Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/359840639

PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA DALAM HUKUM PERDATA (Evidence And


Expired In Civil Law)

Article · July 2021

CITATIONS READS

0 882

1 author:

Cheryl Michaelia Ongkowiguno


Universitas Pembanguan Nasional "Veteran" Jakarta
8 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

UAS SEMESTER GANJIL FAK.HUKUM UPNVJ View project

All content following this page was uploaded by Cheryl Michaelia Ongkowiguno on 09 April 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA DALAM HUKUM PERDATA
(Evidence And Expired In Civil Law)

Cheryl Michaelia Ongkowiguno


Atik Winarti
Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
cherylmichaelia@gmail.com

Pendahuluan/ Introduction

Pembuktian dan Daluarsa merupakan salah satu contoh yang sering terjadi didalam
kehidupan manusia sehari-hari, dalam bernegara bahkan Dunia. Hukum Pembuktian dan
Daluwarsa (van bewijsen verjard) diatur dalam Buku IV KUHPerdata (B.W.). Pembuktian
sebenarnya termasuk bagian Hukum Acara (procesrecht) yang sebenarnya tidak dimuat dalam
B.W. (Hukum Perdata Material). Dalam hukum acara perdata, perihal pembuktian telah dimuat
dalam HIR.

Daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-
syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Seseorang tidak boleh melepaskan daluwarsa
sebelum tiba waktunya tetapi boleh melepaskan suatu daluwarsa yang telah diperolehnya.

Selain alasan untuk kepastian hukum, prinsip lewatnya waktu ini, juga didasarkan pada
faktor kesulitan dalam hal untuk mengungkap kasus perkara. Mengajukan tuntutan pidana pada
dasarnya adalah berupa pekerjaan mengungkap suatu peristiwa sebagaimana kejadian senyatanya
(Materiele Waarheid) pada waktu kejadian yang sudah berlalu.

Pengungkapan peristiwa memerlukan bukti-bukti yang ditentukan dan diatur menurut


ketentuan Undang-undang, baik mengenai macam-macamnya maupun cara dan sistem
penggunaannya. Semakin lama lewatnya waktu akan semakin sulit untuk memperoleh alat-alat
bukti tersebut. Semakin lama ingatan seorang saksi akan semakin berkurang bahkan lenyap atau
lupa tentang suatu kejadian yang dilihatnya atau dialaminya. Demikian juga benda-benda bukti,
dengan waktu yang lama akan menyebabkan benda itu menjadi musnahatau hilang dan tidak ada
lagi. Dengan berlalunya waktu yang lama memperkecil keberhasilan bahkan dapat.
Menyebabkan kegagalan dari suatu pekerjaan penuntutan.1

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, penulis ingin meninjau bagaimana hukum pembuktian
dan daluwarsa diatur dalam Hukum Perdata dengan membahas mulai dari pengertian pembuktian
dan daluwarsa; macam-macam pembuktian dan daluwarsa; sebab-sebab daluwarsa.

Pembahasan

A. Pembuktian

Pasal 1865 menjelaskan pembuktian pada umunya ialah setiap orang yang mengaku
mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau
untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian
yang dikemukakan itu.2 Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan oleh para pihak
dalam suatu sengketa. Pembuktian ini bertujuan untuk menetapkan hokum diantara kedua
belah pihak yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatu kebenaran yang
memiliki nilai kepastian, keadilan, dan kepastian hukum.3

Hukum pembuktian merupakan salah satu bidang hukum yang cukup tua umurnya.
Hal ini karena manusia dan masyarakat seprimitif apapun dia, pada hakikatnya memiliki
rasa keadilan, di mana rasa keadilan tersebut akan tersentuh jika ada putusan hakim yang
menghukum orang yang tidak bersalah atau membebaskan orang yang bersalah ataupun
memenangkan orang yang tidak berhak dalam suatu persengketaan. Agar tidak sampai di
putuskan secara keliru seperti itu, dalam suatu proses peradilan di perlukan pembuktian –
pembuktian. Pembuktian dalam ilmu hukum merupakan suatu proses baik dalam acara
perdata, acara pidana maupun acara – acara lainnya, di mana dengan menggunakan alat –
alat bukti yang sah, di lakukan tindakan dengan prosedur khusus untuk mengetahui
apakah suatu fakta atau pernyataan, khususnya fakta atau pernyataan yang di

1
Hardian Maulana Putra. 2018. “Penerapan Pasal 1967 Kuhperdata Terhadap Penyelesaian Sengketa Tanah”.
Hlm.10
2
Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3
Yulia. Buku Ajar Hukum Perdata. CV. BieNa Edukasi, Lhokseumawe. 2015. Hlm.120
persengketakan di pengadilan yang di ajukan dan di nyatakan oleh salah satu pihak dalam
proses pengadilan itu benar atau tidak seperti yang di nyatakan itu.4

B. Macam-Macam Alat Bukti

Pembuktian dalam tataran hukum memiliki tingkat urgensi yang utama. Ketika
bersengketa di depan hakim, keyakinan hakim terbangun dari alat-alat bukti yang
diajukan di depan persidangan. Alat-alat bukti itu harus kuat, cukup syarat, validitasnya
tidak diragukan. 5

Pasal 1866 KUH Perdata menyatakan alat pembuktian meliputi:

1. Bukti tertulis

Pengertian alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat
tanda-tanda baca dimaksud mencurahkan isi hati dan buah pikiran dipergunakan
sebagai pembuktian.6

Jenis-jenis “bukti tertulis” atau surat atau akta yang telah diatur di dalam hukum
acara perdata membagi ke dalam tiga jenis dan memiliki nilai pembuktian yang
berbeda. jenis-jenisnya yakni:7

a. Akta Otentik

Pengertian akta otentik telah ditentukan di dalam Pasal 1868 KUH-Perdata,


yakni “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu di tempat akta itu dibuat.”

Contoh Akta otentik diantaranya Sertifikat Hak atas Tanah yang diterbitkan
oleh BPN, Putusan Hakim, Akta Jual Beli (AJB) yang diterbitkan oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan lain-lain.

4
Darliyanti Ussu. “Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata”. Lex Privatium, Vol.II, No.1, 2014. Hlm.127
5
Litigasi. Jenis Alat bukti Dalam Hukum Acara Perdata. 2020. https://litigasi.co.id/hukum-acara/649/jenis-alat-
bukti-dalam-hukum-acara-perdata. Diakses pada 2 Juli 2021, pukul 06:04
6
Yazid. “PENERAPAN ALAT BUKTI TERTULIS DALAM PEMERIKSAAN PERKARA”. https://ms-
aceh.go.id/data/artikel/Makalah%20-%20Yazid.pdf. Hlm 2. Diakses pada 1 juli 2021, pukul 19:20
7
Litigasi. Jenis Alat bukti Dalam Hukum Acara Perdata. 2020. https://litigasi.co.id/hukum-acara/649/jenis-alat-
bukti-dalam-hukum-acara-perdata. Diakses pada 2 Juli 2021, pukul 06:04
Akta otentuk memiliki ciri dimana tata cara penerbitannya telah diatur di
dalam peraturan perundang-undangan. Seperti halnya Sertifikat Hak ata Tanah
yang diterbitkan oleh BPN, tentunya pegawai atau pejabat BPN berpedoman
dengan peraturan, ada tahapan dan langkah yang sudah ditetapkan oleh peraturan
yang mengikatnya (binding) tidak boleh menyimpang peraturan.

Peringkat atau nilai pembuktian akta otentik adalah sempurna atau sangat
kuat sepanjang tidak ada bukti yang kuat untuk membantahnya, tetapi prinsipnya
akta otentik bernilai sempurna dalam pembuktian.

b. Surat Di Bawah Tangan

Pengertian Akta di bawah tangan dapat dilihat di dalam Pasal 1869 KUH-
Perdata, yakni “Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik,
baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang
bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan
sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.” Surat di
bawah tangan ini memiliki ciri atau kekhasan tersendiri, berupa :

1. Bentuknya bebas;

2. Pembuatannya tidak harus dihadapan pejabat umum;

3. Tetap mempunyai kekuatan pembuktian selama tidak disangkal oleh


pembuatnya, artinya bahwa isi dari akta tersebut tidak perlu dibuktikan lagi
kecuali ada yang bisa membuktikan sebaliknya (menyangkal isinya);

4. Dalam hal harus dibuktikan, maka pembuktian tersebut harus dilengkapi juga
dengan saksi-saksi & bukti lainnya. Oleh karena itu, biasanya dalam akta di
bawah tangan, sebaiknya dimasukkan 2 orang saksi yang sudah dewasa untuk
memperkuat pembuktian.

c. Surat Biasa

Surat biasa ini dalam beberapa literatur diterangkan sebagai surat yang
dalam penulisannya tidak diniatkan atau tidak ditujukan akan dijadikan bukti baik
di depan maupun di luar persidangan, tetapi jika suatu saat surat itu digunakan
sebagai bukti maka itu bersifat kebetulan saja. Contoh surat menyurat antara dua
sahabat yang dipisahkan oleh jarak, surat seorang anak di perantauan kepada
orang tuanya untuk menginformasikan tentang keadaan dan lain-lain.

2. Bukti saksi

Menurut Darwan Prinst saksi adalah “orang yang memberikan


keterangan/kesaksian di depan persidangan mengenai apa yang mereka ketahui, lihat
sendiri, dengar sendiri atau alami sendiri yang dengan kesaksian itu akan menjadi
jelas suatu perkara”.

Saksi yang dihadirkan di hadapan hakim bertujuan untuk menguatkan peristiwa


yang didalilkan di depan persidangan. Jumlah saksi yang dihadirkan dapat minimal
dua orang dewasa dan cakap hukum, keterangan satu saksi di depan persidangan tidak
dapat dipercaya sepanjang tidak didukung dengan alat bukti yang lain, sesuai
ketentuan Pasal 1905 KUH Perdata yang menyatakan “keterangan seorang saksi saja
tanpa alat pembuktian lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya”.

Kualitas keterangan saksi harus dipertimbangkan dengan seksama. Kualitas


dimaksud berkaitan dengan cara bagaimana saksi mengetahui peristiwa, asal muasal
pengetahuannya, sumber kesaksiannya harus jelas dan benar sehingga keterangannya
dapat diterima oleh hakim untuk menetapkan suatu peristiwa. Keterangan saksi tidak
dibenarkan berasal dari dugaannya atau pemikirannya atau pendapatnya, sesuai
dengan ketentuan Pasal 1907 KUH Perdata. Karena keterangan saksi itu seperti
pendapat ahli hukum Darwan Prinst diatas yakni yang diketahui, lihat sendiri, dengar
sendiri atau alami sendiri.

Keterangan saksi-saksi harus mempunyai korelasi atau hubungan antara


keterangan satu dengan yang lainnya, jangan sampai masing-masing berdiri sendiri
tidak saling menguatkan peristiwa yang diterangkan. Dan harus dihindari keterangan
saksi yang saling bertolak belakang atau saling bantah-bantahan. Ini akan menjadi
penilaian tersendiri bagi hakim, apakah memiliki kekuatan pembuktian atau tidak
sehingga harus ditolak, hakim mempunyai kewenangan untuk itu. Oleh karenanya
harus sedaya mungkin menghadirkan saksi-saksi yang keterangannya kuat dan saling
berkolerasi, hal itu dapat dilihat dalam Pasal 1906 KUH Perdata yang isinya
menyatakan “Jika kesaksian-kesaksian berbagai orang mengenai berbagai peristiwa
terlepas satu sama lain, dan masing-masing berdiri sendiri, namun menguatkan suatu
peristiwa tertentu karena mempunyai kesesuaian dan hubungan satu sama lain, maka
Hakim, menurut keadaan, bebas untuk memberikan kekuatan pembuktian kepada
kesaksian-kesaksian yang berdiri sendiri itu”.

3. Persangkaan

Alat bukti yang diakui di dalam hukum adalah “persangkaan” yang dalam Pasal
1915 KUH Perdata diberi pengertian yakni “Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh
undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke
arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Ada dua persangkaan, yaitu
persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak
berdasarkan undang-undang.” Dalam berbagai leteratur, ketentuan pasal di atas
dimaknai bahwa persangkaan itu terbagi dua jenis yakni persangkaan undang-undang
dan persangkaan hakim.

Persangkaan hakim adalah kesimpulan yang ditarik oleh hakim dari suatu
peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum,
seperti fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang dijadikan dasar hakim untuk
menyusun pertimbangan hukum di dalam putusannya, dari fakta itu hakim akan
meletakan hukumnya dan menjatuhkan putusan. Sedangkan persangkaan undang-
undang telah dimaksudkan di dalam Pasal 1916 KUH Perdata yang menerangkan
bahwa persangkaan undang-undang ialah persangkaan yang berdasarkan suatu
ketentuan khusus untukdang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan
tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu.

4. Pengakuan

Menurut MR. A. Pitlo sebagaimana yang dikutip oleh Teguh


Samudera mengemukakan bahwa “pengakuan” adalah keterangan sepihak dari salah
satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui apa-apa yang dikemukakan oleh
pihak lawan.

Pengakuan itu ada yang diutarakan di depan hakim dan ada yang tidak di
hadapan hakim atau di luar persidangan. Pengakuan di depan hakim dalam
persidangan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, baik diungkapkan
sendiri mapun melalui seorang kuasa. Hal itu seperti dinyatakan di dalam ketentuan
Pasal 1925 KUH Perdata yang isinya menyatakan “Pengakuan yang diberikan di
hadapan Hakim, merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang telah
memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantaraan seseorang yang diberi
kuasa khusus untuk itu”.

Pengakuan seperti yang dimaksud di dalam Pasal 176 HIR mengandung asas
“onsplitbaar aveu” atau pengakuan yang tidak boleh dipisah-pisah, yaitu tiap-tiap
pengakuan harus diterima segenapnya dan hakim tidak bebas akan menerima
bagiannya saja dan menolak bagian yang lain sehingga menjadi kerugian kepada
orang yang mengaku itu melainkan jika oarang yang berutang untuk melepaskan
dirinya menyebutkan bersama pengakuan itu beberapa perbuatan yang nyata palsu.

5. Sumpah

Pengertian sumpah sebagai alat bukti, adalah suatu keterangan atau pernyataan
yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan:8

a) Agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu, takut
atas murka Tuhan, apabila dia berbohong;

b) Takut kepada murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya pendorong bagi
yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya

Menurut Hulman Panjaitan dalam bukunya berjudul Kumpulan Kaidah Hukum


Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 1953 – 2008 Berdasarkan
Penggolongannya, Halaman 50 menjelaskan bahwa sumpah diklasifikasikan menjadi
dua jenis yakni; Pertama sumpah yang dibebankan oleh hakim (sumpah penambah),
dan Kedua sumpah yang dimohonkan pihak lawan (sumpah pemutus).

Sedangkan menurut ahli hukum M. Yahya Harahap dalam bukunya


berjudul “Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan”, Halaman 745, menjelaskan
bahwa sumpah sebagai alat bukti adalah suatu keterangan atau pernyataan yang

8
Yulia, op.Cit, hlm.109
dikuatkan atas nama Tuhan dengan tujuan agar orang yang bersumpah dalam
memberi keterangan atau pernyataan itu, takut atas murka Tuhan apabila dia
berbohong, dan Takut kepada murka atau hukuman Tuhan dianggap sebagai daya
pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.

Pasal 1929 KUHPerdata menegaskan bahwa terdapat 2 (dua) macam sumpah di


hadapan hakim:

1. Sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk
pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus;

2. Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatan kepada salah satu pihak.

Yahya Harahap dalam bukunya itu juga mengklasifikasikan sumpah dalam tiga
bentuk beserta syaratnya, yakni:

1. Decisoir/sumpah pemutus yaitu sumpah yang oleh pihak satu (boleh penggugat
atau tergugat) diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan
pemutusan perkara atas pengucapan atau pengangkatan sumpah. Syarat formil
sumpah pemutus sebagai alat bukti adalah:

a) Tidak ada bukti apapun, persyaratan sumpah ini diatur di dalam ketentuan
Pasal 1930 ayat (2) KUH Perdata dan Pasal 156 ayat (1) HIR. Sumpah ini
dimohonkan oleh pihak-pihak dalam perkara jika sama sekali tidak tersedia
alat bukti. Dan pengangkatan sumpah merupakan satu-satunya cara bagi
pemohon sumpah untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya.

b) Inisiatif berada pada pihak yang memerintahkan, syarat ini diatur di dalam
ketentuan Pasal 1929 ayat (1) KUH Perdata dan Pasal 156 ayat (1) HIR.
Sumpah pemutus merupakan sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan
kepada pihak yang lain untuk menggantungkan putusan perkara padanya. Itu
sebabnya, sumpah pemutus disebut juga sumpah pihak karena inisiatif atau
prakarsanya datang dari pihak yang berperkara atau berada di tangan pihak
yang memerintahkan.

2. Suppletoir/sumpah tambahan yaitu sumpah tambahan atas perintah hakim kepada


salah satu pihak yang berperkara supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan
perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan. Sumpah
tambahan ini diatur dalam Pasal 1940 KUH Perdata “Hakim, karena jabatannya,
dapat memerintahkan salah satu pihak yang berperkara untuk mengangkat
sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau dapat
ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.”
3. Aestimatoire/sumpah penaksir adalah sumpah yang diterapkan untuk menentukan
jumlah ganti rugi atau harga barang yang digugat.
C. Daluwarsa

Ketentuan dalam Pasal 1963 KUHPerdata merumuskan mengenai daluwarsa


sebagai suatu alat untuk memperoleh sesuatu, yaitu“Siapa yang dengan itikad baik, dan
berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga,
atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik
atasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa
yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik,
dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya.”9

Daluwarsa merupakan batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan
sesuatu hak secara sah. Batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan
sesuatu hak adalah batasan waktu terakhir untuk memperoleh dan atau melepaskan suatu
hak secara sah. Apabila ternyata batas waktu akhir tersebut telah lewat, maka batasan
untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu hak secara sah telah kadaluwarsa atau
waktu yang disediakan oleh hukum telah tertutup karena pihak yang seharusnya dapat
memperoleh dan atau melepaskan suatu hak tidak menggunakan batasan waktu yang
telah disediakan oleh hukum sebagaimana mestinya. Sehingga hak yang ada padanya
telah hilang secara sah. Jadi dengan lewatnya waktu batas kadaluwarsa yang ditentukan,
secara yuridis seseorang yang seharusnya mempunyai hak untuk memperoleh sesuatu hak
tidak dapat dipergunakan haknya, begitu juga dengan seseorang yang seharusnya
mempunyai hak untuk melepaskan sesuatu hak tidak dapat mempergunakan haknya

9
Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
karena batasan waktu yang diberikan oleh hukum telah lewat, sehingga kadaluwarsa telah
berjalan.10

D. Macam-Macam Daluwarsa
Daluarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluarsa
acquisitive, sedangkan daluarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan dinamakan
daluarsa extinctif. Dengan lewat 30 tahun hapus perikatan hukum dan tinggal perikatan
bebas, yaitu suatu perikatan yang boleh dipenuhi debitur tetapi tidak dapat dituntut oleh
kreditur melalui pengadilan. Dalam Pasal 1967 KUH Perdata ditentukan, bahwa segala
tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus
karena daluarsa apabila lewat dari 30 tahun, sedangkan siapa yang menunjukan adanya
daluarsa tidak usah mempertunjukkan alas hak, lagi pula tidak dapat diajukan terhadap
sesuatu tangkisan yang didasarkan pada itikat yang buruk.11
12
1. Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)
Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring) adalah lewat waktu sebagai
cara memperoleh hak milik atas suatu benda. Syarat adanya daluwarsa ini harus ada
itikad baik dari pihak yang menguasai benda tersebut.
Seperti dalam Pasal 1963 KUH Perdata:
“Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu
bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dengan suatu
besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan lewat
waktu.” “Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh
tahun memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukan alas haknya.”
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama kelamaan
dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan
suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai
benda tersebut. Misalnya: Nisa menguasai tanah pekarangan tanpa adanya title yang
sah selama 30 tahun. Selama waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka

10
R Subekti. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta, Paradnya Pramita, Hlm.171
11
Yulia, op.Cit, hlm.110
12
Nalora Sari. 2019. “Daluwarsa Dalam Memperoleh Hak Atas Tanah Menurut Hukum Perdata Indonesia”. hlm.16
demi hukum, tanah pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa dipertanyakannya alas
hukum tersebut.
2. Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve verjaring) adalah seseorang dapat
dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum oleh karena lewat waktu. Oleh
Undang-Undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap
orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti, bila
seseorang digugat untuk mebayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun
lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama
tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu.
Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam Pasal 1948
KUHPerdata yaitu pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara
diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang
menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang
telah diperolehnya.
1. Dilakukan secara tegas. Seseorang yang melakukan perikatan tidak
diperkenankan melepaskan daluarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia
telah memenuhi syaratsyarat yang ditentukna dan waktu yang telah ditentukan
pula, maka ia berhak melepaskan daluarsanya.
2. Dilakukan secara diam-diam. Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini
terjadi karena si pemegang daluarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam
sebuah perikatan.13
Daluwarsa sebagai Suatu Alasan untuk Dibebaskan dari Suatu Kewajiban:14
Pasal 1967 “Semua tuntuan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang
bersifat perorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun,
sedangkan orang yang menunjuk adanya daluwarsa itu, tidak usah menunjukkan
suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan
pada itikad buruk.”
Pasal 1968 “Semua tuntutan ini daluwarsa dengan lewatnya waktu satu tahun:

13
Yulia. Op.Cit, hlm.112
14
Syafruddinsh, Hukum dan Keadilan, http://syafruddinsh.blogspot.com/2011/04/kadaluarsa-menurut-kuh-
perdata.html Diakses 29 Juni 2021, Pukul. 14.00.
Tuntutan para ahli dan pengajar dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
untuk pelajaran yang mereka berikan dalam tiap-tiap bulan atau waktu yang lebih
pendek. Tuntutan para penguasa rumah penginapan dan rumah makan, untuk
pemberian penginapan serta makanan.Tuntutan para buruh yang upahnya harus
dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali setelah daluwarsa yang kurang dari satu
triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu. “
Pasal 1969 “Semua ini daluwarsa dengan lewatnya waktu dua tahun:
Tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan, untuk kunjungan dalam memberikan
pelayanan kesehatan, perawatan dan pemberian obat-obatan. Tuntutan para juru sita,
untuk upah mereka dalam memberitahukan akta-akta dan melaksanakan tugas yang
diperintahkan kepada mereka.”
Tuntutan para pengelola sekolah berasrama, untuk uang makan dan pengajaran
bagi muridnya, begitu pula tuntutan pengajar-pengajar lainnya untuk pengajaran yang
mereka berikan.
Tuntutan pada buruh, kecuali mereka yang dimaksudkan dalam Pasal 1968,
untuk pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut Pasal 1602
q.
Pasal 1970 “Tuntutan para advokat untuk pembayaran jasa mereka dan tuntutan
para pengacara untuk pembayaran persekot dan upah mereka, hapus karena daluwarsa
dengan lewatnya waktu dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari
diputusnya perkara, hari tercapainya perdamaian antara pihakpihak yang berperkara,
atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu. Dalam hal perkara yang tidak selesai, tak
dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih
dari sepuluh tahun.”
Tuntutan para notaris untuk pembayaran persekot dan upah mereka, daluwarsa
juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang
bersangkutan.15
Contoh Extinctieve Venjaring, misalnya Dea telah meminjam uang kepada
Syamsul sebesar Rp.10.000.000,00 . Dalam jangka waktu 30 tahun, uang itu tidak

15
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta : PT.Citra Aditya Bakti, Hlm.287
ditagih oleh Syamsul, maka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, maka Dea
dibebaskan untuk membayar utangnya kepada Syamsul.
E. Sebab-Sebab Daluwarsa
Dalam keperdataan ada beberapa sebab daluwarsa yaitu sebab mencegah
kadaluwarsa yaitu dalam Pasal:16
1. Pasal 1978. Daluwarsa tercegah apabila kenikmatan atas bendanya selama lebih dari
satu tahun, direbut dari tangan si berkuasa, baik yag merebut itu pemilik lama,
maupun yang merebut itu pihak ketiga.
2. Pasal 1979. Daluwarsa itu pula tercegah lewat suatu peringatan, suatu gugatan, serta
oleh tiap perbuatan yang berupa tuntutan hukum, satu dan lain di berikan oleh
pegawai yang berkuasa untuk itu atas nama pihak yang berhak kepada orang yang
hendak dicegah memperolehnya dengan jalan daluwarsa.
3. Pasal 1980. Penggugatan dimuka hakim yang tidak berkuasa, mencegah daluwarsa.
4. Pasal 1981. Namun daluwarsa tidaklah tercegah, apabila peringatan atau gugatannya
ditarik kembali atau pun dinyatakan batal, baik si penggugat membatalkan
tuntutannya, maupun tuntutan itu di tolak oleh hakim, maupun pula gugatan itu
dinyatakan gugur karena lewatnya waktu.
5. Pasal 1982. Pengakuan, akan haknya orang terhadap siapa daluwarsa berjalan, yang
dilakukan dengan kata kata atau perbuatan perbuatan oleh si berkuasa atau si
berutang, mencegah pula daluwarsa.
6. Pasal 1983. Pemberitahuan menurut Pasal 1979, kepada salah seorang yang berutang
secara tanggung menanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah daluwasa
terhadap orang orang berutang yang lainya, bah kan pula terhadap ahli waris ahli
waris mereka. Pemberitahuan yang dilakukan terhadap ahliwaris seorang berutang
secara tanggung menanggung, atau pengakuan ahli waris tersebut, tidaklah mencegah
daluwarsa terhadap ahli waris ahli waris yang lainnya, bahkan tidak dalam halnya
suatu hutang hipotik; terkecuali apabila perikatannya tak dapat dibagi bagi.
7. Pasal 1984. Pemberitahuan yang dilakukan kepada si berutang utama atau pengakuan
orang ini mencegah daluwarsa terhadap si penanggung hutang.

16
Nalora Sari.op.Cit, hlm.19
8. Pasal 1985. Pencegahan daluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang berpiutang
dalam suatu perikatan tanggung menanggung berlaku untuk segenap orang yang turut
berpiutang.

Adapun sebab-sebab yang menangguhkan kadaluwarsa yaitu:17

1. Orang-orang yang belum dewasa.


2. Orang-orang yang berada dibawah pengampuan.
3. Orang-orang yang masih terikat hubungan suami istri.
4. Utang piutang yang dapat ditagih dalam waktu tertentu dan waktu yang telah
ditentukan belum lewat.
5. Ahli waris dari orang yang sudah meninggal dunia misalnya janda /duda

Kesimpulan/ Conclusion

Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan oleh para pihak dalam suatu sengketa. Macam-
macam alat bukti: bukti tertulis; bukti saksi; persangkaan;pengakuan; dan sumpah. Daluwarsa
merupakan batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu hak secara sah.
Macam-macam daluwarsa: daluwarsa mempertoleh (acquisitieve venjaring) dan daluwarsa
membebaskan (extinctieve venjaring). Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam
Pasal 1948 KUHPerdata yaitu pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara
diam-diam. Sebab-sebab mencegah daluwarsa: kenikmatan atas bendanya selama lebih dari satu
tahun, direbut dari tangan si berkuasa, baik yag merebut itu pemilik lama, maupun yang merebut
itu pihak ketiga; tercegah lewat suatu peringatan, suatu gugatan, serta oleh tiap perbuatan yang
berupa tuntutan hukum, satu dan lain di berikan oleh pegawai yang berkuasa untuk itu atas nama
pihak yang berhak kepada orang yang hendak dicegah memperolehnya dengan jalan daluwarsa;
Penggugatan dimuka hakim yang tidak berkuasa, mencegah daluwarsa; daluwarsa tidaklah
tercegah, apabila peringatan atau gugatannya ditarik kembali atau pun dinyatakan batal, baik si
penggugat membatalkan tuntutannya, maupun tuntutan itu di tolak oleh hakim, maupun pula
gugatan itu dinyatakan gugur karena lewatnya waktu; Pengakuan, akan haknya orang terhadap
siapa daluwarsa berjalan, yang dilakukan dengan kata kata atau perbuatan perbuatan oleh si

17
R.Subekti. Op Cit, Hlm. 195
berkuasa atau si berutang, mencegah pula daluwarsa; Pemberitahuan yang dilakukan kepada si
berutang utama atau pengakuan orang ini mencegah daluwarsa terhadap si penanggung hutang;
Pencegahan daluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang berpiutang dalam suatu perikatan
tanggung menanggung berlaku untuk segenap orang yang turut berpiutang. Adapun sebab-sebab
yang menangguhkan kadaluwarsa yaitu: Orang-orang yang belum dewasa; Orang-orang yang
berada dibawah pengampuan; Orang-orang yang masih terikat hubungan suami istri; Utang
piutang yang dapat ditagih dalam waktu tertentu dan waktu yang telah ditentukan belum lewat;
Ahli waris dari orang yang sudah meninggal dunia misalnya janda /duda.

Daftar Pustaka

Litigasi. (2020). Jenis Alat bukti Dalam Hukum Acara Perdata. Retrieved Juli 2, 2021, from
litigasi.co.id: https://litigasi.co.id/hukum-acara/649/jenis-alat-bukti-dalam-hukum-acara-
perdata

Muhammad, A. (2010). Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: PT.Citra Aditya Bakti.

Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Putra, H. M. (2018). Penerapan Pasal 1967 Kuhperdata Terhadap Penyelesaian Sengketa Tanah.
10.

Sari, N. (2019). Daluwarsa Dalam Memperoleh Hak Atas Tanah Menurut Hukum Perdata
Indonesia.

Subekti, R. (2004). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Paradnya Pramita.

Syafruddinsh. (n.d.). Hukum dan Keadilan. Retrieved Juni 29, 2021, from syafruddinsh.blogspot:
http://syafruddinsh.blogspot.com/2011/04/kadaluarsa-menurut-kuh-perdata.html

Ussu, D. (2014). Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Lex Privatium, Vol. II, No.1.

Yazid. (n.d.). PENERAPAN ALAT BUKTI TERTULIS DALAM PEMERIKSAAN PERKARA.


Retrieved Juli 1, 2021, from https://ms-aceh.go.id/data/artikel/Makalah%20-
%20Yazid.pdf
Yulia. (2015). buku Ajar Hukum Perdata. Lhokseumawe: CV. bieNa Edukasi.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai