SKRIPSI
OLEH :
MAWARNI SIAHAAN
1508260099
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan
Sarjana Kedokteran
Oleh :
MAWARNI SIAHAAN
1508260099
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Medan. Khususnya kepada staf unit bagian lansia kakak Lia dan kakak
dan Marini Siahaan yang telah memberi pengertian dan dukungan pada
10. Sahabat saya Ratu Novita Sari dan Sacca Tiara Harlin yang telah
pendidikan.
Mardian.
12. Teman sejawat angkatan 2015, terkhusus 2015-B yang selalu berada di
satu jalur baik suka maupun duka. Yang selalu memberikan kesan baik
skripsi ini.
Dan kepada rekan, sahabat, saudara serta berbagai pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih atas setiap doa
dan bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT berkenan membalas semua
kebaikan. Penulis juga mengetahui bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Namun,
Mawarni Siahaan
Dibuat di : Medan
PadaTanggal : 15 Februari 2019
Yang Menyatakan
Mawarni Siahaan
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
berarti seseorang telah melalui 3 tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua.
Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. 1 Depkes RI
akibat proses menua (aging process), meliputi perubahan fisik, mental, spiritual
dan psikososial.2
and Related Health Problem Tenth Revision (ICD-10) merupakan suatu sindrom
yang disebabkan oleh penyakit di otak, biasanya bersifat kronis atau terjadi secara
kognitif yang lazim dikenal dengan demensia atau kepikunan, bila menunjukkan 3
atau lebih dari gejala-gejala berupa gangguan dalam hal, diantaranya perhatian
(atensi), daya ingat (memori), orientasi tempat dan waktu, kemampuan konstruksi
gangguan kesadaran. Gejala tersebut bisa disertai gangguan emosi, cemas, depresi
serta agresivitas. 4
total penderita yang hidup dengan demensia diperkirakan mencapai 47,5 juta dan
diproyeksikan 75,6 juta pada 2030 dan 135,5 juta pada 2050. Jumlah total kasus
baru demensia setiap tahun di seluruh dunia hampir 7,7 juta, menyiratkan satu
bersangkutan. Lanjut usia dengan demensia sering lupa makan dan minum, atau
makan dan minum di luar jam makan, serta kurang memperhatikan kualitas
Masalah gizi pada lansia perlu menjadi perhatian khusus karena dapat
kurang maupun gizi lebih pada masa dewasa akhir dapat memperburuk kondisi
fungsional dan kesehatan fisik. Hal ini menunjukkan pentingnya status gizi yang
normal untuk lansia. Di Indonesia sendiri lansia yang tinggal di daerah perkotaan
mengalami status gizi kurang sebesar 3,4%, berat badan kurang 28,3%, berat
badan lebih 6,7%, obesitas 3,4 % dan berat badan ideal 42,4 %. 6
hasil adanya hubungan signifikan dengan keeratan sedang antara status gizi
dengan kejadian demensia pada lansia di BPWST Unit Budi Luhur Kasongan
Bantul. Kecendrungan yang ada adalah semakin buruk status gizi lansia maka
3
semakin berat kejadian demensia yang dialami dan berlaku sebaliknya. 7 Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Hardianto dkk (2016) yang
menemukan adanya perbedaan antara status gizi pada lansia kognitif baik dan
buruk di Unit Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading Semarang. Dalam
penelitian tersebut, lansia dengan fungsi kognitif baik ditemukan memiliki skor
IMT yang lebih tinggi dibandingkan lansia dengan fungsi kognitif buruk. Rata-
rata skor IMT pada lansia kelompok kognitif baik adalah 20,96 dan pada
mengalami gangguan kognitif.9 Dari latar belakang inilah peneliti ingin meneliti
lebih jauh mengenai gambaran status gizi terhadap simtom demensia pada pasien
status gizi terhadap simtom demensia pada pasien lanjut usia di Posyandu Lansia
tubuh (IMT).
Assessment (MNA).
