Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS POLI

Low Back Pain ec HNP dan Fraktur Kompresi Thoracal XII

Disusun Oleh :

Muhammad Yunus, S.Ked NIM.I4061192050

PEMBIMBING

dr. Sabar Nababan, Sp.S


dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S
dr. Simon Djeno, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT SARAF

PERIODE 01 MARET 2021 – 27 MARET 2021

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO PONTIANAK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul

Low Back Pain ec HNP dan Fraktur Kompresi Thoracal XII

Disusun sebagai syarat menyelesaikan

Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soedarso Pontianak

Telah disetujui Pontianak, Maret 2021

Pembimbing, Penyusun,

dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S Muhammad Yunus

2
BAB I

PENYAJIAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. Z
No.RM : 141800
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : PNS (pensiun)
Pendidikan : S1
Alamat : Pontianak Utara
Tgl masuk RS : 12 Maret 2021
1.2 Anamnesis
1. Keluhan utama
Nyeri punggung belakang, tidak menjalar.
2. Onset
Keluhan dirasakan 6 bulan SMRS
3. Kualitas
Punggung belakang terasa nyeri berat pada saat beripindah posisi
seperti dari berbaring – duduk.
4. Kuantitas
ADL dilakukan mandiri
5. Faktor Yang Memperberat
Berpindah posisi dan pada saat pergerakan yang melibatkan tulang
belakang
6. Faktor Yang Memperingan
Berpindah posisi dengan hati-hati.

3
7. Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. Z usia 60 tahun datang dengan keluhan nyeri pada punggung


belakang bagian bawah, nyeri dirasakan berat pada saat berpindah posisi
terutama pada saat berbaring menjadi duduk. Keluhan dirasakan setelah
pasien mengalami jatuh dari pohon setinggi 2 meter dengan pendaratan
punggung bawah (terduduk). Pada saat jatuh, pasien tidak dapat berjalan
hingga 1 minggu, pasien sudah berobat ke klinik. Pasien datang ke RSUD
Seodarso dikarenakan pada foto rontgen lumbosacral terjadi fraktur
sehingga diperlukan rujukan ke RSUD Soedarso.
Pusing (-), nyeri tubuh lainnya (menjalar) (-), mual muntah (-),
demam (-), napas spontan, nafsu makan dan tidur baik.
8. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat hipertensi terkontrol (+), DM (-), kejang (-), penyakit jantung
(-).
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal
10. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
11. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien bukan perokok aktif, dan bukan peminum alkohol. Pasien


sehari-hari berkerja sebagai PNS.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6) = 15

Tekanan Darah : 151/77 mmHg

4
Denyut Nadi : 67x/menit

Frekuensi Napas : 20x/menit

Temperatur : 36.5oC

Saturasi O2 : 98%

Berat Badan : 65 kg

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor


diameter 3mm/3mm, RCL (+/+) RCTL (+/+)

Telinga : Sekret (-), aurikula hiperemis (-/-)

Hidung : Sekret (-), deformitas (-)

Mulut : Bibir sianosis (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher : JVP Normal, Kaku kuduk (-), Pembesaran KGB (-)

Paru

Inspeksi : Simetris kanan kiri statis maupun dinamis, retraksi (-)

Palpasi : Fremitus kanan=kiri, massa (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing


(-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis ICS IV linea midclavicula sinistra, thrill (-)

5
Perkusi : Batas kanan jantung di ICS IV linea parasternal desktra
dan batas kiri jantung di ICS V linea aksilaris anterior
sinistra

Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-)

Auskultasi : Bising usus (+) 8 kali permenit.

Palpasi : Soepl, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
teraba

Perkusi : Timpani seluruh abdomen

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, nadi kuat angkat, edema (-/-)

