Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

TRAVEL MEDICINE

OLEH
HANDOKO HARTANTO
120100147

PEMBIMBING
Dr. dr Juliandi Harahap, MA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT /


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
TRAVEL MEDICINE

OLEH
HANDOKO HARTANTO
120100147

PEMBIMBING
Dr. dr Juliandi Harahap, MA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT /


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
TRAVEL MEDICINE

Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OLEH
HANDOKO HARTANTO
120100147

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT /


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : TRAVEL MEDICINE

Nama : HANDOKO HARTANTO

NIM : 120100147

Medan, 29 September 2017


Pembimbing

Dr. dr Juliandi Harahap, MA


NIP : 19700702 199802 1 001
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Travel Medicine. Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. dr. Juliandi Harahap, MA, atas kesediaan beliau meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, baik dari
segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini
di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan.
Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral
maupun spiritual, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 29 September 2017


Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i


KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Travel Medicine ...................................................................... 3
2.2. Keunikan Travel Medicine dibandingkan Praktek Konvensional ........ 3
2.3. Penyedia Jasa Pelayanan Travel Medicine ........................................... 4
2.4. Klinik Travel Medicine ......................................................................... 5
2.5. Pelayanan Travel Medicine ................................................................... 6
2.5.1 Konsultasi Pra-Perjalanan... .................................................... .....6
2.5.2 Imunisasi....... ............................................................................... 7
2.5.3 Profilaksis....... ............................................................................. 7
2.5.4. Konsultasi Pasca-Perjalanan.... ................................................... 8
2.6. Fasilitas yang Diperlukan ....................... ............................................. 9
2.7. Keahlian yang Diperlukan.... ................................................................ 9
2.8. Penentuan Waktu Konsultasi..... ......................................................... 10
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Travel Medicine atau kedokteran wisata adalah bidang ilmu kedokteran


yang mempelajari persiapan kesehatan dan penatalaksanaan masalah kesehatan
orang yang berpergian (travellers).1 Menurut statistik dari World Tourism
Organization, kunjungan tur internasional di seluruh dunia pada tahun 2010 untuk
keperluan bisnis, liburan dan lainnya berjumlah 940 juta.3
Perjalanan untuk liburan, rekreasi dan liburan menyumbang lebih dari
setengah dari semua kedatangan turis internasional (51% atau 446 juta
kedatangan). Sekitar 15% wisatawan internasional melaporkan bepergian untuk
tujuan bisnis dan profesional dan 27% lainnya bepergian untuk tujuan tertentu,
seperti mengunjungi teman dan keluarga (VFR), alasan keagamaan dan ziarah,
perawatan kesehatan, dan sebagainya. Sedikitnya separuh perjalanan datang di
tempat tujuan mereka dengan transportasi udara (51%) pada tahun 2010
sementara sisanya menempuh permukaan (49%) - baik dengan jalan darat (41%),
kereta api (2%) atau laut (6%). Seiring waktu, pangsa untuk kedatangan
transportasi udara meningkat secara bertahap. Kedatangan internasional
diperkirakan mencapai 1,6 miliar pada 2020.3
Perjalanan internasional dapat menimbulkan berbagai risiko terhadap
kesehatan, tergantung pada kebutuhan kesehatan pelancong dan jenis perjalanan
yang harus dilakukan. Wisatawan mungkin mengalami perubahan ketinggian dan
kelembaban, suhu dan keterpaparan yang signifikan secara tiba-tiba dan signifikan
terhadap berbagai penyakit menular, yang dapat menyebabkan penyakit. Selain
itu, risiko kesehatan yang serius mungkin timbul di daerah di mana akomodasi
berkualitas rendah, kebersihan dan sanitasi tidak memadai, layanan medis tidak
berkembang dengan baik dan air bersih tidak tersedia. Kecelakaan terus menjadi
penyebab paling umum morbiditas dan mortalitas pada pelancong namun juga
penting untuk melindungi pelancong dari penyakit menular.3
2

Semua individu yang merencanakan perjalanan harus mencari saran mengenai


potensi bahaya di tempat tujuan pilihan mereka dan memahami cara terbaik untuk
melindungi kesehatan mereka dan meminimalkan risiko tertular penyakit.
Perencanaan ke depan, tindakan pencegahan dan tindakan pencegahan yang tepat
dapat melindungi kesehatan mereka dan meminimalkan risiko kecelakaan dan
untuk mendapatkan penyakit. Meskipun profesi medis dan industri perjalanan
dapat memberikan bantuan dan nasihat yang luas, tetaplah tanggung jawab
wisatawan untuk mencari informasi, untuk memahami risiko yang terlibat dan
mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi kesehatan
mereka saat bepergian.3

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Agar seorang dokter atau calon dokter mampu memahami tentang travel
medicine dan aplikasinya
2. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

1.3 Manfaat

Makalah ini adalah bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang


terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya. Diharapkan
dengan makalah ini pembaca dapat lebih mengetahui dan memahami lebih
mendalam mengenai travel medicine sehingga dapat melakukan tindakan baik
sebelum perjalanan maupun sesudah perjalanan.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Travel Medicine


Travel Medicine adalah bidang kedokteran yang berkaitan dengan promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit atau hasil kesehatan buruk lainnya di
perjalanan wisatawan internasional.4 Bidang ilmu ini baru saja berkembang dalam
tiga dekade terakhir sebagai respons terhadap peningkatan arus perjalanan
internasional di seluruh dunia.1
2.2. Keunikan Travel Medicine dibandingkan Praktek Konvensional
Bidang praktek travel medicine tidak hanya diminati oleh para dokter dan
perawat, tetapi juga oleh banyak profesional lain seperti ahli farmasi, psikologi,
ahli sanitasi lingkungan, ahli kesehatan masyarakat, pelaku industri wisata dan
sebagainya. Lingkup keahlian mereka berada dalam bidang kesehatan wisata,
bukan kedokteran wisata.1 Kedokteran wisata masih belum dianggap sebagai
suatu spesialisasi tersendiri di kalangan medik dan belum ada standar pelayanan
untuk itu. Namun jelas bahwa praktek kedokteran wisata berbeda dari praktek
kedokteran konvensional. Jika praktek dokter biasanya ditujukan untuk kuratif,
maka praktek kedokteran wisata lebih banyak pada aspek promotif dan preventif.1
Dalam pelayanan kedokteran wisata, orang yang datang umumnya adalah
orang yang sehat yang membutuhkan informasi dan tidak menganggap dirinya
seorang pasien, meskipun mungkin saja statusnya berubah menjadi pasien setelah
pulang dari perjalanan.5 Di sini ada perbedaan bentuk komunikasi yang
fundamental yang harus dipahami oleh tenaga kesehatan. Dalam praktek
kedokteran konvensional, hubungan dokter-pasien umumnya adalah hubungan
terapeutik dengan model paternalistik ketika dokter menentukan apa yang terbaik
untuk si pasien.2 Namun, dalam pelayanan kedokteran wisata, dokter dan klien
mempunyai hubungan sejajar yang bersifat informatif (dokter berperan sebagai
ahli teknis), interpretif (dokter berperan sebagai konselor untuk membantu klien
memutuskan yang penting bagi dirinya), dan deliberatif (dokter berperan sebagai
4

guru yang memberi tahu klien apa yang harus dikerjakan dan mengapa hal itu
harus dikerjakan).1
Dalam bidang travel medicine, dokter tidak hanya mengupayakan
pecegahan penyakit serta menangani masalah-masalah kesehatan pada travellers
namun juga mengambil bagian dalam advokasi untuk perbaikan pelayanan
kesehatan dan keamanan untuk wisatawan.1,3 Oleh karena itu, dokter kedokteran
wisata perlu mempunyai pengetahuan yang luas dan selalu up-todate karena
perubahan-perubahan yang cepat di seluruh dunia, yang meliputi pengetahuan
wabah penyakit, tertutama emerging infectious disease, pola resistensi antibiotika,
iklim global, ekologi dan bahkan perubahan politik negara lain.1,2
Belum cukup sampai disitu, saat ini travel medicine telah jauh
berkembang dan meluas ke cabang-cabang ilmu lain seperti migrant health &
refugees, kedokteran olahraga, adventure medicine, aviation medicine,
1
bioterorisme, dan lain sebagainya.
2.3. Penyedia Jasa Pelayanan Travel Medicine
Kenyataanya di negara-negara maju, pelayanan kedokteran wisata dapat
diberikan oleh orang yang tidak berwenang menyelenggarakan praktek
kedokteran5. Padahal, tidak semua tenaga kesehatan dapat memberikan nasihat
dan pelayanan yang benar. Di negara-negara maju, klinik kedokteran wisata,
dijalankan oleh dokter yang berijin dan registered nurse. Namun latar belakang
mereka bervariasi, mulai dari dokter keluarga, internis, dokter anak, dokter
kedokteran komunitas sampai dokter spesialis infeksi tropik.5
Tenaga kesehatan (dokter dan nurse) yang berminat memberikan
pelayanan kedokteran wisata dapat mengambil studi pasca sarjana secara
internasional yang berupa sertifikasi, diploma atau master degree. Beberapa tahun
terakhir ini telah dilakukan standarisasi pengetahuan kedokteran wisata secara
internasional oleh organisasi International Society of Travel Medicine (ISTM)
dengan dilakukannya ujian untuk mendapatkan certificate of knowledge in travel
medicine.1,2,3
5

2.4. Klinik Travel Medicine


Pelayanan kedokteran wisata diberikan di klinik yang ditujukan khusus
untuk itu, yang disebut travel medicine clinic atau klinik kedokteran wisata.
Walaupun sifatnya khusus, travel medicine clinic dapat didirikan secara
terintegrasi dengan institusi kesehatan yang sudah ada. Pelayanan travel medicine
dapat diberikan dalam: 1,6

a. Klinik Dokter Umum


Sejumlah dokter umum yang kompeten dapat menyediakan jasa pelayanan
travel medicine di klinik tempat prakteknya sehari-hari. Pelayanan ini dapat
disediakan untuk pasien-pasien langganan mereka atau untuk menerima
rujukan dari klinik-klinik umum di sekitarnya. 1,2,3
b. Klinik di Rumah Sakit
Banyak travel clinic di negara-negara maju dibuat di dalam rumah sakit. Di
satu pihak hal ini cukup menguntungkan karena fasilitas yang lebih lengkap
daripada klinik umum terutama untuk laboratorium dan fasilitas
kegawatdaruratan. Namun di pihak lain, kenyamanan para klien perlu
diperhatikan mengingat mereka datang sebagai orang sehat bukan pasien.1,3
c. Travel Clinic Swasta
Pelayanan kedokteran wisata yang profesional umumnya diselenggarakan
sebagai suatu badan usaha perseroan terbatas (company) dengan saham-
saham yang dimiliki para pendirinya atau publik. Lokasi yang diambil tidak
di rumah sakit atau klinik umum, namun lebih di tempat-tempat bisnis publik,
seperti mal-mal atau pusat bisnis yang juga berdekatan dengan biro-biro
perjalanan (travel agent). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah para
klien mendapatkan akses travel advice di tempat-tempat bisnis pada jam-jam
kerja.1
d. Klinik Pelabuhan/ Maskapai Penerbangan
Selain lokasi di atas, klinik yang menyediakan pelayanan travel medicine
dapat berada di pelabuhan, baik pelabuhan laut maupun bandar udara, atau
6

klinik-klinik milik maskapai penerbangan. Yang terakhir ini baisanya juga


menyediakan fasilitas evakuasi jika dibutuhkan.1,3
e. Klinik Hotel/Daerah Tujuan Parawisata
Di Indonesia, banyak hotel dan daerah tujuan wisata memiliki klinik-klinik
khusus yang buka 24 jam. Kenyataannya, sebagian besar klinik-klinik ini
baru sebatas memberikan pelayanan kuratif kepada para turis. Namun, klinik-
klinik ini sebenarnya berpotensi menyelenggarakan pula pelayanan
kedokteran wisata untuk tujuan promotif dan preventif bagi masyarakat atau
orang asing yang tinggal di wilayahnya yang akan melakukan perjalanan.1,2

2.5. Pelayanan Travel Medicine


Sampai sejauh ini, mungkin belum terbayangkan jenis pelayanan apa yang
dapat diberikan di travel clinic di atas. Karena sifatnya yang promotif dan
preventif, pelayanan kedokteran wisata harus diberikan sebelum seseorang
melakukan perjalanan. Saat yang paling baik adalah 6-8 minggu sebelum tanggal
kebererangkatan. Namun, jika terlambat, 1-2 hari sebelum keberangkatan pun
masih dimungkinkan. Di samping itu, klien juga mungkin akan kembali ke travel
clinic setelah ia pulang bepergian, terutama jika terjadi gejala-gejala penyakit
tertentu.5,6
Pelayanan kedokteran wisata yang perlu dan dapat diberikan di travel
clinic adalah konsultasi pra-perjalanan; imuniasasi; bekal profilaksis; stand-by
treatment; dan medical kit; konsultasi dan penatalaksanaan penyakit
pascaperjalanan. Di samping itu, setiap klinik perlu mengembangkan sistem
doukmentasi rekam medik dan sarana tambahan seperti konsultasi via telepon,
apotik dan pelayanan penjualan alat-alat untuk pencegahan penyakit.1
2.5.1. Konsultasi Pra-Perjalanan
Informasi yang aktual dan akurat dapat sangat penting dalam kedokteran
wisata sehingga rekomendasi yang diberikan bukan didasarkan opini tetapi
evidence based. Nasihat perjalanan diberikan dalam bentuk konsultasi dan edukasi
mengenai risiko kesehatan yang mungkin dapat dialami klien selama bepergian,
baik sewaktu di perjalnan maupun setelah tiba di tempat tujuan. Pengetahuan yang
7

penting dikuasai oleh tenaga kesehatan sehubungan dengan hal ini antara lain
medical geography, distribusi dan epidemiologi penyakit infeksi serta kondisi-
kondisi tertentu dalam perjalanan, misalnya problem ketinggian (high altititude),
jet lag, mabuk perjalanan, temperatur tinggi dan sebagainya. Risiko khusus,
seperti bencana alam, terorisme dan konflik senjata juga perlu diperhatikan
mengingat akhir-akhir ini banyak insiden teradi di daerah wisata dengan turis
asing sebagai korban (runtuhnya gedung World Trade Center di New York,
tsunami di Pattaya, bom Bali I-II, dan lain-lain). Topik edukasi yang dapat
diberikan dalam konsultasi pra-perjalanan antara lain adalah: pencegahan penyakit
(diare, malaria, penyakit menular seksual, dll), penyakit karena kondisi
lingkungan (panas, dingin, ketinggian), jet lagI, dan mabuk perjalanan, travel
medical kits, dan sebagainya.7
2.5.2. Imunisasi
Sebagian besar nasihat perjalanan akan dilanjutkan dengan penjelasan
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Namun, imunisasi hanya
salah satu dari beberapa strategi preventif dalam kedokteran wisata.1 Ada dua
jenis imunisasi yang terkait dengan perjalanan, yaitu imunsasi wajib dan
imunisasi yang dianjurkan. Namun, terlebih dahulu harus dipastikan bahwa klien
telah melengkapi jadwal pemberian imunisasi secara ketentuan nasional, terutama
untuk anak-anak.1,2
Penting dicatat bahwa dalam menawarkan imunisasi, klien harus
mendapatkan informasi sejelas-jelasnya, yang antara lain meliputi jenis imunisasi
(wajib atau dianjurkan), jenis patogen (termasuk strain-nya) yang dapat dicegah,
daya proteksi (berapa persen sesuai dengan merk vaksin), berapa lama kekebalan
yang tercapai, kapan perlu booster, dan yang terpenting, apa efek samping yang
mungkin terjadi, mulai dari nyeri setelah disuntik sampai risiko anafilaksis.
Catatan lengkap harus dibuat sehubungan dengan vaksin yang diberikan, termasuk
merk dan nomor batch, dan pasien diminta menandatangani informed consent. 1,8
2.5.3. Profilaksis, stand-by treatment dan medical kit
Sesuai daerah tujuan klien, tenaga kesehatan dapat memberikan terapi
profilaksis, yaitu untuk malaria, jika daerah tujuan klien adalah daerah endemik
8

malaria 1. Jika klien akan menetap dalam waktu lama di daerah terpencil, ia dapat
pula diberikan bekal stand-by treatment, yaitu obat malaria yang dapat diminum
jika timbul gejala, sebelum dapat mencapai klinik terdekat. Untuk keperluan ini,
klien dapat menggunakan uji diagnostik cepat dengan dipstick test sebelum
dikonfirmasikan di laboratorium yang memadai.8
Bagi sebgaian besar klien, ada berbagai jenis medical kit yang dapat
ditawarkan untuk dibawa selama perjalanan. Untuk perjalanan bisnis atau liburan
di daerah yang tidak berisiko tinggi, ada sejumlah basic medical kit yang dapat
dipakai mengatasi problem kesehatan ringan, seperti demam, diare, jet lag, dan
luka kecil.9 Namun untuk perjalanan petualangan (adventure), diperlukan medical
kit khusus yang jauh lebih lengkap, terutama untuk mengenai kecederaan. Orang-
orang dengan kondisi medik tertentu, seperti usia lanjut, penderita diabetes, asma,
hipertensi, dan lain sebagainya juga perlu membawa obat-obatan mereka sesuai
rekomendasi dokternya. Perlu dicatat, untuk membawa obat-obatan (dan mungkin
jarum suntik)m klien perlu dibekali surat dengan keterangan bahwa obat-obatan
tersebut adalah untuk kepentingan pribadi yang di resepkan. Hal ini penting untuk
menghindari kesulitan di bea cukai jika dilakukan pemeriksaan obat-obat
terlarang.10
2.5.4. Konsultasi Pasca Perjalanan
Pelayanan kedokteran wisata yang ideal merupakan suatu kesinambungan
sejak sebelum berangkat sampai setelah pulang dari perjalanan.1 Sebanyak 1-5%
orang yang berpergian dari negara-negara maju ke negara berkembang dilaporkan
mengalami penyakit yang cukup serius selama perjalnan ;0,01-0,1% orang
membutuhkan evakuasi medik, dan 1 dari antara 100.000 orang telah meninggal.
Orang-orang yang mengalami sakit berat umumnya mereka yang mengunjungi
kenalan atau sanak saudara dan tinggal di rumah mereka sehingga risiko terpapar
patogen lebih besar daripada turis biasa.1 Pelayanan konsultasi pasca-perjalanan
membutuhkan lebih banyak keahlian dan sumber daya (dokter spesialis,
laboratorium dan penunjang diagnostik lainna). Hal ini dapat disiasati dengan
membangun kerja sama antara beberapa penyedia layanan kesehatan, misalnya
rumah sakit, laboratirum 24 jam, dan lain sebagainya.1,2,3
9

2.6. Keahlian yang Diperlukan


Dokter yang ingin menyelenggarakan praktek keodokteran wisata perlu
menguasai beberapa ketrampilan, antara lain : 1,6,7

Pengkajian kesehatan dasar yang meliputi evaluasi kondisi medik klien dan
pengkajian resiko perjalanan berdasarkan rencana perjalanan, lokasi tujuan,
cara perjalanan, aktivitas di daerah tujuan, dan lama tinggal. Kajian perlu
dibedakan antara anak-anak, orang dewasa sehat, orang lanjut usia, wanita
hamil, penderita penyakit kronik, penderita imunodefisiensi, dan orang
dengan dengan keterbatasan (cacat)
Membuat strategi untuk mengurangi risiko yang meliputi rekomendasi
imunisasi dan modifikasi perilaku untuk menjaga kesehatan
Strategi penatalaksanaan penyakit ketika bepergian yaitu langkah-
langkah yang perlu diambil klien jika ia mengalami gangguan kesehatan
Konsultasi pasca-perjalanan yaitu pengkajian kemungkinan adanya
penyakit yang terakit perjalanan setelah klien pulang dan penatalaksanaan
penyakit tersebut jika terbukti ada (termasuk mekanisme rujukan)
Keterampilan komunikasi, oleh karena klien umumnya bukan pasien,
diperlukan cara komunikasi yang berbeda. Klien dapat membahas risiko
kesehatannya bersama-sama dengan tenaga kesehatan seperti dua orang yang
sedang berdiskusi bukan seperti dokter yang memberi instruksi kepada
pasien. Alat-alat bantu seperti brosur, leaflet, dan formulir isian diperlukan
untuk menjelaskan berbagai hal kepada klien.

2.7. Fasilitas yang Perlu Ada dalam Klinik


Sebuah travel clinic yang profesional perlu mempunyai berbagai fasilitas
sebagai berikut ini : 1,9,10

Peralatan elektronik
Yaitu lemari es untuk meyimpan vaksin dan perangkat telekomunikasi,
telepon, fax dan internet
10

Bahan habis pakai


Yaitu vaksin dan obat-obatan, alat-alat disposabel, peralatan resusitasi dan
obat-obatan untuk mengatasi reaksi alergi.
Dokumen
Berupa status khusus untuk perjalanan, kartu catatan imunisasi, dan sistem
rekam medik yang baik
Formulir persetujuan tindakan medik
Yang digunakan untuk melakukan imunisasi, pemeriksaan laboratorium, dan
terapi tertentu.
Ruangan-ruangan terpisah
Untuk ruang tunggu, kamar konsultasi, dan ruang tindakan. Jika mungkin
dapat disediakan laboratorium atau bekerja sama dengan laboratorium di luar
klinik.
Protokol (protap) khusus
Yaitu untuk pengendalian infeksi (universal precaution), pembuangan
limbah, pedoman imunisasi, penyimpanan vaksin, observasi pasca-imunisasi,
kerahasiaan klien, konsultasi via telepon, penatalaksanaan gawat darurat, dan
riset.
Bahan-bahan edukasi
Yaitu brosur-brosur dan buku saku untuk berbagai masalah kesehatan dengan
pencegahannya, buku-buku tentang perjalanan, informasi jaringan pelayanan
kesehatan, informasi tentang alat-alat pencegahan penyakit : kelambu, insect
repellent; cara sterilisasi air, medical kit dan sebagainya.
2.8. Penentuan Waktu Konsultasi dan Jasa Medik
Kunjungan ke travel clinic biasanya tidak ditanggung oleh pemerintah
atau perusahaan asuransi, sehingga klien diharapkan membayar sendiri biaya
konsultasi dan vaksin dan atau obat-obatan lainnya 1. Peran tenaga kesehatan
adalah untuk memberi informasi dan edukasi, namun klien bertanggun jawab
terhadap kesehatan dirinya dan keputusan yang diambilnya.1
Pengkajian risiko kesehatan seorang klien sehubungan dengan rencana
kepergiannya hanya membutuhkan waktu sekitar 15-30 menit. Jika diperlukan
11

tambahan waktu 30-60 menit tergantung kompleksitas geografi dan perilaku


beresiko tinggi yang dapat dialami klien. Tidak seperti praktek biasa, praktek
travel medicine dapat dijadwalkan dengan tepat waktunya sehingga tidak
diperlukan antrian yang panjang. Pemberian imuniasi diberikan terpisah oleh
tenaga kesehatan lain, sehingga jadwal konsultasi tidak akan terganggu dengan
tindakan imuniasi dan observasinya.1
Oleh karena pemberian konsultasi dan travel advice sudah ditentukan
lamanya, maka penentuan jasa medik diberikan tergantung lama bicara. Tentunya
jika tidak ada kondisi khusus, semua klien hanya membayar tarif terendah untuk
konsultasi 15-30 menit. Jika memang dibutuhkan lebih dari itu, klien perlu
diberitahu terlebih dahulu.
12

BAB 3
KESIMPULAN

Travel Medicine adalah bidang kedokteran yang berkaitan dengan promosi


kesehatan dan pencegahan penyakit atau hasil kesehatan buruk lainnya di
perjalanan wisatawan internasional.
Di negara-negara maju, klinik kedokteran wisata, dijalankan oleh dokter
yang berijin dan registered nurse. Namun latar belakang mereka bervariasi, mulai
dari dokter keluarga, internis, dokter anak, dokter kedokteran komunitas sampai
dokter spesialis infeksi tropik.
Karena sifatnya yang promotif dan preventif, pelayanan kedokteran wisata
harus diberikan sebelum seseorang melakukan perjalanan. Saat yang paling baik
adalah 6-8 minggu sebelum tanggal kebererangkatan. Pelayanan kedokteran
wisata yang perlu dan dapat diberikan di travel clinic adalah konsultasi pra-
perjalanan; imuniasasi; bekal profilaksis; stand-by treatment; dan medical kit;
konsultasi dan penatalaksanaan penyakit pascaperjalanan. Di samping itu, setiap
klinik perlu mengembangkan sistem doukmentasi rekam medik dan sarana
tambahan seperti konsultasi via telepon, apotik dan pelayanan penjualan alat-alat
untuk pencegahan penyakit.
Pengkajian risiko kesehatan seorang klien sehubungan dengan rencana
kepergiannya hanya membutuhkan waktu sekitar 15-30 menit. Jika diperlukan
tambahan waktu 30-60 menit tergantung kompleksitas geografi dan perilaku
beresiko tinggi yang dapat dialami klien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pakasi, Levina S. Pelayanan Kedokteran Wisata. Cermin Dunia


Kedokteran. 2006; 152 1-9.
2. Hill, David R., Ericsson, Charles D., Pearson, Richard D., The Practice
of Travel Medicine: Guidelines by the Infectious Diseases Society of
America. Clinical Infectious Disease.2006 ; 43 : 1499-1539
3. World Health Organization (WHO). International travel and health.
Geneva: WHO, 2012.
4. Henteleff, A. Guidelines for the Practice of Travel Medicine.2009.
Manitoba: Annual Travel Health Conference.
5. Leggat PA, Goldsmid JM. Primer of Travel Medicine. 3rd ed.
Brisbane: ACTM Publications, 2002
6. Mardh PA. What is travel medicine? Content, current position, tools
and tasks. J Travel Med 2002; 9 : 34-47.
7. DuPont HL. Steffen R. Travel medicine as a unique medical specialty.
In: DuPont HL. Steffen R. Textbook of travel medicine and health. 2nd
ed. Hamilton: BC Decker Inc, 2001 : 1-2.
8. Zuckerman JN. Travel medicine. BMJ 2002; 325: 260-4.
9. Ryan ET, Wilson ME, Kain KC. Illness after international travel. N
Engl. J Med 2002;347(7): 505-16.
10. Hill DR. Travel clinics in the United States and Canada. In: DuPont
HL. Steffen R. Textbook of travel medicine and health. 2nd ed.
Hamilton: BC Decker Inc, 2001: 52-57.

Anda mungkin juga menyukai