SKENARIO 1
OLEH:
DEWI SAPTARINA
NIM. 1910911220030
KELOMPOK 7
FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan makalah pengganti tutorial pertama blok fungsi normal
Reproduksi dan Urogenital. Makalah ini telah penulis susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis
berharap semoga makalah pengganti tutorial pertama blok fungsi normal
Reproduksi dan Urogenital ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
SKENARIO............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
BAB II METODE PENULISAN ......................................................... 3
BAB III ISI
A. Remaja dan Pubertas............................................................. 5
B. Embriologi Sistem Reproduksi Pria...................................... 6
C. Histologi Sistem Reproduksi Pria......................................... 9
D. Anatomi Sistem Reproduksi Pria.......................................... 12
E. Biokimia Sistem Reproduksi Pria......................................... 15
F. Fisiologi Sistem Reproduksi Pria.......................................... 17
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
iii
SKENARIO 1
Sudah Dewasa!!
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
mengetahui dan dapat menjelaskan mengenai hormon yang bekerja pada
masa pubertas remaja laki-laki, serta untuk mengetahui dan dapat
menjelaskan bagaimana embriologi dari organ-organ reproduksi remaja
laki-laki yang mengalami pubertas.
2
BAB II
METODE PENULISAN
C. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan
sesuai dengan topik yang dibahas.
D. Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik
kajian. Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang
telah dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.
E. Penarikan Kesimpulan
3
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah,
tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik
mempresentasikan pokok bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran
praktis sebagai rekomendasi selanjutnya.
4
BAB III
ISI
5
mulai berkembang ciri - ciri seks sekunder dan sel – sel diproduksi
dalam organ - organ seks.
c. Tahap Pascapuber
Pada tahap ini menyatu dengan tahun pertama dan kedua masa remaja.
Pada tahap ini ciri -ciri seks sekunder sudah berkembang dengan baik
dan organ-organ seks juga berfungsi secara matang [1, 3].
6
membuahi oosit maka akan menjadi anak laki-laki. Namun sebaliknya,
apabila sperma yang membawa kromosom X yang membuahi oosit
maka akan menjadi anak perempuan [6].
2. Tahap gonad : tahap perkembangan testis atau ovarium [6].
3. Tahap fenotip : tahap diferensiasi membentuk sistem reproduksi [6].
7
Kemudian pada minggu kedelapan terjadi beberapa perubahan yang
dipengaruhi oleh gen SRY pada kromosom Y. Perubahan tersebut
diantaranya:
1. Sel intertisial leydig menghasilkan banyak testosterone
2. Korda seks primitif berploriferasi membentuk korda medularis (testis)
dan pada bulan keempat korda testis terdiri dari sel germinativum
primitif dan sel sertoli.
3. Terbentuk jaringan ikat yang disebut tunika albuginea [6].
8
terdapat dikedua sisi lipatan urtera yang akan membentuk penebalan
skrotum [6].
Proses pembentukan genitalia eksterna pria, awalnya akan terjadi
pemanjangan cepat tubernakulum genitale ke arah depan, disebut sebagai
phallus (penis). Kemudian selama pemanjangan, phallus menarik lipatan
uretra ke arah depan, sehingga lipatan uretra tersebut membentuk dinding
lateral dari alur uretra. Alur uretra ini berjalan disepanjang kaudal phallus
yang memanjang, namun tidak sampai bagian distal glans penis. Pada akhir
bulan ketiga, kedua lipatan uretra menutupi lempeng uretra dan menjadi
uretra penis. Kemudian, bagian paling distal penis terbebtuk saat saat
ektoderm dari ujung glans menembus ke arah dalam membentuk korda
epitel pendek dan pada akhirnya akan membentuk ostium uretra eksterna
pada bulan keempat. Dalam hal ini, apabila penyatuan lipatan uretra tidak
sempurna, maka akan menyebabkan terbentuknya muara meatus uretra yang
abnormal di permukaan inferior penis. Kelainan ini disebut sebagai
Hipospadia. Insidensi penyakit ini terjadi pada 3-5 kasus/1000 kelahiran [6].
9
peritubular yang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel fibroblast
dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Diduga kontraksi sel
mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferous dan
membantu pergerakan spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh
epitel berlapis majemuk. Garis tengahnya lebih kurang 150-250 μm dan
panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250
m [7].
Tubulus kontortus ini membentuk jalinan yang tempat masing-
masing tubulus berakhir buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap
lobulus, lumennya menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang
dikenal sebagai tubulus rektus, atau tubulus lurus, yang
menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran-saluran
berlapis epitel yang berkesinambungan yaitu rete testis. Rete ini,
terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan dengan
bagian kepala epididimis oleh 10-20 duktulus eferentes [8].
Tubulus seminiferus terdiri sel spermatogenik dan sel Sertoli yang
mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang berkembang, hal
ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik
membentuk sebagian terbesar dari lapisan epitel dan melalui proliferasi
yang kompleks akan menghasilkan spermatozoa. Diameter tubulus
seminiferus adalah jarak antar dua titik yang bersebrangan pada garis
tenganya, titik tersebut berada pada membrana basalis tubulus
seminiferous[7, 8].
2. Sel-sel Germinal
Spermatogonium adalah sel spermatif yang terletak di samping
lamina basalis. Sel spermatogonium relatif kecil, bergaris tengah sekitar
12 μm dan intinya mengandung kromatin pucat. Pada keadaan
kematangan kelamin, sel ini mengalami sederetan mitosis lalu
terbentuklah sel induk atau spermatogonium tipe A, dan mereka
berdiferensiasi selama siklus mitotik yang progresif menjadi
spermatogonium tipe B. Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk
10
garis keturunan spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B
merupakan sel progenitor yang berdiferensiasi menjadi spermatosit
primer. Spermatosit primer adalah sel terbesar dalam garis turunan
spermatogenik ini dan ditandai adanya kromosom dalam tahap proses
penggelungan yang berbeda di dalam intinya. Spermatosit primer
memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N DNA [7, 8].
Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena
merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase interfase yang
sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan kedua.
Spermatosit sekunder memilki 23 kromosom (22+X atau 22+Y) dengan
pengurangan DNA per sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan
spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki
ukuran yang kecil garis tengahnya 7-8 μm, inti dengan daerah-daerah
kromatin padat dan lokasi jukstaluminal di dalam tubulus seminiferus.
Spermatid mengandung 23 kromosom. Karena tidak ada fase S (sintesis
DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis pertama dan kedua dari
spermatosit, maka jumlah DNA per sel dikurangi setengahnya selama
pembelahan kedua ini menghasilkan sel-sel haploid (1N) [7, 8].
3. Sel Sertoli
Sel Sertoli adalah sel pyramid memanjang yang sebagian memeluk sel-
sel dari garis keturunan spermatogenik. Dasar sel Sertoli melekat pada
lamina basalis, sedangkan ujung apeksnya sering meluas ke dalam
lumen tubulus seminiferus. Dengan mikroskop cahaya, bentuk sel
Sertoli tidak jelas terlihat karena banyaknya juluran lateral yang
mengelilingi sel spermatogenik. Kajian dengan mikroskop electron
mengungkapkan bahwa sel ini mengandung banyak reticulum
endoplasma licin, sedikit retikulum endoplasma kasar, sebuah kompleks
Golgi yang berkembang baik, dan banyak mitokondria dan lisosom. Inti
yang memanjang yang sering berbentuk segitiga, memiliki banyak
lipatan dan sebuah anak inti yang mencolok, memiliki sedikit
heterokromatin. Fungsi utama sel Sertoli adalah untuk menunjang,
11
melindungi dan mengatur nutrisi spermatozoa. Selain itu, sel Sertoli
juga berfungsi untuk fagositosis kelebihan sitoplasma selama
spermatogenesis, sekresi sebuah protein pengikat androgen dan inhibin,
dan produksi hormon anti-Mullerian [7, 8].
4. Sel Leydig
Sel insterstisial Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran
mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok
memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh susunan-susunan
tubulus seminiferus. Sel-sel tersebut besar dengan sitoplasma sering
bervakuol pada sajian mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-
butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula dijumpai
sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya dengan benda-benda
inklusi seperti titik lipid, dan pada manusia juga mengandung kristaloid
berbentuk batang. Celah di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi
kumpulan jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe [7, 8].
12
D. Anatomi Sistem Reproduksi Pria
Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan
organ genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari testis,
epididymis, ductus deferens, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks
tambahan. Sementara itu organ genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra,
dan skrotum [9].
13
a. Organ Genitalia Masculina Interna
1. Testis
Testis berbentuk seperti telur yang berukuran 4x3 cm yang
dikelilingi oleh jaringan ikat kolagen (tunika albuginea). Tunika
albuginea akan memberikan septa ke dalam parenkim testis dan
membagi menjadi beberapa lobulus. Setiap lobulus mengandung 1-
4 tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus merupakan tempat
produksi sperma. Pada ujung tubulus seminiferus ini terdapat
tubulus rektus yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan
rete testis. Rete testis terdapat dalam jaringan ikat mediastinum
yang dihubungkan oleh 10-20 duktus eferen yang ke distal menyatu
pada duktus epididimis [9, 10].
2. Epididimis
Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang
sekitar 4-6 meter yang terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di
dalam epididimis, spermatozoa akan matang sehingga menjadi
mortil dan fertil. Setelah melalui epididimis yang merupakan
tempat penyimpanan sperma sementara, sperma akan menuju
duktus deferen [11].