Status Neurologis

a. Motorik
Gerakan
+ +

+ +

Kekuatan otot
5 5

5 5

Tonus otot
N N

↑ ↑

Klonus otot
- -

N N

6
Atrofi otot
- -

- -

b. Refleks Fisiologis
N N

- -

c. Refleks Patologis
Refleks Patologis Kanan Kiri
Chaddock - -
Babinski - -
Oppenheim - -

d. Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I Olfaktorius Daya penciuman Baik Baik
N. II Optikus Daya penglihatan Baik Baik
Pengenalan warna Baik Baik
Lapang pandang Baik Baik
N. III Okulomotor Ptosis – –
Gerakan mata ke Baik Baik
medial
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke Baik Baik
bawah
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Isokor Isokor
Ref. cahaya langsung + +
Ref. cahaya + +
konsensual
N. IV Troklearis Strabismus divergen – –
Gerakan mata ke Baik Baik
lateral bawah
Strabismus konvergen – –
N. V Trigeminus Deviasi rahang Baik Baik
Kekuatan otot rahang Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks Dagu Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks Kornea Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
7
N. VI Abdusen Gerakan mata ke + +
lateral
Strabismus konvergen – –
N. VII Fasialis Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut + +
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan + +
pipi
Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
anterior dilakukan dilakukan
N. VIII Nistagmus Tidak Tidak
Vestibulotroklearis dilakukan dilakukan
Daya Pendengaran Baik Baik
N. IX Daya kecap lidah 1/3 Tidak Tidak
Glossopharyngeus posterior dilakukan dilakukan
N. X Vagus Refleks muntah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Suara serak/lemah -
N. XI Accesorius Otot bahu, leher Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. XII Hypoglossus Artikulasi Jelas
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Tengah
Trofi otot lidah Eutrofi
Fasikulasi lidah -

e. Sensibilitas : Baik
f. Fungsi kognitif : Baik
g. Fungsi otonom: DC tidak terpasang
h. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Pemeriksaan Hasil
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Lasegue sign -
Brudzinski I -
Brudzinski II -

1.4 Pemeriksaan Penunjang

8
Foto Lumbosacral AP/Lateral

Interpretasi

Alignment vert Lumbosacral baik

Fraktur kompresi corpus vert Th 12, pedikel baik, tak tampak lesi litik/blastik

Discus Intervertebra Th 11-Th 12 dan Th 12-L1 menyempit

Soft tissue tenang

Kesan : Fraktur kompresi vert Th 12. Curiga HNP Th 11-Th 12 dan Th


12 – L1

Saran : Konsultasi ke dr Sp Orthopedi

1.5 Diagnosa
a. Diagnosis Klinis : Low back pain ec fraktur thoracal XII, HNP Th
11-Th12, Th 12-L1.
b. Diagnosis Topis : Nukleus pulposus

9
c. Diagnosis Etiologis : Trauma, Penyempitan discus Th11-Th12, Th12-L1
d. Diagnosis Tambahan : Hipertensi
1.6 Penatalaksanaan

Penggunaan korset

P.O Natrium diklofenak 2x25mg

P.O Eperisone 3x1 50mg

P.O Mecobalamin 3x1 500mcg

P.O Lansoprazole 2x1 30mg

P.O Pregabalin 1x1 75mg

P.O Meloxicam 2x1 7.5mg

P.O Amitriptilin 2x1 5mg

P.O Paracetamol 2x1 300mg

P.O Diazepam 2x1 1mg

P.O Amlodipine 1x1 10mg

1.7 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hernia Nukleus Pulposus


Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah kondisi keluarnya nukleus
pulposus dari diskus melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke
dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan
radix spinalis sehingga menimbulkan rasa nyeri di punggung. [1] Pasien
dengan HNP akan datang dengan gejala klinis seperti nyeri punggung
bawah yang menjalar, spasme otot, kelemahan otot, dan pengurangan
mobilitas dan aktivitas. Pemeriksaan fisik neurologis seperti tes Laseque
dan tes Patrick, serta pemeriksaan radiologi seperti magnetic resonance
imaging (MRI) dilakukan untuk menegakkan diagnosis.[2] Penatalaksanaan
HNP dilakukan menggunakan terapi konservatif berupa terapi
simptomatik dan fisioterapi. Pada keadaan tertentu, diperlukan tindakan
operatif seperti mikrodisektomi atau disektomi.[3]
2.2 Epidemiologi Hernia Nukleus Pulposus
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) secara epidemiologi merupakan
penyebab tersering seseorang dengan nyeri punggung bawah datang ke
rumah sakit tetapi data epidemiologi di Indonesia sayangnya masih sangat
terbatas. Prevalensi global untuk kejadian HNP adalah sekitar 1-3% di
negara Finlandia dan Italia. Angka prevalensi kejadian HNP tertinggi
adalah 5 dari 20 kasus nyeri punggung bawah per 100 orang dewasa
setiap tahun, dan paling sering terjadi pada orang berusia 30 hingga 50-an,
dengan rasio pria dan wanita adalah 2:1.[4] Indonesia tidak terdapat data
yang menunjukkan prevalensi nyeri punggung bawah secara jelas.
2.3 Etiologi Hernia Nukleus Pulposus
Etiologi dari Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dibagi berdasarkan
patofisiologi terjadinya. HNP biasanya terjadi dengan meningkatnya usia
akibat perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan
tipisnya nukleus pulposus.[5] Selain itu HNP kebanyakan juga disebabkan

11
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus
intervertebralis sehingga menyebabkan robeknya anulus fibrosus.[6]

2.4 Faktor Risiko Hernia Nukleus Pulposus

Faktor risiko penderita HNP berupa:[6][7]

a. Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi,


b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita,

12
c. Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya.
d. Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama,
mengangkat ataupun menarik beban yang berat, terlalu sering memutar
punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat dan
berlebihan, paparan pada vibrasi yang konstan,
e. Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah
sekian lama tidak dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam
jangka waktu yang cukup lama,
f. Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu kemampuan
diskus menyerap nutrisi yang diperlukan dari darah,
g. Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang
menyebabkan strain pada punggung bawah, serta
h. Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.
2.5 Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus
Patofisiologi terjadinya hernia nukleus pulposus (HNP) adalah
terjadinya proses degeneratif atau trauma yang menyebabkan keluarnya
nukleus pulposus dari diskus melalui robekan annulus fibrosus.[3]

Anatomi

Nukleus pulposus merupakan material berbahan seperti gel yang


ditemukan di antara dinding luar cakram yang lembut seperti spons dan
berfungsi untuk memberikan penopang dan fleksibilitas di antara tulang
vertebra. Karena proses perburukan yang bertahap sebagai suatu proses
alami penuaan, diskus ini dapat robek dan nukleus pulposus terdorong
keluar melalui dinding diskus melalui kanalis spinalis.[2] Hernia nukleus
pulposus dapat terjadi di tulang belakang regio manapun, namun lokasi
tersering adalah pada tulang belakang cervical dan lumbal. Kedua area ini
secara khusus rentan terkena cedera karena menahan beban dan meregang
berulang seiring aktivitas fisik.[3]

Degenerasi Tulang Belakang

13
Manusia mencapai puncak pertumbuhan tulang belakang pada usia
30 tahun. Setelah usia 30 tahun, jaringan tubuh, persendian dan diskus
secara perlahan mulai berdegenerasi. Peregangan berulang dan lama atau
tindakan memutar paksa akan mempercepat terjadinya degenerasi diskus,
menyebabkan kelemahan, peregangan, ataupun robeknya anulus fibrosus.
[1]

Trauma dan Aktivitas Fisik

Cedera tulang belakang atau kegiatan yang melibatkan gerakan


menahan beban akan menambah beban intradiskus. Di bawah kondisi ini,
nukleus pulposus akan terdorong melalui anulus yang ruptur dan lemah. [3]
HNP paling sering terjadi dari arah ligamen lateral posterior longitudinal,
biasanya menghasilkan keadaan yang disebut sebagai paracentral
herniated disc. Bentuk herniasi ini akan menyebabkan stenosis foraminal
dan kompresi pada akar saraf. Selain daripada itu, bocornya nukleus
pulposus dapat memicu inflamasi. Hal ini karena pada keadaan normal
nukleus pulposus terisolasi di antara diskus vertebra, bila terjadi
ekstravasasi, tubuh akan mengenali nukleus pulposus sebagai benda asing.
Reaksi inflamasi dapat mengiritasi akar saraf dan menyebabkan lumbar
radiculitis.
2.6 Diagnosis Hernia Nukleus Pulposus
Diagnosis Hernia Nukleus Pulposus (HNP) ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien biasanya datang dengan gejala
klinis nyeri punggung bawah yang menjalar hingga ke kaki. Pada
pemeriksaan fisik neurologis dapat ditemukan tes Laseque dan Patrick
yang positif. Pemeriksaan penunjang MRI merupakan gold standar dalam
menentukan diagnosis HNP.
Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berhubungan
dengan nyeri pasien, misalnya frekuensi nyeri, interval, lokasi nyeri, sifat
nyeri, penjalaran, apa aktivitas yang memprovokasi nyeri, serta hal-hal

