Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ESSAY

REGULASI KESEHATAN PARIWISATA


(KEBIJAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT
POTENSIAL WABAH DI DAERAH WISATA)

Oleh :

Nama : Arya Adhi Yoga Wikrama Jaya

NIM : 018.06.0031

Kelas : A

Dosen : H. Ali Sukmajaya, M.P.H

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

TAHUN 2021
REGULASI KESEHATAN PARIWISATA (KEBIJAKAN PENCEGAHAN
PENYAKIT POTENSIAL WABAH DI DAERAH WISATA)

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki banyak destinasi wisata yang menjadi tujuan
pergerakan manusia. Berdasarkan data tahun 2016, jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 11,5 juta lebih atau tumbuh
sebesar 10,79% dibandingkan tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS)
melansir jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia sepanjang
2018 mencapai 15,81 juta orang, naik 12,58 persen dibandingkan dengan
periode yang sama pada 2017 yang berjumlah 14,04 juta orang (BPS, 2018).
Sedangkan kegiatan wisata nusantara mencapai 250 juta di tahun 2014
dengan perolehan devisa 120 triliun rupiah, dan ditargetkan mencapai 275
juta wisatawan di tahun 2019 (Kemenpar, 2018).
Setiap pengunjung wisata memiliki risiko membawa penyakit dan tertular
penyakit endemik di daerah wisata, mengingat Indonesia adalah salah satu
negara tropis. Wilayah tropis lebih mudah terjangkit penyakit menular
dibandingkan dengan wilayah beriklim sedang. Penyebab utamanya adalah
faktor lingkungan dimana wilayah tropis memiliki kelembaban cukup tinggi
dan pertumbuhan biologis sebagai pendukung keanekaragaman hayati yang
tinggi termasuk patogen, vektor, dan hospes.
Sehingga perlu untuk menetapkan regulasi dalam perjalanan wisata
khususnya ke daerah-daerah yang memiliki endemik suatu penyakit. Jadi di
dalam essay ini akan membahas Regulasi Kesehatan Pariwisata di Indonesia
khususnya di NTB.
1.2.Kesehatan Pariwisata
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena
tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam
melaksanakan aktivitasnya, sedangkan pariwisata adalah segala sesuatu yang
“berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi; pelancongan; turisme”. Jadi
Kesehatan Pariwisata dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu kesehatan
masyarakat yang mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan
kesehatan wisatawan, kesehatan masyarakat lokal, dan semua pihak yang
terlibat pada industri pariwisata. Kesehatan pariwisata (health tourism) dapat
diartikan sebagai industri atau bisnis yang terkait dengan aktivitas perjalanan
ke daerah wisata dengan tujuan memperoleh pengobatan, atau meningkatkan
kesehatan dan kebugaran (Ismayanti, 2010)

1.2.1. Perkembangan Kesehatan Pariwisata


Perkembangan kedokteran pariwisata (medical tourism) merupakan
salah satu bentuk pariwisata kesehatan, yaitu aktivitas perjalanan
wisata ke negara lain dengan tujuan utama mendapatkan pelayanan
medis, terutama terkait pengobatan penyakit-penyakit tertentu,
layanan gigi, layanan fertilitas, dan layanan kedokteran lainnya, yang
di negara maju umumnya mahal atau tidak termasuk dalam paket
yang ditanggung dalam sistem asuransi. Perkembangan pariwisata
terdiri Travel Medicine (Kedokteran Wisata), Travel Health
(Kesehatan Wisata) : Medical tourism, wisata medis, dan Health
Tourism (Wisata Kesehatan) : Lingkup paling luas , termasuk wisata
medis dan wellness tourism
1.2.2. Definisi Kesehatan Pariwisata
Menurut (WHO) health atau kesehatan adalah keadaan
kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan
sekedar tidak adanya penyakit atau kelemahan. Wisata kesehatan
adalah kategori yang paling luas dari semua kemungkinan kategori
aktivitas terkait kesehatan yang melibatkan perjalanan.
1.2.3. Pelayanan Kesehatan Pariwisata
Karena sifatnya yang promotif dan preventif, pelayanan kedokteran
wisata harus diberikan sebelum seseorang melakukan perjalanan.
Saat yang paling baik adalah 6-8 minggu sebelum tanggal
keberangkatan. Namun, jika terlambat, 1-2 hari sebelum
keberangkatan pun masih dimungkinkan. Di samping itu, klien juga
mungkin akan kembali ke travel clinic setelah ia pulang dari
bepergian, terutama jika terjadi gejala-gejala penyakit tertentu.
Pelayanan kedokteran wisata yang perlu dan dapat diberikan di
travel clinic adalah konsultasi pra-perjalanan: imunisasi, bekal
profilaksis, stand-by treatment, dan medical kit. Serta konsultasi dan
penatalaksanaan penyakit pasca perjalanan. Di samping itu, setiap
klinik perlu mengembangkan sistem dokumentasi rekam medik dan
sarana tambahan seperti konsultasi via telepon, apotik dan pelayanan
penjualan alat-alat untuk pencegahan penyakit (Pakasi, 2006).
a) Konsultasi Pra-Perjalanan
Konsultasi ini bertujuan untuk memberikan saran terbaru
dan akurat kepada wisatawan sebelum perjalanan mereka
mengenai risiko kesehatan dan pencegahannya. Untuk
menilai kebugaran wisatawan untuk bepergian.
Mengidentifikasi individu berisiko tinggi individu tertentu
mungkin berisiko lebih tinggi terkena penyakit perjalanan
seperti Wanita hami, Anak-anak, Pasien dengan kondisi
medis kronis (misalnya diabetes, penyakit jantung, penyakit
pernapasan), Pasien dengan penekanan kekebalan, termasuk
mereka yang terinfeksi HIV, mereka yang minum obat
penekan asam lambung, Pelancong lansia, Ekspatriat dan
pelancong jangka panjang, Ada banyak penyakit yang
berpotensi dapat menyebar melalui: Makanan dan air, Vektor
serangga, Tanah dan air, Kontak seksual, Paparan cairan
tubuh, dan Hewan (Pakasi, 2006).

b) Konsultasi Pasca Perjalanan


Pelayanan kedokteran wisata yang ideal merupakan suatu
kesinambungan sejak sebelum berangkat sampai setelah
pulang dari perjalanan. Sebanyak 1-5% orang yang bepergian
dari negara-negara maju ke negara berkembang dilaporkan
mengalami penyakit yang cukup serius selama perjalanan;
0,01-0,1% orang membutuhkan evakuasi medik, dan 1 dari
antara 100.000 orang telah meninggal. Orang-orang yang
mengalami sakit berat umumnya mereka yang mengunjungi
kenalan atau sanak saudara dan tinggal di rumah mereka
sehingga risiko terpapar patogen lebih besar daripada turis
biasa. Pelayanan konsultasi pasca-perjalanan membutuhkan
lebih banyak keahlian dan sumber daya (dokter spesialis,
laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya). Hal ini
dapat disiasati dengan membangun kerja sama antara
beberapa provider kesehatan, misalnya rumah sakit,
laboratorium 24 jam, dan lain sebagainya (Pakasi, 2006).

Kesimpulan

Kesehatan Pariwisata dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu kesehatan


masyarakat yang mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan
kesehatan wisatawan, kesehatan masyarakat lokal, dan semua pihak yang
terlibat pada industri pariwisata. Karena sifatnya yang promotif dan preventif,
pelayanan kedokteran wisata harus diberikan sebelum seseorang melakukan
perjalanan. Saat yang paling baik adalah 6-8 minggu sebelum tanggal
keberangkatan. Pelayanan kedokteran wisata yang perlu dan dapat diberikan
di travel clinic adalah konsultasi pra-perjalanan dan pasca perjalanan.

Daftar Pustaka

Ady Wirawan, I Made. 2016. Peran Profesi Kesehatan dalam Upaya


Kesehatan Pariwisata. Disampaikan Pada Seminar Nasional Peran SKM
dalam Upaya Kesehatan Pariwisata dan Muswil ISMKMI Wilayah 3, 13 Mei
2016.
Ismayanti. (2010). Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT Gramedia Widisarana
Indonesia
Kementerian Pariwisata RI. 2018. Statistik Profil Wisatawan Nusantara
2017. Jakarta :
Kementerian Pariwisata RI Pakasi, Levina S. 2006. Kesehatan Pariwisata
dalam Cermin Dunia Kedokteran. No. 152, 2006. Grup PT. Kalbe Farma Tbk.
WHO, 2020

Anda mungkin juga menyukai