Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS

Manajemen Hemodinamikpada Pasien Syok Septik


Osmond Muftilov, Nurita Dian Kestriani, Erwin Pradian
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak

Manajemen hemodinamik pada fase awal dan lanjut dari syok septik adalah komponen penting terapi. Sindrom
penyakit kompleks seperti syok septik memerlukan pendekatan diagnostik dan terapeutik multimodal.
Selain diagnosis syok septik dan terapi kausal, tantangan utama dalam perawatannya adalah resusitasi serta
penanganan disfungsi kardiovaskular dan pernapasan. Laporan kasus ini bertujuan untuk melaporkan pasien
dengan syok septik akibat perforasi duodenum. Seorang wanita berusia 32 tahun dirawat di ruang resusitasi
dengan diagnosissyok septik karena peritonitis difus. Resusitasi hemodinamik dilakukan dengan terapi cairan
dan pemberian obat vasopresor dan inotropik. Setelah stabilisasi dan optimalisasi, pasien menjalani laparotomi
eksplorasi dan ditemukan perforasi pada duodenum. Selama perawatan di ICU, hemodinamik pasien dimonitor
menggunakan perangkat PiCCOTM. Pasien mengalami perbaikan kondisi dan pindah ke bangsal bedah pada hari ke
7. Penilaian serial status hemodinamik pasien dengan syok septik sangat penting untuk menentukan pilihan terapi
dalam mengoptimalkan tekanan perfusi dan aliran darah global sehingga dapat mengoptimalkan perfusi jaringan.
Kompleksitas dan heterogenitas pasien dengan syok septik menunjukkan bahwa diperlukan pendekatan individual
untuk manajemen hemodinamik.

Kata Kunci: Hemodinamik, monitoring, sepsis, syok septik

Hemodynamic Management in Patients with Septic Shock

Abstract

Hemodynamic management in both early and later phases of septic shock is the key component of theraphy.
Complex disease syndromes such as septic shock require multimodal diagnostic and therapeutic approaches.
Besides the diagnoses of septic shock and early causal therapy, one major challenge in treatment remains the
resuscitation and management of cardiocirculatory and respiratory dysfunction. This case report intentded to report
a patient with septic shock due to duodenal perforation . A 32 year old female was admitted to the resuscitation
room with septic shock due to diffuse peritonitis. Hemodynamic resuscitation was performed with fluid therapy
and administration of vasopressor and inotropic drugs. After stabilization and optimization, the patient underwent
exploratory laparotomy and primary suture on the perforated duoden. During critical care, the patient was
monitored using PiCCOTM device. The patient had improved conditions and was moved to the surgical ward on
day 7th. The serial assessment of the hemodynamic status of a patient with septic shock is crucial to identifythe
therapeutic options to optimize perfusion pressure and global blood flow in order to restore and optimize tissue
perfusion. The complexity and heterogeneity of patients with septic shock implies that individualized approaches
for hemodynamic management are mandatory.

Key Words: hemodynamic monitoring, sepsis, septic shock

Korespondensi: Osmond Muftilov.,dr.,SpAn, Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, Jl Gemi No 11
Pasteur Bandung, Email: muftilov03@gmail.com

70
71

Manajemen Hemodinamik Pada Pasien Syok Septik

Pendahuluan Penelitian membuktikan bahwa penilaian


hemodinamik melalui pemeriksaan fisik seperti
Sepsis merupakan suatu gejala sistemik akibat nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan
interaksi antara sistem imun dengan agen keluaran urin tidak cukup untuk mendeteksi
infeksi. Sepsis dapat diterapi dengan terapi yang hipoksia seluler global pada syok. Hal ini
tepat namun pada beberapa kasus, sepsis dapat dibuktikan melalui penelitian-penelitian pada
berkembang menjadi sepsis berat, sepsis dan pasien-pasien syok yang diresusitasi mencapai
syok septik dan kematian. Diperkirakan saat ini nilai-nilai resusitasi klasik yaitu mean arterial
di seluruh dunia terdapat rata-rata 18 juta kasus pressure (MAP) diatas 65mmHg, central venous
sepsis berat dan sepsis berat dan syok septik per pressure (CVP) diatas 8 mmHg dan keluaran
tahun dengan tingkat mortalitas antara 28,6%– urin diatas 0,5 mL/kg/jam yang ternyata tetap
55%. Sepsis merupakan penyebab kematian utama mempunyai nilai mortalitas tinggi yaitu antara
pada pasien-pasien kritis di Amerika Serikat dan 33%–82% baik pada 24 jam, 28 hari maupun
memberikan beban keuangan mencapai 16,7 juta 60 hari perawatan. Polemik ini mendorong
dolar per tahun.1,2 penelitian-penelitian mengenai pengembangan
Infeksi akan menyebabkan suatu interaksi teknik resusitasi terukur yang melibatkan
antara sistem imun dengan agen infeksi manipulasi terhadap preload, kontraktilitas dan
sehingga terjadi pelepasan mediator-mediator afterload jantung menggunakan terapi cairan dan
pro inflamasi seperti Tumor Necroting Factor inotropik dengan pengukuran langsung curah
Alpha (TNF-α) dan Interleukin 1(IL-1). jantung, perfusi dan penanda hipoksia jaringan
Produksi sitokin dan aktivasi kaskade inflamasi sebagai target akhir perawatan di Unit Perawatan
tersebut akan menyebabkan disfungsi jantung, Intensif. Penggunaan monitoring hemodinamik
mikroemboli, gangguan koagulasi dan gangguan kontinu membuat perubahan-perubahan pada
mikrosirkulasi. Secara klinis, interaksi ini status hemodinamik pasien akan diketahui
menimbulkan manifestasi berupa gangguan sehingga penanganan akan lebih cepat dilakukan
sirkulasi seperti penurunan volume intravaskular, dan menghasilkan prognosis yang lebih baik 1,4,5,6
vasodilatasi perifer, depresi miokardium dan Pulse contour cardiac output (PiCCO)
peningkatan metabolisme selular. 2,3 merupakan salah satu cara penilaian status
Tanpa terapi yang adekuat maka gangguan hemodinamik pasien untuk memandu terapi
sirkulasi diatas akan menyebabkan penurunan obat cairan atau vasoaktif. PiCCO menggunakan
curah jantung sehingga menyebabkan kombinasi dua teknik untuk pemantauan
ketidakseimbangan antara delivery Oxygen (DO2) hemodinamik dan volumetrik lanjut yaitu
dan Oxygen Demand (VO2) sehingga terjadi termodilusi dan analisis kontur nadi. PiCCO
hipoksia seluler secara global.1,2,4 membutuhkan penyisipan kateter tekanan vena
Dalam kondisi normal, hemodinamik akan sentral (CVP) dan arterial line. Pengukuran ini
selalu dipertahankan dalam kondisi yang berasal memang dari perhitungan namun dapat
fisiologis. Namun, pada pasien-pasien kritis digunakan dalam kombinasi dengan penilaian
mekanisme kontrol tidak melakukan fungsinya klinis. PiCCO tidak hanya memberikan informasi
secara normal sehingga status hemodinamik tentang curah jantung tetapi dapat memberikan
tidak akan stabil. Monitoring hemodinamik pengukuran untuk menilai preload, kontraktilitas,
menjadi komponen yang sangat penting dalam dan afterload.7
perawatan pasien-pasien kritis karena status Sebuah laporan konsensus baru-baru ini
hemodinamik yang dapat berubah dengan mendefinisikan sepsis sebagai “gangguan
sangat cepat. Berdasarkan tingkat keinvasifan disfungsi organ yang dapat mengancam nyawa”
alat, monitoring hemodinamik dibagi menjadi yang disebabkan ketidakmampuan individu
monitoring hemodinamik non invasif dan invasif. dalam berespons terhadap infeksi. Syok
Meskipun sudah banyak terjadi kemajuan dalam septik didefinisikan sebagai bagian dari sepsis
teknologi kedokteran, pemantauan secara invasif khususnya pada sistem peredaran darah dan pada
masih tetap menjadi gold standard monitoring. sel secara keseluruhan, yang disertai gangguan