1.4.1 Peneliti
Mengetahui tingkat status gizi pada pasien lanjut usia yang memiliki
simtom demensia
5
Sebagai data informasi gambaran status gizi pada pasien lanjut usia di
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan dan informasi bagi
Sumatera Utara.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Lanjut Usia
2.1.1 Definisi
Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia (lansia) adalah
tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit melainkan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
Depkes RI dalam Maryam (2012), ada lima klasifikasi pada lansia yang terdiri
dari:
c. Lansia risiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih ataupun
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
2.2 Demensia
kronis dan progresivitas disertai dengan gangguan fungsi luhur multipel seperti
terbesar di abad ini yang jumlah penderitanya terus bertambah. Jumlah orang yang
35.600.000. Jumlah ini akan berlipat ganda pada tahun 2030 dan lebih dari tiga
sekitar 2,2 juta penderita. Di asia pasifik, penderita demensia meningkat dari 13,7
juta orang di tahun 2005 menjadi 64,6 juta orang ditahun 2050. Sementara itu,
demensia Alzheimer sebesar 3- 10% pada usia 65 tahun, dan berkisar 25-50%
pada usia 85 tahun ke atas. Wanita lebih dominan dari pada pria. Hal ini mungkin
disebabkan karena umur rata-rata wanita lebih panjang daripada pria. Demensia
Angka ini di perkirakan meningkat menjadi 63 juta pada tahun 2030 dan 114 juta
1. Usia
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu di atas 65 tahun dan 50%
individu diatas 85 tahun mengalami demensia. Dalam studi populasi, usia di atas
65 tahun risiko untuk semua demensia adalah OR=1,1 dan untuk PA OR=1,2..15
2. Jenis Kelamin
tinggi pada wanita dibandingkan pria.Risiko untuk semua jenis demensia dan
penyakit Alzheimer untuk wanita adalah OR=1,7 dan OR=2.0. Kejadian demensia
9
vaskuler lebih tinggi pada pria secara umum walaupun menjadi seimbang pada
3. Genetik
Genetika penyakit Alzheimer sangat rumit dan setidaknya 20 gen diketahui terkait
dengan penyakit Alzheimer dalam beberapa cara. Tiga gen yang mengkode
presenelin-2 berhubungan dengan onset awal terjadinya penyakit. Namun hal ini
langka dan terhitung kurang dari satu dalam 1000 kasus.Gen APOE tipe E4
3. Tekanan Darah
Hipertensi memiliki efek yang besar pada sirkulasi serebral yang dapat merusak
struktur dan fungsi otak dengan mengurangi cadangan vaskular dan mempercepat
cedera iskemik.17
4. Diabetes Melitus
demensia karena efek berbahaya dari kadar glukosa darah tinggipada otak dan
glikemik yang tidak baik dan hipoglikemi atau hiperglikemi jangka panjang bisa
5. Nutrisi
adalah pola makan atau konsumsi makanan yang kurang benar. Hal ini
berhubungan erat dengan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh . Banyak zat gizi
yang berhubungan dengan terjadinya demensia, baik zat gizi makro maupun zat
senyawa organik yang terdiri dari atom Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen
(O) dan kadang-kadang Nitrogen (N) atau elemen lain yang dibutuhkan dalam
normal.20
menderita Alzheimer dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah atau jarang
mengonsumsi ikan. Satu studi acak terkontrol atas pengaruh minyak ikan (sumber
asam lemak tidak jenuh termasuk EPA dan DHA) terhadap fungsi kognitif tidak
menghasilkan efek pada usia lanjut, tetapi ada sedikit efek untuk beberapa aspek
atensi di antara APOEe4 carrier dan pria. Peran lemak pada fungsi kognitif dan
1. Penyakit Alzheimer
progresif memori episodik dan fungsi kortikal. Penyakit ini mengenai terutama
pada lansia >65 tahun walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda.
11
Diagnosis kllinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%)
2. Demensia Vaskular
yang luas termasuk infark tunggal strategi, demensia multiinfark, lesi kortikal
demensia tipe campuran (PA dan stroke/ lesi vaskular). Faktor risiko mayor
vaskular. Faktor risiko vaskular ini juga memacu terjadinya stroke akut yang
leucoensefalopathy), adalah bentuk small vessel disease usia dini dengan lesi
iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang bersifat herediter.15
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia kedua yang umum
fluktuasi kognisi, halusinasi visual dan terjadi pada awal perjalanan penyakit
orang dengan Parkinsonism, gangguan perilaku tidur dengan gerakan mata yang
cepat, sensitivitas yang berat terhadap obat antipsikotik . Namun secara klinis
memori verbalnya relatif baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai
memori verbal.15
sering ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi
umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP. Pada DLB,
awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada
tahun).15
4. Demensia Frontemporal
Temporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset dementia/ EOD) sebelum
umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 – 56 tahun. Karakteristik klinis
berupa perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada observasi atau riwayat
penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi
frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi frontal atau hipometabolism
Pada umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih tua dengan
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 dan atau 60 tahun dengan perburukan yang bertahap dalam 5
atau 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. Usia awitan dan kecepatan
masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan tipe Alzheimer
menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan
yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit
Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia di
perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan
protein amiloid (APP) oleh protease. APP diproses oleh tiga macam protease
terbentuk plak pada saraf. Normalnya, A-beta bersifat soluble(larut), namun pada
Perubahan ini bersifat spontan dan belum diketahui pemicunya. Semakin banyak
akibatnya terbentuk plak. Plak yang terjadi ini menganggu homeostasis Ca 2+ di sel
Teori tau and tangle hypothesis adalah adanya korelasi yang kuat antara
terjadi dari banyak protein, tetapi protein utamanya adalah protein tau. Protein tau
sangat penting untuk elongasi akson dan perbaikan akson. Tau adalah fosfoprotein
pada saraf.24
adalah protein yang memainkan peran penting dalam metabolisme dan distribusi
lemak. ApoE berperan dalam siklus kolesterol, ApoE terikat ke lipoprotein dan
reseptor LDL. Afinitas terikatnya ApoE terhadap lipoprotein dan reseptor LDL
bervariasi, tergantung dari isoform ApoE (el-e4). ApoE juga merupakan bagian
dari A-beta dan protein tau, ApoE dan A-beta akan membentuk fibril, namun
fibril yang terbentuk tidak sama dengan fibril A-beta sendiri yang mengalami
fibrilasi.24
15
Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu
merupakan keluhan paling dini. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga
a. Gangguan memori
Ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru atau lupa akan hal-
hal yang baru saja dikenal, dikerjakan, atau dipelajari. Lupa akan pekerjaan,
sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga dan bahkan terhadap namanya sendiri.
b. Gangguan orientasi
c. Gangguan bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
d. Apraksia
e. Agnosia
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tidak dapat mengenali kursi,
pena meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tidak mengenal lagi anggota
memakai beberapa kaos di hari yang panas atau memakai pakaian yang sangat
g. Perubahan kepribadian
mereka terhadap orang lain. Waham paranoid hingga mudah marah dan meledak-
ledak diikuti delusi paranoid, halusinasi (dengar, visual, dan haptik), agitasi,
depresi, gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan halusinasi.15
pendekatan neuropsikologis.
1. Anamnesis
b. Riwayat neurologis
e. Riwayat intoksikasi
f. Riwayat keluarga
1. Pemeriksaan Fisik
neuropsikologis.25
b. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan status neurologis penting dilakukan untuk membedakan proses
degeneratif primer atau sekunder dan kondisi komorbid lainnya. Pada Demensia
normal. Kelainan hanya didapatkan pada status mental pasien. Gejala tambahan
Peningkatan tonus otot dan bradikinesia dengan absennya gejala tremor mengarah
pada Demensia Lewy’s body. Refleks asimetris, defisit lapang pandang, dan
19
2. Pemeriksaan Neuropsikologis
adalah 24-30. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan dengan nilai MMSE
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
hormon tiroid, dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis pada
penderita dengan risiko tinggi. Pemeriksaan cairan otak dilakukan hanya atas
indikasi.
c. Pemeriksaan EEG
EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut dapat
d. Pemeriksaan genetika
pemeriksaan rutin, dalam penelitian dilakukan untuk mencari APOE dan protein
Tau.
menunjukkan perbaikan gejala dalam fungsi kognitif, hasil global dan kegiatan
2.2.9 Prognosis
seorang pasien. Dalam arti luas, prognosis setelah di diagnosis demensia dapat
mengindikasikan masa hidup yang pendek, tingkat kecacatan yang tinggi dan
21
2.2.10 Pencegahan
seseorang sering terlibat pada aktivitas yang menstimulasi otak. Orang dengan
antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement)
aktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lainnya). 28 Status gizi dapat pula diartikan
Keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup
lama.
Terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial.
Terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Pada Lansia
Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak menurun,
b. Jenis Kelamin
kalori, protein dan lemak. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat
adalah penyakit kronis yang paling umum pada lansia, selanjutnya diikuti
menikmati makanan.31
d. Efek Pengobatan
tidak adekuatnya nutrisi yang masuk ke dalam sistem pencernaan, pola makan dan
dan ekskresi nutrisi yang masuk ke dalam tubuh seseorang. Selain itu obat obat
yang dikonsumsi dapat mengubah nafsu makan, rasa, atau bau yang
mempengaruhi nutrisi ataupun memiliki efek samping seperti mual, muntah atau
diare.31
e. Gaya Hidup
Konsumsi alkohol dan rokok dapat mengubah status nutrisi lansia dalam
beberapa cara. Alkohol memiliki jumlah kalori yang tinggi namun nilai nutrisi
yang rendah. Selain itu, alkohol juga mempengaruhi absorbsi vitamin B kompleks
merasakan makanan serta turut campur dalam absorpsi vitamin C dan asam
folat.31
perawatan gigi adalah tingkat ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang
g. Faktor Psikososial
Faktor psikososial dapat mempengaruhi selera dan pola makan pada lansia.
Stres dan cemas dapat mempengaruhi proses sistem pencernaan melalui sistem
saraf autonomi. Depresi, masalah memori dan penurunan kognitif lainnya juga
Status ekonomi masa lalu dan sekarang pada individu juga mempengaruhi
dalam memilih makanan .Terdapat hubungan kuat antara kekurangan nutrisi dan
makan.31
Latar belakang suku, kepercayaan, religius dan faktor budaya yang kuat dapat
memakan makanan serta minuman. Faktor budaya juga dapat mempengaruhi pola
makan seseorang sehingga hal ini memiliki hubungan dengan status kesehatan
seseorang.31
Masalah gizi yang terjadi pada lansia adalah malnutrisi dan obesitas.
Obesitas biasanya disebabkan karena pola konsumsi yang berlebihan. Selain itu,
proses metabolisme yang menurun pada lansia dapat menyebabkan kalori yang
berlebih akan diubah menjadi lemak sehingga meyebabkan kegemukan jika tidak
dapat dihubungkan dengam kurangnya vitamin dan mineral dalam beberapa kasus
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian,
a. Antropometri
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat
tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di
bawah kulit.33
b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
terkait ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat jaringan epitel (superficial
epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kalenjar tiroid. Data seperti
berat dan tinggi badan, tanda-tanda vital, kondisi lidah, bibir, gusi, turgor kulit,
kelembaban kulit, warna kulit, kondisi rambut dan penampilan secara keseluruhan
c. Pemeriksaan Biokimia
diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga berbagai jaringan
d. Pemeriksaan Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
kejadian rabun senja endemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan
di dapat dari pemeriksaan dengan nilai standar yang ada. Selain itu penentuan
status gizi dapat juga menggunakan hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Khusus untuk lansia dalam menentukan status malnutrisi dapat ditentukan dengan
form skrining yang disebut dengan The Mini Nutritional Assessment (MNA).
untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah
dan mudah dalam mengukur status gizi namun tidak dapat mengukur lemak tubuh
di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil
dan olahragawan. Di samping itu, IMT tidak dapat diterapkan pada keadaan
Katagori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal > 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0 – 27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
MNA merupakan alat skrining yang telah di validasi secara khusus untuk
lansia, memiliki sensitifitas yang tinggi, spesifik, dapat diandalkan, secara luas
organisasi ilmiah dan klinis baik nasional maupun internasional. MNA juga
mudah dan cepat untuk digunakan, tidak memerlukan waktu lama untuk
MNA memiliki dua bentuk yaitu full MNA dan short MNA. Full MNA
antropometri (IMT yang dihitung dari berat badan dan tinggi badan, kehilangan
berat badan, lingkar lengan atas dan lingkar betis), pengkajian umum (gaya hidup,
obat-obatan, mobilisasi dan adanya tanda dari depresi atau demensia), pengkajian
pola makan/ diet (jumlah makanan, asupan makanan, dan cairan serta kemandirian
dalam makan) dan pengkajian subjektif (persepsi individu dari kesehatan dan
status gizinya). Batas nilai ambang dari full MNA ini adalah ≥ 24
29
Short form MNA terdiri dari 6 pertanyaan berupa skrining dimana masing-
Nilai maksimal dari short form MNA adalah 14. Jika total nilai yang didapat ≥12
menunjukkan bahwa status gizi orang tersebut normal atau tidak berisiko dan
tidak membutuhkan pengkajian lebih lanjut. Namun, jika nilai yang diperoleh <
dalam keadaan status gizi baik, berisiko malnutrisi ataukah malnutrisi berat. MNA
penjumlahan semua skor akan menentukan seseorang lansia pada status gizi baik,
ditandai kondisi status nutrisi yang buruk, gangguan serius pada kondisi
Gorrelick (2014) yang mengemukakan bahwa gizi merupakan salah satu faktor
untuk mencegah kejadian demensia. Stress oksidatif dan akumulasi radikal bebas
pada dasarnya merupakan bagian dari patofisiologi penyakit. Radikal bebas yang
demensia.8
Hubungan signifikan telah ditemukan antara berat badan rendah dan atrofi
korteks temporal di bagian sistem saraf pusat yang bertanggung jawab terhadap
penyakit terkait secara positif dengan kehilangan berat badan, infeksi yang
Mini
Faktor risiko Demensia Demensia Mental
1. Usia State Exam
2. Jenis kelamin (MMSE)
3. Genetik
4. Diabetes Melitus
5. Nutrisi
: Yang mempengaruhi
: Instrumen penelitian
BAB 3
METODE PENELITIAN
Skala
Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur
ukur
Dependen Demensia adalah Tes Mini Ordinal Skor kognitif
keadaan ketika Mental State global:
Demensia
seseorang Examination
24-30 : normal
mengalami (MMSE)
17-23 : probable
penurunan daya
gangguan
ingat dan daya pikir
kognitif
lain yang secara
nyata menganggu 0-16 : definite
aktivitas kehidupan gangguan
sehari-hari. kognitif
Lanjut Usia Seseorang yang telah Anamnesis Ordinal - Usia
(Lansia) mencapai usia 60 pertengahan
tahun ke atas (middle age):
45-59 tahun
-Lanjut usia
(elderly): 60-74
tahun
-Lanjut usia tua
(old) : 75-90
tahun
-Usia sangat tua
(very old): > 90
tahun.
