Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Berbentuk menyerupai kacang dengan sisi cekung
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis yang
didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat
ginjal, yaitu pembuluh darah, sistem limfatik dan sistem syaraf. Besar dan
berat ginjal sangat bervariasi tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada
tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Ukuran rerata ginjal orang dewasa antara
120 – 170 gram atau kurang lebih 0,4% dari berat badan [ CITATION Pur111 \l
1057 ].
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan
medulla ginjal. Didalam korteks ginjal terdapat berjuta-juta nefron yang
merupakan unit fungsional terkecil dari ginjal. Sedangkan didalam medulla
ginjal terdapat banyak duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil
ultrafiltrasi berupa urin. Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus
(TC) proksimalis, tubulus kontortus (TC) distalis dan duktus kolegentes.
Darah yang membawa sisa hasil metabolism tubuh difiltrasi (disaring)
didalam glomerulus dan setelah sampai di tubulus ginjal beberapa zat yang
masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat hasil metabolisme
yang tidak diperlukan oleh tubuh mengalami sekresi membentuk urin
[ CITATION Pur111 \l 1057 ].
Suplai darah ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri
renalis merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis
bermuara langsung ke dalam vena kava inferior. Ginjal adalah organ yang
mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya
pada dasarnya adalah “menyaring / membersihkan” darah. Aliran darah ke
ginjal adalah 1,2 liter / menit atau 1.700 liter / hari, darah tersebut disaring
menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml / menit (170 liter / hari) ke Tubulus.
Cairan filtrat ini diproses dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari kedua
ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter / hari.

Ginjal mendapatkan persyarafan melalui pleksus renalis, yang seratnya


berjalan bersama dengan arteri renalis. Saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan
dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Ginjal memerankan berbagai
fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni:

1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun.


2) Mempertahankan  keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
5) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
6) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7) Produksi hormon erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah [ CITATION Pur111 \l 1057 ].

2.2 Pengertian
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan
kalises [ CITATION Mut11 \l 1057 ].
Hidronefrosis yakni dilatasi abnormal pada pelvis ginjal dan kaliks di satu
atau kedua ginjal akibat obtruksi aliran urine di saluran genitourinari dan
dapat bersifat akut maupun kronis [ CITATION Cor09 \l 1057 ].

2.3 Etiologi
Banyak faktor yang memungkinkan terbentuknya kondisi hidronefrosis,
diantaranya sebagai berikut [ CITATION Mut11 \l 1057 ]:

Ureter
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
 Uretropelvic junction  Infeksi gram  Retroperitonial
stricture negatif lymphoma
 Uretrovesical junction  Neurogenik  Retroperitoneal
obstruction bladder sarcoma
 Papillary necrosis  Kanker serviks
 Ureteral folds  Kanker prostat
 Ureteral valves  Retroperitoneal fibrosis
 Ureteral sticture  Aortic aneurysm
(iatrogenic)  Inflammatory bowel
 Blood clot disease
 Benign fibroepithelial  Retrocaval ureter
polyps  Uterine prolapse
 Ureteral tumor  Kehamilan
 Fungus ball  Iatrogenic ureteral
 Ureteral calculus ligation
 Ureterocele  Ovarian cysts
 Endometriosis  Diverticulitis
 Tuberculosis  Tuboovarian abscess
 Retrocaval ureter  Retroperitoneal
hemorrhage
Kandung Kemih
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
 Karsinoma kandung  Neurogenic 1. Pelvic lipomatosis
kemih bladder
 Bladder calculi  Vesicouretral
 Bladder neck reflux
contracture
 Cystocele
 Primary bladder neck
hypertrophy
 Bladder diverticula
Uretra
Intrinsik Ekstrinsik
2. Urethral stricture 7. Benign prostatic
3. Urethral valves hyperplasia dan
4. Urethral diverticula prostate cancer
5. Urethral atresia
6. Labial fusion

2.4 Patofisiologi
Hidronefrosis merupakan respons hasil dari proses anatomis atau
fungsional dari suatu gangguan aliran urine. Gangguan ini dapat terjadi
dimana saja di sepanjang saluran urine dari ginjal sampai ke meatus uretra.

Kenaikkan tekanan ureter menyebabkan perubahan yang ditandai


difiltrasi glomelural, fungsi tubular, dan aliran darah ginjal. Laju filtrasi
glomerulus (GFR) menurun secara signifikan dalam hitungan jam setelah
obstruksi akut. Penurunan signifikan GFR dapat bertahan selama berminggu-
minggu setelah relief obstruksi. Selain itu, kemampuan tubular ginjal untuk
mengangkut natrium, kalium, dan proton; serta berkonsentrasi dan untuk
mencairkan urine sangat terganggu.

Tingkat gangguan fungsional secara langsung berkaitan dengan durasi


dan luasnya obstruksi. Pada gangguan fungsional yang terjadi bersifat
reversibel dengan sedikit peribahan anatomis. Sementara itu, pada kondisi
gangguan kronis akan mengakibatkan atrofi tubulus mendalam dan
kehilangan nefron pemanen.

Peningkatan tekanan ureter juga menghasilkan refluks pyelovenous dan


pyelolymphatic. Perubahan bruto dalam saluran kemih bergantung pada
durasi, derajat, dan tingkat obstruksi. Dalam sistem pengumpulan intrarenal,
derajat dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal [ CITATION Mut11 \l 1057 ].

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis hidronefrosis menurut Smeltzer (2002), adalah sebagai
berikut:
1. Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.
2. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang.
3. Jika terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta
piuria akan terjadi.
4. Hematuri dan piuria mungkin juga ada.
5. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan
muncul, seperti:
a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium);
b. Gagal jantung kongestif;
c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi);
d. Pruritis (gatal kulit);
e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit);
f. Anoreksia, mual, muntah, cegukan;
g. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang;
h. Amenore, atrofi testikuler.

6. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan


menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang
rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena.
7. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa
tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk
dan tulang pinggul).
8. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis
atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke
bawah.
9. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah.
10. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air
kemih), demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal
11. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
12. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-
samar, seperti mual, muntah dan nyeri perut.
13. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan,
dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit
14. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan
kerusakan ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Sedangkan menurut Corwin (2009), gejala hidronefrosis yakni:
1. Penurunan haluaran urin
2. Nyeri panggul.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
Urinalisis. Pyuria menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik
dapat menunjukkan adanya batu atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan
infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis bilateral dapat mengakibatkan
peningkatan kadar BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat
menjadi kondisi yang mrngancam kehidupan.
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cpat, murah, dan cukup akurat untuk
mendeteksi hidronefrosis, namun akurasi dapat bergantung pada
pengguna. Ultrasonografi umunya berfungsi sebagai tes skrining pilihan
untuk menetapkan diagnosis dari hidronefrosis.
3. Pyelography Intravena (IVP)
Pyelography intravena berguna untuk mengidntifikasi keberadaan dan
penyebab hidronefrosis. Intraluminal merupakan penyebab paling mudah
yang dapat diidentifikasi berdasarkan temuan IVP.
4. CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi hidronefrosis. Proses
retroperitonial menyebabkan obstruksi ekstrinsik dari ureter dan kandung
kemih dapat dievaluasi dengan sangat baik pada CT Scan.

2.7 Penatalaksanaan
Peran pengobatan hidronefrosis terbatas untuk mengontrol rasa sakit
dan pengobatan atau pencegahan infeksi. Sebagian besar kondisi pasien
memerlukan tindakan invasif atau intervensi bedah dengan prognosis
pascabedah yang baik.

Intervensi bedah. Teknik yang dilakukan pada pasien dengan hidronefrosis


bergantung pada etiologi. Secara umum, intervensi bedah dilakukan segera
bila terdapat adanya tanda-tanda infeksi pada saluran perkemihan karena
infeksi dengan hidronefrosis memberikan predisposisi penting terjadinya
sepsis.
1. Nefrostomi
a. Drainase Nefrostomi
Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal untuk
pengalihan aliran urin temporer atau permanen secara percutan atau
melalui luka insisi. Sebuah selang tunggal atau selang nefrostomi sirkuler
atau U-loop yang dapat tertahan sendiri dapat digunakan. Drainase
nefrostomi diperlukan utuk drainase cairan dari ginjal sesudah
pembedahan, memelihara atau memulihkan drainase dan memintas
obstruksi dalam ureter atau traktus urinarius inferior. Selang nefrostomi
dihubungkan ke sebuah system drainase tertutup.
b. Nefrostomi Perkutaneus
Pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal. Tindakan
ini dilakukan untuk drainase eksternal urin dari ureter yang tersumbat,
membuat suatu jalur pemasangan stunt ureter, menghancurkan batu
ginjal, melebarkan striktur, menutup fistula, memberikan obat,
memungkinkan penyisipan alat biopsy bentuk sikat dan nefroskop atau
untuk melakukan tindakan bedah tertentu.
Daerah kulit yang akan diinsisi dipersiapkan serta dianestesi, dan pasien
diminta untuk menarik nafas serta menahannya pada saat sebuah jarum
spinal ditusukkan ke dalam pelvis ginjal. Urin diaspirasi untuk
pemeriksaan kultur dan media kontras dapat disuntikkan ke dalam system
pielokaliks.Seutas kawat pemandu kateter angiografi disisipkan lewat
jarum tersebut ke dalam ginjal. Jarum dicabut dan saluran dilebarkan
dengan melewatkan selang atau kawat pemandu. Selang nefrostomi
dimasukkan dan diatur posisinya dalam ginjal atau ureter, difiksasi
dengan jahitan kulit serta dihubungkan dengan system drainase tertutup.

Sedangkan menurut jenisnya, penatalaksanaan hidronefrosis dibagi


menjadi 2 yakni Hidronefrosis Akut dan Hidronefrosis Kronis.
1. Hidronefrosis akut
a. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang
hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera
dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui
kulit).
b. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
2. Hidronefrosis kronik
a. Dilatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan
air kemih.
b. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali.
c. Dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan
fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya
kembali di sisi kandung kemih yang berbeda
d. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
1) terapi hormonal untuk kanker prostat
2) pembedahan
3) pelebaran uretra dengan dilator

2.8 Komplikasi
Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di dalam ginjal
bisa menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah, mengeluarkan
produk sampah, dan membuat urin serta mengatur elektrolit dalam tubuh.
Hidronefrosis bisa menyebabkan
1. Infeksi ginjal (pyelonephrosis)
2. Gagal ginjal
3. Sepsis
4. Ginjal kehilangan fungsi (dalam beberapa kasus), atau kematian.
Menurut Corwin (2009), komplikasi yang mungkin muncul akibat
hidronefrosis adalah batu ginjal dan sepsis.
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien
2) Umur
Banyak ditemukan pada usia diatas 60 tahun.
3) Jenis kelamin
Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
4) Pekerjaan
Pekerjaan klien dapat berpengaruh terhadap penyebab klien menderita
hidronefrosis, misalnya sopir atau sekretaris yang pekerjaannya banyak
untuk duduk sehingga meningkatkan statis urine.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu
ginjal, tumor, pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti
klien berkemih sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat
berkemih,nyeri panggul.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout, diabetes
c. Data fokus berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1) Makanan/cairan
Gejala
a) Mual/muntah, nyeri tekanan abdomen
b) Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup
Tanda
a) Distensi abdominal, penurunan/tidak ada usus
b) Muntah
2) Aktivitas dan istirahat
Gejala
a) Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi
b) Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya
3) Eliminasi
Gejala: riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan
haluaran urine, kandung kemih penuh
Tanda: oliguri, hematuri, pluria, perubahan pola berkemih
4) Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat
dan kemurahan, pucat
5) Nyeri/ kenyamanan
Gejala
a) episode akut: flank pain (nyeri sangat berat), lokasi seperti pada
kolik renal yaitu punggung dan tidak dapat terlokalisir hingga
menyebabkan mual, muntah serta hematuria.
b) Episode kronis: nyeri terjadi intermiten, tidak hebat, lokasi
tergantung pada lokasi obstruksi, contoh pada panggul diregio sudut
kortovertebral dan menyebar ke punggung, abdomen dan turun
kelipatan paha juga kadang disertai dengan malaise.
Tanda : melindungi perilaku distriksi, nyeri tekan pada area ginjal
yang dipalpasi
6) Keamanan
Gejala : menggigil, demam
7) Persepsi diri
Gejala : kurang pengetahuan, gangguan body image
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) Darah : hematologi; GD I/II, BGA
b) Urine : kultur urine, urine 24 jam
2) Radiodiagnostik
a) USG/CR abdomen
b) BNO IVP
c) Renogram / RPG
d) Foto thorax

2. Diagnosa Keperawatan
a. Preoperatif
1) Nyeri berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal yang meningkat.
2) Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat mual, muntah .
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan statis urine di pelviks ginjal.
5) Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan,
kurang pengetahuan tentang penyakit.

b. Postopertif
1) Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat pembedahan
2) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder
dari Sachse berupa bekuan darah dan edema.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree dari
luka pembedahan.
4) Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan jaringan pasca
prosedur pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan
a. Preoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan adanya tekanan ginjal yang meningkat
Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang
Kriteria hasil :
a) pasien mengatakan nyeri berkurang dengan spasme terkontrol
b) tampak rileks
c) mampu istirahat dengan tepat
d) VAS: 1-3
Intervensi:
a) Catat lokasi, lamanya, intensitas dan penyebaran, pertahankan TTV
Rasional: bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan
kalkulus.
b) Bantu dan dorong penggunaan nafas, berfokus bimbingan imajinasi dan
aktivitas terapeutik.
Rasional: memberikan kesempatan untuk pemberian perhatian dan
membantu relaksasi otot.
c) Dorong dengan ambulasi sesuai indikasi
Rasional: hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis
urine dan mencegah pembentukan batu .
d) Perhatikan keluhan penambahan / menetapnya nyeri abdomen.
Rasional: obstruksi dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine
ke dalam arca perianal.
e) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional: biasanya diberikan sebelum episode akut untuk meningkatkan
relaksasi otot / mental.
f) Kolaborasi dalam tindakan pembedahan (nefrostomi)
Rasional: memperlancar aliran urine sehingga mengurangi tekanan pada
ginjal.
2. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih.
Tujuan: dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa ½ – 1 ml/kgbb/jam
Kriteria hasil:
a) Tidak mengalami tanda obstruksi.
b) Urine lancar
Intervensi
a) Bantu klien untuk meningkatkan pemasukan cairan bila tidak ada kontra
indikasi.
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri darah dan membantu
lewatnya batu.
b) Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi.
Rasional: biasanya frekuensi meningkat bila kalkulus mendekati
pertemuan uretrovesikal.
c) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.
Rasional: akumulasi sisa berkemih dan ketidakseimbangan elektrolit
dapat menjadi toksik di ssp.
d) Catat Px laboratorium, ureum, creatinin.
Rasional: peningkatan ureum, creatinin mengindikasikan disfungsi ginjal
e) Amati keluhan Vu penuh, palpasi untuk distensi suprabubik, pertahankan
penurunan keluaran urine.
Rasional: retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distansi jaringan dan
resiko infeksi, gagal ginjal.
f) Kolaborasi dalam pemasangan kateter
Rasional: IWL catether dapat membantu dalam meminimalkan injury,
serta koreksi urine dalam 24 jam.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, mual, muntah.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:
a) Nafsu makan meningkat
b) Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut
c) Klien tidak mual dan muntah
d) Klien mampu menghabiskan porsi makan yang diberikan.
Intervensi:
a) Kaji dan catat pemasukan diet.
Rasional : membantu mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
b) Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik.
c) Timbang BB setiap hari.
Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan
keseimbangan cairan.
d) Awasi Px lab, contoh BUN, albumin serum, natrium, kalium
Rasional : indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan aktivitas terapi.
e) Berikan / Kolaborasi obat antidiuretik.
Rasional : menghilangkan mual, muntah, meningkatkan pemasukan oral.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan dengan statis urine di pelviks
ginjal.
Tujuan: tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil: tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi.
a) Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat.
Rasional: menurunkan resiko kontaminasi silang.
b) Bantu nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi.
Rasional: mencegah atelektosis dan kemobilisasi secret untuk
menurunkan resiko infeksi.
c) Kaji integritas kulit.
Rasional: ekskorisasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
d) Awasi tanda vital.
Rasional: demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda
peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi.
5. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang
pengetahuan tentang penyakit
Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga klien mau kooperatif dalam
tindakan perawatan.
Kriteria hasil:
a) Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.
b) Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.
c) Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam
menghadapi cemas.
d) Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.
e) Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.
Rasional: Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam
mendiskusikan masalah klien
b) Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan atau masalah.
Rasional: Mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi
pemecahan masalah.
c) Beri informasi tentang prosedur atau tindakan yang akan dilakukan.
Rasional: Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan
dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan.
d) Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.
Rasional: Kelancaran produksi urine dapat menghambat pembentukkan
klot.
e) Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan :
1) Tirah baring untuk hari pertama post operasi.
2) Ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post operasi dan
hindari aktifitas yang mengencangkan daerah kandung kemih.
Rasional: Pemahaman klien dapat membantu mengurangi cemas yang
berhubungan dengan kecemasan akibat ketidaktahuan.

b. Postoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat pembedahan
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a) Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
b) Ekspresi wajah klien tenang.
c) Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
d) Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
e) Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
a) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional: Untuk mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih
b) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala - gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Rasional: Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat - obatan bisa
diberikan.
c) Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi nyeri akan berkurang
dalam 24 sampai 48 jam.
Rasional: Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer..
d) Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
e) Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat
bekuan pada selang.
Rasional: Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat
menyebabkan distensi kandungkemih dengan peningkatan spasme.
f) Observasi tanda - tanda vital.
Rasional: Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
g) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat - obatan ( analgesik atau
anti spasmodik ).
Rasional: Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari
Sachse berupa bekuan darah dan edema.
Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil:
a) Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.
b) Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung
kemih.
c) Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.
Intervensi:
a) Kaji output urine dan karakteristiknya.
Rasional: Mencegah retensi pada saat dini.
b) Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama.
Rasional: Mencegah bekuan darah yang dapat menghambat aliran urine
c) Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
Rasional: Mencegah bekuan darah yang bisa menyumbat aliran urine.
d) Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
Rasional: Melancarkan aliran urine yang berguna dalam proses
pembilasan kuman disaluran kemih.
e) Setelah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran.
Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala - gejala retensi.
Rasional: Mendeteksi dini gangguan miksi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree dari luka
pembedahan.
Tujuan :setelah dilakukan asuhan keperawatani infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a) tidak tampak tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka
pembedahan.
b) Pemeriksaan leukosit dalam batas normal
c) Observasi TTV dalam batas normal
Intervensi:
a) Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan dan apakah ada pesanan khusus
dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.
Rasional: Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari tujuan
yang diharapkan.
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi
steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
c) Monitor adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan disekitar luka
operasi.
Rasional: Infeksi luka operasi memberikan manifestasi adanya tanda-
tanda peradangan disekitar luka seperti kemerahan ,bengkak, atau panas
lokal dan nyeri.Tanda – tanda infeksi seperti keluarnya pus da permukaan
luka operasi, peningkatan suhu tubuh dan leukositosis menjadi parameter
dalam memonitor kondisi luka operasi.
d) Evaluasi kondisi luka setiap melakukan perawatan luka.
Rasional: Memantau penyembuhan terhadap luka operasi
4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan jaringan pasca
prosedur pembedahan.
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam tidak mengalami trauma pasca bedah.
Kriteria hasil :
a) Tidak ada keluhan subjektif seperti disuria dan urgensi.
b) Eliminasi uurine tanpa menggunakan kateter.
c) Pasca bedah tanpa ada komplikasi.
Intervensi:
a) Monitor adanya keluhan subjektif pada saat melakukan eliminasi urine.
Rasional: Parameter penting dalam mengevaluasi intervensi yang telah
dilaksanakan.
b) Istirahatkan pasien setelah pembedahan.
Rasional: Klien dianjurkan tirah baring selama 24-48 jam, tergantung
pada sejauh mana prosedur yang telah dilakukan.
c) Lepas kateter pada hari ke-1-3 pascaoperasi.
Rasional: Menurunkan resiko cedera pada uretra.
d) Evaluasi pasca intervensi pelebaran uretra.
Rasional: Kekambuhan striktur uretra dari intervensi pelebaran uretra
adalah komplikasi yang paling umum, tetapi meskipun jarang, intervensi
untuk melebarkan uretra dapat menyebabkan trauma uretra.
e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik intravena pasca operasi dan agen
antimuskarinik.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi yang akan meningkatkan respons
trauma jaringan pasca bedah dan mencegah kejang kandung kemih.
BAB 3
WEB of CAUTATION (WOC)

Faktor intrinsik Faktor ekstrinsik Faktor fungsional

Obstruksi pada saluran kemih (ginjal) Iritasi Nyeri

Gangguan aliran urin

Pelebaran pelvis ginjal & kaliks

tekanan pelvis ginjal ↑↑ HIDRONEFROSIS

Nyeri Pe↑ tekanan cairan dalam


pelvis ginjal Retensio Urin

Resti Infeksi Urin statis di pelvic


Refluks Obstruksi Akut
ginjal

Menekan serabut Akumulasi urine


aferen di torakal 12 dalam kaliks

Akumulasi cairan
Tindakan pembedahan Nyeri

Pre-op Kerusakan Discontinuitas jaringan


integritas Gangguan motilitas usus
kulit
Kurang Resti Trauma
Nyeri Mual & Muntah
pengetahuan Luka post-op
Abdomen distended
Port de entry
Ansietas kuman Perubahan nutrisi
Dilakukan Sachse kurang dari
kebutuhan tubuh
Resti Infeksi
Obstruksi sekunder

Bekuan darah + edem

Perubahan
eliminasi urine
Daftar Pustaka

Corwin, E. J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. 3 penyunt. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Purnomo, B. B., 2011. Dasar-Dasar Uroogi. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai