Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH TUTORIAL

BLOK FUNGSI NORMAL REPRODUKSI DAN UROGENITAL

SKENARIO 1

OLEH:

DEWI SAPTARINA

NIM. 1910911220030

KELOMPOK 7

DOSEN TUTOR : dr. Ahmad Husairi, M. Ag, M. Imun

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan makalah pengganti tutorial pertama blok fungsi normal
Reproduksi dan Urogenital. Makalah ini telah penulis susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis
berharap semoga makalah pengganti tutorial pertama blok fungsi normal
Reproduksi dan Urogenital ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Banjarmasin, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
SKENARIO............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
BAB II METODE PENULISAN ......................................................... 3
BAB III ISI
A. Remaja dan Pubertas............................................................. 5
B. Embriologi Sistem Reproduksi Pria...................................... 6
C. Histologi Sistem Reproduksi Pria......................................... 9
D. Anatomi Sistem Reproduksi Pria.......................................... 12
E. Biokimia Sistem Reproduksi Pria......................................... 15
F. Fisiologi Sistem Reproduksi Pria.......................................... 17
BAB IV PENUTUP 
A. Kesimpulan ............................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
SKENARIO 1

Sudah Dewasa!!

Pagi-pagi sekali seorang anak laki-laki berusia 12 tahun mencari-


cari ibunya di dapur. Kepada ibunya dia menceritakan kebingungungan
karena saat bangun tidur tadi tempat tidur dan celananya basah.
Semula dia berpikir apakah dia mengompol, tapi ternyata setelah
diperhatikan cairan yang keluar dari alat kemaluannya lebih kental dan
baunya aneh. Dia juga merasa belakangan ini ada perubahan pada suaranya
yang menjadi lebih berat. Dia menanyakan kepada ibunya mengapa itu
bisa terjadi, dan apakah berbahaya bagi kesehatannya. Dengan
tersenyum ibunya menjawab; “Itu berarti kamu sudah dewasa nak”

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Kata remaja berasal dari bahasa Inggris “teenager” yakni manusia


usia 13-19 tahun. Remaja dalam bahasa Latin disebut adolescence yang
artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja
adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan
psikis. Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada
pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia
remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI
adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Remaja adalah anak
usia 10-24 tahun yang merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa dan sebagai titik awal proses reproduksi, sehingga perlu
dipersiapkan sejak dini. Pubertas adalah proses kematangan dan
pertumbuhan yang terjadi ketika organ-organ reproduksi mulai berfungsi
dan karakteristik seks sekunder mulai muncul.
Makalah ini dibuat untuk menjadi penilaian tutorial mahasiswa PSPD
FK ULM angkatan 2019 yang tidak bisa terlaksana akibat terjadinya
penyebaran Covid-19. Makalah ini sendiri mengangkat masalah yang ada
dari skenario tutorial pertama yang berjudul “Sudah Dewasa!!”.
Berdasarkan skenario tutorial pertama ini, penulis mendapatkan bahwa
sasaran belajar yang berkenaan pada skenario tersebut adalah mampu
menjelaskan bagaimana anatomi dan fisiologi dari organ reproduksi remaja
laki-laki yang mengalami masa pubertas, serta mampu menjelaskan
bagaimana perkembangan embriologi organ reproduksi tersebut dan juga
menjelaskan hormon apa saja yang berpengaruh pada saat masa pubertas
remaja laki-laki. Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui dan
dapat menjelaskan sasaran belajar dari skenario yang ada, kemudian untuk
mengetahui dan dapat menjelaskan bagaimana anatomi dan fisiologis dari
organ reproduksi remaja laki-laki yang mengalami pubertas, untuk

1
mengetahui dan dapat menjelaskan mengenai hormon yang bekerja pada
masa pubertas remaja laki-laki, serta untuk mengetahui dan dapat
menjelaskan bagaimana embriologi dari organ-organ reproduksi remaja
laki-laki yang mengalami pubertas.

2
BAB II

METODE PENULISAN

A. Jenis Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
sistematik review dengan mengidentifikasi, menilai, dan menginterpretasi
seluruh temuan-temuan pada topik penelitian.

B. Sumber dan Jenis Data


Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal
dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan
yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah buku
pelajaran kedokteran, jurnal imiah edisi cetak maupun edisi online, dan
artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh
variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

C. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan
sesuai dengan topik yang dibahas.

D. Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik
kajian. Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang
telah dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.

E. Penarikan Kesimpulan

3
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah,
tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik
mempresentasikan pokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran
praktis sebagai rekomendasi selanjutnya.

