Anda di halaman 1dari 7

JUDUL TUGAS:

PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PERDATA

Nama : R Welly Eltha Syaputra

NIM : P2B220020

Dosen Pengampu : Dr. Dwi Suryahartati, S.H., M.Kn

Mata Kuliah : Cyber Notary

UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI KENOTARIATAN
JAMBI 2021

1
PEMBAHASAN RESUME

“Dalam era perdagangan bebas yang disertai dengan pesatnya kemajuan di

bidang teknologi dan industri, telah memengaruhi berbagai sektor usaha termasuk

di dalamnya kegiatan perdagangan dan perbankan. Transaksi elektronik semakin

banyak dilakukan, terutama di bidang perdagangan dan perbankan. Perbuatan

hukum tidak lagi didasarkan pada tindakan yang konkret, kontan dan komun,

melainkan dilakukan dalam dunia maya secara tidak kontan dan bersifat

individual. Hal ini juga dipengaruhi oleh pergaulan hidup internasional dalam era

globalisasi. Sebagaimana dikatakan bahwa, interaksi antara ketentuan hukum

nasional dengan kaidah-kaidah hukum internasional akan semakin bertambah

karena berkembangnya lalu lintas pergaulan hidup internasional.”

“Terdapat pengaruh sistem common law terhadap pembangunan hukum di

Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya pembentukan

peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara parsial sesuai dengan

kebutuhan hukum masyarakat, sebagaimana telah diuraikan di atas. Demikian pula

terhadap cara penyelesaian sengketa perdata, khususnya sengketa bisnis, dengan

dikenal adanya alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) dan

gugatan perwakilan kelompok (class action) serta perkembangan/pembentukan

badan-badan penyelesaian sengketa baik pengadilan maupun di luar pengadilan,

seperti antara lain Pengadilan Niaga, Pengadilan Pajak, Pengadilan Hubungan

Industrial, Arbitrase, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.”

2
“Hal ini berpengaruh pula terhadap hukum acara perdata yang berlaku,

termasuk juga terhadap sistem pembuktian perdata. Dalam penyelesaian perkara

di pengadilan, acara pembuktian merupakan tahap terpenting untuk membuktikan

kebenaran terjadinya suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu, atau adanya

suatu hak, yang dijadikan dasar oleh penggugat untuk mengajukan gugatan ke

pengadilan. Melalui tahap pembuktian, hakim akan memperoleh dasar-dasar

untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu perkara.”

“Dalam tulisan ini akan diuraikan berbagai masalah yang berkenaan dengan

perkembangan alat bukti yang digunakan dalam penyelesaian sengketa perdata

melalui pengadilan, berkenaan dengan dikenal dan digunakannya alat bukti

elektronik dalam lalu lintas hukum keperdataan, khususnya

perdagangan/transaksi yang dilakukan dengan menggunakan perangkat

elektronik, dihubungkan dengan sistem pembuktian perdata.”

“Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum,

kepada hakim yang memeriksa perkara guna memberi kepastian tentang

kebenaran suatu peristiwa yang dikemukakan. Sementara itu Subekti berpendapat

bahwa pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dipergunakan,

diajukan ataupun dipertahankan sesuatu hukum acara yang berlaku. Dalam proses

pembuktian ada kegiatan membuktikan. Membuktikan adalah meyakinkan hakim

tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu

3
persengketaan, sehingga tampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan

dalam persengketaan atau perkara di muka hakim atau pengadilan.”

“Mengenai pengertian bukti dan alat bukti dapat disimak pendapat dari

Subekti yang menyatakan bahwa bukti adalah sesuatu untuk meyakinkan akan

kebenaran suatu dalil atau pendirian. Alat bukti, alat pembuktian, upaya

pembuktian adalah alat yang dipergunakan untuk membuktikan dalil-dalil suatu

pihak di pengadilan, misalnya: bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, sumpah dan

lain-lain.”

“Sejalan dengan apa yang dikemukakan di atas, Andi Hamzah juga

memberikan batasan hampir sama tentang bukti dan alat bukti yaitu sesuatu untuk

meyakinkan kebenaran suatu dalil, pendirian atau dakwaan. Alat-alat bukti ialah

upaya pembuktian melalui alat-alat yang diperkenankan untuk dipakai

membuktikan dalil-dalil, atau dalam perkara pidana dakwaan di sidang

pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat dan

petunjuk, dalam perkara perdata termasuk persangkaan dan sumpah.”

“Dengan demikian Bambang Waluyo menyimpulkan bahwa alat bukti

adalah suatu hal (barang dan non barang) yang ditentukan oleh undang-undang

yang dapat dipergunakan untuk memperkuat dakwaan, tuntutan atau gugatan

maupun guna menolak dakwaan, tuntutan atau gugatan. Jenis-jenis alat bukti

sangat tergantung pada hukum acara yang dipergunakan, misalnya apakah acara

pidana, perdata atau tata usaha negara.”

4
“Asas pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan (onsplitsbare aveu) ini berlaku

terhadap pengakuan dengan tambahan, baik pengakuan dengan kualifikasi

maupun pengakuan dengan klausula haruslah diterima bulat dan tidak boleh

dipisahkan dari keterangan tambahannya sehingga merugikan pihak yang

memberi pengakuan. Maksud pembentuk undang-undang tidak lain adalah agar

jangan sampai hakim memisah-misahkan pengakuan itu menjadi bagian yang

berisikan pengakuan yang tidak perlu dibuktikan lebih lanjut, dan bagian

tambahannya dibebankan kepada pihak yang memberikan pengakuan untuk

membuktikan kebenarannya.”

“Adapun Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat,

diberikan atau diucapkan pada waktu memberikan janji atau keterangan dengan

mengingat sifat maha kuasa dari Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi

keterangan atau janji atau keterangan yang tidak benar akan dihukum oleh Tuhan.

Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan ada dua macam sumpah, yaitu sumpah

untuk berjanji melakukan atau tidak melakukan sesuatu disebut sumpah

promissoir, dan sumpah untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa

sesuatu itu benar atau tidak yang disebut sumpah assertoir.”

“Di luar Pasal 164 HIR/180 RBg, terdapat pula pemeriksaan setempat dan

keterangan ahli yang dapat d igunakan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan

perkara perdata. Pemeriksaan (descente) setempat diatur dalam Pasal 153 HIR/180

RBg ialah pemeriksaan perkara oleh hakim karena jabatannya, yang dilakukan di

5
luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat

sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang

peristiwa yang menjadi sengketa.”

“Dan kemudian Sampai saat ini, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-

Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 di Indonesia, Hukum Acara Perdata yang

berlaku adalah HIR (Stb. 1848 No. 16 jo Stb. 1941 No. 44) untuk wilayah Jawa dan

Madura; serta RBg (Stb. 1927 No. 227) untuk wilayah luar Jawa dan Madura; Rv.

(Stb. 1847 No. 52 jo. Stb. 1849 No. 63) ditambah dengan berbagai peraturan tentang

acara perdata lainnya, sehingga terjadi pluralisme hukum.”

“HIR dan RBg merupakan bagian dari tata hukum Hindia Belanda karena

merupakan produk pemerintah kolonial Belanda yang masih berlaku sampai

sekarang. Bangsa Indonesia sejak merdeka sampai saat ini belum membentuk

hukum acara perdata yang baru sebagai pembaruan atas hukum acara perdata yang

sekarang berlaku yaitu HIR/RBg, meskipun demikian upaya untuk membentuknya

sudah lama dilakukan, terbukti dengan sudah dimilikinya rancangan undang-

undang tentang Hukum Acara Perdata yang sampai saat ini masih dalam proses

penyusunan.”

“Seiring dengan perkembangan dalam masyarakat yang disertai dengan

perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, timbul pula bermacam alat

bukti dalam hubungan hukum keperdataan di luar yang telah diatur dalam

6
peraturan acara perdata (HIR/RBg). Dimulai dengan munculnya fotokopi sampai

dengan dikenal dan digunakannya alat bukti elektronik.”

Anda mungkin juga menyukai