuat dari balok kayu jati dengan σlt = 100 kg/cm2, karena selalu
terendam air maka:
2 kg
σ ¿= x 100=66,67 2
3 cm
m.a.b +611.41
m.a.n +603.1
a1
t’ h’ P1 a2
P2
h
+600 b1 b2
γw = 1 t/m3
γL = 1,6 t/m3
h’ = 611.41-600 = 11.41 m
ambil h = p = = 5,5 m
a1 +b 1 5.9+11.41
P 1= h= 5,5=47.63 t /m
2 2
a2 +b 2 1.28+1.65
P 2= h= 5,5=8,06667 t /m
2 2
1 1
M max = ∗P∗¿ 2= ∗55.6967∗1.6²=17.8229 t . m=1782293 kg . cm
8 8
M 943977.03 kg
σ ¿= = ≤ σ ¿ =66,67 2
W 1 cm
550 t 2
6
dimana :
1 1782293
550 t 2=
6 66,67
1782293 6
t 2= x =291.648 cm 2
66,67 550
t=17.077 cm ≈ 25 cm
Kontrol :
1782293 kg kg
σ ¿= =31.109 2 ≤ σ ¿ =66,67 2 … OK
1 cm cm
550(25)2
6
h = 25 cm
t = 20 cm
L = 250 cm
Digunakan balok dengan ukuran 20/25 cm
Sumber : http://panduaji182.blogspot.com/2013/05/dimensiukuran-kayu-dipasaran.html
http://putrasakaruhun.blogspot.com/p/jenis-ukuran-kayu_04.html
STABILITAS BENDUNG
2. Gaya Gempa
Gaya gempa yang diperhitungkan dalam hal ini adalah gempa horizontal dan bekerja pada
titik berat bendung yang ditinjau.
Percepatan maksimum gempa (α) untuk tanah lembek adalah 0,03g.
gaya gempa;
k =m. α
ΣW
k= .0,03 g=114.80 x 0,03=3.444 t
g
momen akibat gempa;
M G=k . y
M G=3.444 x 4.445=15.308 t . m
ΣH = 3.444 t ()
ΣM = 15,308 t.m
3. Tekanan Lumpur
Tekanan lumpur diperhitungkan setinggi mercu dengan ϕ = 30° dan γL = 0,6 t/m3.
P = 6,5 m
tekanan lumpur;
1
w= . γ L . P2 . Ka
2
1−sin ϕ 1−sin 30°
Ka= = =0,333
1+sin ϕ 1+sin 30 °
1
w= . 0,6 . 6,52 . 0,333=4.225 t
2
Momen akibat lumpur = w * jarak ke titik O
= 3,025 t * (6,5 m /3) + 3 m
4. Tekanan Hidrostatis
γw = 1 t/m3
a. keadaan air normal
P = 6,5 m
w
1,83 m
2,94 m w3
w2
6,5 m
w1
2,75 m
1,83 m
1 1
w 1= . γ w . 6,52= . 1. 6.52=21.125t ()
2 2
w 2=γ w .6,5 . 2,94=1. 6,5 . 4.91=31.915 t ()
1 1
w 3= . γ w . 2,942 = .1 . 4.912=12.054 t ( )
2 2
momen
w (ton) jarak (m)
(t.m)
21.125 6.167 130.271
31.915 7.250 231.384
12.054 10.350 124.759
Σ 236.895
a. Air normal
∆H = el. muka air normal – el. dasar sungai
= 606.5 - 600 = 6,5
Lx Lx
U x =H x − ∆ H=H x − 6,5=H x −0,08 L x
ΣL 81.25
Hx Lx Ux UV UH Lenga Momen
Titik Titik Berat
(m) (m) (t/m) (ton) (ton) n (t.m)
x (m) y (m) x (m) y (m)
4.66 1.30
U 6.5 51 2.420 0.805 6.090
5 5
V 8 52.5 3.800 5.057 0.672 9.172 46.382
5.85 1.51
W 8 53.85 3.692 1.010 8.840
5 0
X 5.5 56.35 0.992 1.824 0.971 7.471 13.627
1.29 2.55
Y 5.5 58.35 0.832 0.559 3.307
2 9
Z 6.5 59.35 1.752 2.538 0.741 5.741 14.571
2.09 1.53
A' 6.5 60.85 1.632 0.537 3.215
2 7
B' 7.5 61.85 2.552 3.738 0.744 4.244 15.864
6.70 0.29
C' 7.5 63.35 2.432 1.091 1.954
4 1
D' 9.5 65.35 4.272 4.232 0.498 0.502 2.123
3.65 0.52
E' 9.5 66.35 4.192 0.475 1.916
2 5
F' 8.5 67.35 3.112 7.530 1.236 1.264 9.517
G' 8.5 69.85 2.912
5.24
24.919 109.72
6
b. Air banjir
∆H = el. muka air banjir – el. dasar sungai
= 611.41 – 600 = 11.41 m
Lx Lx
U x =H x − ∆ H=H x − 11.41=H x −0.14043 L x
ΣL 81.25
6. Tinjauan Stabilitas
Ketentuan :
1. Tegangan tanah dasar yang diijinkan (σ’) = 2,0 kg/cm2 = 20 t/m2 (KP-02)
2. Over turning safety factor (guling) = 1,5 kg/cm2
3. Sliding safety factor (geser) = 1,2 kg/cm2
a. Air normal
MT MG
Gaya V (ton) H (ton)
(t.m) (t.m)
Berat sendiri 694.29
114.80
bendung 4
Gaya gempa 3.444 15.308
Tekanan lumpur 4.225 26.054
130.27
Tekanan hidrostatis 21.125
1
Gaya angkat 12.460 2.623 54.862
127.25 694.29 226.49
31.417
9 4 6
3) Eksentrisitas
e’ = 1/6 B = 1/6 * 9.85 m = 2.8 m
ΣM T −ΣM G 694.294−226.496
a= = =3.676 m
ΣV 127.259
B 9.85
e= −a= −3,676=1.249 m<2.8 … OK
2 2
127.259 6∗1.249
σ min=
9.85
1− (
9.85 )
=3.090<8.5 kg /cm2 … OK
b. Air banjir
MT MG
Gaya V (ton) H (ton)
(t.m) (t.m)
Berat sendiri 694.29
114.80
bendung 4
Gaya gempa 3.444 15.308
Tekanan lumpur 4.225 26.054
236.89
Tekanan hidrostatis 12.054 53.040
5
Gaya angkat 18.274 3.849 87.970
145.12 694.29 366.22
64.558
7 4 8
3) Eksentrisitas
e’ = 1/6 B = 1/6 * 9.85 m = 2.8 m
ΣM T −ΣM G 694.294−366.228
a= = =2.341 m
ΣV 145.127
B 9.85
e= −a= −2.261=2.584 m<2.8 … OK
2 2
145.127 6∗2.664
9.85 ( 9.85 )
σ min= 1− =−8.<0 … OK
Kesimpulan:
Bendung cukup aman: terhadap guling;
terhadap geser;
terhadap daya dukung.
Kestabilan ini sudah ditinjau baik terhadap air normal maupun air banjir.