4
BAB III
ISI

A. Remaja dan Pubertas


Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun.
Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
Remaja adalah anak usia 10-24 tahun yang merupakan usia antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal proses reproduksi,
sehingga perlu dipersiapkan sejak dini. Kata remaja berasal dari bahasa
[1]
Inggris “teenager” yakni manusia usia 13-19 tahun . Remaja dalam
bahasa Latin disebut adolescence yang artinya tumbuh atau tumbuh
untuk mencapai kematangan [1, 2]
. Masa remaja adalah masa transisi yang
ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Menurut WHO,
yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara
masa kanak-kanak dan dewasa [1, 3].
Pubertas adalah proses kematangan dan pertumbuhan yang terjadi
ketika organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan karakteristik seks
sekunder mulai muncul. Masa puber terjadi secara bertahap, yaitu :
a. Tahap Prapubertas
Tahap ini disebut juga tahap pematangan yaitu pada satu atau dua
terakhir masa kanak-kanak. Pada masa ini anak dianggap sebagai
“prapuber”, sehingga ia tidak disebut seorang anak dan tidak pula
seorang remaja. Pada tahap ini, ciri-ciri seks sekunder mulai tampak,
namun organ-organ reproduksinya belum berkembang secara sempurna.
b. Tahap Puber
Tahap ini disebut juga tahap matang, yaitu terjadi pada garis antara
masa kanak - kanak dan masa remaja. Pada tahap ini, kriteria
kematangan seksual mulai muncul. Pada anak perempuan terjadi haid
pertama dan pada anak laki - laki terjadi mimpi basah pertama kali. Dan

5
mulai berkembang ciri - ciri seks sekunder dan sel – sel diproduksi
dalam organ - organ seks.

c. Tahap Pascapuber
Pada tahap ini menyatu dengan tahun pertama dan kedua masa remaja.
Pada tahap ini ciri -ciri seks sekunder sudah berkembang dengan baik
dan organ-organ seks juga berfungsi secara matang [1, 3].

B. Embriologi Sistem Reproduksi Pria


Diferensiasi jenis kelamin adalah suatu proses rumit yang melibatkan
banyak gen. kunci untuk dimorfisme seksual adalah kromosom Y yang
mengandung gen penentu testis yang dinamai gen SRY (sex-determining
region on Y). Meskipun jenis kelamin zigot ditentukan secara genetis pada
saat pembuahan, gonad belum memperoleh karakteristik morfologis pria
atau wanita sampai minggu ketujuh perkembangan [4, 5].
Gonad mula-mula berkembang dari genital ridge kanan dan kiri.
Keduanya terbentuk oleh proliferasi epitel dan pemadatan mesenchyme di
bawahnya. Pada awalnya, sel germinativum primordial bermigrasi dari yolk
sac dan menginvasi gonadal ridge. Sebelum germinativum primordial
menginvasi gonadal ridge, epitel gonadal ridge berproliferasi lalu
membentuk chorda seks primitif dan terbentuklah gonad yang belum
berdiferensiasi. Testis berkembang dari gonad yang belum berdiferensiasi
ini dan karena pengaruh dari gen SRY mempengaruhi gonad menjadi testis.
Diferensiasi organ genitalia pria juga distimulasi oleh 2 faktor yaitu sel
leydig yang memproduksi testosterone yang menstimulasi perkembangan
ductus wolfii menjadi organ genitalia interna pada pria. Sel Sertoli
memproduksi AMH (Anti Mullerian Hormone) yang menyebabkan regresi
dari ductus mulleri [6].
Penentuan jenis kelamin pada anak melalui tiga tahap, yaitu tahap
genetik, tahap gonad, dan tahap fenotip.
1. Tahap genetik : tahap yang bergantung pada kombinasi genetik pada
saat pembuahan. Jika sperma yang membawa kromosom Y yang

6
membuahi oosit maka akan menjadi anak laki-laki. Namun sebaliknya,
apabila sperma yang membawa kromosom X yang membuahi oosit
maka akan menjadi anak perempuan [6].
2. Tahap gonad : tahap perkembangan testis atau ovarium [6].
3. Tahap fenotip : tahap diferensiasi membentuk sistem reproduksi [6].

Sementara itu, perkembangan sistem genitalia manusia berasal dari


lapisan mesoderm intermediat, dan penentu perkembangan genitalia ke arah
jenis kelamin laki-laki atau perempuan ditentukan oleh kromosom Y,
dimana dalam kromosom Y mengandung gen SRY (Sex Determining
Region on Y). Perkembangan sistem genitalia manusia terdiri dari: Gonad,
Duktus Genitalis, dan Genitalia Eksterna [5, 6].

Pada mulanya gonad akan tampak sebagai bubungan longitudinal


yang disebut dengan Genital Ridge. Kemudian pada minggu kelima sampai
keenam akan terjadi perpindahan sel germinativum ke gonad primitif dan
menginvasi genital ridge. Sesaat sebelum dan setibanya sel-sel
germinativum ke gonad primitif, terjadi ploriferasi pada epitel genital ridge
dan membentuk korda seks primitif. Pada saat ini gonad pada janin laki-laki
dan janin perempuan sangat sulit untuk dibedakan, sehinggga pada tahap ini
gonad disebut gonad indeferen [4, 6].

7
Kemudian pada minggu kedelapan terjadi beberapa perubahan yang
dipengaruhi oleh gen SRY pada kromosom Y. Perubahan tersebut
diantaranya:
1. Sel intertisial leydig menghasilkan banyak testosterone
2. Korda seks primitif berploriferasi membentuk korda medularis (testis)
dan pada bulan keempat korda testis terdiri dari sel germinativum
primitif dan sel sertoli.
3. Terbentuk jaringan ikat yang disebut tunika albuginea [6].

Pada awalnya terdapat dua pasang duktus, yaitu : diktus mesonefrikus


(duktus Wolfii) dan duktus para mesonefrikus (duktus Müller). Namun,
karean pengaruh gen SRY yang bekerja sama dengan gen otosom SOX9
menyebabkan peningkatan dari produksi faktor steroidogenesis 1 (SF1) dan
mengakibatkan regresi pada duktus paramesonefrikus (duktus Müller) dan
diferensiasi duktus mesonefrikus (duktus Wolfii) menjadi duktus deferens,
vesicula seminalis, duktus eferen dan epididimis, yang terjadi pada kurang
lebih bulan keempat. Selain itu, regresi duktus paramesonefrikus juga
dipengaruhi oleh faktor inhibisi duktus Müller [6].
Perkembangan genitalia pria dipengaruhi oleh hormon testosteron
yang disekresi oleh testis. Dimulai pada minggu ketiga akan terbentuk
sepasang lipatan kloaka yang berasal dari regio primitive streak. Pada
bagian kranial lipatan kloaka akan menyatu membentuk tuberkulum
genitale. Sementara itu pada bagian kaudal sebelah anterior, lipatan kloaka
akan menjadi lipatan uretra dan pada bagian sebelah posterior akan
membentuk lipatan anus. Selain itu, terdapat pula penebalan genital, yang

8
terdapat dikedua sisi lipatan urtera yang akan membentuk penebalan
skrotum [6].
Proses pembentukan genitalia eksterna pria, awalnya akan terjadi
pemanjangan cepat tubernakulum genitale ke arah depan, disebut sebagai
phallus (penis). Kemudian selama pemanjangan, phallus menarik lipatan
uretra ke arah depan, sehingga lipatan uretra tersebut membentuk dinding
lateral dari alur uretra. Alur uretra ini berjalan disepanjang kaudal phallus
yang memanjang, namun tidak sampai bagian distal glans penis. Pada akhir
bulan ketiga, kedua lipatan uretra menutupi lempeng uretra dan menjadi
uretra penis. Kemudian, bagian paling distal penis terbebtuk saat saat
ektoderm dari ujung glans menembus ke arah dalam membentuk korda
epitel pendek dan pada akhirnya akan membentuk ostium uretra eksterna
pada bulan keempat. Dalam hal ini, apabila penyatuan lipatan uretra tidak
sempurna, maka akan menyebabkan terbentuknya muara meatus uretra yang
abnormal di permukaan inferior penis. Kelainan ini disebut sebagai
Hipospadia. Insidensi penyakit ini terjadi pada 3-5 kasus/1000 kelahiran [6].

C. Histologi Sistem Reproduksi Pria


1. Tubulus Seminiferus

Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis


yang dikelililngi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan

9
peritubular yang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel fibroblast
dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Diduga kontraksi sel
mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferous dan
membantu pergerakan spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh
epitel berlapis majemuk. Garis tengahnya lebih kurang 150-250 μm dan
panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250
m [7].
Tubulus kontortus ini membentuk jalinan yang tempat masing-
masing tubulus berakhir buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap
lobulus, lumennya menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang
dikenal sebagai tubulus rektus, atau tubulus lurus, yang
menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran-saluran
berlapis epitel yang berkesinambungan yaitu rete testis. Rete ini,
terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan dengan
bagian kepala epididimis oleh 10-20 duktulus eferentes [8].
Tubulus seminiferus terdiri sel spermatogenik dan sel Sertoli yang
mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang berkembang, hal
ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik
membentuk sebagian terbesar dari lapisan epitel dan melalui proliferasi
yang kompleks akan menghasilkan spermatozoa. Diameter tubulus
seminiferus adalah jarak antar dua titik yang bersebrangan pada garis
tenganya, titik tersebut berada pada membrana basalis tubulus
seminiferous[7, 8].

2. Sel-sel Germinal
Spermatogonium adalah sel spermatif yang terletak di samping
lamina basalis. Sel spermatogonium relatif kecil, bergaris tengah sekitar
12 μm dan intinya mengandung kromatin pucat. Pada keadaan
kematangan kelamin, sel ini mengalami sederetan mitosis lalu
terbentuklah sel induk atau spermatogonium tipe A, dan mereka
berdiferensiasi selama siklus mitotik yang progresif menjadi
spermatogonium tipe B. Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk

10
garis keturunan spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B
merupakan sel progenitor yang berdiferensiasi menjadi spermatosit
primer. Spermatosit primer adalah sel terbesar dalam garis turunan
spermatogenik ini dan ditandai adanya kromosom dalam tahap proses
penggelungan yang berbeda di dalam intinya. Spermatosit primer
memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N DNA [7, 8].
Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena
merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase interfase yang
sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan kedua.
Spermatosit sekunder memilki 23 kromosom (22+X atau 22+Y) dengan
pengurangan DNA per sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan
spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki
ukuran yang kecil garis tengahnya 7-8 μm, inti dengan daerah-daerah
kromatin padat dan lokasi jukstaluminal di dalam tubulus seminiferus.
Spermatid mengandung 23 kromosom. Karena tidak ada fase S (sintesis
DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis pertama dan kedua dari
spermatosit, maka jumlah DNA per sel dikurangi setengahnya selama
pembelahan kedua ini menghasilkan sel-sel haploid (1N) [7, 8].

3. Sel Sertoli
Sel Sertoli adalah sel pyramid memanjang yang sebagian memeluk sel-
sel dari garis keturunan spermatogenik. Dasar sel Sertoli melekat pada
lamina basalis, sedangkan ujung apeksnya sering meluas ke dalam
lumen tubulus seminiferus. Dengan mikroskop cahaya, bentuk sel
Sertoli tidak jelas terlihat karena banyaknya juluran lateral yang
mengelilingi sel spermatogenik. Kajian dengan mikroskop electron
mengungkapkan bahwa sel ini mengandung banyak reticulum
endoplasma licin, sedikit retikulum endoplasma kasar, sebuah kompleks
Golgi yang berkembang baik, dan banyak mitokondria dan lisosom. Inti
yang memanjang yang sering berbentuk segitiga, memiliki banyak
lipatan dan sebuah anak inti yang mencolok, memiliki sedikit
heterokromatin. Fungsi utama sel Sertoli adalah untuk menunjang,

11
melindungi dan mengatur nutrisi spermatozoa. Selain itu, sel Sertoli
juga berfungsi untuk fagositosis kelebihan sitoplasma selama
spermatogenesis, sekresi sebuah protein pengikat androgen dan inhibin,
dan produksi hormon anti-Mullerian [7, 8].

4. Sel Leydig
Sel insterstisial Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran
mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok
memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh susunan-susunan
tubulus seminiferus. Sel-sel tersebut besar dengan sitoplasma sering
bervakuol pada sajian mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-
butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula dijumpai
sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya dengan benda-benda
inklusi seperti titik lipid, dan pada manusia juga mengandung kristaloid
berbentuk batang. Celah di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi
kumpulan jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe [7, 8].

12
D. Anatomi Sistem Reproduksi Pria
Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan
organ genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari testis,
epididymis, ductus deferens, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks
tambahan. Sementara itu organ genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra,
dan skrotum [9].

13
a. Organ Genitalia Masculina Interna
1. Testis
Testis berbentuk seperti telur yang berukuran 4x3 cm yang
dikelilingi oleh jaringan ikat kolagen (tunika albuginea). Tunika
albuginea akan memberikan septa ke dalam parenkim testis dan
membagi menjadi beberapa lobulus. Setiap lobulus mengandung 1-
4 tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus merupakan tempat
produksi sperma. Pada ujung tubulus seminiferus ini terdapat
tubulus rektus yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan
rete testis. Rete testis terdapat dalam jaringan ikat mediastinum
yang dihubungkan oleh 10-20 duktus eferen yang ke distal menyatu
pada duktus epididimis [9, 10].

2. Epididimis
Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang
sekitar 4-6 meter yang terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di
dalam epididimis, spermatozoa akan matang sehingga menjadi
mortil dan fertil. Setelah melalui epididimis yang merupakan
tempat penyimpanan sperma sementara, sperma akan menuju
duktus deferen [11].

3. Ductus Deferens dan Funiculus Spermaticus


Duktus deferen/vas deferen adalah suatu saluran lurus berdinding
tebal yang akan menuju uretra pars prostatika.18 Duktus deferen

14
bersama pembuluh darah dan saraf, dalam selubung jaringan ikat
disebut funiculus spermaticus yang akan melalui kanalis inguinalis
[9, 11]
.

4. Kelenjar Seks Tambahan


Kelenjar seks tambahan terdiri dari sepasang vesikula seminalis,
prostat, dan sepasang kelenjar bulbouretral. Vesikula seminalis
terletak di bagian dorsal vesika urinaria dan menghasilkan sekitar
60% dari volume cairan semen. Sekresi dari vesikula seminalis
mengandung fruktosa, prostaglandin, fibrinogen, dan vitamin C.
Fruktosa memiliki fungsi sebagai sumber energi primer untuk
sperma, sedangkan prostaglandin memiliki fungsi merangsang
kontraksi otot polos sehingga memudahkan transfer sperma Saluran
dari masing-masing vesikula seminalis bergabung dengan duktus
deferens pada sisi yang sama untuk membentuk duktus
ejakulatorius. Dengan demikian, sperma dan cairan semen masuk
uretra bersama selama ejakulasi. Kelenjar prostat terletak di bawah
dasar vesika urinaria. Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa
yang menetralkan sekresi vagina yang asam, enzim pembekuan,
dan fibrinolisin. Kelenjar bulbouretral terletak di dalam otot
perineal dan menghasilkan cairan mukoid untuk pelumas [9, 10, 11].

b. Organ Genitalia Masculina Eksterna


1. Penis
Penis terbagi menjadi radix, corpus, dan glans penis. Penis terdiri
dari 3 massa silindris yaitu dua corpora cavernosa yang dipisahkan
oleh septum dan terletak di dorsal serta satu corpus spongiosum
yang mengelilingi uretra dan terletak di ventral. Glans penis adalah
ujung terminal dari corpus spongiosum yang membesar dan
menutupi ujung bebas kedua corpora cavernosa penis. Preputium
adalah lipatan kulit yang retraktil pada glans penis yang akan
dipotong dalam sirkumsisi [9, 10].

15
2. Uretra
Uretra terdiri dari 3 bagian yaitu uretra prostatika, uretra
membranosa, dan uretra spongiosa [10].

3. Skrotum
Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di luar rongga
perut, antara kaki dan dorsal penis. Terdiri dari 2 kantung yang
masing-masing diisi oleh testis, epididimis, dan bagian caudal
funiculus spermaticus. Dalam kondisi normal, suhu skrotum 3°C
lebih rendah dari suhu tubuh agar dapat memproduksi sperma yang
sehat [11].

E. Biokimia Sistem Reproduksi Pria


a. Testosteron
Suatu steroid yang di sintesis dari kolesterol oleh sel leydig di
interstisial tubulus seminiferus convulutus. Proses sintesisnya
terutama di bantu oleh 17a-hidroksilase. Sekresi testosterone berada di
bawah kendali LH, dengan melalui peningkatan pembentukan CAMP
setelah melekatnya LH di reseptor LH pada sel leydig. AMP siklik
akan meningkatkan pembentukan kolesterol dari ester kolesteril dan
perubahan kolesterol menjadi pregnenolon. Sekresi normal nya adalah
4-9 mg/hari pada pria dewasa normal. Pada wanita juga di juga di
sekresikan (diduga dari ovarium) namun dalam jumlah kecil. Pada
beberapa sel sasaran, testosterone di ubah menjadi dihidrotestosteron
(DHT) oleh 5a- reduktase, hal ini di sebabkan karena ikatan DHT
dengan reseptor testosterone pada sel cenderung lebih stabil, sehingga
akan meingkatkan efek nya pada sel target [12].

b. Biokimia Sistem Urinaria


Urin Bersama dengan urin, disekresikan juga air dan senyawa-
senyawa yang larut dalam air. Jumlah dan komposisi urin sangat

16
berubah-ubah dan tergantung pemasukan bahan makanan, berat
badan, usia, jenis kelamin, dan lingkungan hidup seperti temperatur,
kelembaban, aktivitas tubuh dan keadaan kesehatan. Seorang dewasa
memproduksi 0,5-2,0 liter urin setiap hari, yang terdiri atas kurang
lebih 90% air. Urin mempunyai suatu nilai pH yang asam (kira-kira
5,8). Tentu saja nilai pH urin sangat dipengaruhi oleh keadaan
metabolisme. Setelah maka sejumlah besar bahan makanan dari
[12,
tumbuh-tumbuhan, nilai pH urin dapat meningkat hingga diatas 7
13]
.
1. Komponen Organik
Ekskresi komponen organik adalah senyawa- senyawa nitrogen.
Urea, yang di sintesis di dalam hati, adalah bentuk ekskresi
nitrogen yang berasal dari protein dan asam amino.
Konsentrasinya mencerminkan metabolisme protein: 70 g protein
menyebabkan pembentukan kira-kira 30 g urea. Asam urat adalah
produk akhir dari metabolisme purin. Kreatinin, yang dibentuk
dari kreatin melalui siklisasi spontan dan ireversibel, berasal dari
metabolisme otot. Karena jumlah kreatinin yang dikeluarkan
setiap hari dari satu individu adalah konstan, jumlah ini
berbanding langsung dengan massa otot, maka kreatinin dapat
digunakan sebagai ukuran kuantitatif untuk komponen-komponen
urin lainnya. Asam amino sebagai hasil metabolisme hati, jumlah
asam amino yang dikeluarkan secara bebas sangat tergantung dari
makanan dan kemampuan kerja hati. Derivat asam amino juga
muncul dalam urin (misalnya: hipurat) [12, 13].
Terdapat suatu proteohormon, yaitu human choriogonadotropin
(HCG), yang terbentuk pada awal kehamilan dan masuk ke dalam
darah, terdapat di dalam urine karena ukurannya yang sangat
kecil. Hal ini dipakai sebagai prinsip dasar suatu pemeriksaan
kehamilan secara imunologik. Warna kuning urine disebabkan
oleh urokrom, yaitu famili zat warna empedu, yang terbentuk
pada pemecahan hemoglobin. Bila dibiarkan dalam udara terbuka,

17
urokrom dapat teroksidasi, sehingga urin dapat menjadi berwarna
kuning tua [12, 13].

2. Komponen Anorganik
Di dalam urine terdapat kation Na*, Kt, Ca2+, Mg2, dan NH,
demikian juga anion Cl, So,?,HPOf selain ion-ion lainnya dalam
jumlah kecil. Akan tetapi, kalsium dan magnesium terdapat juga
dalam tinja dalam jumlah yang lebih besar. Jumlah komponen
anorganik diterntukan oleh komposisi bahan makanan. Pada
keadaan asidosis, ekskresi amoniak dapat sangat meningkat.
Ekskresi dari banyak ion-ion berada dibawah kontrol hormone [13].

F. Fisiologi Sistem Reproduksi Pria


1. Peran Testosteron dan FSH dalam Spermatogenesis
Baik testosteron maupun FSH berperan penting dalam mengontrol
spermatogenesis, masing masing menimbulkan efek dengan bekerja
pada sel Sertoli. Testosteron esensial bagi mitosis dan meiosis sel-sel
germinativum sementara FSH diperlukan untuk remodeling spermatid.
Konsentrasi testosteron jauh lebih tinggi di testis daripada di darah
karena cukup banyak dari hormon yang diproduksi lokal oleh sel
Sertoli ini ditahan didalam cairan intratubulus dalam bentuk kompleks
dengan protein pengikat androgen yang dikeluarkan oleh sel Sertoli
[14]
. Hanya dengan konsentrasi testosteron testis yang tinggi ini
produksi sperma dapat dipertahankan. Aktivitas seks pria melibatkan
dua komponen: (1) ereksi, atau mengerasnya penis yang normalnya
lunak agar penis dapat masuk ke dalam vagina, dan (2) ejakulasi, atau
penyemprotan kuat semen ke dalam uretra dan keluar dari penis.
Selain komponen-komponen yang berkaitan erat dengan reproduksi
ini, siklus respon seks mencakup respon fisiologik yang lebih luar
yang dapat dibagi menjadi empat fase:
1. Fase eksitasi yang mencakup ereksi dan meningkatnya
perasaan seksual.

18
2. Fase plato, yang ditandai oleh intensifikasi respons- respons,
ditambah respons yang lebih menyeluruh misalnya
peningkatan kecepatan jantung, tekanan darah, pernafasan, dan
ketegangan otot.
3. Fase orgasme, yang mencakup ejakulasi serta respons lain
yang menjadi puncak eksitasi seksual dan secara kolektif
dialami sebagai kenikmatan fisik yang intens.
4. Fase resolusi, yaitu kembalinya genitalia dan sistem tubuh ke
keadaan sebelum rangsangan [14, 15].

2. Refleks Ereksi
Refleks ereksi adalah suaru refleks spinal yang dipicu oleh stimulasi
mekanoreseptor yang sangat peka di glans penis, yang menutupi ujung
penis. Melalui pusat pembentuk ereksi yang terletak di bagian bawah
medula spinalis, stimulasi taktil pada glans akan secara refleks
memicu peningkatan aktivitas vasodilatasi parasimpatis dan
penurunan aktivitas vasodilatasi parasimpatis dan penurunan aktivitas
vasokonstriksi simpatis ke arteriol-arteriol penis. Akibatnya adalah
vasokonstriksi hebat dan cepat, sehingga terjadilah ereksi [15, 16].

3. Ejakulasi Mencakup Emisi dan Ekspulsi


Komponen kedua pada tindakan seks pria adalah ejakulasi. Seperti
ereksi, ejakulasi adalah suatu refleks spinal. Rangsangan taktil dna
psikis yang sama yang menyebabkan ereksi akan menyebabkan
ejakulasi ketika tingkat eksitasi meningkat mencapai suatu puncak.
Respons ejakulasi keseluruhan terjadi dalam dua fase: emisi dan
ekspulsi [14, 16].
 Emisi
Pertama, impuls simpatis menyebabkan rangkaian kontraksi
otot polos di prostat, saluran reproduksi, dan vesikula
seminalis. Aktivitas kontraktil ini mengalirkan cairan prostat,

19
kemudian sperma, dan akhirnya cairan vesikula seminalis
(secara kolektif disebut semen) ke dalam uretra. Fase refleks
ejakulasi ini disebut emisi. Selama waktu itu, sfingter di leher
kandung kemih tertutup erat untuk mencegah semen masuk ke
kandung kemih dan urin keluar bersama dengan ejakulat
melalui uretra [14, 16].
 Ekspulsi
Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang
mengaktifkan serangkaian otot rangka di pangkal penis.
Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada interval 0,8 detik dan
meningkatkan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar
melalui uretra ke eksterior. Ini adalah fase ekspulsi dari
ejakulasi [14, 16].
 Orgasme
Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai
oleh ritmik involunter otot-otot panggul dan meningkatkan
intensitas respons tubuh keseluruhan yang lebih tinggi dari
fase-fase sebelumnya. Nafas menjadi berat, kecepatan jantung
mencapai 180 kali permenit, kontraksi otot rangka generalisata
yang mencolok, dan peningkatan emosi, merupakan ciri dari
fase orgasme. Respons panggul dan sistemik yang
meningkatkan tindakan seks ini berkaitan dengan rasa nikmat
intens yang ditandai oleh perasaan lepas dan puas [14, 16].

20
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Remaja dalam bahasa Latin disebut adolescence yang artinya
tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja adalah
masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis.
Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap
transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut
WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10
sampai 19 tahun dan belum kawin. Remaja adalah anak usia 10-24 tahun
yang merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan

21
sebagai titik awal proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini.
Pubertas adalah proses kematangan dan pertumbuhan yang terjadi ketika
organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan karakteristik seks sekunder
mulai muncul. Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia
interna dan organ genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari
testis, epididymis, ductus deferens, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks
tambahan. Sementara itu organ genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra,
dan skrotum. Berdasarkan skenario, penulis menarik kesimpulan bahwa si
anak tersebut memasuki masa pubertas dengan tanda-tanda keluarnya cairan
kental saat tidur. Hal tersebut normal pada anak yang mengalami pubertas,
karena terjadinya mimpi basah atau emisi nokturnal adalah pengeluaran
sperma atau ejakulasi saat tidur di malam hari. Kondisi ini mulai saat
pubertas ketika tubuh mulai memproduksi testosteron lebih banyak.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Wang J, Kwok MK, Yeung SL, Zhao J, Li AM, Lam HS, Leung GM,
Schooling CM. Age of puberty and Sleep duration: Observational and
Mendelian randomization study. Scientific reports. 2020 Feb
21;10(1):1-8.

2. Señaris JA, Diago CA. Male precocious puberty described in


literature of the Spanish Golden Age. Hormones. 2020 Feb 10:1-2.

3. Lee, H. S., Sohn, Y. B., Kum, C. D., Hwang, J. S., & Lim, J. S. (2019,
August). Effect of Gonadotropin-Releasing Hormone Agonists on
Auxological Outcomes of Korean Boys with Central Precocious
puberty and Early Puberty. In 58th Annual ESPE (Vol. 92). European
Society for Paediatric Endocrinology.

4. Velho A, Wang H, Koenig L, Grant KE, Menezes ES, Kaya A, Moura


A, Memili E. Expression dynamics of Integrin Subunit Beta 5 in
bovine gametes and embryos imply functions in male fertility and
early embryonic development. Andrologia. 2019 Aug;51(7):e13305.

5. Mahabadi JA, Sabzalipoor H, Nikzad H, Seyedhosseini E, Enderami


SE, Gheibi Hayat SM, Sahebkar A. The role of microRNAs in
embryonic stem cell and induced pluripotent stem cell differentiation
in male germ cells. Journal of cellular physiology. 2019
Aug;234(8):12278-89.

6. Langman, T.W. Sadler. Embriologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2010.

7. Liang YQ, Jing Z, Pan CG, Lin Z, Zhen Z, Hou L, Dong Z. The
progestin norethindrone alters growth, reproductive histology and
gene expression in zebrafish (Danio rerio). Chemosphere. 2020 Mar
1;242:125285.

8. Mescher, A. L. Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 2012.
9. Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. Gray’s
Anatomy: Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014.

10. Paulsen, F. dan Waschke, J, Atlas Anatomi Manusia Sobotta : Edisi


23, Penerbit Buku Kedoktera n EGC: 2013.

11. Sullivan R, Légaré C, Lamontagne‐Proulx J, Breton S, Soulet D.


Revisiting structure/functions of the human epididymis. Andrology.
2019 Sep;7(5):748-57.

12. Jayanthi R, Srinivasan AR. Sex hormone independent associations


between insulin resistance and thyroid status–a gender based
biochemical study on clinically euthyroid non-obese, overweight and
obese type 2 diabetics'. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical
Research & Reviews. 2019 May 1;13(3):2286-91.

13. Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper


(27 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009.

14. Schlegel PN, Katzovitz MA. Male reproductive physiology.


InUrologic Principles and Practice 2020 (pp. 41-62). Springer, Cham.

15. Salas‐Huetos A, James ER, Aston KI, Carrell DT, Jenkins TG, Yeste
M. The role of miRNAs in male human reproduction: A systematic
review. Andrology. 2020 Jan;8(1):7-26.

16. Guyton, A. C., Hall, J. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC; 2014.
RUBRIK PENILAIAN UNTUK PENULISAN LAPORAN

(UNTUK MAHASISWA SEMESTER II)

NAMA Mahasiswa : DEWI SAPTARINA

NIM : 1910911220030

NO ASPEK PENILAIAN BOBOT SKOR (1-4)* BOBOT x SKOR


1 Format 10
 Halaman Judul
 Daftar Isi
 Pendahuluan
 Isi
 Kesimpulan
 Daftar Pustaka
 Lampiran (jika ada)

2 Pendahuluan 15
 Menyebutkan alasan
penulisan makalah
 Menyebutkan tujuan
penulisan makalah
3 Metode Penulisan 5
 Menyebutkan teknik
penulisan makalah
4 Isi 45
 Sesuai dengan sasaran belajar
(seperti tercantum untuk
setiap skenario dalam buku
blok)
5 Kesimpulan 15
6 Daftar Pustaka 10
 Referensi relevan dengan
masalah yang diteliti (jumlah
minimal 10 buah, dan
minimal 30%-nya harus
bersumber pada jurnal
ilmiah)
 Menggunakan sistem rujukan
pustaka yang baku yang
dianut secara konsisten
(Sistem Vancouver)
 Menggunakan sumber
rujukan pustaka terbaru (10
tahun terakhir)
100 NILAI AKHIR =
[(Bobot x Skor)] :
4

Banjarmasin, ..... Maret 2020

TUTOR

(....................................................)

*Catatan:

Skor 1 : jika memuat <50% aspek yang dinilai

Skor 2 : jika memuat minimal 50% aspek yang dinilai

Skor 3 : jika memuat minimal 80% aspek yang dinilai

Skor 4 : jika memuat semua aspek yang dinilai

Anda mungkin juga menyukai