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 38 No. 1 Februari 2020


72

Osmond Muftilov, Nurita Dian Kestriani, Erwin Pradian

metabolik yang dapat berisiko menyebabkan Februari 2017 dengan keluhan nyeri perut dan
kematian. Indikator klinis dari syok septik penurunan kesadaran. Keluhan nyeri perut
ditentukan berdasarkan kebutuhan akan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan dirasakan
pemberian vasopressor untuk mempertahankan terus memberat dan meluas. Keluhan disertai
tekanan arteri rata-rata dan kadar laktat serum dengan mual, muntah, dan demam. Pasien
yang lebih besar dari 2 mmol/L.8 mulai mengalami penurunan kesadaran sejak
Penyakit dengan sindrom yang lebih kompleks 12 jam sebelum masuk RS. Pasien memiliki
seperti syok septik membutuhkan pendekatan riwayat penyakit maag sejak 5 tahun yang lalu,
terapeutik dan diagnosis secara menyeluruh. dan diobati dengan obat dari warung. Riwayat
Selain diagnosis syok septik dan pemberian mengkonsumsi jamu-jamuan disangkal. Pasien
terapi sejak dini, tantangan yang paling utama tidak memiliki riwayat penyakit asma, alergi,
dalam perawatannya tetaplah pada resusitasi hipertensi, dan kencing manis. Riwayat operasi
dan manajemen kardiovaskular serta disfungsi sebelumnya disangkal.
sistem pernapasan. Dalam hal ini, manajemen Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
hemodinamik pada tahap awal dan lanjut dari dalam keadaan kesadaran somnolen, dengan
penyakit ini sangatlah penting. Akan tetapi, saat tekanan darah 80/50 mmHg, denyut nadi 110–
ini masih terdapat beberapa pertanyaan yang 115 kali/menit, laju napas 30–35 kali/menit,
sulit untuk dijawab terkait dengan pengelolaan suhu 35,5oC dengan saturasi 95% dengan Non
dinamika kardiovaskuler pada pasien sepsis dan Rebreathing Mask 10 liter per menit. Pada
syok septik. pemeriksaan dada ditemukan bentuk dan
gerak simetris, tampak retraksi intercostal dan
Laporan Kasus epigastrium, suara paru vesikular breathing sound
kiri sama dengan kanan, tidak terdapat ronki dan
Pasien datang ke IGD RSHS pada tanggal 13 wheezing. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan

Gambar 6 Algoritma penggunaan pCO2 gap dan ScvO2 pada resusitasi syok septik

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 38 No. 1 Februari 2020


73

Manajemen Hemodinamik Pada Pasien Syok Septik

Gambar 7 Algoritma manajemen hemodinamik pada syok septik.

distensi, nyeri tekan diseluruh regio perut, tidak peritonitis difus ec susp derforasi hollow viscus.
ditemukan bising usus, tidak terdapat urin. Kedua Pasien dirawat di ruangan resusitasi dalam
ekstremitas teraba akral dingin dengan CRT > 2. kesadaran somnolen, tekanan darah 80/50 (60)
Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan mmHg, denyut nadi 110 kali/menit, respirasi 30
hasil hemoglobin 9,3 g/dL, hematokrit 25%, kali/menit, Saturasi 95% dengan non- rebreathing
leukosit 18600 uL, trombosit 310.000 uL, PT mask (NRM) 10ltr/mnt, urine output 0 mL/
21,4 detik, INR 1,86, APTT 97 detik, elektrolit jam. Dilakukan sepsis bundle dengan loading
dalam batas normal, hipoalbuminemia 2,8 g/ cairan ringer laktat 30mL/kgBB, kultur darah
dL, terdapat peningkatan laktat di 7 mmol/L, dan pemberian antibiotik, pengecekan laktat,
peningkatan ureum 105 mg/dLdan kreatinin 1,9 pemasangan CVC dan intubasi. Satu jam
mg/dl. Pada analisis gas darah tampak gambaran kemudian tekanan darah meningkat di 90/50(63)
asidosis metabolik dengan pH 7,1/ pCO2 41 mmHg, laju nadi di 115x/menit, urine keluar
mmHg/ pO2 109 mmHg/ HCO3 12 mmol/L / BE di 20mL/jam, dilakukan pengukuran ScvO2
-16 mmol/L / Saturasi 96%. Pada pemeriksaan didapatkan hasil 80% dan peningkatan laktat 7
rontgen abdomen didapatkan gambaran distribusi mmol/liter dengan pCO2 gap 9 mmHg dilakukan
udara di dalam usus meningkat, tidak terdapat pemberian norepinefrin 0,2 ug/kg/menit dan
air fluid level, didapatkan free air masif. Pada dobutamine 5 ug/kg/menit. Tiga jam berikutnya
pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan hemodinamik membaik dengan tekanan darah
gambaran bronkopneumonia kanan. 110/70 (83) mmHg dan urine output meningkat
Pasien didiagnosis dengan syok septik ec di 70 mL/jam, didapatkan hasil pemeriksaan

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 38 No. 1 Februari 2020


74

Osmond Muftilov, Nurita Dian Kestriani, Erwin Pradian

central venouse pressure (CVP) 16, ScvO2 menunjukan angka lebih besar daripada 70%
82%, laktat menurun di 5 mmol/liter, dengan walaupun disertai dengan gejala abnormal
pCO2 gap 6, pasien di putuskan untuk dilakukan oksigenasi jaringan. Defek ekstraksi oksigen
operasi laparatomi eksplorasi dengan perawatan ini mungkin berhubungan dengan kerusakan
kmposcaoperasi di ruangan intensif. mikrosirkulasi yang berat dan/atau kerusakan
Pasien di rawat di ruangan intensive care unit mitokondrial dan atau kerusakan dari respirasi
(ICU) selama 5 hari. Pemberian vasopressor di tingkat selular sehingga menghasilkan, pada
dilanjutkan sampai hari ke 3, dengan tekanan sebagian besar kasus, peningkatan nilai dari
darah sistol di 90–125 mmHg dan diastol 60–75 ScvO2 ataupun SvO2.9 Setelah resusitasi awal,
mmHg. Pada hari perawatan pertama ventilator ScvO2saja bisa dikatakan tidak cukup untuk
di setting dengan mode volume control, volume menjadi panduan dari terapi cairan maupun terapi
tidal (VT) : 420 frekuensi:12 positive end obat-obat vasoaktif suportif.
expirator pressure (PEEP):5 FiO2:60%. Selama Beberapa studi sudah menunjukan kalau
di ICU Pasien di berikan Midazolam 4mg/jam, perbedaan karbondioksida dari vena terhadap arteri
Ecron 3mg/jam, antibiotik Meropenem 3x1gr iv, yang dihitung dengan sample darah vena [P(v-a)
Omeprazole 2x40mg iv, analgetik Fentanil 25ug/ CO2], dan indeks jantung (CI) memiliki hubungan
jam dan Paracetamol 4x1 gr iv. Balans cairan di pada keadaan tidak sepsis dan kegagalan sirkulasi
hari pertama +550 mL dalam 24 jam, dengan total yang disebabkan karena keadaan sepsis.9 Sebuah
balance selama 5 hari perawatan +1350 mL. Pada penelitian menegaskan pentingnya aliran darah
pemeriksaan penunjang di hari pertama, laktat pada peningkatan [P(v-a)CO2].8 Penelitian lain
menurun di 3,2 mmol/L dengan hasil analisis gas juga menunjukkan bahwa peningkatan P(v-a)CO2
darah pH 7,22 pCO2 45 mmHg pO2 173 mmHg berkaitan erat dengan penurunan cardiac output.10
HCO3 27 mmol/L BE -8 mmol/L Saturasi 97%, Hal ini disebabkan karena P(v-a)CO2 meningkat
ScvO2 74% pCO2gap:6, pada pemeriksaan pada keadaan hipoksik iskemia tapi tidak dalam
PiCCO didapatkan cardiac index (CI) 3,5, global keadaan hipoksik-hipoksia pada ketergantungan
end diastolic volume index (GEDVI) 650, extra terhadap suplai oksigen dalam derajat yang
vascular lung water index (EVLWI)550, stroke sama. Penelitian terakhir menyatakan bahwa
volume variation (SVV) 20. Pasien diberikan gut P(v-a)CO2 dapat digunakan sebagai penanda dari
feeding D10 10mL/jam dihari ke 2 dan diberikan adekuat tidaknya aliran darah untuk membuang
feeding entramix 500kkal di hari ke 3. Pada hari total CO2 yang diproduksi oleh jaringan perifer.10
perawatan ke 3 di ICU, laktat kembali normal di Berdasarkan hal ini, pCO2 gap dan laktat sekarang
1,6 mmol/liter dengan pemeriksaan analisi gas sering dijadikan end point pada resusitasi pasien
darah normal. Pasien di ekstubasi di hari ke 4 dan syok septik (Gambar 1).
dipindahkan dari ruangan intensif pada hari ke 5. Pada keadaan hipoperfusi jaringan, perbedaan
pH dan pCO2 antara gas darah vena dengan gas
Pembahasan darah arteri meningkat secara signifikan. Gradien
pCO2 (P(v-a)CO2) meningkat saat terjadi
Penangan hemodinamik sedini mungkin dari penurunan indeks jantung. Hal ini merupakan
keadaan sepsis, syok sepsis telah menunjukan efek sekunder dari penurunan kemampuan
hasil yang lebih baik. Optimalisasi dini (dalam eliminasi CO2 pada level jaringan, menghasilkan
6 jam pertama dari terapi) dengan menggunakan hiperkapnia vena dan hipokapnia arteri. Pada
target saturasi oksigen vena central (ScvO2) serta model binatang, baik paCO2 maupun pH(v-a)
melibatkan seluruh parameter hemodinamik meningkat saat terjadi penurunan pengantaran
meningkatkan keberhasilan terapi dari syok oksigen, respons ini bertambah saat pengantaran
sepsis maupun sepsis berat.8 ScvO2 bertindak oksigen tercapai. Pada keadaan syok sepsis
sebagai indikator kuat dari keseimbangan antara peningkatan dari CO2gap terlihat pada pasien
kebutuhan oksigen dan suplai oksigen saat dengan penurunan curah jantung dan juga
onset dari sepsis berat dan syok septik. Pada terlihat pada pasien dengan penyakit paru dimana
pasien pascaresusitasi di ICU, ScvO2 seringkali eliminasi CO2 akan terganggu.10