14
bersama pembuluh darah dan saraf, dalam selubung jaringan ikat
disebut funiculus spermaticus yang akan melalui kanalis inguinalis
[9, 11]
.
15
2. Uretra
Uretra terdiri dari 3 bagian yaitu uretra prostatika, uretra
membranosa, dan uretra spongiosa [10].
3. Skrotum
Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di luar rongga
perut, antara kaki dan dorsal penis. Terdiri dari 2 kantung yang
masing-masing diisi oleh testis, epididimis, dan bagian caudal
funiculus spermaticus. Dalam kondisi normal, suhu skrotum 3°C
lebih rendah dari suhu tubuh agar dapat memproduksi sperma yang
sehat [11].
16
berubah-ubah dan tergantung pemasukan bahan makanan, berat
badan, usia, jenis kelamin, dan lingkungan hidup seperti temperatur,
kelembaban, aktivitas tubuh dan keadaan kesehatan. Seorang dewasa
memproduksi 0,5-2,0 liter urin setiap hari, yang terdiri atas kurang
lebih 90% air. Urin mempunyai suatu nilai pH yang asam (kira-kira
5,8). Tentu saja nilai pH urin sangat dipengaruhi oleh keadaan
metabolisme. Setelah maka sejumlah besar bahan makanan dari
[12,
tumbuh-tumbuhan, nilai pH urin dapat meningkat hingga diatas 7
13]
.
1. Komponen Organik
Ekskresi komponen organik adalah senyawa- senyawa nitrogen.
Urea, yang di sintesis di dalam hati, adalah bentuk ekskresi
nitrogen yang berasal dari protein dan asam amino.
Konsentrasinya mencerminkan metabolisme protein: 70 g protein
menyebabkan pembentukan kira-kira 30 g urea. Asam urat adalah
produk akhir dari metabolisme purin. Kreatinin, yang dibentuk
dari kreatin melalui siklisasi spontan dan ireversibel, berasal dari
metabolisme otot. Karena jumlah kreatinin yang dikeluarkan
setiap hari dari satu individu adalah konstan, jumlah ini
berbanding langsung dengan massa otot, maka kreatinin dapat
digunakan sebagai ukuran kuantitatif untuk komponen-komponen
urin lainnya. Asam amino sebagai hasil metabolisme hati, jumlah
asam amino yang dikeluarkan secara bebas sangat tergantung dari
makanan dan kemampuan kerja hati. Derivat asam amino juga
muncul dalam urin (misalnya: hipurat) [12, 13].
Terdapat suatu proteohormon, yaitu human choriogonadotropin
(HCG), yang terbentuk pada awal kehamilan dan masuk ke dalam
darah, terdapat di dalam urine karena ukurannya yang sangat
kecil. Hal ini dipakai sebagai prinsip dasar suatu pemeriksaan
kehamilan secara imunologik. Warna kuning urine disebabkan
oleh urokrom, yaitu famili zat warna empedu, yang terbentuk
pada pemecahan hemoglobin. Bila dibiarkan dalam udara terbuka,
17
urokrom dapat teroksidasi, sehingga urin dapat menjadi berwarna
kuning tua [12, 13].
2. Komponen Anorganik
Di dalam urine terdapat kation Na*, Kt, Ca2+, Mg2, dan NH,
demikian juga anion Cl, So,?,HPOf selain ion-ion lainnya dalam
jumlah kecil. Akan tetapi, kalsium dan magnesium terdapat juga
dalam tinja dalam jumlah yang lebih besar. Jumlah komponen
anorganik diterntukan oleh komposisi bahan makanan. Pada
keadaan asidosis, ekskresi amoniak dapat sangat meningkat.
Ekskresi dari banyak ion-ion berada dibawah kontrol hormone [13].
18
2. Fase plato, yang ditandai oleh intensifikasi respons- respons,
ditambah respons yang lebih menyeluruh misalnya
peningkatan kecepatan jantung, tekanan darah, pernafasan, dan
ketegangan otot.
3. Fase orgasme, yang mencakup ejakulasi serta respons lain
yang menjadi puncak eksitasi seksual dan secara kolektif
dialami sebagai kenikmatan fisik yang intens.
4. Fase resolusi, yaitu kembalinya genitalia dan sistem tubuh ke
keadaan sebelum rangsangan [14, 15].
2. Refleks Ereksi
Refleks ereksi adalah suaru refleks spinal yang dipicu oleh stimulasi
mekanoreseptor yang sangat peka di glans penis, yang menutupi ujung
penis. Melalui pusat pembentuk ereksi yang terletak di bagian bawah
medula spinalis, stimulasi taktil pada glans akan secara refleks
memicu peningkatan aktivitas vasodilatasi parasimpatis dan
penurunan aktivitas vasodilatasi parasimpatis dan penurunan aktivitas
vasokonstriksi simpatis ke arteriol-arteriol penis. Akibatnya adalah
vasokonstriksi hebat dan cepat, sehingga terjadilah ereksi [15, 16].
