Anda di halaman 1dari 66

39

BAB II

PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK, BASIS HUMANSITIK,

PENDEKATAN ACTIVE LEARNING

A. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


1. PENGERTIAN TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI

Mengenai apakah teori itu, telah ada beberapa kesepakatan di

antara para ahli, tetapi juga ada beberapa perbedaan pendapat.

Kesepakatan yang telah diterima secara umum, bahwa teori merupakan

suatu set atau sistem pernyataan (a set statement) yang menjelaskan

serangkaian hal ketidaksepakatannya terletak pada karakteristik

pernyataan tersebut.62

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan

oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari

tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil

menjadi terampil melakukan sesuatu. Kegiatan mengajar tidak dapat

dilepaskan dari belajar, sebab keduanya merupakan dua sisi dari

sebuah mata uang. Mengajar merupakan suatu upaya yang dilakukan

guru agar siswa belajar. 63 Belajar merupakan proses dasar dari

perkembangan hidup manusisa. Dengan belajar, manusia melakukan

62
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Praktek dan Teori, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2015), hal.17

63
Ibid, Nana syaodih... hal. 131
40

perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya

berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain

adalah hasil dari belajar.Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar

adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar

berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai

bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.64

Teori merupakan seperangkat proposisi yang didalamnya

memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu

atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan

dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.

Satu ciri teori yang penting ialah bahwa teori itu membebaskan

penemuan penelitian secara individual dari kenyataan kesementaraan

waktu dan tempat untuk digantikan dengan suatu dunia yang lebih

luas.65

a. B.F. Skiner

Skinner menyatakan bahwa belajar merupakan “Tingkah laku

sebagai hubungan antara perangsang (S) dan respon (R)” yang

terkenal dengan teorinya yaitu Operant Conditioning Theory.66 Ada

64
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2012), hal. 104
65
Hamzah uno, OrientasiBarudalamPsikologPembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara,
2012) hal.4
66
Suyono, Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011)
hal. 63.
41

dua macam respon dalam kegiatan belajar Responden tresponse,

dan reflexive respons, bersifat spontan atau dilakukan secara reflek,

diluar kemampuan seseorang. Dalam situasi yang demikiasn

seseorang cukup belajar dengan stimulus yang diberikan dan ia

akan memberikan respons yang sepadan dengan stimuli yang

datang. Untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas,

diperlukan pemahaman terhadap respon itu sendiri, dan berbagai

konsekuensi yang diakibatkan oleh respon tersebut.67 Operant

Response (Instrumental Response), respon yang timbul dan

berkembangnya dikuti oleh perangsan-perangsang tertentu.

Perangsang yang demikian disebut dengan reinforcing stimuli atau

reinforcer, karena perangsang ini memperkuan respons yang telah

dilakukan oleh organisme. Prosedur pembentukan tingkah laku

dalam operant response secara sederhana adalah sebagai berikut :

Mengidentifikasi hal-hal apa yang merupakan reinforcer bagi

tingkah laku yang akan dibentuk. Menganalisa, dan selanjutnya

mengidentifikasi komponen-komponen itu lalu disusun dalam

urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku

yang dimaksud. Berdasarkan urutan komponen-komponen itu

sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer untuk

masing-masing komponen-komponen itu. Melakukan

pembentukan tingkah laku, dengan

67
Ibid, Hamzah Uno... hal. 9
42

mengunakan urutan yang telah disusun. Kalau komponen pertama

telah dilakukan, maka hadiahnya (reinforcer) diberikan. Kemudian

komponen kedua, jika yang pertama sudah terbentuk, yang

kemudian diberi hadiah pula (komponen pertama tidak

memerlukan hadiah lagi). Pesan yang diterima siswa dari guru

melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus

tersebut dapat berentuk verbal/bahasa, visual, auditif, taktik, dan

lain-lain. 68

b. Pavlov

Dalam teorinya Pavlov menyatakan bahwa gerakan refleks itu

dapat dipelajari dan dapat berubah dengan melakukan latihan.

Refleks dibagi menjadi dua bagian, yaitu refleks wajar

(unconditioned reflex) dan refleks bersyarat (conditioned reflex).

Refleks wajar, refleks yang terjadi dengan sendirinya saat

diberikan rangsang, sedangkan refleks bersyarat adalah refleks

yang harus dipelajari. Menurut teori conditioning, belajar adalah

suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat

(conditions), dapat berupa latihan yang dilakukan secara terus

menerus sehingga menimbulkan reasksi (response).69

Kelemahannya adalah menganggap bahwa belajar adalah hanyalah

68
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2013),
hal.114
69
Ibid, Suyono, Hariyanto... hal. 61
43

terjadi secara otomatis dan lebih menonjolkan peranan latihan-

latihan, dimana keaktifan dan pribadi seseorang tidak dihiraukan.

c. Guthrie

Teori yang dikemukakan oleh Guthrie adalah teori kontiguiti yang

memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara

stimulus tertentu dan respon tertentu. Selanjutnya Guthrie

berpendirian bahwa hubungan antara stimulus dengan respon

merupakan kritis dalam belajar. 70 Stimulus tidak harus berbentuk

kebutuhan biologis. Hal penting dalam teori Guthrie adalah

hubungan antara stimulus dan respon cenderung bersifat

sementara. Oleh karena itu, diperlukan pemberian stimulus yang

sering agar berhubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain itu,

suatu respons akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) jika

respons tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. 71

Beberapa metode yang disarankan Guthrie untuk mengubah

tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan adalah :

1) Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method)

Dasar pemikiran metode reaksi berlawanan adalah bahwa

manusia adalah merupakan organisme yang selalu bereaksi

terhadap rangsang-rangsang.

70
Hamzah uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara,
2012), hal.8.
71
Hendry Hermawan, Teori Belajar dan Motivasi (Bandung : CV Citra Praya, 2010),
hal.4
44

2) Metode Membosankan (Exhaustion Method)

Hubungan asosiasi antara rangsang dengan reaksi pada tingkah

laku yang buruk dibiarkan sampai kemudian menjadi bosan

atas keburukannya.

3) Metode Mengubah Lingkungan (Change of Enviromental

Method) Adalah cara yang digunakan dengan memutuskan

hubungan rangsang antara rangsang dengan respons yang

buruk yang akan dihilangkan.

d. E.L. Thorndike

Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah

laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin

berupa pikiran, perassaan, atau gerakan) dan respons (yang juga

bisa berupa pikiran, perassaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut

Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang

konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa

diamai).72 Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara

mengukur berbagai tingkah laku yang nonkonkret itu (pengukuran

adalah salah satu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran

tingkah laku, tetapi teori Thorndike ini telah banyak memberikan

inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. Teori

Thorndike ini juga sebagai aliran connectionism. 73 Objek penelitian

dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan


72
Ibid, Hamzah Uno... hal. 7
73
Ibid, Hendy Hermawan... hal. 2
45

membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk

merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai cara

bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat

koneksi sesuatu reaksi dan stimulasinya. 74

e. Clark C. Hul

Dalam teorinya ia mengatakan bahwa suatu kebutuhan harus ada

pada diri seseorang yang sedang belajar, kebutuhan itu dapat

berupa motif, maksud, ambisi, atau aspirasi. Dalam hal ini efisiensi

belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan

kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar

individu. Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi

yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan

kebutuhan utama seseorang sampai pada hasil-hasil yang

memberikan ganjaran bagi seseorang. Jadi pada diri seseorang

harus ada motif sebelum belajar terjadi atau dilakukan. 75 Implikasi

praktisnya adalah guru harus merencanakan kegiatan belajar

berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap motivasi belajar

yang terdapat pada siswa. Dengan adanya otivasi, maka belajar

merupakan penguatan. Makin banyak belajar, makin banyak

74
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2012), hal 124
75
Suyono, Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011)
hal. 63
46

reinforencement, makin besar motivasi memberikan respons yang

menuju keberhasilan belajar.76

f. Piaget

Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu.

Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan

lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami peubahan. Dengan

adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin

berkembang. 77 Piaget mengemukakan aspek-aspek perkembangan

intelektual anak sebagai berikut: Aspek struktur Ada hubungan

fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan

perkembangan berpikir logis anak-anak.78 Pandangan Piaget

tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam

struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa

model pembelajaran di antaranya model pembelajaran

konstekstual. Menurut pembelajaran konstektual, pengetahuan itu

akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh

siswa. pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang

76
Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2014), hal. 30
77
Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2015),
hal.13
78
Ibid, Suyono, Hariyanto... hal. 83
47

lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan

yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. 79

g. Jerome S Bruner

Bruner (1960) mengusulkan teorinya yang disebut free discovery

learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan

baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi,

dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan

(mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. 80 Yang menjadikan

dasar ide Burner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan

bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas.

Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya

discovery learning, yaitu di mana murid mengorganisasi bahan

yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda

dengan reception learning atau expository teaching, di mana guru

menerangkan semua informasi dan murid harus mempelajari

semua bahan/informasi itu.81

h. Robert M Gagne

Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah

pemrosesan informasi (Information Processing Theory) yang

79
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2015), hal.248
80
Hamzah uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara,
2012), hal.12
81
Ibid, Wasty Sumanto.. hal. 134
48

dikemukakan Gagne. Meurut teori ini, belajar dipandang sebagai

proses pengolahan informasi dalam otak manusia. 82 Menurut

psikologi kognitif, reinforcement sangat penting juga dalam

belajar, meskipun alasan yang dikemukakan berbeda dengan

psikolog behavioristik. Menurut psikolog behavioristik,

reinforcement berfungsi sebagai penguat respons atau tingkah laku,

sementara menurut psikolog kognitif berfungsi sebagai balikan

(feedback), mengurangi keragu-raguan hingga mengarah kepada

pemahaman. 83 Gagne mengemukakan ada lima kemampuan hasil

belajar yaitu tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu

bersifat psikomotorik. 84 Kemampuan itu adalah :

1) Kemampuan/keterampilan intelektual

Mampu menggunakan hal yang kompleks dalam suatu situasi

baru dimana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan

menerapkan aturan-aturan dan konsep-konsep yang telah

dipelajarinya sebelumnya. Kemampuan yang berhubungan

dengan sikap atau mungkin sekumpulan sikap yang dapat

ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan

terhadap kegiatan-kegiatan yang mencerminkan Akhlak.

82
Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2014), hal. 31
83
Ibid, Eveline Siregar, Hartini Nara... hal. 32
84
Suyono, Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : remaja rosdakarya, 2011),
hal 74.
49

2) Kemampuan informasi verbal

3) Keterampilan motorik

Bertolak dari model belajarnya, Gagne mengemukakan delapan

fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase

itumerupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distruktur

oleh siswa (yang belajar) atau guru.

i. David Ausubel

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran

(instruction content) sebelumnya didefinisikan dan kemudian

dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advance

organizers).85 Ia mengemukakan teori belajar yaitu teori belajar

bermakna. Belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi, yaitu:

Dimensi yang berhubungan dengan cara informasi atau materi

pelajaran disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau

penemuan. Dimensi yang menyangkut cara bagaimana siswa dapat

mengabaikan informasi pada struktur kognitif yang ada. Struktur

kognitif adalah fakta, konsep, dan generalisasinya yang telah

dipelajari dan diingat siswa.Dalam implementasinya, teori ini

terdiri dari dua fase, aitu mula-mula ia menyangkut pemberian “the

organizer” atau materi pendahuluan diberikan sebelum kegiatan

85
Ibid, Eveline Siregar, Hartini Nara... hal. 33
50

berlangsung dan dalam tingkat abstraksi. Fase berikutnya dimana

organisasinya lebih spesifik dan terarah.86

j. Teori Psikologi Gestalt

Teori ini yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi,

struktur, dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum Gestaltis

berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang berbentuk

dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli

dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian

yang terpisah. Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt

adalah tentang insight, yaitu pengamatan/pemahaman mendadak

terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu

situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan

pernyataan spontan aha atau oh, see now. 87 Apabila insight telah

diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan

dalam situasi lain. Di sini terdapat semacam transfer belajar, akan

tetapi yang ditransfer bukanlah materi yang dipelajari namun

relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui insight.88

Reaksi yang dilakukan manusia tergantung pada rangsang dan

bagaimana motif-motif yang terdapat pada dirinya. Manusia adalah

makhluk yang memiliki kebebasan.

86
Hamzah uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara,
2012), hal.12.
87
Ibid, Wasty Sumnto... hal. 128
88
Ibid, Wina Sanjaya... hal. 243
51

2. PEMBELAJARAN

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak

atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk

pada pandangan tentang terjadinya suatu proses dan sifatnya masih

sangat umum. Proses tersebut mewadahi, menginspirasi, menguatkan,

dan melatari metode pembelajaran sesuai dengan cakupan teoritis

tertentu. Dilihat dari pendekatannya, terdapat dua jenis pendekatan

pembelajaran : teacher centred approach, yaitu pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru, dan student

centered approach, yakni pendekatan pemebelajaran yang berorientasi

atau berpusat kepada siswa.89

Model merupakan salah satu pendekatan dalam rangka

mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun

generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya

belajar peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teacing

style), yang keduamya disingkat menjadi SOLAT (Style of Learning

and Teaching).90

Gaya itu sangatlah penting karena ia merupakan ungkapan

pendidikan yang berkait erat dengan keunikan masing-masing individu

(siswa). Perbedaan-perbedaan individu ini harus diapresiasi karena ia

adalah ekspresi keunikan kepribadian siswa. Secara individual,

89
Munif Chatib, Gurunya Manusia, (Bandung : Kaifa, 2013), hal 128.
90
Cucu suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung : Refika Aditama, 2014), hal.
37
52

konfigurasi diri kita juga berperan dalam menciptakan identitas

kepribadian kita.91

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai

kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan.

Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan

kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan

kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. 92 Untuk

mengembangkan daya nalarnya juga, adalah dengan melatih siswa

untuk mengungkapkan gagasan, atau penilaiannya terhadap berbagai

hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi di

lingkungannya. 93

1) Teori Behaviouristik

Teori behaviouristik mengatakan bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu

jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.

Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input

yang berupa stimulus dan keluaran atau out put yang berupa

respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon

91
Bruce Joyce, Models of Teaching, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hal 449
92
Afifuddin, Irfan Ahamd Zain, perencanaan pembelajaran,(Bandung : Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD, 2010) hal. 16
93
Syamsu Yusuf, Nani M.Sugandhani, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2014), hal. 69
53

di anggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan

diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan

respons.94 Penguatan (reinforcement) adalah faktor penting dalam

belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat

timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positif

reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Demikian juga

jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon

juga akan menguat. Aliran Behaviorisme sebagaimana yang

dirumuskan oleh Watson itu (yang sering juga disebut

Behaviorisme orthodox) dewasa ini boleh dikata hampir tidak ada

yang mengikuti secara konsekuen. Namun demikian pengaruh

pendapat Watson itu masih tetap besar, terutama di Amerika

Serikat sendiri, yaitu dalam bentuk aliran yang sudah direvisi : Neo

Behaviorisme ini antara lain : (1) Edward Chance Tolman, (2)

Clark L Hull, dan (3) Edward R. Guthrie. 95

Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah

perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur. Teori ini tidak

menjelaskan perubahan yang disebabkan oleh faktor internal yang

terjadi di dalam diri peserta didik. Tetapi teori ini hanya membahas

perubahan perilaku yang dapat dilihat dengan indra dan semua

yang dapat diamati. Behaviorisme tidak mengakui adanya

94
Ibid,Afifudin... hal. 7
95
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), hal. 271
54

kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam proses

belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks

sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai

individu. Teori ini menganggap peserta didik sebagai pelajar yang

pasif. 96 Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini

adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-

aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan.97

2) Teori Kognitif

Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan

persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku

yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah

bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman

yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya.

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau

informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah

dimiliki seseorang.98

Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara

aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan

retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan

96
Herpratiwi, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Media Akademi, 2016),
hal. 1
97
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2012), hal. 44
98
Ibid, Herpratiwi... hal.23
55

struktur kognitif yag telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun

dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke

kompleks. Perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan,

karena faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan siswa. 99

3) Teori Konstruktivistik

Aliran kontruktifisme yang dikembangkan dari spikologi

kognitif memandang bahwa belajar adalah mengembangkan

berbagai strategi untuk mencatat dan memperoleh berbagai

informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi

tersebut, dan guru bukan mengontrol stimulus tetapi menjadi

partner siswa dalam proses penemuan berbagai informasi dan

makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran

yang mereka bahas dan kaji bersama. Aliran kontruktivisme

menekankan teorinya bahwa siswa amat berperan dalam

menemukan ilmu baru. Aliran ini mengembangkan pandangan

tentang belajar yang menekankan pada empat komponen kunci,

yaitu : (1) siswa membangun pemahamannya sendiri dari hasil

mereka belajar bukan karena disampaikan kepada mereka, (2)

pelajaran baru sangat tergantung pada pelajaran sebelumnya, (3)

belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial, dan (4)

99
Ibid, hal. 10
56

penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan

kebermaknaan proses pembelajaran. 100

4) Teori Humanistik

Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk

memanusiakan manusia. Seseorang dianggap telah mampu

mencapai aktualisasi diri secara optimal dan berhasil dalam proses

belajar jika telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri.

Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori

humanisme dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal

tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori

humanisme bersifat elektik. Dalam arti ini, elektisism bukanlah

suatu sistem dengan membiarkan unsur-unsur berada dalam

keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanisme akan

memanfaatkan teori apapun asal tujuannya tercapai, yakni

memanusiakan manusia.101

5) Teori Sibernetik

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif

baru dibandingkan teori-teori belajar yang sebelumnya. Teori ini

berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu

informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi.

Teori sibernetik lebih mementingkan sistem inforasi dari pesan

100
Ibid, Afifudin, Irfan A Zaeni.... hal. 11
101
Ibid, Herpratiwi... hal. 33
57

tersebut. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif

yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori

sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi

yang diproses. Informasi inilah yang menentukan proses.102

Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup

teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses

internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan

perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun

memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas.

Menurut Gagne (Dahar, 1989) untuk mengurangi muatan memori

kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa (1)

proposisi, (2) produksi, (3) mental images.103

3. TEORI PEMBELAJARAN AKIDAK AKHLAK

a. Pengertian Akidah Akhlak

1) Pengertian Akidah

Menurut bahasa, aqidah berasal dari bahasa Arab :

‘aqada-ya’qidu -‘uqdatan. artinya ikatan atau perjanjian,

maksudnya sesuatu yang menjadi tempat bagi hati dan hati

nurani terikat kepadanya. 104

102
Ibid, Herpratiwi... hal. 42

103
Ibid, Herpratiwi... hal. 40
104
A. Zainudin dan M. Jamhari I, Akidah dan Ibadah, (Bandung : Pustaka Setia, 1999),
hal. 49
58

Istilah akidah di dalam istilah umum dipakai untuk

menyambut keputusan pikiran yang mantap, benar maupun

salah. Jika keputusan pikiran yang mantap itu benar, itulah

yang disebut akidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam

tentang keesaan Allah. Namun jika salah, itulah yang disebut

akidah yang batil, seperti keyakinan umat Nashrani bahwa

Allah adalah salah satu dari tiga oknum Tuhan (trinitas). 105

Adapun ysng dimaksud dengan Akidah Islam adalah

kepercayaan yang mantap kepada Allah, para malaikat-Nya,

kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, qadar yang

baik dan yang buruk, serta seluruh muatan Al-Qur’an Al-Karim

dan As-Sunah Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama,

perintah-perintah dan berita-beritanya, serta apa saja yang

disepakati oleh generasi Salafush Shahih (ijma’), dan

kepasrahan total kepada Allah dalam hal keputusan hukum,

perintah, takdir, maupun syara’,serta ketundukan kepada

Rasulullah saw. Dengan cara mematuhi, menerima keputusan

hukumnya dan mengikutinya. Dengan kata lain, akidahislam

adalah pokok-pokok kepercayaan yang harus diyakini

kebenarannya oleh setiap muslim berdasarkan dalil naqli dan

aqli (nash dan akal).106

105
Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hal. 13
106
Ibid,Rosihon... hal. 14
59

2) Pengertian Akhlak

Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab jamak dari

Khuluqun (‫ )خلق‬yang menurut bahasa berarti budi pekerti,

perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung

segi-segi persesuaian dengan perkataan khalkun (‫ )خلق‬yang

berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan Khaliq

(‫ )خالق‬yang berarti pencipta demikian pula dengan Makhluqun

(‫ )مخلوق‬yang berarti yang diciptakan.107

Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi,

berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian Akhlak

sebagai berikut :

a) Ibn Miskawaih

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan.108

b) Imam Al-Ghazali

Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang

daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,

107
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2014), hal. 11

108
Beni Ahmad Saebani, Abdul Hamid, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia,
2012), hal. 14
60

dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih

dahulu).109

c) Hamzah Yaqub

Ilmu Akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan

pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan

pergaulan manusia, dan menyatakan tujuan mereka yang terahir

dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.110

d) Dr. M Abdullah Dirroz

Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap,

kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa

kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal

akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang

jahat).111

e) Prof. Ahmad Amin

Bahwa ilmu Akhlak adalah ilmu yang membahas tentang

perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk. Tetapi

tidak semua amal yang baik atau buruk itu dapat dikatakan

perbuatan akhlak. Banyak perbuatan yang tidak dapat disebut

perbuatan akhlaki, dan tidak dapat dikatakan baik atau buruk.

Perbuatan manusia yang dilakukan tidak atas dasar

109
Ibid, A. Mustofa... hal. 12

110
Ibid, Beni Ahmad.... hal. 25
111
Ibid, A Mustofa... hal. 14
61

kemauannya atau pilihannya seperti bernafas, berkedip,

berbolak-baliknya hati, dan kaget ketika tiba-tiba terang setelah

sebelumnya gelap tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan

tersebut yang dilakukan tanpa pilihan. 112

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh

definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling

bertentangan, melainkan saling melengkapi, sehingga dapatlah

dimengerti bahwa Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni

keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut

benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-

perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan

diangan-angan lagi. 113

Pembahasan mengenai pengertian akhlak, etika, dan moral

adalah ketiga istilah tersebut memliki kesamaan subtansial jika

dilihat secara normatif karena ketiganya menguatkan suatu pola

tindakan yang dinilai baik dan buruk, hanya pola yang digunakan

didasarkan pada ide-ide yang berbeda. Etika dinilai menurut

pandangan filsafat tentang munculnya tindakan dan tujuan rasional

dari suatu tindakan. Akhlak adalah wujud dari keimanan atau

kekufuran manusia dalam bentuk tindakan, sedangkan moral

112
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2015), hal.
5
113
Ibid, A Mustofa.... hal. 15
62

merupakan bentuk tingkah laku yang diideologisasikan menurut

pola hidup bermasyarakat dan bernegara yang rujukannya diambil,

terutama dari sosial normatif suatu masyarakat, ideologi negara,

agama, dan dapat pula diambil dari pandangan-pandangan filosofis

manusia sebagai individu yang dihormati, pemimpin dan sesepuh

masyarakat.114

Akhlak adalah sebagai manifestasi dari iman, bahkan

akhlak pun sebagai barometer kepribadian seseorang. Dengan kata

lain, akhlak adalah buah dari iman seseorang. Sehebat apapun

seseorang memiliki ilmu pengetahuan agamanya serta menyatakan

dirinya beriman maka bisa dikatakan orang tersebut belum

sempurna imannya jika akhlaknya masih buruk, 115

b. Sumber dan Macam-Macam Akhlak

1) Sumber Akhlak

Persoalan Akhlak di dalam Islam banyak dibicarakan

dan dimuat pada Al-Qur’an dan Hadits. Sumber tersebut

merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi

manusia. Ada yang menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi

informasi kepada umat, apa yang semestinya harus diperbuat

dan bagaimana harus bertinddak. Sehingga dengan mudah

114
Ibid, Beni Ahmad... hal.33

115
Suprapta, Pengantar Teori dan Aplikasi Pengembangan Kurikulum PAI, (Jakarta :
Rajawali Pers, 2016), hal. 21
63

dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar

atau salah. 116

Masa remaja adalah masa ketika mereka mulai ragu

terhadap kaidah-kaidah akhlak dan ketentuan agama. Keraguan

atau kebimbangan itu mungkin berakhir apabila mereka dapat

tunduk atau menentang ketentuan-ketentuan tersebut

kebimbangan pikiran remaja itu, merefleksi terhadap tingkah

laku, sehingga mereka tampak berbeda sekali dalam periode

umur ini. Ketegangan emosi, peristiwa yang menyedihkan dan

keadaan yang tak menyenangkan berpengaruh besar dalam

sikap remaja terhadap masalah keagamaan dan akhlak. Oleh

karena itu, dapatlah dikatakan bahwa penentuan problema ini

tidak cukup dengan faktor ratio saja, bahkan dipengaruhi pula

oleh faktor-faktor luar, bahkan emosi dan perasaannya. Dapat

dikatakan bahwa pembangkangan terhadap kaidah akhlak dan

aturan agama pada remaja mungkin merupakan semacam

pelarian dan kegagalan, seakan-akan mereka tak mau mengakui

kegagalannya, lalu mencari dalih dengan melimpahkan

kegagalan itu pada kerasnya ketentuan akhlak dan ajaran

agama. 117

116
Ibid, Ahmad Mustofa... hal. 149
117
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2015), hal.
243-244
64

Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam adalah

merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam,

yakni bertititk tolak dari akidah yang diwahyukan Allah kepada

Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada

umatnya.

Memang sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa

secara umum akhlak atau moral terbagi atas moral yang

berdasarkan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat dan kedua

moral yang sama sekali tidak berdasarkan kepercayaan kepada

Tuhan, moral ini timbul dari sumber-sumber sekuler.

Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang

berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya

sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri. Dengan

demikian dasar atau sumber pokok daripada akhlak islam

adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan sumber

utama dari agama Islam itu sendiri. 118

Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling

tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk kepribadian.

Begitu pula sahabat-sahabat Nabi yang selalu berpedoman

kepada Al-Qur’an dan As-Sunah dalam kesehariannya.

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala

perbuatan atau tindakan manusia apapun bentuknya pada

118
Ibid, A Mustofa... hal. 149
65

hakekatnya adalah bermaksud mencapai kebahagiaan,

sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut sistem moral

atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan jalan

menuruti perintah Allah yakni dengan mengerjakan segala

perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana

yang tertera dalam pedoman dasar hidup bagi setiap muslim

yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits.

2) Macam-Macam Akhlak

Pembahasan tentang macam-macam akhlak berkaitan

dengan tasawuf akhlaqi, yaitu tasawuf yang mengutamakan

bentuk praktis dalam tingkah laku sesuai dengan syari’at yang

diajarkan Allah swt dan Rasulullah saw melalui Al-Qur’an dan

As-Sunnah. Tasawuf yang benar bukan tasawuf yang terlepas

dari tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang mempraktikan

bentuk-bentuk amalan tanpa didasarkan pada dalil-dalil yang

shahih. Tasawuf yang benar adalah yang berpegang teguh

secara utuh pada aturan-aturan agama, menyatukan prinsip-

prinsip akidah dan syariat dalam beribadah dan

bermuamalah. 119

119
Ibid, Beni Ahmad Saebani.., hal. 195
66

Akhlak dapat dibagi berdasarkan sifatnya dan

berdasarkan objeknya. Berdasarkan sifatnya, akhlak terbagi

menjadi dua bagian yaitu 120 :

a) Akhlak Mahmudah (akhlak terpuji)

Akhlak Mahmudah (akhlak yang terpuji) atau Akhlak

Karimah (akhlak yang mulia). Yang termasuk ke dalam

akhlak mahmudah di antaranya : Ridho kepada Allah, cinta

dan beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat, kitab,

rosul, hari kiamat, takdir, taat beribadah, selalu menepati

janji, melaksanakan amanah, berlaku sopan dalam ucapan

dan perbuatan, qanaah (rela terhadap pemberian Allah),

tawakal (berserah diri), sabar, syukur,

tawadhu’(merendahkan hati), dan segala perbuatan yang

baik menurut pandangan Al-Qur’an dan Hadits.

b) Akhlak Madzmumah (Akhlak Tercela)

Akhlak Madzmumah (Akhlak Tercela) atau akhlak sayy’iah

(akhlak yang jelek). Adapun yang termasuk akhlak

madzmummah ialah : kufur, syirik, murtad, fasik, riya,

takabur, mengadu domba, dengki atau iri, kikir, dendam,

khianat, memutus silaturahmi, putus asa, dan segala

perbuatan tercela menurut pandangan islam.

120
Ibid, Rosihon Anwar... hal. 212
67

Sedangkan berdasarkan objeknya, akhlak dibedakan

menjadi dua : pertama, akhlak terhadap khalik. Kedua,

akhlak kepada makhluk, yang terbagi menjadi :

1) Akhlak terhadap Rasulullah

2) Akhlak terhadap keluarga

3) Akhlak terhadap diri sendiri

4) Akhlak terhadap sesama atau orang lain

5) Akhlak terhadap lingkungan alam. 121

c. Manfaat Mempelajari Ilmu Akidah Akhlak

1) Manfaat Akidah Islam

Manfaat akidah Islam adalah :

- Memupuk dan mengembangkan potensi-potensi ketuhanan

yang ada sejak lahir.

Hal ini karena manusia sejak di alam roh sudah mempunyai

fitrah ketuhanan.

- Menjaga manusia dari kemusyrikan.

Kemungkinan manusia untuk terperosok ke dalam kemusyrikan

terbuka lebar, baik secara terang-terangan (syirik jaly, yakni

berupa perbuatan ataupun ucapan maupun kemusyrikan yang

bersifat sembunyi-sembunyi (syirik khafy) yang berada di

dalam hati. Untuk mencegah manusia dari kemusyrikan

121
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 : Muamalah dan Akhlak, (Bandung
: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 77-78
68

tersebut, diperlukan tuntutan yang jelas tentang kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

- Menghindari dari pengaruh akal yang menyesatkan.

Walaupun manusia diberi oleh Allah kelebihan berupa akal

pikiran, manusia sering tersesat oleh akal pikirannya, sehingga

akal pikiran manusia perlu dibimbing oleh akidah islam. 122

2) Manfaat Ilmu Akhlak

Ilmu akhlak sangat besar manfaatnya bagi kehidupan

manusia. Oleh karena itu, ilmu ini pantas untuk dipelajari dan

dipahami secara mendalam. Kalau berpijak dari ilmu, ilmu

akhlak berarti yang berpijak dari pengetahuan yang digali dari

berbagai pendekatan dan hasil-hasil penelitian. Pendekatan

ilmiah dapat dilakukan dengan menggali hikmah dari

pengalaman kehidupan manusia, dari perjalanan sejarah

manusia dan kebudayaan, serta dari cara pandang manusia

terhadap lingkungan di sekitarnya.

Pendekatan tersebut adalah pendekatan empirik, yang

berpegang pada pengalaman sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Dalam pendekatan empirik, kebenaran adalah segala sesuatu

yang telah dialami dan bersifat objektif. Visualitas kebneran

122
Ibid, Zainudin... hal. 50-52
69

didukung oleh pancaindra dan penyimpulan dari berbagai

pengalaman manusia yang saling berhubungan. Oleh karena

itu, sejarah masa lalu, kisah-kisah umat terdahulu, dan mungkin

saja pemaknaan dan penafsiran terhadap legenda dan mitos-

mitos dapat diambil hikmah dan dijadikan pelajaran oleh umat

manusia sekarang dan yang akan datang.123

Sebagai salah satu ciri khas ilmu adalah bersifat

pragmatis. Keberadaan suatu ilmu harus mempunyai fungsi

atau faedah bagi manusia. Dengan ditemukan suatu teori-teori

pada ilmu, akan lebih menambah wawasan dalam bertindak

atau berproses. Kegunaan ilmu semata-mata untuk dapat

mengetahui rahasia-rahasia di samping juga dapat

diperhitungkan baik dan buruknya suatu langkah yang

dijalani. 124

Uraian tersebut di atas telah menggambarkan bahwa

Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia.

Akhlak yang mulia ini demikian ditekankan karena disamping

akan membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya.

Dengan kata lain, bahwa akhlak utama yang ditampilkan

123
Ibid, Bani Ahmad Saebani... hal. 201
124
Ibid, A Mustofa... hal. 26
70

seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang

bersangkutan.125

Di antara manfaat terbesar dalam mempelajari ilmu

akhlak adalah sebagai berikut :

a) Peningkatan amal ibadah yang lebih khusyuk, serta lebih

ikhlas.

b) Peningkatan ilmu pengetahuan untuk meluruskan perilaku

dalam kehidupan sebagai individu dan anggota masyarakat.

c) Peningkatan kemampuan mengembangkan sumber daya diri

agar lebih mandiri dan berprestasi.

d) Peningkatan kemampuan bersosialisasi, melakukan silaturahmi

positif, dan membangun ukhuwah atau persaudaraan dengan

sesama manusia dan sesama muslim.

e) Peningkatan penghambaan jiwa kepada Allah swt yang

menciptakan manusia dan alam jagat raya beserta isinya.

f) Peningkatan kepandaian bersyukur dan berterima kasih kepada

Allah swtatas segala nikmat yang telah diberikan-Nya tanpa

batas dan tanpa pilih bulu.

g) Peningkatan strategi beramal saleh yang dibangun oleh ilmu

yang rasional, yang akan membedakan antara orang-orang yang

125
Ibid, Abudin Nata... hal. 147
71

berlimu dan orang-orang yang taklid disebabkan oleh

kebodohannya. 126

h) Memperkuat dan menyempurnakan agama.

i) Mempermudah perhitungan amal di akhirat.

j) Menghilangkan kesulitan.

k) Selamat hidup di dunia dan akhirat. 127

l) Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat.

m) Akan disenangi orang dalam pergaulan.

n) Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi

dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.

o) Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan

kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan

sebutan yang baik.

p) Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari

segala penderitaan dan kesukaran. 128

B. TEORI BELAJAR HUMANISTIK

1. PENGERTIAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Teori humanistik muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai

reaksi terhadap teori psikodinamik dan behavioristik. Para teoretikus

126
Ibid, Bani Ahmad Saebani... hal. 202-203

127
Ibid, Abudin Nata...hal. 148-150
128
Ibid, A Mustofa.... hal. 26
72

humanistik, seperti Calrl Rogers (1902-1987) dan Abraham Maslow

(1908-1970) meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat

dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari

maupun sebagai hasil pengondisian (conditioning) yang sederhana.

Toeri ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah

laku manusia semata-mata ditentukan oleh faktor di luar dirinya.

Sebalinya teori ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama

kehidupan, bukan reaktor terhadap instink atau tekanan lingkungan.

Teori ini berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat

subjektif dan self-direction.129

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu

dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat

menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori

ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam

bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik

pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar

seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia

keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk

129
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2012), hal. 45
73

“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya)

dapat tercapai.130

Pendekatan humanis adalah suatu pendekatan pengembangan

kurikulum yang berusaha “memanusiakan manusia”. Kurikulum dibuat

dan dirumuskan berfungsi sebagai pedoman atau rambu-rambu bahan

ajar bagi peserta didik. Untuk itu, dalam realisasinya kurikulum dapat

tercapai dengan baik jika pendekatan pembelajaran yang harus

digunakan adalah proses belajar mengajar yang dapat memanusiakan

manusia. Maksudnya, manusia sebagai pembelajar tentunya tidak

kosong akan tetapi sudah memiliki berbagai potensi dasar yang siap

untuk dibina dan dikembangkan.131

Definisi psikologi humanistik adalah suatu pendekatan yang

multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang

memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia.

Bagi sejumlah ahli psikologi humansitik adalah alternatif, sedangkan

bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan

pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisi. 132

130
Hamzah uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,(Jakarta : Bumi
Aksara,2012), hal. 13
131
Ibid, Suprapta... hal. 22

132
Henriyk Misiak, Virginia Staud Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan
Humanistik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 143.
74

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika

si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam

proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai

aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. 133 Teori belajar ini berusaha

memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari

sudut pandang pengamatnya.

Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum

bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang

akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk

mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori,

dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan. 134

Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk

mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu

untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan

membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri

mereka. 135

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan

aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti

133
Ibid, hal. 132
134
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012), hal. 142
135
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi,(Jakarta : Rajawali Pers, 2012) hal. 149.
75

pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai

kata humanistik dalam pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik

Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau

guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal

ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik

dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini

terangkum dalam psikologi humanistik.

Dalam artikel “some educational implications of the

Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk

mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang

terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya.136

Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian

manusia daripada berfokus pada “ketidak normalan” atau “sakit”

seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini

melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana

manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.

Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia

dan para pendidik yangberaliran humanistik biasanya memfokuskan

penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Perlu kita mengetahui (untuk keperluan pendidikan) bahwa

manusia itu, menurut Tuhan, memiliki kelebihan dan kekurangan,

136
Henriyk Misiak, Virginia Staud Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan
Humanistik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 132.
76

sebagaimana terdapat dalam Qur’an Surat Al-Isra ayat 70, menjelaskan

bahwasannya “Dimuliakan Allah dan diberi kelebihan yang tidak

dimiliki oleh makhluk lain.”137

‫ولقد كرمنا بنى ءادم وحملنهم فى البر والبحر ورزقنهم من الطيبت وفضلنهم على‬

}٧٠{ ‫كثير ممن خلقنا تفضيال‬

Artinya : “Dan sungguhnya, kami telah muliakan anak-anak Adam,


Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rizqi dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
merekadengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra : 70)138

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan

pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif,

misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat

dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan,

keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal,

dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan

kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.

Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para

pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat

pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan

137
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014),
hal. 21
138
Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Kementrian Agama RI, 1998), hal. 435
77

kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman,

berintuisi, merasakan, dan berfantasi.

Teori humanistik ini akan sangat membantu kita memahami

proses belajar serta melakukan proses belajar itu dalam dimensi yang

lebih luas, jika kita mampu menempatkannya pada konteks yang tepat.

Pada gilirannya, akan membantu kita menentukan strategi belajar yang

tepat secara lebih sadar dan terarah, tidak semata-mata tergantung pada

intuisi. 139

Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik

humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya

emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal

yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat

keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah

karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik

beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan,

mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah

satupotensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi

kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama

seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitik beratkan

kognisi.

139
Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2014), hal. 38
78

Setiap individu (manusia) adalah makhluk pembelajar dalam

setiap konteks perkembangan budaya tertentu. Apabila semua guru

memahami konsep pertama ini, akan muncul sebuah paradigma yang

menyatakan bahwa para siswa di dalam kelas adalah para makhluk

yang sebenarnya siap untuk belajar.140

Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia

sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia

atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam

kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai

campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini

memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu

bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan

sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang

dimiliki binatang. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan

membentuk perilaku mereka. 141 Hirarki kebutuhan motivasi maslow

menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama

manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga

menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti

kebutuhan fisiologis dan keamanan.

Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat

kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan

140
Munif Chatib, Gurunya Manusia, (Jakarta : Kaifa, 2013), hal. 82
141
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hal. 136.
79

kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa

psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan

alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi

sekolah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan

memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal

yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka

siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran

guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti

dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.

Seorang fasilitator harus yakin bahwa sebelumnya para siswa

punya bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar. Tugas

fasilitator itu meminta siswa untuk membangun pengalaman-

pengalaman tersebut saat dia belajar bersamanya. 142Secara singkatnya,

penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada

perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi

manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka

punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup

kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri

yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup

dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri

142
Ibid, Munif Chatib... hal. 75
80

secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena

keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.

Menurut hemat kami, Teori Belajar Humanistik adalah suatu

teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana

memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan

potensi dirinya. Meskipun teori humansitik sangat menekankan

pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih

banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam

bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik

kepada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal. 143

2. TOKOH-TOKOH TEORI BELAJAR HUMANISTIK

a. Athur Chombs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka

mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning

(makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan.

Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa

metematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka

enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan

penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu

143
Hendy Hermawan, Teori Belajar dan Motivasi, (Bandung : CV Citra Praya, 2010), hal.
14
81

sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang

untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan

baginya. 144

Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak

mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya

berarti, bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk

melakukan sesuatu yang dikehendaki oleg guru itu. Apabila guru

itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sekali siswa akan

memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat

adanya dua bagian pada learning, ialah :

1) Pemerolehan informasi baru,

2) Personalisasi informasi,ini pada individu

Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat

kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila

subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.

Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matteritu, dengan kata

lain di individulah yang memberikan arti tadi kepada subject

matter itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya

membawa siswa untuk memperoleh arti pribadinya dari subject

144
Herpratiwi,Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta : Media Akademi, 2016),
hal.27
82

matter itu, bagaimana siswa menghubungkan subject matter itu

dengan kehidupannya. 145

Arthur W. Comb ialah seorang humanis, ia berpendapat

bahwa perilaku batiniah seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan

maksud menyebabkan seseorang berbeda dengan orang lain. Untuk

memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti ia

merasa dan berfikir tentang dirinya. Pendidikan dapat memahami

perilaku peserta didiknya jika ia mengetahui bagaimana peserta

didik mempersepsikan perbuatannya pada suatu situasi. Apa yang

kelihatanya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi orang

lain. Dalam pembelajaran menurut para ahli psikologi humanistis,

jika peserta didik memperoleh informasi baru informasi itu

dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Sangatlah keliru jika pendidik

beranggapan bahwa peserta didik akan mudah belajar kalau bahan

ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Karena peserta

didik sendirilah yang menyerap dan mencerna pelajaran itu. Yang

menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan ajar

itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu peserta didik

memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan ajar itu.

Apabila peserta didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan

145
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hal. 137-138.
83

kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya telah

berhasil. 146

b. Abraham H. Maslow (1908-1970)

Abraham H. Maslov, seorang teoritis kepribadian yang

realistik, dipandang sebagai bapak spiritual, pengembang teori, dan

juru bicara yang paling cakap bagi psikologi humanistik. Terutama

pengukuhan. Maslow yang gigih atas keunikan dan aktualisasi diri

manusialah yang menjadi simbol orientasi humanistik. 147

Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai

perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang,

takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa

yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk

maju ke arah keutuhan, keunukan diri, ke arah fungsinya semua

kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan

pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).148

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran

humanisme. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk

memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang

sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang

Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow,


146
Ibid, Herpratiwi... hal. 27
147
Henriyk Misiak, Virginia Staud Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan
Humanistik, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hal. 127
148
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hal. 138.
84

manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau

hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis)

sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki

kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :

 Kebutuhan fisiologis/dasar/jasmaniah (Basic Needs) seperti

makan, minum dan tidur

 Kebutuhan akan rasaaman dan tentram(Safety Needs) seperti

kesehatan. Keamanan lingkungan dan terhindar dari bencana.

 Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi (Belongingness Needs)

seperti persahabatan, keluarga dan kelompok.

 Kebutuhan untuk dihargai (Esteem Needs) seperti harga diri

dan penghargaan orang lain.

 Kebutuhan untuk aktualisasi diri (Self Actualization Needs)

seperti moralitas, ekspresi diri dan kreativitas.149

Implikasi teori ini terhadap pembelajaran sangat penting,

guru harus memperhatikan teori ini, apabila guru menemukan

kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak

mengerjakan tugas, mengapa anak tidak dapat tenang dalam kelas

atau bahkan tidak memiliki motivasi dalam belajar. Menurut

Maslow guru tidak dapat menyalahkan kesalahan ini secara

149
Ibid, Herpratiwi... hal.28
85

langsung pada anak, bisa jadi beberapa kebutuhan anak belum

terpenuhi secara baik.

c. Carl Ransom Rogerss (1902-1987)

Rogerss adalah seorang psikolog humanistik yang

menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa

prasangka (antara klien dan terapisit) dalam membantu individu

mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogerss meyakini

bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang

dihadapinya dan tugas terapis hanya membimbing klien

menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogerss, teknik-teknik

assesment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting

dalam melakukan treatment kepada klien. 150

Dari bukunya freedom to learn, ia menunjukan sejumlah

prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya sebagai

ialah :

1) Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami.

2) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran

dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-

maksudnya sendiri.

3) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi

mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung

untuk ditolaknya.

150
Ibid, Herpratiwi... hal. 29
86

4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah

dirasakan dan diasimilasikan apabika ancaman-ancaman dari

luar itu semakin kecil.

5) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat

diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan

terjadilah proses belajar.

6) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam prose

belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.

8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa

seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang

dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.

9) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas

lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk

mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri. Penilaian dari orang

lain merupakan cara kedua yang penting.

10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia

modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu

keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan

penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan

itu.151

151
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hal. 139-140
87

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang

memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan

siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya

secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil

belajar.152

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep

mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogerss, diteliti

oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975. Model ini mengenai

kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang

mendukung, yaitu empati, penghargaan, dan umpan balik

positif.Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar

peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai

fasilitator yang berperan aktif dalam :

a. membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta

didik bersikap positif terhadap belajar.

b. membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya

dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar.

c. membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan

cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar.

152
Ibid, Herpratiwi... hal. 30
88

d. menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan

menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai

peserta didik sebagaimana adanya. 153

Kesimpulan teori humanisme Carl Rogers adalah sebagai

berikut :

1) Teori Rogers disebut humanis karena teori ini percaya

bahwa setiap individu adalah positif, serta menolak Freud

dan Behaviorisme.

2) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif

dan kecenderungan aktualisasi.

3) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari

bayi, di mana diri terdiri dari 2 sub sistem yaitu konsep diri

dan diri ideal.

4) Kebutuhan individu ada 4 yaitu : pemeliharaan,

peningkatan diri, penghargaan positif (positive regard), dan

penghargaan diri yang positif (positive self regard).

5) Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan

konsep diri yang tidak konsisten dan untuk menghindarinya

adalah pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan

menyebabkan psikotik.

153
Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2006),hal. 72.
89

6) Dalam terapi, terapi hanya menolong dan mengarahkan

siswa dan yang melakukan perubahan adalah siswa itu

sendiri. 154

3. PRINSIP- PRINSIP BELAJAR HUMANISTIK

a. Manusia mempunyai belajar alami.

b. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid

mempuyai relevansi dengan maksud tertentu.

c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai

dirinya.

d. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan

bila ancaman itu kecil.

e. Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam

memperoleh cara.

f. Belajar yang bermaknadiperolaeh jika siswa melakukannya.

g. Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.

h. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil

yang mendalam.

i. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan

membiasakan untuk mawas diri.

j. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

154
Ibid, Herpratiwi... hal. 30-31
90

Psikologi humanistik tidak hanya menginsyafi roh manusia

dan kebutuhannya untuk memuaskan diri dan untuk menemukan

makna dalam hidupnya, tetapi juga percaya bahwa masing-masing

orang adalah agen yang paling bertanggung jawab atas kehidupan

dirinya sendiri. Karena itu, prinsip-prinsip psikologi humanistik

memliki imlikasi-implikasi bagi etika (Kurtz, 1969), agama

(Hammes, 1971), dan hukum (Stone, 1971). Juga ajaran-ajaran dan

prinsip-prinsip psikologi humanistik mengundang penerapan yang

luas.155

4. APLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum masehi telah

mengingatkan bahwa tugas pendidikan ialah mengingatkan bahwa

tugas pendidikan ialah membantu manusia menjadi manusia. Nah,

tatkala kita mendidik seseorang, seringkali yang kita didik adalah otak

(akal)-nya, belum tentu kita mendidik manusia-nya, seringkali kita

mendidik tangannya (ketrampilan fisik), belum tentu kita mendidik

manusia-nya. Karenanya pendidikan yang kita lakukan itu tidak

menghasilkan manusia, pendidikan yang kita lakukan hanya

menghasilkan kecerdasan manusia yang belum tentu berupa manusia

yang cerdas, pendidikan yang kita lakukan hanya menghasilkan

155
Ibid, Henry Misiak... hal. 131
91

ketrampilan manusia yang belum tentu berupa manusia yang

terampil. 156

Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah

warisan kebudayaan, pertanggungjawaban sosial, dan bahan

pengajaran yang khusus. Mereka percaya bahwa masalah ini tidak

dapat diserahkan begitu saja kepada siswa. pada tipe ini, guru

memberikan tekanan akan perlunya sesuatu rencana pelajaran yang

telah disiapkan dengan baik, materi yang tersusun dengan logis, dan

tujuan instruksional yang tertentu, dan mereka mempunyai

kecenderungan untuk “memperoleh jawaban yang benar”. Guru senang

pada suatu pendekatan sistematik yang memanfaatkan pengetahuan

hasil penelitian pada kondisi-kondisi belajar yang diperlukan bagi

siswa untuk mencapai hasil yang ditentukan.157

Pandangan kalangan humanis tentang proses belajar

mengaplikasikan perlunya penataan peran guru/tenaga kependidikan

dan prioritas pendidikan. Menurut pandangan ini guru/ tenaga

kependidikan berperan sebagai fasilitator daripada sebagai pengajar

belaka. Guru sebaiknya bukan lagi sebagai proses pembelajaran tetapi

yang terpenting ialah memfasilitasi tumbuhnya motivasi belajar secara

instrinsik pada diri peserta didik. Peserta didik harus diberi kesempatan

156
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014),
hal. 27
157
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta :Rineka Cipta, 2013),
hal. 239
92

seluas-luasnya untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan

kesadaran identitas dirinya.158

Guru berperan sebagai fasilitator bukan berarti bahwa ia harus

berfikir pasif akan tetapi justru guru harusberperan aktif dalam suatu

proses pembelajaran. Belajar bermakna terjadi jika sesuai dengan

kebutuhan peserta didik, disertai motivasi intrinsik dan kurikulum

yang tidak kaku. Kejadian belajar bermakna didorong oleh hasrat dan

intensitas keingintahuan peserta didik mempelajari segalanya tentang

bidang studi tersebut. Guru harus aktif dan paham betul atas keunikan

peserta didik. Adapun proses yang umumnya dilalui sebagai berikut :

a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.

b. Mengusahakan partisipasi siswa melalui kontrak belajar yang

bersifat jelas, jujur, dan positif.

c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa

untuk belajar atas inisiatif sendiri.

d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses

pembelajaran secara mandiri.

e. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih

pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan

menanggung resiko dari pelaku yang ditunjukan.

158
Ibid, Herpratiwi... hal.31
93

f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan

pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong

siswa untuk bertanggung jawab atas segala resikoperbuatan atau

proses belajarnya.

g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan

kecepatannya.

h. Evaluasi diberikan secara individual bedasarkan perolehan prestasi

siswa. 159

C. ACTIVE LEARNING

1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN AKTIF (ACTIVE

LEARNING)

Kata active diadopsi dari kamus bahasa inggris dengan kata

sifat yang aktif, gesit, giat, bersemangat dan learning berasal dari

kata learn yang berarti Mempelajari dari kedua kata tersebut,

yaitu active dan learning dapat diartikan dengan mempelajari sesuatu

dengan active atau bersemangat dalam hal belajar. Menurut Dimyanti

dan Mudjiono, konsep active learning atau cara belajar siswa aktif,

dapat diartikan sebagai panutan pembelajaran yang mengarah pada

pengoptimalisasian pelibatan intelektual dan emosional siswa dalam

proses pembelajaran, diarahkan untuk membelajarkan siswa

159
Ibid, Herpratiwi... hal. 32-33
94

bagaimana belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya,

tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. 160 Mengajarkan

bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi

otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa. belajar

memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan

dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang

langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng

hanyalah kegiatan belajar aktif. 161

Pembelajaran aktif adalah istilah payung bagi berbagai model

pembelajaran yang berfokus kepada siswa sebagai penanggung jawab

belajar. Semula memang istilah pembelajaran aktif dipergunakan baik

bagi pembelajaran aktif yang individual mandiri, maupun

pembelajaran aktif yang bersifat kolaboratif. Namun akhir-akhir ini

semakin mengerucut kecenderungan memakai pembelajaran aktif

hanya sebagai pembelajaran aktif yang kolaboratif. 162

Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk

mengoptimalkan penggunaan semua kemampuan yang dimiliki oleh

siswa, disini siswa dituntut untuk mengunakan otak dalam berfikir

160
Dimyanti dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : PT Rineka Cipta,
2015), hal. 115.
161
Melvin L Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung :
Nuansa Cendikia, 2014), hal.9.
162
Warsono, Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2013), hal. 5
95

sehingga semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan

sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping

itu, Silberman mengemukakan pembelajaran aktif (active learning)

juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa agar tetap tertuju

pada proses pembelajaran.163Active learning mulai digunakan dalam

dunia pendidikan diawali oleh seorang filosofi Cina yang bernama

Confucius yang menyatakan:

“ What I hear, I forget (Apa yang saya dengar, saya lupa)”


“What I see, I remember (Apa yang saya lihat, saya ingat)”
“What do, I understand (Apa yang saya lakukan saya paham)”

Tiga pernyataan diatas menjadi dasar dari munculnya belajar

aktif, ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif

agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal

yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang

sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya

penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.

Di dunia pendidikan model pembelajaran yang dapat

memanusiakan manusia (pendekatan humanistis) yaitu pembelajaran

yang menekankan pada pembelajaran aktif (active learning) yang

memiliki semboyan sebagai berikut 164 :

“What I hear, I forget”yakni apa yang sudah saya dengar mudah


juga dilupakan karena guru berbicara 100-200 kata permenit

163
Warsono, Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2013), hal. 4
164
Ibid, Suprapta... hal. 23-24
96

sedangkan peserta didik mendengar 50-100 kata permenit bahkan


lama kelamaan semakin berkurang.

“What I hear and see, I remember a little” (apa yang saya dengar
dan lihat, saya ingat sedikit atau hanya sebentar, lama kelamaan
semakin lupa lagi).

“What I hear and see and ask question about or discuss with
someone else, I begin to understand” (apa yang saya dengar, lihat
dan tanyakan atau diskusikan dengan orang atau teman lain, maka
saya mulai mengerti).

“What I hear and see, and discuss and do, I acquire knowledge and
skill”(apa yang saya dengar, saya lihat dan diskusikan, dan saya
lakukan maka saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan)

“When I teach to another, I master (ketika saya bisa mengajari


orang atau teman lain, berarti saya sudah menguasai).

Berdasarkan teori di atas, berarti bagian yang pertama dan

kedua peserta didik masih belum paham dengan apa yang disampaikan

oleh guru karena siswa pasif, akan tetapi ketika sudah melakuan

seperti pada bagian tiga empat dan lima maka peserta didik sudah

paham bahkan dengan cepat akan menguasai pelajaran karena siswa

sudah aktif. 165

Pernyataan di atas menyatakan dalam pembelajaran aktif siswa

tidak hanya mendengarkan penjelasan guru tetapi siswa melihat,

mendengar, bertanya dengan guru atau teman, berdiskusi dengan

teman, melakukan, dan mengajarkan pada siswa lainnya sehingga

mereka menguasai materi pembelajaran. Di dalam pembelajaran aktif

siswa mendapatkan tantangan-tantangan yang mengharuskan kerja

165
Ibid, Suprapta... hal 24
97

keras karena harus lebih aktif dan mandiri untuk mengugkapakn,

menjelaskan, dan bertanya tentang materi pelajaran yang diajarkan.

Berikutnya menurut Mulyasa mengemukakan bahwa active

learning dalam pembelajaran aktif, setiap materi pembelajaran yang

baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman

sebelumnya. Siswa mengaitkan materi yang baru dengan pengetahuan

yang sudah ada. Kegiatan belajar-mengajar harus dimulai dengan hal-

hal yang sudah dikenal dan dipahami oleh siswa. 166

Menurut Warsono & Hariyanto, mengemukakan active

learning (pembelajaran aktif) merupakan pembelajaran aktif

mengkondisikan agar siswa selalu melakukan pengalaman belajar yang

bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang dapat dilakukannya

selama pembelajaran.167 Kemudian menurut pendapat Hosnan

mengemukakan bahwa active learning adalah kegiatan belajar

mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan

emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif

dalam melakukan kegiatan belajar. Selain itu, belajar secara aktif

sangat dibutuhkan oleh setiap siswa. Ketika siswa cenderung pasif atau

166
Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan
Implementasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 241
167
Warsono,Hariyanto, Pembelajaran Aktif, (Bandung : PT Rosdakarya, 2013), hal. 12
98

hanya menerima dari guru, siswa akan cepat melupakan tentang apa

yang telah disampaikan.168

2. KARAKTERISTIK ACTIVE LEARNING

Karakteristik pembelajaran aktif (active learning)memiliki

beberapa karakteristik menonjol sebagai berikut :

a. Berpusat pada siswa (student-centered), yaitu : 1) Guru berperan

sebagai fasilitator, bukan penceramah. 2) Fokus pembelajaran

berada pada siswa, bukan guru. 3) Siswa belajar secara aktif, serta,

4) Siswa mengontrol proses belajar dan menghasilkan karyanya

sendiri, tidak hanya mengutip pada guru.

b. Belajar secara menyenangkan (joyful learning).

c. Belajar yang berorientasi pada tercapainya kemampuan tertentu

(competency-based learning).

d. Belajar secara tuntas (mastery learning).

e. Belajar secara berkesinambungan (continuous learning), dan

f. Belajar sesuai dengan konteks (contextual learning).169

Faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran sebagaimana

dikemukakan di atas, merupakan suatu kesatuan yang saling pengaruh-

mempengaruhi satu dengan yang lain. Hal ini, berarti guru tidak

terbatas dari kewajibannyauntuk selalu memerhatikan faktor-faktor

168
Hosnan, Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21 Kunci
Suksesi Implementasi Kurikulum 2013, (Bogor : Ghalia Indonesia: 2014), hal. 208.
169
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Cooperative Learning, (Yogyakarta : DIVA Pers,
2006), hal. 31-32
99

penentu kegiatan pembelajaran agar memperoeh hasil belajar yang

diharapkan. 170

Dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa tersebut,

maka pihak sekolah dalam hal ini guru-guru seyogiyanya memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pertanyaan,

memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaran yang

dibacanya atau yang dijelaskan oleg guru, membuat karangan,

menyusun laporan (hasil study tour, atau diskusi kelompok).171

Di samping karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu

proses pembelajaran aktif memungkinkan diperolehnya beberapa hal.

Pertama, situasi da kondisi kelas tidak kaku, terikat dengan susunan

yang mati, tapi sewaktu-waktu diubah sesuai dengan kebutuhan siswa.

Kedua, adanya keberanian siswa mengajukan pendapatnya melalui

pertanyaan atau pernyataan gagasannya, baik yang diajukan kepada

guru maupun kepada siswa lainnya dalam pemecahan masalah belajar.

Ketiga, guru senantiasa menghargai pendapat siswa terlepas dari benar

atau salah, dan tidak diperkenankan membunuh atau

mengurangi/menekan pendapat siswa agar selalu mengajukan

pendapatnya secara bebas. 172

170
Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2015), hal.
132
171
Syamsu Yusuf, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), hal. 70
172
Ibid, Abu Ahmadi, Widodo Supriyono... hal. 213
100

Belajar pada hakikatnya merupakan hasil dari proses interaksi

antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Belajar mengajar

sesungguhnya dapat dicapai melalui proses yang bersifat aktif. Dalam

melakukan proses ini, siswa menggunakan seluruh kemampuan dasar

yang dimilikinya sebagai dasar untuk melakukan berbagai kegiatan

agar memperoleh hasil belajar. Dalam kaitan ini, David Ausubel

menyatakan bahwa ada dua dimensi agar pembelajaran dapat

berlangsung secara aktif, yaitu (a) kebermaknaan bahan serta proses

belajar mengajar, dan (b) modus kegiatan belajar mengajar. Dari sudut

pandang teori lain, kebermaknaan suatu bahan ajar akan semakin

meningkat jika bahan ajar tersebut semakin kontekstual. 173

3. BELAJAR EFEKTIF

Belajar yang efektif sangat ditentukan oleh faktor internal dan

eksternal peserta didik.174

a. Aspek Internal

Faktor internal yang memengaruhi belajar efektif, di antaranya

kecerdasan (Intellegent Question), bakat (aptittude), minat

(interest), motivasi (motivation), rasa percaya diri (self confidence),

Stabilits emosi (emotional stability), komitmen, kesehatan fisik.

173
Warsono, Hariyanto, Pembelajaran Aktif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013),
hal. 7
174
Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung : PT Refika Aditama, 2014),
hal. 59
101

b. Aspek Eksternal

Faktor eksternal yang memengaruhi belajar efektif, di antaranya

yaitu kompetensi guru (pedagogik, sosial, personal, dan

profesional), kualifikasi guru, sarana pendukung, kualitas teman

sejawat, atmosfir belajar, kepemimpinan kelas, biaya.

4. PENDEKATAN PEMBELAJARAN AKTIF (ACTIVE

LEARNING)

Pendekatan belajar aktif adalah pendekatan dalam pengelolaan

sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju

belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri ini merupakan

tujuan akhir dari belajar aktif (active learning). Untuk dapat mencapai

hal tersebut kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar

bermakna bagi siswa atau anak didik. 175

Belajar aktif merupakan perkembangan teori learning by doing

(1859-1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning (belajar

dengan menghafal). Dewey merupakan pendiri Dewey School yang

menerapkan prinsip-prinsip “learning by doing”, yaitu bahwa siswa

perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Dari rasa

keingintahuan (curriositas) siswa terdapat hal-hal yang belum

diketahuinya, maka akan dapat mendorong keterlibatan siswa secara

aktif dalam suatu proses belajar. Belajar aktif mengandung berbagai

175
Ibid, Eveline Siregar, Hartini Nara... hal106
102

kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada

diri siswa serta menggali potensi siswa dan guru untuk sama-sama

berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman. 176

Belajar aktif memperkenalkan pendekatan yang lain daripada

gambaran rutin pembelajaran yang sekarang ini banyak sekali. Belajar

aktif menuntut keaktifan guru dan juga siswa, belajar aktif juga

mensyaratkan terjadinya interaksi yang tinggi antara guru dan siswa.

oleh karena itu, guru perlu mengembangkan berbagai kegiatan belajar

yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan yang mentang

kreativitas siswa, sesuai dengan karakteristik pelajaran dan

karakteristik siswa. 177

Sudah barang tentu pemikiran-pemikiran yang telah dituangkan

dalam satuan pelajaran, harus secara konsekuensi

dilaksanakan/dipraktekan pada waktu guru mengajar, bukan sekedar

rencana di atas kertas. Praktek pengajaran tersebut atau melaksanakan

satuan pelajaran yang telah dibuat, wujudnya tidak lain adalah

tindakan guru mengajar siswa yakni adanya interaksi antara guru

dengan siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dengan

berpedoman kepada satuan pelajaran yang telah dibuat, guru harus

176
Ibid, Eveline Siregar, Hartini Nara... hal. 108
177
Ibid, Eveline Siregar, Hartini Nara... hal. 109
103

menciptakan lingkungan belajar yang mendorong semua siswa aktif

melakukan kegiatan belajar secara nyata.178

Apapun cara yang dipilih, perbedaan gaya belajar itu

menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu untuk bisa

menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Jika kita bisa memahami

bagaimana perbedaan gaya belajar setiap orang itu, mungkin akan

lebih mudah bagi kita jika suatu ketika, misalnya, kita harus memandu

seseorang untuk mendapatkan gaya belajar yang tepat dan memberkan

hasil yang maksimal bagi dirinya. 179

5. PRINSIP-PRINSIP ACTIVE LEARNING

Prinsip pembelajaran aktif berawal dari Kredo Jhon Locke

(1960-an) dengan prinsip tabula rasa yang menyatakan bahwa

knowledge comes from experience,pengetahuan berpangkal dari

pengalaman. Dengan kata lain, untuk memperoleh pengetahuan

seseorang harus aktif mengalaminya sendiri. Mengenai pentingnya

pembelajaran aktif ini, pada rentang abad XVIII-XIX selanjutnya juga

dikemukakan oleh J.J Rousseau, J.H. Pestalozzi, Friedrich Froebel, dan

Maria Montessori, masing-masing dengan pendekatannya sendiri-

sendiri. Kemudian pada awal abad XX yang lalu, Jhon Dewey sebagai

tokoh pragmatisme, dalam kaitannya dengan pembelajaran aktif ini

selalu membawa kemana-mana slogan belajar dengan melakukan


178
Ibid, Abu Ahmadi, Widodo Supriyono... hal. 212
179
Ibid, Hamzah Uno... hal. 180
104

(learning by doing), yang bermakna siswa harus aktif, dalam berbagai

pembicaraannya. Lebih lanjut, menurut Zuckerman (2007) para pakar

tersebut semuanya meyakini bahwa belajar akan diperoleh melalui

pengalaman (learning from experience), melalui pembelajaran aktif

(active learning), dan dengan cara melakukan interaksi dengan bahan

ajar maupun dengan orang lain (interacting with learning materials

and with people).180

Proses belajar mengajar yang dapat memungkinkan cara belajar

siswa aktif harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik.

Dalam pelaksanaan mengajar hendaknya diperhatikan beberapa prinsip

belajar sehingga pada waktu proses belajar mengajar siswa melakukan

kegiatan belajar secara optimal. Ada beberapa prinsip belajar yang

dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif yakni stimulus

belajar, perhatian dan motivasi, respons yang dipelajari, penguatan dan

umpan balik serta pemakaian dan pemindahan. 181

Guru yang lebih mementingkan proses belajar siswa daripada

hasil akhirnya. Guru yang memahami kompetensi siswa, apapun

kondisi yang dialami siswanya. 182

180
Warsono, Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2013), hal. 4
181
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2013)
hal. 214

182
Munif Chatib, Gurunya Manusia, (Bandung : Kaifa, 2013), hal. 64

Anda mungkin juga menyukai