Independen Keadaan gizi Timbangan, Ordinal Gizi normal:
responden yang di Microtoise IMT 18,5-25
Status gizi hitung dari Gizi lebih :
berdasarkan perbandingan berat IMT > 25
IMT badan (kg) dengan Gizi kurang:
tinggi badan kuadrat IMT < 18,5
(m2)
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
gambaran status gizi terhadap simtom demensia pada lanjut usia (lansia).
3.4.2 Sampel
Kampung Baru kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi
A. Kriteria Inklusi
informed consent
c. Pasien lanjut usia yang tidak menderita penyakit Diabetes Melitus dan
Hipertensi
B. Kriteria Eksklusi
Kampung Baru kota Medan didapatkan jumlah populasi yang sesuai dengan
𝑍𝛼 2 × 𝑃 × 𝑄
𝑛=
𝑑2
Keterangan:
Q : 1-P
d : presisi
pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau
a. Data primer, yaitu : Data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti
a. Editing
b. Coding
Memberi kode atau angka tertentu pada data sebelum diolah dengan komputer
c. Entry
d. Cleaning
e. Saving
f. Analisis Data
Kriteria Inklusi
dan Ekslusi
Sampel
Informed consent
dan pengisan data
Pengambilan Data
Analisis dan
Interpretasi Data
39
BAB 4
Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2018. Jenis
dimana peneliti akan melakukan pengambilan data hanya satu kali untuk melihat
gambaran status gizi terhadap simtom demensia pada pasien lansia di Puskesmas
Kampung Baru Medan. Data yang diambil adalah data dari pemeriksaan langsung
tinggi dan berat badan, kuisionermini nutritional assessment (MNA) dan mini
mental state examination (MMSE) yang terdiri atas identitas responden, informed
consent, dan pertanyaan yang diberikan kepada pasien lansia yang datang
memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi. Pada penelitian ini didapatkan sampel
yang terbanyak yaitu sebanyak 32 orang (56,1%) dan laki-laki sebanyak 25 orang
(43,9%). Untuk usia, kelompokdiambil pada rentang usia 60-74 tahun (elderly)
diikuiti SMA sebanyak 9 orang (15,8%), serta Sarjana dan Master masing-masing
massa tubuh (IMT) didapatkan dari pengukuran berat badan dan tinggi badan
menjadi tiga kategori, yaitu interval <18,5 gizi kurang, 18,5 - 25 normal, dan > 25
gizi lebih.
Tabel 4.2 Distribusi gambaran status gizi berdasarkan indeks massa tubuh
(IMT)
Indeks Massa Tubuh n %
Gizi kurang 20 35,1
Normal 22 38,6
Gizi lebih 15 26,3
Total 57 100
41
gambaran status gizi berdasarkan IMT yang normal sebanyak 22 orang (38,6%),
diikuti pasien lansiayang memiliki status gizi yang kurang 20 orang (35,1%) dan
disusul pasien lansia yang memiliki status gizi lebih 15 orang (26,3%).
memiliki gambaran status gizi yang berisiko malnutrisi 34 orang (59,6%), diikuti
pasien lanjut usia dengan status nutrisi baik 23 orang (40,4%) dan tidak ada yang
mengalami malnutrisi.
yaitu 24-30 normal,17-23 probable gangguan kognitif dan 0-16 definite gangguan
kognitif.
dengan katagori gizi kurang memiliki hasil MMSE yang normal berjumlah 1
orang (7,01%). Pasien lansia yang memiliki IMT normal memiliki hasil MMSE
(19,2%) . Pasien lansia yang mempunyai IMT dengan katagori gizi lebih memiliki
43
baik memiliki skor MMSE yang normal berjumlah 20 orang (35%) dan probable
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil karakteristik responden didapati sebagian besar pasien
lanjut usia adalah wanita sebanyak 32 orang (56,1%). Rentang usia yang diambil
pada katagori 60-74 tahun (elderly) sebanyak 57 orang (100%). Pendidikan pada
pasien lanjut usia sebagian besar ditemui SD dan SMP masing-masing sebanyak
23 orang (40,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Noviansyah didapati
tahun sebesar 29 orang (72,5%) serta responden lansia paling banyak dengan
didapati sebagian besar pasien lanjut usia di BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi
rentang usia terbanyak 60-74 tahun (elderly) sebesar 19 orang (48,7%) serta
(51,3%).13
status gizi yang normal sebanyak 22 orang (38,6%). Hal ini sesuai dengan
penelitian dari Oktariyani yaitu status gizi lansia berdasarkan indeks massa tubuh
(IMT) didapatkan dari 143 responden lansia terdapat 72 orang (50,3%) memiliki
status gizi normal.31Diperkuat oleh penelitian dari Ode dan Asfar didapati dari 80
orang lansia terdapat 54 orang (67,5%) dengan status gizi normal, 14 orang
(17,5%) status gizi kurang dan 12 orang (15%) lansia dengan gizi lebih.37
ditentukan oleh berat badan dan meliputi 3 katagori di dalamnya yaitu otot,
adiposa dan tulang. Hasil yang tinggi maupun rendah dikaitkan dengan tingkat
nutrisi yang kurang. Sementara, menurunnya berat badan pada lansia dapat
MNA paling banyak memiliki risiko malnutrisi 34 orang (59,6%). Hal ini sejalan
dengan penelitian Darmiaty, dkk didapatkan dari total 152 responden lansia
dan 18 orang (11,8%) malnutrisi.39 Selain itu, penelitian dari Krisna dan Maulina
memiliki risiko malnutrisi, 20 orang (37,1%) nutrisi baik dan 10 orang (18,5%)
malnutrisi.40 Diperkuat oleh penelitian oleh Yuniarti, dkk yang dilakukan pada
100 responden lansia didapati 64 orang (64%) berisiko malnutrisi, 10 orang (10%)
apakah seseorang berada pada kondisi risiko malnutrisi atau tidak sehingga dapat
ditentukan intervensi gizi sejak dini tanpa membutuhkan penilaian oleh tim
khusus gizi.37 Gangguan gizi umumnya ditemukan di kalangan lansia hal ini
dikaitkan dengan pengurangan masa otot dan penurunan metabolik aktif dari
tubuh. Berbagai bentuk risiko gizi di usia tua bersifat multifaktorial seperti asupan
kognitif yang berjumlah 29 orang (50,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian
dari Rizal dari 70 responden lansia didapati 29 orang (41,4%) lansia yang
adanya kelainan bersifat kronis dan progresivitas disertai gangguan fungsi luhur
berdasarkan IMT terhadap simtom demensia didapati bahwa sebagian besar yang
memiliki gizi kurang mempunyai nilai MMSE yang probable gangguan kognitif
berjumlah 15 orang (26,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan
oleh Shawky dan Fawzy menunjukkan bahwa kelompok usia dengan gangguan
kognitif ringan lebih banyak mengalami gizi kurang dibanding kelompok lansia
Demensia.47
Hasil indeks massa tubuh (IMT) yang rendah dan penurunan fungsi
otak. Hal ini dikaitkan dengan adanya pengaruh asupan kalori, umumnya lansia
adekuat.46
47
berdasarkan MNA terhadap simtom demensia didapati bahwa sebagian besar yang
yang memiliki skor MNA yang lebih tinggi memiliki kemampuan fungsi kognitif
yang lebih baik dari pada yang memiliki skor MNA rendah. 35Hal ini diperkuat
oleh penelitian oleh Sanders et al, didapati lansia dengan nilai MNA kurang
kognitif yang lebih buruk dibandingkan dengan lansia yang memiliki gizi baik. 48
Kampung Baru Medan mengenai gambaran status gizi terhadap simtom demensia
pada pasien lanjut usia didapatkan sebanyak 57 responden lansia mempunyai IMT
dengan katagori gizi kurang memiliki hasil MMSE yang probable berjumlah 15
orang (26,3%). Hasil ini juga serupa dengan hasil penelitian dari Jimenez et al
bahwa penurunan berat badan terkait dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih
cepat karena mempercepat laju atrofi otak dan berkorelasi dengan biomarker
AD.49
mempunyai MNA dengan katagori risiko malnutrisi memiliki nilai MMSE yang
demensia tersebut.
49
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
demensia pada pasien lanjut usia di Posyandu Lansia Puskesmas Kampung Baru
1. Prevalensi pasien lanjut usia yang memiliki status gizi normal berdasarkan
(MMSE) didapati sebesar 29 orang (50,9%) pasien lanjut usia memiliki hasil
4. Sebagian besar pasien lanjut usia yang mempunyai hasil IMT gizi kurang
orang (26,3%).
5. Sebagian besar pasien lanjut usia yang memiliki hasil MNA risiko malnutrisi
(45,6%).
5.2 Saran
adalah:
1. Karena penelitian ini hanya dilakukan pada satu lokasi saja, maka diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
1. Mubarok, W. I., Nurul, C., & Bambang, A. S. Ilmu keperawatan
komunitas: Konsep dan aplikasi. Vol. 2. Jakarta. Salemba Medika; 2010.
2. Azizah, L. M. Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.
3. Tom D, Sandilyan MB. Dementia: defenitions and types.Nursing
Standard. 2015; 29(37):37-42
4. Agustia, Shafrina, dkk. Hubungan Gaya Hidup Dengan Fungsi Kognitif
Pada Lansia. Jurnal Online Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan.
2014;1(2)
5. Policy Brief for G8 Heads of Government. The Global Impact of Dementia
2013-2050. Alzheimer's Disease International. 2013 (cited 29 June 2018).
Available from: https://www.alz.co.uk
6. Sari, N dan Adriyan, P. Status Gizi, Penyakit Kronis Dan Konsumsi Obat
Terhadap Kualitas Hidup Dimensi Kesehatan Fisik Lansia. Semarang:
Journal of Nutrition College. 2014;3(1):83-89
7. Noviansyah, D. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Demensia Pada
Lansia Di BPTSW Yogyakarta Unit Budi Luhur Kasongan Bantul
(skripsi). Yogyakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah;
2017.
8. Hardiantoa, D.D., Rahayu, D.A & Hidayati, T.N. Perbedaan Status Gizi
Pada Lanjut Usia Kognitif Baik dan Buruk di Unit Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Pucang Gading Semarang. Keperawatan. 2016;1(1):1-8.
9. Maulidan, S. Hubungan Status Gizi terhadap Penurunan Fungsi Kognitif
Pada Lansia di Unit Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading
Semarang (skripsi). Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Islam Sultan Agung; 2017.
10. Maryam, Siti., Ekasari., Mia Fatma., Rosidawati. Mengenal Usia Lanjut
dan Perawatannya. Jakarta. Salemba Medika; 2012.
22. Donaghy P.C & McKeith I.G. The Clinical Characteristics of Dementia
with Lewy Bodies and a Consideration of Prodromal Diagnosis.
Alzheimers’s Research & Therapy 2014, 2014;6:46
23. Kaplan H.I., Sadock B.J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta. Bina Rupa Aksara; 2010.
24. Rochmah W., Harimurti K. Demensia. Dalam buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing; 2014.
25. Munir, Badrul. Neurologi Dasar Edisi Kedua. Jakarta. Sagung Seto; 2017
26. LoGiudice. D and Watson. R. Dementia in Older People: an Update.
Internal Medicine Journal. 2014;44(11):1066-73
27. Prince M, Bryce R, Albanese E, Wimo A, Ribeiro W, Ferri CP. The global
prevalence of dementia: a systematic review and meta analysis.
Alzheimers Dement; 2013; 9: 63–75.
28. Suyanto & Salamah. Riset Kebidanan: Metodologi dan Aplikasi.
Yogyakarta. Medika Cendikia Press; 2009.
29. Marmi. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar;
2013.
30. Fatmah.Gizi Usia Lanjut. Jakarta. Penerbit Erlangga.;2010.
31. Oktariyani. Gambaran Status Gizi pada Lanjut Usia di Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur(skripsi).
Jakarta: .Universitas Indonesia; 2012.
32. Hermawati, Ira. Hubungan Kehilangan Gigi dengan Status Gizi Lansia di
PTSW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan (skripsi). Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah; 2017.
33. Supariasa, I, Bachyar & Ibnu. Penilaian Status Gizi. Jakarta. EGC; 2016.
34. Darmojo, B. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) 4th ed. Jakarta. FKUI;
2011.
35. Malara, Alba et al. Relationship betweem cognitive impairment and
nutritional assessment on functional status in Calabrian long term-care.
Clinical Interventions in Aging. 2014;9:105-110.
46. Shawky, M et al. Nutritional Status in Older Adults with Mild Cognitive
Impairment Living in Elderly Homes in Cairo, Egypt. The Journal of
Nutrition, Health and Aging. 2011;15(2):104-107
47. Cronk, B, et al. Body Mass Index and Cognitive Decline in Mild Cognitive
Impairment. Alzheimer Dis Assoc Disord. 2010;24(2):126-130
48. Sanders, C, et al. Nutritional Status is Associated with Faster Cognitive
Decline and Worse Functional Impairment in the Progression of
Dementia. J Alzheimers Disc. 2016;52(1):33-42
49. Jimenez, A, et al. Weight Loss in the Healthy Elderly Might be a Non-
Cognitive Sign of Preclinical Alzheimer’s Disease. Impact Journals.
2017;8(62):104706-104716
50. Ramachandran, R, et al. Nutritional Status and Cognitive Impairment in
Elderly Population in a Rural Area of Thrissur District, Kerala.
International Journal of Community Medicine and Public Health.
2018;5(3):1218-1223
DAFTAR LAMPIRAN
Dengan hormat,
yang berjudul “Gambaran Status Gizi terhadap Simtom Demensia pada Pasien
otak, biasanya bersifat kronis atau terjadi secara alamiah yang ditandai dengan
kemampuan belajar, bahasa dan pengambilan keputusan. Secara global pada tahun
2015 jumlah total penderita yang hidup dengan demensia diperkirakan mencapai
47,5 juta dan diproyeksikan 75,6 juta pada 2030 dan 135,5 juta pada 2050. Jumlah
total kasus baru demensia setiap tahun di seluruh dunia hampir 7,7 juta,
Masalah gizi pada lansia juga perlu menjadi perhatian khusus karena dapat
Indonesia sendiri lansia yang tinggal di daerah perkotaan mengalami status gizi
kurang sebesar 3,4%, berat badan kurang 28,3%, berat badan lebih 6,7%, obesitas
Medan. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai data referensi Puskesmas
Kampung Baru kota Medan dalam menjalankan program posyandu lansia agar
pasien lansia dan mengukur indeks massa tubuh (IMT) , lingkar lengan atas
(LLA) dan lingkar betis (LB) pada setiap lansia yang memenuhi kriteria
c. Keadaan hidup lansia, penggunaan obat, luka tekan, asupan makan, cara makan,
Kuisioner dan pengukuran akan saya lakukan kepada pasien lanjut usia di
posyandu lansia Puskesmas Kampung Baru kota Medan yang memenuhi kriteria
penelitian.
Partisipaisi bapak/ ibu bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat
mengundurkan diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan
No HP : 083194094376
diharapkan bapak/ ibu bersedia mengenai lembar persetujuan yang telah kami
persiapkan.
Peneliti
( )
59
Nama :
Umur :
“Gambaran Status Gizi terhadap Simtom Demensia pada Pasien Lanjut Usia di
Posyandu Lansia Puskesmas Kampung Baru kota Medan”, maka dengan ini saya
secara suka rela dan tanpa paksaan meyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian
Peserta Penelitian
( )
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang,
mawar), tiap benda 1 detik, pasien disuruh 3 ...
mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk
tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai
pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang 2 ...
ditunjukkan ( pensil, arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata : 1 ...
”tanpa kalau dan atau tetapi ”
8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil 3 ...
kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi
9 dua dan letakkan di lantai”. 1 ...
Pasien diminta membaca dan melakukan perintah
10 “Angkatlah tangan kiri anda” 1 ...
11 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 ...
Pasien diminta meniru gambar di bawah ini
Skor total 30
Alat bantu periksa: Siapkan kertas kosong, pinsil, arloji, tulisan yang harus dibaca
dan gambar yang harus ditiru / disalin.
Contoh:
Valid
pendidikan terakhir
MNA
MMSE
MMSE Total
Count 4 1 15 20
Count 1 11 3 15
Count 0 11 11 22
MMSE Total
Count 0 20 3 23
Lampiran 8: Dokumentasi
Agama : Islam
Email : mawarnisiahaan6@gmail.com
No Telp/Hp : 081397860646
email: mawarnisiahaan6@gmail.com
Abstract
Introduction:Dementia is a neurodegenerative syndrome that arises due to
proactive abnormalities and progression with multiple sublime functions such as
calculations, learning capacity, language and decision making. The awareness of
dementia is not disturbed. Impaired cognitive function with worsening emotional
control, motivation and motivation. Nutritional status is one of the factors that
cause dementia.Objective: To describe the nutritional status of dementia
symptoms in elderly patients. Method: This study was a descriptive study with
cross-sectional design and data collection was carried out approach using BMI,
MNA and MMSE data obtained from 57 samples. This research was conducted at
the Kampung Baru Health Center in Medan City. The study was conducted during
April - December 2018. Results: The results of this study showed the majority of
elderly patients who had normal nutritional status based on BMI, the risk of
malnutrition based on MNA and had the results of MMSE scores that were
probable for dementia symptoms. Conclusion: Elderly patients who have poor
nutritional status and have the highest risk of malnutrition have a probable
picture of decreased cognitive function. Keywords: Elderly age, nutritional status,
body mass index, mini nutritional assessment, mini mental state examination