14
yang memperberat nyeri dan meringankan nyeri. Selain mengenai
nyerinya, tanyakan pula pekerjaan pasien, riwayat trauma, dan riwayat
merokok karena merupakan faktor risiko terjadinya HNP. Anamnesis juga
diarahkan untuk mencari redflag nyeri punggung bawah, misalnya
inkontinensia fekal, skiatika, dan spondiloartropati.[8]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terlihat gaya jalan yang khas, membungkuk
dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan
lutut, serta kaki yang berjingkat. Dalam pemeriksaan fisik juga perhatikan
daerah yang mengalami spasme dan ketegangan otot, kelemahan otot,
atrofi otot, atau perubahan sensoris yang dialami ekstremitas bawah.
Perhatikan pula postur dan keadaan umum dan menyuruh pasien untuk
fleksi, ekstensi, dan rotasi untuk mengetahui range of motion yang dapat
digapai pasien dan untuk mengidentifikasi gerakan yang dapat
menimbulkan nyeri. Terdapat beberapa pemeriksaan fisik neurologis yang
dapat dilakukan pada pasien dengan HNP, antara lain adalah tes Laseque
dan Patrick.[9]
a. Straight Leg Raise (Laseque) Test

Tes untuk mengetahui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur


dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif,
dengan lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul
rasa nyeri pada saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada
kompresi dari akar saraf lumbar. Tes Laseque ini memiliki nilai
sensitivitas yang tinggi (80-97%) untuk penonjolan diskus lumbar, namun
memiliki nilai spesifitas yang rendah (sekitar 40%), karena tes ini
memberikan hasil positif juga untuk nyeri ischialgia lainnya.[10]

b. Patricks Test atau Flexion, Abduction and External Test (FABER Test)

Tes Patrick merupakan skrining pasif untuk kelainan pada


muskuloskeletal seperti daerah panggul, lumbal dan disfungsi sendi
sakroiliaka. Pasien diposisikan dalam posisi supine dan calcaneus

15
menyentuh patella. Tangan pemeriksa berada di spina iliaka anterior
superior (SIAS) dan bagian medial dari lutut, setelah itu diberikan
kompresi. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada sendi sakroiliaka yang
diuji. Tes ini memiliki nilai sensitivitas 54-66% dan nilai spesifitas 51-
62%.[11]

Pemeriksaan Penunjang

Berikut merupakan beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat


dilakukan untuk mendiagnosis HNP.

a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Merupakan gold standar dalam mendiagnosis HNP, test non invasif ini
menggunakan magnet dan gelombang radio frekuensi untuk memberikan
gambar jaringan lunak tulang belakang secara jelas, sehingga saraf dan
diskus dapat terlihat. Pada MRI dengan HNP dapat terlihat diskus yang
mengalami herniasi serta letak dari herniasi tersebut. Pada studi yang
dilakukan terhadap 50 pasien, MRI memiliki sensitivitas 72%, spesifitas
68%, dan akurasi 70%.[18]

b. Computerized Tomography (CT Scan)

CT scan dapat menunjukkan beberapa gambar berbagai arah yang


kemudian akan dikombinasi untuk menghasilkan gambar cross-sectional
tulang belakang dan struktur sekitarnya dapat terlihat.[19]

c. Foto polos

Foto polos tidak dapat mendeteksi HNP tetapi foto polos dapat
mengidentifikasi penyebab nyeri tulang belakang seperti, infeksi, tumor,
alignment yang sudah bergerak dan fraktur kompresi.[19]

2.7 Diagnosis Banding


Berikut ini adalah diagnosis banding pasien yang dicurigai
menderita HNP:[14]

16
a. Spondilosis (Spondilartrosis Derformans)

Pada spondiloartrosis deformans, bila dilakukan foto rontgen akan


tampak adanya rarefikasi korteks tulang belakang, penyempitan diskus dan
osteofit-osteofit yang dapat menimbulkan penyempitan dari foramina
intervertebra. Nyeri yang ditimbulkan dapat berupa nyeri radikuler atau
rasa pegal di daerah lumbal. Nyeri ini timbul terutama bila penderita mulai
bergerak setelah lama berada dalam keadaan tertentu seperti duduk atau
berbaring.

b. Stenosis Spinal

Pada stenosis spinal terjadi penyempitan kanalis vertebralis yang dapat


disertai penyempitan foramen intervertebralis akibat proses degenerasi dan
penonjolan tulang atau sejak semula sudah sempit. Nyeri punggung bawah
yang dirasakan berupa nyeri rujukan somatik yang lebih sering dirasakan
pada waktu berjalan atau berdiri lama. Selain itu juga didapatkan
klaudikasio intermitens neurogenik, yaitu rasa nyeri sering disertai rasa
kesemutan dan dingin serta paresis otot-otot tungkai.

2.8 Penatalaksanaan Hernia Nukleus Pulposus


Penatalaksanaan pada kasus HNP dapat dibagi menjadi 2 macam,
penatalaksanaan secara konservatif dan penatalaksanaan secara operatif:
a. Penatalaksanaan Konservatif[15][16][17]

Terapi konservatif merupakan pilihan pertama pada pasien dengan


HNP. Terapi konservatif masih dapat dilakukan pada pasien yang dapat
mengontrol keinginan berkemih, dapat melakukan aktivitas sehari-hari,
dan masih dapat berjalan. Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi
iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien, melindungi, dan
meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. Perawatan
utama untuk diskus hernia diawali dengan istirahat disertai dengan obat-
obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, serta dibarengi dengan fisioterapi.

17
Dengan cara ini, lebih dari 95 % penderita akan dapat beraktivitas secara
normal.

Analgesik

Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan reaksi


inflamasi sehingga dapat mempercepat kesembuhan. Tatalaksana awal
dengan menggunakan ibuprofen 800 mg per 8 jam atau tramadol 50 mg
setiap 4-6 jam.

Muscle Relaxant

Muscle relaxant atau pelemas otot biasanya digunakan untuk


mengurangi rasa nyeri pada otot. Pelemas otot dapat membantu
merelaksasi spasme otot yang disebabkan oleh HNP, namun pelemas otot
tidak memperbaiki HNP itu sendiri. Terapi Pelemas otot yang dapat
digunakan adalah eperisone 150 mg per 8 jam.

Injeksi Steroid

Injeksi steroid diberikan kepada pasien dengan nyeri radikuler


persisten dengan tujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan mencegah
operasi. Jenis steroid yang diberikan berupa kortikosteroid atau
triamcinolone, dan disuntikan pada daerah transforaminal. Pada studi yang
dilakukan oleh Helvoirt et al, pasien yang diberikan injeksi deksametason
20 mg pada daerah transforaminal selama 10-14 hari, 50% nyeri berkurang
berdasarkan visual analogue scale (VAS).

Diatermi

Diatermi adalah terapi panas yang digunakan oleh fisioterapis.


Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot. Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,
termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan
kompres panas maupun dingin.

18
Korset lumbal

Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat


digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP
kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban diskus serta
dapat mengurangi spasme.

b. Penatalaksanaan Operatif[18][19][20]
Penatalaksanaan Operatif Tindakan operatif pada HNP harus
berdasarkan alasan yang kuat yaitu apabila dengan terapi konservatif
selama lebih 4 minggu terjadi nyeri menetap, defisit neurologi yang
memburuk, sindrom kauda ekuina dan terbukti adanya kompresi radiks
berdasarkan pemeriksaan neurofisiologi dan radiologi.
Laminektomi
Laminektomi adalah prosedur pembedahan untuk membebaskan
tekanan pada tulang belakang yang disebabkan oleh stenosis tulang
belakang dengan cara membuang area tulang atau jaringan. Laminektomi
biasa dilakukan apabila nyeri terus berlanjut meski telah mendapat
pengobatan yang adekuat atau apabila nyeri bersamaan dengan simptom
kerusakan saraf seperti kelemahan dan rasa baal pada kaki. Pada studi
yang dilakukan oleh Bydon et al, dari total 500 pasien yang dilakukan
laminektomi terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah
tindakan laminektomi yaitu operasi berulang, klaudikasio neurogenik,
radikulopati, parese, dan defisit sensorik.
Disektomi
Distektomi adalah tindakan operatif pengangkatan herniasi atau
degeneratif diskus yang menekan tulang belakang dan saraf di sekitarnya.
Metode ini lebih diutamakan apabila diskus telah pecah dan nukleus
melampaui dinding diskus. Namun, metode ini lebih berisiko tinggi karena

19
diperlukan sayatan besar di area punggung atau leher sesuai dengan posisi
herniasi diskus.

Mikrodisektomi
Mikrodisektomi merupakan metode disektomi minimal invasif
yang memiliki tingkat efektivitas hingga 90%. Mikrodisektomi biasa
dilakukan pada area lumbal. Sayatan kecil akan dibuat sebagai jalan
masuk endoskop sehingga dapat melihat dengan jelas posisi diskus dan
jaringan yang berada di sekelilingnya. Dokter akan menggunakan laser
untuk menghancurkan diskus yang menekan saraf. Metode ini sangat tepat
untuk pasien dengan HNP derajat awal (prolaps diskus). Dengan
mikrodisektomi diperlukan waktu operatif dan kemungkinan perdarahan
yang lebih kecil.
2.9 Komplikasi dan Prognosis Hernia Nukleus Pulposus
Prognosis Hernia Nukleus Pulposus (HNP) pada pasien yang
menjalani operasi laminektomi memiliki angka mortalitas 0,3%. Pasien
yang mendapat terapi dini dan agresif memiliki prognosis keseluruhan
yang lebih baik.
Komplikasi
HNP dapat menekan cauda equina yang terletak di punggung
bawah dan mengakibatkan komplikasi yang serius seperti disfungsi
kontrol berkemih atau buang air besar, menurunnya kemampuan
beraktivitas, dan saddle anesthesia. Pasien yang sudah dilakukan tindakan
operatif memiliki kemungkinan komplikasi berupa infeksi post operatif (1-
5%) dan cedera saraf (0,2%).[21]
Prognosis
Perbaikan klinis biasanya terlihat pada kebanyakan pasien dan
hanya 10% pasien saja yang masih merasakan nyeri setelah 6 minggu
tatalaksana konservatif. Hasil pemeriksaan MRI yang sekuensial pada 2/3
pasien HNP menunjukkan bahwa bagian diskus yang mengalami herniasi

20
dapat mengalami penyembuhan parsial atau total setelah 6 bulan
pengobatan.[22]
2.10 Edukasi Dan Pencegahan Hernia Nukleus Pulposus
Merupakan salah satu komponen terpenting dalam tatalaksana HNP.
Pencegahan terhadap HNP sebaiknya dilakukan sejak dini, terutama pada
pasien dengan faktor risiko yang dapat diubah. Upaya Pencegahan HNP
dapat dicegah terutama melalui aktivitas fisik dan pola hidup. Hal-hal
berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP:[23]
a. Melakukan olahraga otot perut atau olahraga yang menguatkan daerah
tulang belakang seperti berenang, sepeda statis, atau jalan santai
b. Menjaga postur tubuh yang benar pada saat berdiri atau duduk
c. Pada saat mengangkat beban berat, tidak diperbolehkan untuk
membungkuk. Lebih baik meminta bantuan bila beban terlalu berat
d. Menjaga berat badan ideal

21
BAB III

KESIMPULAN

Tn. Z usia 60 tahun datang dengan keluhan nyeri pada punggung


belakang, nyeri tidak menjalar, pusing (-), mual muntah (-), BAK dan BAB baik,
demam (-), napas spontan, gangguan tidur (-). Nyeri dirasakan setelah pasien
mengalami jatuh dari pohon setinggi 2 meter posisi terduduk. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan kedua tungkai mengalami spastik otot, dengan hyporefleks di
kedua tungkai. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgen AP/Lateral
pada lumbosacral sesuai gejala yang diderita, terjadi fraktur pada bagian thoracal,
dan penyempitan diskus pada Th11-Th12, dan Th12-L1. Berdasarkan hal tersebut
didapatkan diagnosis berupa low back pain ec herniasi nukleus pulposus dan
fraktur kompresi thoracal xii.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi klinis dasar. Jakarta : PT Dian Rakyat ; 2009.


Cetakan ke-14.
2. Ropper AH, Brown, Robert H. Adams & Victors’ Principle of neurology.
McGraw-Hill; 2005. 8thEd.
3. Zhou L, Holder EK, Leahy HP. Pathophysiology and treatment of discogenic
and radicular lower back. Int J Phys Med Rehabil ; 2014, 2:6.
4. Liu C, Huang CC, Hsu CC, Lin HJ. Higher risk for cervical herniated
intervertebral disc in physicians; a retrospective nationwide population-based
cohort study with claims analysis. Medicine (Baltimore). 2016; 95941: e5055.
5. Moore, Keith L dan Agur AMR. Clinically oriented anatomy. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
6. Mahadewa TGB, Maliawan S. Diagnosis dan Tatalaksana Hernia Nukleus
Pulposus Lumbal. In: Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Tulang
Belakang. Jakarta: Sagung Seto; 2009. p62-87.
7. Jordon J, Konstantinou K, O’Dowd J. Herniated lumbar disc. 2009. BMJ Clin
Evid: 1118.
8. Benjamin Ma. Herniated disk. UCSF Department of Orthopaedic Surgery.
2009
9. Lyndsay A. Alexander. 2007. The Response of the Nucleus Pulposus of the
Lumbar Intervertebral Discs to Functionally Loaded Positions.
10. Rabin A, Gerszten PC, Karausky P, Bunker CH, Potter DM, Welch WC. The
sensitivity of the seated straight-leg raise test compared with the supine
straight-leg raise test in patients presenting with magnetic resonance imaging
evidence of lumbar nerve root compression. Archives of Physical Medicine
and Rehabilitation. 2007;88(7):840–43.
11. Ozgocmen S, Bozgeyik Z, Kalcik M, Yildirim A. The value of sacroiliac pain
provocation test in early active sacroiliitis. Clin Rheumatol. 2008 (10) : 1275-
82.
12. Bradley K, Rikin P. The accuracy of MRI in the detection of Lumbar Disc
Containment. J Orthop Surg. 2008; 3 : 46.
13. Pierre C. Millette MD, FRCPC. 2000. Classification, Diagnostic Imaging,
And Imaging characterization of A Lumbar Herniated Disk. Volume 38, Issue
6. W. B. Saunders Company.

23
14. Marcelo GM, Jorge COrdovez M, Cecilia Okuma P, Carlos MM, Takeshi AK.
Differential diagnoses for disc herniation. Re Chil Radiol. 2017; 23 (2) :66-76
15. Highsmith, JM. Drugs, medications and spinal injections for herniated Disc.
Spine Universe. 2016.
16. AS Chandanwale, A Chopra A, Goregaonkar, B Medhi, V Shah, et all.
Evaluation of eperisone hydrochloride in the treatment of acute
musculoskeletal spasm associated with low back pain: a randomized, double
blind, placebo-controlled trial. JPGM: 2011.
17. Helvoirt H, Apeldoorn A, Knol D, Arts M, Kamper S, Tulder M, Osteol R.
Transforaminal epidural steroid injections influence mechanical diagnosis and
therapy (MDT) pain response classification in candidates for lumbar herniated
disc surgery. Journal of back and musculoskeletal rehabilitation. 2016; 29 :
351-359.
18. Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, et al. Surgical vs nonoperative
treatment for lumbar disk herniation : the Spine Patient Outcomes Research
Trial (SPORT) observational cohort. JAMA. 2006; 296 (20): 2451-9.
19. Gardocki RJ, Park AL. Lower back pain and disorders of intervertebral disc.
In : Canale ST, Beaty JH, eds. Campbell’s Operative Orthopaedics. 12th Ed.
Philadelphia, PA : Elsevier Mosby; 2013.
20. Ran J, Hu Y, Zheng Z. Comparison of discectomy versus sequestrectomy in
lumbar disc herniation : a meta-analysis of comparative studies. Plos One.
2017
21. Ehni BL, Satyan K. Lumbar discectomy. In : Bencel EC, ed. Spine surgery.
3rd Ed. Philadelphia, PA : Elsevier Saunders; 2012.
22. Gardocki RJ, Park AL. Lower back pain and disorders of intervertebral disc.
In : Canale ST, Beaty JH, eds. Campbell’s Operative Orthopaedics. 12th Ed.
Philadelphia, PA : Elsevier Mosby; 2013.
23. Alves TC, Costa AC, Vilela A. Epidural steroid block in herniated disc : a
systematic review. Neural circuits. 2017 Vol 1 pp 3-7.

24

Anda mungkin juga menyukai