Disusun Oleh :
PEMBIMBING
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing, Penyusun,
2
BAB I
PENYAJIAN KASUS
Nama : Tn. Z
No.RM : 141800
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : PNS (pensiun)
Pendidikan : S1
Alamat : Pontianak Utara
Tgl masuk RS : 12 Maret 2021
1.2 Anamnesis
1. Keluhan utama
Nyeri punggung belakang, tidak menjalar.
2. Onset
Keluhan dirasakan 6 bulan SMRS
3. Kualitas
Punggung belakang terasa nyeri berat pada saat beripindah posisi
seperti dari berbaring – duduk.
4. Kuantitas
ADL dilakukan mandiri
5. Faktor Yang Memperberat
Berpindah posisi dan pada saat pergerakan yang melibatkan tulang
belakang
6. Faktor Yang Memperingan
Berpindah posisi dengan hati-hati.
3
7. Riwayat Penyakit Sekarang
4
Denyut Nadi : 67x/menit
Temperatur : 36.5oC
Saturasi O2 : 98%
Berat Badan : 65 kg
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Paru
Jantung
5
Perkusi : Batas kanan jantung di ICS IV linea parasternal desktra
dan batas kiri jantung di ICS V linea aksilaris anterior
sinistra
Abdomen
Palpasi : Soepl, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, nadi kuat angkat, edema (-/-)
Status Neurologis
a. Motorik
Gerakan
+ +
+ +
Kekuatan otot
5 5
5 5
Tonus otot
N N
↑ ↑
Klonus otot
- -
N N
6
Atrofi otot
- -
- -
b. Refleks Fisiologis
N N
- -
c. Refleks Patologis
Refleks Patologis Kanan Kiri
Chaddock - -
Babinski - -
Oppenheim - -
e. Sensibilitas : Baik
f. Fungsi kognitif : Baik
g. Fungsi otonom: DC tidak terpasang
h. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Pemeriksaan Hasil
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Lasegue sign -
Brudzinski I -
Brudzinski II -
8
Foto Lumbosacral AP/Lateral
Interpretasi
Fraktur kompresi corpus vert Th 12, pedikel baik, tak tampak lesi litik/blastik
1.5 Diagnosa
a. Diagnosis Klinis : Low back pain ec fraktur thoracal XII, HNP Th
11-Th12, Th 12-L1.
b. Diagnosis Topis : Nukleus pulposus
9
c. Diagnosis Etiologis : Trauma, Penyempitan discus Th11-Th12, Th12-L1
d. Diagnosis Tambahan : Hipertensi
1.6 Penatalaksanaan
Penggunaan korset
1.7 Prognosis
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus
intervertebralis sehingga menyebabkan robeknya anulus fibrosus.[6]
12
c. Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya.
d. Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama,
mengangkat ataupun menarik beban yang berat, terlalu sering memutar
punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat dan
berlebihan, paparan pada vibrasi yang konstan,
e. Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah
sekian lama tidak dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam
jangka waktu yang cukup lama,
f. Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu kemampuan
diskus menyerap nutrisi yang diperlukan dari darah,
g. Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang
menyebabkan strain pada punggung bawah, serta
h. Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.
2.5 Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus
Patofisiologi terjadinya hernia nukleus pulposus (HNP) adalah
terjadinya proses degeneratif atau trauma yang menyebabkan keluarnya
nukleus pulposus dari diskus melalui robekan annulus fibrosus.[3]
Anatomi
13
Manusia mencapai puncak pertumbuhan tulang belakang pada usia
30 tahun. Setelah usia 30 tahun, jaringan tubuh, persendian dan diskus
secara perlahan mulai berdegenerasi. Peregangan berulang dan lama atau
tindakan memutar paksa akan mempercepat terjadinya degenerasi diskus,
menyebabkan kelemahan, peregangan, ataupun robeknya anulus fibrosus.
[1]
14
yang memperberat nyeri dan meringankan nyeri. Selain mengenai
nyerinya, tanyakan pula pekerjaan pasien, riwayat trauma, dan riwayat
merokok karena merupakan faktor risiko terjadinya HNP. Anamnesis juga
diarahkan untuk mencari redflag nyeri punggung bawah, misalnya
inkontinensia fekal, skiatika, dan spondiloartropati.[8]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terlihat gaya jalan yang khas, membungkuk
dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan
lutut, serta kaki yang berjingkat. Dalam pemeriksaan fisik juga perhatikan
daerah yang mengalami spasme dan ketegangan otot, kelemahan otot,
atrofi otot, atau perubahan sensoris yang dialami ekstremitas bawah.
Perhatikan pula postur dan keadaan umum dan menyuruh pasien untuk
fleksi, ekstensi, dan rotasi untuk mengetahui range of motion yang dapat
digapai pasien dan untuk mengidentifikasi gerakan yang dapat
menimbulkan nyeri. Terdapat beberapa pemeriksaan fisik neurologis yang
dapat dilakukan pada pasien dengan HNP, antara lain adalah tes Laseque
dan Patrick.[9]
a. Straight Leg Raise (Laseque) Test
b. Patricks Test atau Flexion, Abduction and External Test (FABER Test)
15
menyentuh patella. Tangan pemeriksa berada di spina iliaka anterior
superior (SIAS) dan bagian medial dari lutut, setelah itu diberikan
kompresi. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada sendi sakroiliaka yang
diuji. Tes ini memiliki nilai sensitivitas 54-66% dan nilai spesifitas 51-
62%.[11]
Pemeriksaan Penunjang
Merupakan gold standar dalam mendiagnosis HNP, test non invasif ini
menggunakan magnet dan gelombang radio frekuensi untuk memberikan
gambar jaringan lunak tulang belakang secara jelas, sehingga saraf dan
diskus dapat terlihat. Pada MRI dengan HNP dapat terlihat diskus yang
mengalami herniasi serta letak dari herniasi tersebut. Pada studi yang
dilakukan terhadap 50 pasien, MRI memiliki sensitivitas 72%, spesifitas
68%, dan akurasi 70%.[18]
c. Foto polos
Foto polos tidak dapat mendeteksi HNP tetapi foto polos dapat
mengidentifikasi penyebab nyeri tulang belakang seperti, infeksi, tumor,
alignment yang sudah bergerak dan fraktur kompresi.[19]
16
a. Spondilosis (Spondilartrosis Derformans)
b. Stenosis Spinal
17
Dengan cara ini, lebih dari 95 % penderita akan dapat beraktivitas secara
normal.
Analgesik
Muscle Relaxant
Injeksi Steroid
Diatermi
18
Korset lumbal
b. Penatalaksanaan Operatif[18][19][20]
Penatalaksanaan Operatif Tindakan operatif pada HNP harus
berdasarkan alasan yang kuat yaitu apabila dengan terapi konservatif
selama lebih 4 minggu terjadi nyeri menetap, defisit neurologi yang
memburuk, sindrom kauda ekuina dan terbukti adanya kompresi radiks
berdasarkan pemeriksaan neurofisiologi dan radiologi.
Laminektomi
Laminektomi adalah prosedur pembedahan untuk membebaskan
tekanan pada tulang belakang yang disebabkan oleh stenosis tulang
belakang dengan cara membuang area tulang atau jaringan. Laminektomi
biasa dilakukan apabila nyeri terus berlanjut meski telah mendapat
pengobatan yang adekuat atau apabila nyeri bersamaan dengan simptom
kerusakan saraf seperti kelemahan dan rasa baal pada kaki. Pada studi
yang dilakukan oleh Bydon et al, dari total 500 pasien yang dilakukan
laminektomi terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah
tindakan laminektomi yaitu operasi berulang, klaudikasio neurogenik,
radikulopati, parese, dan defisit sensorik.
Disektomi
Distektomi adalah tindakan operatif pengangkatan herniasi atau
degeneratif diskus yang menekan tulang belakang dan saraf di sekitarnya.
Metode ini lebih diutamakan apabila diskus telah pecah dan nukleus
melampaui dinding diskus. Namun, metode ini lebih berisiko tinggi karena
19
diperlukan sayatan besar di area punggung atau leher sesuai dengan posisi
herniasi diskus.
Mikrodisektomi
Mikrodisektomi merupakan metode disektomi minimal invasif
yang memiliki tingkat efektivitas hingga 90%. Mikrodisektomi biasa
dilakukan pada area lumbal. Sayatan kecil akan dibuat sebagai jalan
masuk endoskop sehingga dapat melihat dengan jelas posisi diskus dan
jaringan yang berada di sekelilingnya. Dokter akan menggunakan laser
untuk menghancurkan diskus yang menekan saraf. Metode ini sangat tepat
untuk pasien dengan HNP derajat awal (prolaps diskus). Dengan
mikrodisektomi diperlukan waktu operatif dan kemungkinan perdarahan
yang lebih kecil.
2.9 Komplikasi dan Prognosis Hernia Nukleus Pulposus
Prognosis Hernia Nukleus Pulposus (HNP) pada pasien yang
menjalani operasi laminektomi memiliki angka mortalitas 0,3%. Pasien
yang mendapat terapi dini dan agresif memiliki prognosis keseluruhan
yang lebih baik.
Komplikasi
HNP dapat menekan cauda equina yang terletak di punggung
bawah dan mengakibatkan komplikasi yang serius seperti disfungsi
kontrol berkemih atau buang air besar, menurunnya kemampuan
beraktivitas, dan saddle anesthesia. Pasien yang sudah dilakukan tindakan
operatif memiliki kemungkinan komplikasi berupa infeksi post operatif (1-
5%) dan cedera saraf (0,2%).[21]
Prognosis
Perbaikan klinis biasanya terlihat pada kebanyakan pasien dan
hanya 10% pasien saja yang masih merasakan nyeri setelah 6 minggu
tatalaksana konservatif. Hasil pemeriksaan MRI yang sekuensial pada 2/3
pasien HNP menunjukkan bahwa bagian diskus yang mengalami herniasi
20
dapat mengalami penyembuhan parsial atau total setelah 6 bulan
pengobatan.[22]
2.10 Edukasi Dan Pencegahan Hernia Nukleus Pulposus
Merupakan salah satu komponen terpenting dalam tatalaksana HNP.
Pencegahan terhadap HNP sebaiknya dilakukan sejak dini, terutama pada
pasien dengan faktor risiko yang dapat diubah. Upaya Pencegahan HNP
dapat dicegah terutama melalui aktivitas fisik dan pola hidup. Hal-hal
berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP:[23]
a. Melakukan olahraga otot perut atau olahraga yang menguatkan daerah
tulang belakang seperti berenang, sepeda statis, atau jalan santai
b. Menjaga postur tubuh yang benar pada saat berdiri atau duduk
c. Pada saat mengangkat beban berat, tidak diperbolehkan untuk
membungkuk. Lebih baik meminta bantuan bila beban terlalu berat
d. Menjaga berat badan ideal
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
14. Marcelo GM, Jorge COrdovez M, Cecilia Okuma P, Carlos MM, Takeshi AK.
Differential diagnoses for disc herniation. Re Chil Radiol. 2017; 23 (2) :66-76
15. Highsmith, JM. Drugs, medications and spinal injections for herniated Disc.
Spine Universe. 2016.
16. AS Chandanwale, A Chopra A, Goregaonkar, B Medhi, V Shah, et all.
Evaluation of eperisone hydrochloride in the treatment of acute
musculoskeletal spasm associated with low back pain: a randomized, double
blind, placebo-controlled trial. JPGM: 2011.
17. Helvoirt H, Apeldoorn A, Knol D, Arts M, Kamper S, Tulder M, Osteol R.
Transforaminal epidural steroid injections influence mechanical diagnosis and
therapy (MDT) pain response classification in candidates for lumbar herniated
disc surgery. Journal of back and musculoskeletal rehabilitation. 2016; 29 :
351-359.
18. Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, et al. Surgical vs nonoperative
treatment for lumbar disk herniation : the Spine Patient Outcomes Research
Trial (SPORT) observational cohort. JAMA. 2006; 296 (20): 2451-9.
19. Gardocki RJ, Park AL. Lower back pain and disorders of intervertebral disc.
In : Canale ST, Beaty JH, eds. Campbell’s Operative Orthopaedics. 12th Ed.
Philadelphia, PA : Elsevier Mosby; 2013.
20. Ran J, Hu Y, Zheng Z. Comparison of discectomy versus sequestrectomy in
lumbar disc herniation : a meta-analysis of comparative studies. Plos One.
2017
21. Ehni BL, Satyan K. Lumbar discectomy. In : Bencel EC, ed. Spine surgery.
3rd Ed. Philadelphia, PA : Elsevier Saunders; 2012.
22. Gardocki RJ, Park AL. Lower back pain and disorders of intervertebral disc.
In : Canale ST, Beaty JH, eds. Campbell’s Operative Orthopaedics. 12th Ed.
Philadelphia, PA : Elsevier Mosby; 2013.
23. Alves TC, Costa AC, Vilela A. Epidural steroid block in herniated disc : a
systematic review. Neural circuits. 2017 Vol 1 pp 3-7.
24