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 38 No. 1 Februari 2020


75

Manajemen Hemodinamik Pada Pasien Syok Septik

“Early Goal Directed Therapy” dan dan termodilusi, termodilusi transpulmonal,


“Hemodynamic Management” dan analisa kontur denyut nadi (pulse contour
Konsep dari EGDT perlu dibedakan dari analysis), baik yang tekalibrasi maupun yang
“manajemen hemodinamik” pada pasien dengan tidak terkalibrasi. Sebagai tambahan, tes secara
syok septik. Konsep EGDT yang digambarkan fungsional (passive leg raising test, fluid challenge
oleh Rivers hanya mencakup 6 jam pertama dari test) digunakan untuk melihat responsivitas
resusitasi pada pasien dengan syok septik dan cairan, dalam hal ini peningkatan cardiac output
biasanya digunakan di unit gawat darurat. Konsep (CO) setelah pemberian cairan.
EGDT didasarkan pada variabel-variabel dasar
dari hemodinamik seperti CVP, MAP, dan ScvO2. Manajemen hemodinamik pada pasien syok
Manfaat dari variabel hemodinamik ini bertujuan septik
untuk membantu dalam resusitasi cairan dan Manajemen hemodinamik meliputi (a)
pemberian obat vasopresor atau inotropik. diagnosis syok septik (b) pengkajian status
Tekanan vena sentral memiliki kemampuan hemodinamik (volume cairan, respons terhadap
yang terbatas dalam menggambarkan status cairan, kebutuhan akan vasopresor atau inotopic),
volume intravaskular dan respons cairan. dan termasuk mengidentifikasi masalah
Penggunaannya dalam resusitasi cairan pada terapeutik (hipovolemia intravaskular dengan
EGDT dapat menyebabkan kelebihan cairan. kelebihan cairan di paru-paru) dan (c) panduan
ScvO2 merupakan parameter yang tidak spesifik intervensi. Penilaian status hemodinamik
dalam menentukan keseimbangan antara oksigen pada pasien syok septik sangat penting untuk
yang diedarkan (oxygen supply) dengan oksigen mengetahui pilihan terapi yang dapat digunakan
yang digunakan (oxygen demand). Hasil ScvO2 untuk mengoptimalkan tekanan perfusi jaringan
di bawah 70% hanya sekitar 27% dari pasien dan sirkulasi darah guna memulihkan dan
syok septik yang mucul pada jam pertama setelah mengoptimalkan perfusi jaringan. Hipovolemia
pasien tersebut dipindahkan ke ruang ICU. dan hipervolemia dikaitkan dengan hasil
Beberapa penelitian bahkan menemukan bahwa yang sangat merugikan. Pengkajian status
walaupun hasil ScvO2 tinggi masih dapat terjadi hemodinamik (volume dan responsivitas cairan)
ketidaksesuaian antara oxygen demand dan tetap menjadi tantangan yang besar dalam
supply.11 perawatan syok septik. Sementara itu CVP,
Pasien dengan syok septik memerlukan cardiac filling pressure, dan parameter statik
perawatan secara rutin selama beberapa hari dari preload jantung tidak seharusnya digunakan
atau bahkan beberapa minggu. Menejemen sebagai panduan terapi cairan. Terapi cairan
hemodinamik mengacu pada hasil diagnostik seharusnya didasarkan pada lebih dari satu
dan pendekatan terapeutik yang bertujuan untuk indikator hemodinamik (pulse pressure dan stroke
mengidentifikasi dan mengatasi perubahan volume variation yang hanya dapat digunakan
sirkulasi jantung selama proses terjadinya syok pada pasien dengan irama sinus ritme dan napas
septik. Diagnosis awal hingga resusitasi dini terkontrol dengan ventilator). Tidak ada definisi
dan terapi hemodinamik pada pasien dengan yang jelas tentang titik akhir hemodinamik dalam
syok septik berhubungan dengan terjadinya pemberian cairan, oleh karena itu beberapa
komplikasi yang kompleks seperti ARDS, gagal konsensus menyarankan untuk titrasi secara hati-
ginjal, sindrom kompartemen abdomen, atau hati khususnya jika filling pressure meningkat
miokard infark. atau adanya cairan di extravaskular paru. Standar
Manajemen hemodinamik dapat digunakan klinis untuk mengevaluasi respon cairan yaitu
sebagai indikator hemodinamik yang lebih dengan cara melakukan bolus cairan dan terus
canggih (menggambarkan peredaran darah secara menerus memonitor kadar cardiac output (CO)
menyeluruh, kontraktilitas miokard (jantung), untuk melihat respons hemodinamik.11
status caira intravaskular, responsivitas cairan, dan Pada syok septis yang dipersulit oleh ARDS,
cardiac afterload) yang dikaji dengan berbagai akan terdapat masalah antara hipovolemia
tehnik seperti EKG, kateterisasi arteri pulmonal intravaskular dan kelebihan cairan pada

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 38 No. 1 Februari 2020


76

Osmond Muftilov, Nurita Dian Kestriani, Erwin Pradian

paru. Oleh karena itu, ESICM menyarankan dipasang ventilator, arterial line, disedasi, dan
penggunaan monitoring hemodinamik advance dilakukan monitoring hemodinamik dengan alat
pada pasien dengan syok yang berat (syok septis PiCCOTM. Resusitasi yang dilakukan di IGD
dengan ARDS). Kateterisasi arteri pulmonal menggunakan parameter hemodinamik seperti
tetap menjadi pilihan dalam menghadapi pasien MAP, laju nadi, urine output, dan parameter
syok septik dengan kegagalan ventrikel kanan laboratorium berupa ScvO2, pCO2 gap, dan
atau hipertensi pulmonal. Akan tetapi kateterisasi laktat. Manajemen hemodinamik yang dilakukan
pulmonal dianggap sebagai prosedur yang sangat di ICU, menggunakan parameter CI, GEDVI,
invasif dan masih ada teknologi monitoring EVLWI, p/f ratio. Kondisi klinis pasien membaik,
hemodinamik yang dianggap tidak terlalu kemudian dilakukan weaning ventilator dan
invasif.12 dilakukan ekstubasi pada hari ke-4.
Pada syok septis yang disertai ARDS, Penyakit dengan sindrom yang lebih kompleks
manajemen hemodinamik dengan menggunakan seperti syok septik membutuhkan pendekatan
transpulmonary thermodilution, dapat terapeutik dan diagnostik secara menyeluruh.
memberikan informasi tambahan dalam Selain diagnosis syok septik dan pemberian terapi
menentukan extra vascular lung water index sejak dini, tantangan yang paling utama dalam
(EVLWI) dan permeabilitas vaskular paru. perawatannya adalah resusitasi dan manajement
Nilai EVLWI memberikan informasi prognosis kardiovaskular dan disfungsi sistem pernapasan.
mengenai mortalitas pada pasien-pasien kritis Dalam hal ini, manajemen hemodinamik pada
secara keseluruhan, pada pasien sepsis atau syok tahap awal dan lanjut dari penyakit ini sangatlah
septik, dan pasien ARDS. Data saat ini menunjukan penting. Akan tetapi, saat ini masih terdapat
bahwa EVLWI merupakan salah satu parameter beberapa pertanyaan yang sulit untuk dijawab
penting untuk menentukan pemberian cairan terkait pengelolaan dinamika kardiovaskular
pada pasien syok septik setelah periode resusitasi. pada pasien sepsis dan syok septik.
Termodilusi transpulmonal dapat membantu
mengukur CO, volume preload jantung, EVLWI, Daftar Pustaka
dan SVR, yang dapat digunakan untuk membantu
pemberian cairan dan terapi dengan vasopresor 1. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, Ressler J,
dan inotropik pada pasien syok septik kompleks Muzzin A, Knoblauch B ,dkk. Early goal
dengan kelebihan cairan di paru.12 Pada laporan directed therapy in the treatment of severe
kasus ini juga digunakan PiCCO yang juga sepsis and septic shock. N Engl J Med
menggunakan teknik termodilusi transpulmonal 2001;345:1368–77.
dan pulse contour analysis. 2. Nguyen B, Rivers E. The clinical practice of
Terdapat beberapa algoritma yang digunakan early goal directed therapy in severe sepsis
dalam tahapan resusitasi dan de-resusitasi dengan and septic shock. Adv Sepsis. 2005;4(4):125–
menggunakan data yang didapat dengan alat 3.
monitor hemodinamik melalui tehnik termodilusi 3. Hotchkiss R, Karl I. The patophysiology
transpulmonal dan analisis pulse contour. and treatment of sepsis. N Engl J Med
Beberapa penelitian menyarankan penggunaan 2003;348:138–50.
algoritma yang berdasarkan pada CI, GEDVI, 4. Otero B, Nguyen B, Huang D, Galeski D,
dan EVLWI (Gambar 2).12 Goyal M, Gannerson K, et al. Early goal
directed therapy in severe sepsis and septic
Simpulan shock revisited: concepts controversies
and contemporary findings. CHEST
Telah dilakukan resusitasi dan perawatan di ICU 2006;130:1579–95.
terhadap seorang wanita usia 32 tahun dengan 5. Levy M, Fink M. SCCM/ESICM/ACCP/
diagnosis syok septik et causa peritonitis difus ATS/SIS International sepsis definitions
et causa perforasi duodenum. Pasien masuk ICU conference. Crit Care Med 2012;31:1250–8.
atas indikasi syok septik. Di ICU pasien segera 6. Zanotti S, Delinger R. Hemodynamic

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 38 No. 1 Februari 2020


77

Manajemen Hemodinamik Pada Pasien Syok Septik

optimization of sepsis induced tissue hypo B, Wattel F. Small intestine intramucosal


perfusion. Crit Care.2006;10(suppl3):S2. PCO2 and microvascular blood flow during
7. Litton E, Morgan M. The PiCCO monitor: hypoxic and ischemic hypoxia. Crit Care
a review. Anaesthesia and intensive care. Med.2002:30:379–84.
2012;40(3):393–408. 11. Mallat J, Lemyze M, Tronchon L, Vallet
8. Rivers E, Nguyen B, Havstad S. Early goal- B, Thevenin D. Use of venous to arterial
directed therapy in the treatment of severe carbon dioxide tension difference to guide
sepsis and septic shock. N Engl J Med resuscitaion therapy in septic shock. World K
.2001;345;1368–77. Crit Care Med. 2016:5(1):47–56.
9. Teboul JL, Mercat A, Lenique F, Berton 12. Saugel B, Huber W, Nierhaus A, Kluge
C, Richard C. Value of the venous-arterial S, Reuter DA, Wagner JY. Advanced
pCO2 gradient to reflect the oxygen supply hemodynamic management in patients with
to demand in humans: effect of dobutamine. septic shock. BioMed Research International,
Crit Care Med.1998;26:1007–10. 2016;2016:1–11
10. Neviere R, Chagnon JL, Teboul JL, Vallet

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 38 No. 1 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai