Anda di halaman 1dari 4

Nama : I Made Dedi Karismajaya

NIM : 017.06.0013
Topik Kuliah : Medical Tourism dan Travel Medicine
Oleh : dr. I Dewa Gede Basudewa, Sp.KJ

Pariwisata merupakan salah satu industri yang diperhitungkan. Industri wisata


terdiri dari tiga komponen dasar yaitu penyedia layanan wisata, operator aktivitas
wisata dan agen wisata (Suasti, 2019). Pariwisata adalah kegiatan melakukan
perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui
sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan
tugas, dan lain-lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan
pariwisata yaitu kesehatan. Kesehatan pariwisata dapat didefinisikan sebagai cabang
ilmu kesehatan masyarakat yang mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan
kesehatan wisatawan, kesehatan masyarakat daerah pariwisata, maupun semua pihak
yang terkait dengan industri pariwisata. Kurangnya perhatian terkait dengan masalah
ini, menyebabkan terjadi berbagai masalah kesehatan (Wirawan, 2016).
Dalam menanggulangi masalah kesehatan ini terdapat bidang atau cabang
ilmu kedokteran yang khusus mempelajari penyakit dan kondisi kesehatan akibat
perjalanan wisata dan upaya penanganannya yang disebut dengan kedokteran wisata
(travel medicine) (Suasti, 2019). Terdapat beberapa tujuan para wisatawan melakukan
perjalanan wisata dalam konteks kesehatan yaitu health tourism atau wisata kesehatan
(aktivitas perjalanan ke daerah wisata dengan tujuan memperoleh pengobatan atau
meningkatkan kesehatan dan kebugaran) dan medical tourism atau wisata medis
(aktivitas perjalanan wisata ke negara lain dengan tujuan utama mendapatkan
pelayanan medis) (Wirawan, 2020).
Semua calon wisatawan yang akan melaksanakan perjalanan hendaknya
mendapat pengetahuan yang cukup tentang potensi bahaya di tempat tujuan dan
memahami apa yang terbaik yang harus dilakukan untuk melindungi kesehatan dan
meminimalkan resiko terhadap penyakit. Sehubungan dengan hal diatas, telah muncul
disiplin ilmu yang mempelajari dan mengaplikasikan aspek kedokteran dan kesehatan
dalam kegiatan pariwisata yang dikenal dengan nama Travel Medicine atau Ilmu
Kedokteran Wisata (Nurjanatun, 2012). Kedokteran wisata atau travel medicine
adalah bidang ilmu kedokteran yang mempelajari persiapan kesehatan dan
penatalaksanaan masalah kesehatan orang yang bepergian (Suasti, 2019). Travel
medicine juga disebut sebagai bagian yang unik karena merupakan bagian dari
pencegahan obat, termasuk kedalam epidemiologi penyakit, mengakomodasi
perawatan kuratif dan perawatan diri (Merati, 2020).
Dokter yang menangani kedokteran wisata, perlu memahami standar
kompetensi klinik wisata yang berkaitan dengan kedokteran keluarga yaitu dengan
memberikan pelayanan berupa layanan sebelum wisata, pelayanan kesehatan saat
serta pelayanan kesehatan pasca wisata. Hal serupa juga direkomendasikan oleh
WHO yang berkaitan dengan kedokteran wisata atau travel medicine ini berupa
konsultasi kesehatan sebelum bepergian (konsultasi harus dilakukan setidaknya 4-8
minggu sebelum perjalanan dan lebih dianjurkan sebelumnya jika perjalanan jangka
panjang atau bekerja di luar negeri), penilaian risiko kesehatan yang berhubungan
dengan perjalanan (setelah melakukan konsultasi, pemberian vaksin atau obat-obat
profilaksis lainnya harus dilakukan menurut hasil penilaian dari konsultasi), medical
kit (persediaan medis yang cukup harus dilakukan untuk memenuhi semua kebutuhan
yang akan datang selama perjalanan), perhatian khusus pada kelompok-kelompok
tertentu, disarankan untuk melakukan perjalanan dengan asuransi perjalanan yang
komprehensif serta pemeriksaan kesehatan setelah pulang (Suasti, 2019).
Jika kondisi wisatawan mengalami penurunan saat pulang dari berwisata,
maka dilakukan proses evakuasi pasien. Prinsip dalam melakukan evakuasi dibagi
menjadi dua berdasarkan keadaan kasus tersebut (non-emergensi dan emergensi).
Evakuasi non emergensi memiliki ciri-ciri yaitu korban dalam keadaan sadar,
penilaian dan penanganan ABC, pernafasan dan fungsi jantung/pendarahan stabil,
tidak ada tanda-tanda cedera leher/tulang belakang, mekanisme terjadinya cedera
tidak ada kemungkinan cedera leher atau tulang belakang. Sedangkan evakuasi
emergensi memiliki ciri-ciri yaitu terjadi semua kemungkinan patah tulang dan
cedera ekstremitas sudah dimobilissi atau dipasang bidai, untuk melanjutkan
perawatan perlu memindahkan pasien serta korban meminta untuk dipindahkan
(Basudewa, 2020).
Jika evakuasi pasien tidak bisa dilakukan, maka dilakukan proses transfer
pasien. Transfer pasien adalah proses pemindahan pasien untuk mendapatkan
kebutuhan pelayanan yang lebih lengkap karena kondisi riil ancaman kesehatan pada
pasien. Beberapa pengelolaan yang dilakukan selama proses transfer pasien antara
kain petugas pendamping harus yang terlatih (tergantung keadaan pasien dan masalah
yang mungkin akan timbul), melakukan monitoring tanda vital dan pulse oximetry,
memberikan bantuan kardio respirasi jika diperlukan, pemberian darah bila
diperlukan, pemberian obat sesuai instruksi dokter selama prosedur tetap, menjaga
komunikasi dengan dokter selama transfer serta melakukan dokumentasi selama
transportasi (Basudewa, 2020).
Berdasarkan pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pentingnya
travel medicine untuk mempelajari persiapan kesehatan dan penatalaksanaan masalah
kesehatan orang yang berpergian. Dokter travel medicine harus memiliki kualifikasi
sebagai tenaga ahli masalah kesehatan, memahami epidemiologi penyakit di kawasan
kepariwisataan dan peran jejaringnya. Penanganan pasien di Rumah Sakit dengan
pendekatan budaya adalah lahan pendidikan bagi dokter umum untuk terjun di
Medical tourism dan travel medicine.
Referensi

Basudewa, Dewa Gede. (2020) ‘Medical Tourism dan Travel Medicine’,Direktur RSJ
Provinsi Bali.

Merati, Tuti Parwati. (2020) ‘Kesehatan Pariwisata (Health Tourism) (Power Point)’,
Divisi Ilmu Penyakit Tropis dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.

Nurjanatun, Devi. (2012) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Wisatawan


Terhadap Pemanfaatan Klinik Wisata’, Jurnal Media Medika Muda, Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Suasti, Made Adnya. (2019) ‘Comprehensive Communicable Disease Mapping:


Upaya Pengendalian Transmisi Penyakit Menular Pada Wisatawan Di
Indonesia’, Universitas Airlangga, Surabaya.

Wirawan, I. M. A. (2016) 'Kesehatan Pariwisata : Aspek Kesehatan Masyarakat Di


Daerah Tujuan Wisata', Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, 3(1).

Wirawan, I. M. A. (2020) ' Manajemen Kesehatan Wisata Dalam Perspektif


Kesehatan Masyarakat (Power Point)', Program studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Udayana.

Anda mungkin juga menyukai