19
kemudian sperma, dan akhirnya cairan vesikula seminalis
(secara kolektif disebut semen) ke dalam uretra. Fase refleks
ejakulasi ini disebut emisi. Selama waktu itu, sfingter di leher
kandung kemih tertutup erat untuk mencegah semen masuk ke
kandung kemih dan urin keluar bersama dengan ejakulat
melalui uretra [14, 16].
Ekspulsi
Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang
mengaktifkan serangkaian otot rangka di pangkal penis.
Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada interval 0,8 detik dan
meningkatkan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar
melalui uretra ke eksterior. Ini adalah fase ekspulsi dari
ejakulasi [14, 16].
Orgasme
Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai
oleh ritmik involunter otot-otot panggul dan meningkatkan
intensitas respons tubuh keseluruhan yang lebih tinggi dari
fase-fase sebelumnya. Nafas menjadi berat, kecepatan jantung
mencapai 180 kali permenit, kontraksi otot rangka generalisata
yang mencolok, dan peningkatan emosi, merupakan ciri dari
fase orgasme. Respons panggul dan sistemik yang
meningkatkan tindakan seks ini berkaitan dengan rasa nikmat
intens yang ditandai oleh perasaan lepas dan puas [14, 16].
20
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Remaja dalam bahasa Latin disebut adolescence yang artinya
tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja adalah
masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis.
Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap
transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut
WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10
sampai 19 tahun dan belum kawin. Remaja adalah anak usia 10-24 tahun
yang merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan
21
sebagai titik awal proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini.
Pubertas adalah proses kematangan dan pertumbuhan yang terjadi ketika
organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan karakteristik seks sekunder
mulai muncul. Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia
interna dan organ genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari
testis, epididymis, ductus deferens, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks
tambahan. Sementara itu organ genitalia eksterna terdiri dari penis, uretra,
dan skrotum. Berdasarkan skenario, penulis menarik kesimpulan bahwa si
anak tersebut memasuki masa pubertas dengan tanda-tanda keluarnya cairan
kental saat tidur. Hal tersebut normal pada anak yang mengalami pubertas,
karena terjadinya mimpi basah atau emisi nokturnal adalah pengeluaran
sperma atau ejakulasi saat tidur di malam hari. Kondisi ini mulai saat
pubertas ketika tubuh mulai memproduksi testosteron lebih banyak.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Wang J, Kwok MK, Yeung SL, Zhao J, Li AM, Lam HS, Leung GM,
Schooling CM. Age of puberty and Sleep duration: Observational and
Mendelian randomization study. Scientific reports. 2020 Feb
21;10(1):1-8.
3. Lee, H. S., Sohn, Y. B., Kum, C. D., Hwang, J. S., & Lim, J. S. (2019,
August). Effect of Gonadotropin-Releasing Hormone Agonists on
Auxological Outcomes of Korean Boys with Central Precocious
puberty and Early Puberty. In 58th Annual ESPE (Vol. 92). European
Society for Paediatric Endocrinology.
7. Liang YQ, Jing Z, Pan CG, Lin Z, Zhen Z, Hou L, Dong Z. The
progestin norethindrone alters growth, reproductive histology and
gene expression in zebrafish (Danio rerio). Chemosphere. 2020 Mar
1;242:125285.
15. Salas‐Huetos A, James ER, Aston KI, Carrell DT, Jenkins TG, Yeste
M. The role of miRNAs in male human reproduction: A systematic
review. Andrology. 2020 Jan;8(1):7-26.
16. Guyton, A. C., Hall, J. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC; 2014.
RUBRIK PENILAIAN UNTUK PENULISAN LAPORAN
NIM : 1910911220030
2 Pendahuluan 15
Menyebutkan alasan
penulisan makalah
Menyebutkan tujuan
penulisan makalah
3 Metode Penulisan 5
Menyebutkan teknik
penulisan makalah
4 Isi 45
Sesuai dengan sasaran belajar
(seperti tercantum untuk
setiap skenario dalam buku
blok)
5 Kesimpulan 15
6 Daftar Pustaka 10
Referensi relevan dengan
masalah yang diteliti (jumlah
minimal 10 buah, dan
minimal 30%-nya harus
bersumber pada jurnal
ilmiah)
Menggunakan sistem rujukan
pustaka yang baku yang
dianut secara konsisten
(Sistem Vancouver)
Menggunakan sumber
rujukan pustaka terbaru (10
tahun terakhir)
100 NILAI AKHIR =
[(Bobot x Skor)] :
4
TUTOR
(....................................................)
*Catatan: