Anda di halaman 1dari 20

PERCOBAAN I

ALKALIMETRI

2. 1. Latar belakang

Tujuan cara volumetri ini ialah menentukan kadar atau konsentrasi larutan

asam dengan larutan basa yang sudah diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. Maka

reaksinya : Asam + Basa

Contoh : HCl + NaOH H2

Reaksi ionnya : H3O+ + OH- 2 H2O

CH3COOH + NaOH H2O + CH3COONa

CH3COOH + OH- H2O + CH3COO-

Dari contoh-contoh diatas ternyata :

Basa dapat dititrasi dengan larutan baku asam. Proses ini disebut Asidimetri.

Sebaliknya, asam dapat dititrasi dengan larutan baku basa disebut Alkalimetri.

1. Dalam asidi-alkalimetri, 1 ekivalen asam atau basa ialah sebanyak senyawa ini

yang dapat melepaskan atau mengikat 1 mol ion H+ (atau H3O+). Proses untuk

menentukan banyaknya ekivalen asam dibutuhkan untuk menetralkan sevolume

larutan basa atau sebaliknya disebut titrasi, seharusnya

Jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa

Saat persamaan ini tercapai, disebut titik ekivalen

Bila kita mengerjakan titrasinya, tanda-tanda apa yang memberi petunjuk kita

harus menghentikan titrasinya ?

Jawabanya : perubahan warna indikator yang menandakan tercapainya titik akhir

titrasi

2. Suatu indikator berubah warnanya pada daerah pH tertentu, misalnya :

1
a. Metal jingga : merah pH 3,1 ----- pH 4,4 kuning

b. Bromtimol biru : kuning pH 6,0 ----- pH 7,6 biru

c. Fenolftalin : bening pH 6,0 ----- pH 9,6 merah

3. Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan suatu

larutan baku. Larutan baku yang dibuat dengan menimbang zatnya lalu melarutkan

sampai volume tertentu. Secara langsung konsentrasinya diketahui. Larutan

semacam ini disebut Larutan baku primer contohnya larutan asam oksalat.

Larutan baku yang konsentrasinya ditentukan melalui titrasi dengan larutan baku

primer, dinamakan larutan baku sekunder. Contohnya NaOH yang konsentrasinya

didapatkan dengan menitrasinya dengan larutan baku primer oksalat.

2.2. Alat-alat

- Buret 50 mL 1 buah - Gelas piala 250 mL 1 buah

- Erlen Meyer 250 mL2 buah - Labu ukur 100 mL 1 buah

- Pipet volum 10 mL 1 buah

2.3. Bahan-bahan

- Asam oksalat - NaOH 0,1 N

- Indikator PP - Asam cuka

2.4. Cara Kerja

A. Pembuatan larutan baku primer Asam Oksalat 0,1 N

Asam oksalat (COOH)2.2H2O BM = 126,070

BE = 126,070/2

= 63,035

 Timbang teliti asam oksalat sebanyak 6,3035 gram

 Larutkan dalam labu takar 1000 mL dengan air suling encerkan sampai tanda

garis
6,3035
 Konsentrasi Larutan = x 1 = 0,1 N
63,0350

B. Pembakuan Konsentrasi larutan NaOH 0,1 N dengan Larutan Baku Primer

Asam Oksalat

Prinsip reaksi :

2 NaOH + (COOH)2 (COONa)2 + H2O

 Buret yang sudah bersih dibilas dengan larutan NaOH yang akan dipakai, lalu

diisi dengan larutan NaOH yang akan dibakukan.

 Ke dalam Erlen Meyer dipipet 25 mL larutan baku asam oksalat yang telah

dibuat, tambahkan 4 tetes indikator P.P.

 Catat kolom dalam buret, lalu teteskan NaOH dari buret ke dalam larutan

asam sampai terjadi perubahan warna, dari tak berwarna menjadi merah muda.

 Catat keadaan akhir buret dan jumLah NaOH yang dipakai.

 Tentukan konsentrasi NaOH.

C. Penentuan Asam Asetat dalam Cuka

Cuka adalah larutan encer asam cuka dalam air. Sumber utama kesalahan

dalam penentuan konsentrasi asam asetat dalam cuka adalah kesulitan dalam

pengamatan titik akhir indikator dengan adanya bahan-bahan organik yang

memberikan warna alami terhadap cuka.

Sebagai larutan baku pada penentuan asam asetat dalam cuka digunakan

larutan baku Natrium Hidroksida, kelebihan basa dalam titrasi dititrasi kembali

dengan penambahan larutan asam klorida.

Dalam titrasi ini larutan pada titik akhir bersifat basa ( pH> 7) oleh karena itu

indikator yang digunakan fenolftalin.

3
2.5. Cara Kerja

 Timbang botol timbang, masukkan kira-kira 5 mL cuplikan cuka dan timbang

lagi. Kedua penimbangan ini teliti sampai 0,1 mg.

 Tuangkan cuplikan seluruhnya ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan

akuades, impitkan dan kocok.

 Pipet 25 mL larutan tersebut tambahkan tiga tets P.P.

 Titrasi dengan larutan baku Natrium Hidroksida dari buret sampai timbul warna

merah muda.

 Larutan titrasi duplo

 Hitung persen berat asam asetat dalam cupliakn. Hasil duplo boleh berbeda kira-

kira dua bagian per seribu.


PERCOBAAN II

ASIDIMETRI

3.1. Alat-alat

Sama dengan alat alkalimetri

3.2. Bahan-bahan

- Boraks - HCl 0,1 N

- Indikator PP - Soda api

3.3. Pembakuan Asam Klorida

A. Pembuatan Larutan Baku Na2B4O7.10H2O

Timbang dengan teliti 19,07 g boraks kemudian larutkan hingga volume 1 L

pada labu takar

Normalitas larutan ini adalah :


Berat yang ditimbang
N=
BE Na2B4O7.10H2O
Larutan ini dipakai untuk membakukan HCl 0,1

B. Pembakuan HCl 0,1 N

- Ambil 25 mL larutan boraks yang telah dibuat dengan pipet ke dalam Erlenmeyer

- Tambahkan indikator metil orange

- Titrasi dengan HCl yang akan dibakukan hingga indikator mengalami perubahan

- Ulangi pekerjaan ini sampai 2-3 kali

- Ratakan volume HCl yang digunakan V1 + V2 + V3 =V


3
Normalitas HCl V1.N1 = V2.N2

Dimana :

V1 = Volume larutan boraks N1 = Normalitas boraks

N2 = Normalitas HCl yang dicari V2 = Volume HCl

5
C. Penggunaan HCl yang telah dibakukan

Analisis NaOH dan Na2CO3 dari caustic soda

- Timbang contoh caustic soda kira-kira 2 gram

- Larutkan dengan akuades (hati-hati timbul panas) kemudian encerkan hingga

volume 250 mL dalam labu takar dan kocok

- Ambil 25 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer kemudian tambahkan 25 mL

akuades

- Tambahkan indikator P.P. beberapa tetes, titrasi dengan HCl yang telah

dibakukan hingga indikator berubah warna. Catat volume HCl yang digunakan,

misalnya a mL

- Kemudian pada erlenmeyer yang sama tambahkan indikator M.O.

- Titrasi dilanjutkan kembali hingga indikator mengalami perubahan warna. Catat

volume HCl yang digunakan, misalnya b mL

- Ulangi pekerjaan duplo

3.4. Perhitungan

HCL yang di pakai dengan indikator PP = a mL


HCL yang di pakai dengan indikator MO = b mL
HCL yang di pakai dengan Na2CO3 = 2(b-a) mL = c mL
HCL yang di pakai dengan NaOH = (b-c) mL
% NaOH dalam contoh = ( b−c ) N HCl x BE NaOH x fp
bobot contoh

% Na2CO3 = c x N HCl x BE Na2CO3 x fp


bobot contoh

Fp = faktor pengenceran
PERCOBAAN III

OKSIDIMETRI/PERMANGANOMETRI

4.1. Latar belakang teori

Dalam golongan ini termasuk penitaran kalium permanganat. Kadang-kadang

di pergunakan pengoksidasi-pengoksidasi lain, misalnya kalium dikromat.

Dalam lingkungan asam dua molekul permanganat dapat melepaskan lima

atom oksigen (bila ada zat yang dapat di oksidasi oleh oksigen itu).

2 KMnO4 + 3 H2SO4 K2SO4 + 2 MnSO4 + 3 H2O + 5 O

Karena larutan KMnO4 mempunyai warna tersendiri maka tidak di perlukan penunjuk.

Satu tetes arutan KMnO4 0,1 N dalam 200 mL air akan menghasilkan warna.

Supaya larutan KMnO4 yang baru di buat tidak berubah titarnya, harus di

biarkan terlebih dahulu selama satu minggu. Selama zat-zat organik yang masih

terkandung dalam larutan itu akan dioksidasi, sehingga terbentuk MnO2.

2 KMnO4+ H2O 2 MnO2 + 2 KOH+ 3 O

MnO2 yang terbentuk itu merupakan katalisis bagi peruraian lebih lanjut.

Setelah di biarkan selama satu minggu, larutan di saring melalui penyaring abes atau

penyaring kaca masir. Kemudian larutan di simpan dalam botol berwarna coklat. Supaya

reaksi dengan larutan KMnO4 berlangsung cepat, biasanya penitaran dilakukan dalam

keadaan panas, 60 oC.

Untuk mengasamkan larutan, hendaknya dipergunakan asam sulfat. Dari

persamaan reaksi di atas ternyata :

2KMnO4 = 5 O = 10 H

1 158,08
Sehingga 1 gst KMnO4 = gmol = = 31,61 g
5 5

7
4.2. Penetapan Kenormalan KMnO4 X N dengan Bahan Baku Asam Oksalat

4.2.1. Bahan-bahan yang digunakan

 Hablur Asam oksalat

 Larutan KMnO4 X N

 Larutan H2SO4 4 N

4.2.2. Cara Kerja :

 Siapkan larutan asam oksalat kira-kira 0,1 N (larutan baku).

 Bilasi buret yang akan dipakai dengan KMnO 4, kemudian isilah buret tersebut dengan

KMnO4.

 Pipet 25 mL asam oksalat 0,1000 N dan masukkan dalam labu Erlenmeyer.

 Tambahkan 10 mL H2SO4 4 N.

 Panaskan sampai kira-kira 70oC (sampai terlihat keluar uapnya).

 Catat keadaan buret semula.

 Teteskan larutan KMnO4 dari buret hati-hati sambil larutan dikocok. Titik akhir akan

tercapai, jika warna larutan berubah dari tidak berwarna menjadi merah muda.

 Catat keadaan buret akhir, dan jumLah KMnO4 yang dipakai adalah selisih antara

keadaan akhir dan keadaan semula buret.

 Hitung konsentrasi KMnO4.

4.3. Penggunaan KMnO4 yang telah dibekukan

Penetapan Kadar Besi (II) dalam garam Ferro

4.3.1. Bahan-bahan yang digunakan

 Contoh Ferro sulfat

 Larutan KMnO4 0,1 N yang telah dibakukan

 Larutan H2SO4 4 N
4.3.2. Cara Kerja :

 Timbang dengan teliti ± 600 mg besi (II) sulfat, larutkan dalam Erlenmeyer dengan

100 mLair suling.

 Kemudian dibubuhi 10 mL H2SO4 4 N dan dititar dengan KMnO4 0,1 N yang telah

dibakukan

 Penetapan ini diulangi duplo

4.3.3. Hasil

V × N × 56
Kadar Fe=
mg contoh

Dimana : V = mL KMnO4

N = Kenormalan KMnO4

56 = BE Fe

9
PERCOBAAN IV

IODOMETRI

Dasar : I2 + 2e → 2I-

Yodometri : bila I- sebagai reduktor

Yodimetri : bila I2 sebagai oksidator

5.1. Iodometri

I- + oksidator

Sebagai I- biasa dipakai KI. Reaksi dapat berlangsung baik dalam lingkungan

asam atau netral.

Contoh :

BrO3- + 6H+ + 6I-→ 3H2O + 3I2 + Br-

IO3- + 6H+ + 5I-→ 3I2 + 3H2O

Dalam Yodometri, I- dioksidir suatu oksidator. Kalau oksidatornya kuat tidak apa-apa,

tetapi kalau oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lanbat dan

mungkin tidak sempurna. Ini harus dihindari.

Cara menghindari :

 Memperbesar ( H+ )

Jika oksidasinya kuat dengan menambah H+atau menurunkan pH

 Memperbesar ( I- )

Misalnya oksidasi dengan Fe3+

Fe3++ I- Fe2+ + ½ I2 Reaksi menggeser ke kanan

 Dengan mengeluarkan I2 yang terbentuk dari campuran reaksi. Misalnya : dikocok

dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfide, maka I 2 akan masuk dalam
pelarut organik ini, sebab I2lebih mudah larut dalam senyawa solven organik dari

pada dalam air.

5.1.1. Cara Menentukan Titik Akhir Titrasi

 Tanpa indikator

Dapat dilakukan karena I2 dalam KI warna kuning titrasi akhir kalua warna kuning

hilang

 Dengan indikator amylum

Sebab I2+ amylum menghasilkan warna biru. Makin sensitif bila berisi I - dan kurang

sensitif bila larutan panas.

5.1.2. Alat-alat yang digunakan

- Buret - Labu ukur 100 mL

- Erlenmeyer - Pipet volume

- Gelas kimia

5.1.3. Bahan-bahan yang digunakan

- Na2S2O3 - KI 20%

- KIO3 - H2SO4 4 N

5.1.4. Cara Kerja

A. Pembuatan larutan Standar Natrium Tio Sulfat 0,1 N

- Timbang Na2S2O3.5H2O 24,8 g. Larutkan dengan akuades sampai 1 dm3

- Simpan dalam botol yang bersih yang sudah dibilas dengan larutan

natriumiosulfat yang dibuat, lalu tambahkan 3 tetes kloroform

B. Standarisasi dengan larutan KIO3

- Pipet 10 mL larutan KIO3 0,1 N ke dalam Erlenmeyer tambahkan 5 mL KI

20% dan 8 mL H2SO4 4 N

11
- Iod yang dibebaskan dititar dengan larutan natriumiosulfat hingga warna

kuning lalu tambahkan indikator amilum dan dititrasi terus hingga warna

biru hilang

- Ulangi percobaan ini 2 kali

C. Penetapan Cu(II) dalam CuSO4.5H2O

- Timbang 2 gram CuSO4.5H2O, larutkan dengan akuades, masukkan labu

ukur 100 mL, impitkan dan kocok

- Pipet 10 mL ke dalam erlenmeyer, tambahkan 5 mL KI 20% dan 5 mL

H2SO4 4 N

- Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N, hingga warna menjadi muda, lalu

tambahkan indikator amylum

- Titrasi lagi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang


PERCOBAAN V

TITRASI PENENTUAN KOMPLEKS DENGAN EDTA

7.1. Latar Belakang Teori

Ion logam dapat menerima pasangan electron dari donor electron membentuk

senyawa koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut

ligan. Ligan merupakan donor pasangan elektron sedangkan logam adalah aseptor pasangan

elektron.

Mn+ + : L (M : L)n+

Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) merupakan ligan yang mempunyai lebih dari

satu tempat untuk berikatan.

Rumus molekul zat tersebut dinyatakan sebagai berikut:

HOO CH2 H2
C COOH
H2 H2
N C C N
HOOC CH2 H2C COOH

EDTA ini dapat membentuk lingkaran yang menjepit ion logam dan senyawa yang

dihasilkan disebut sepit (chelate)

O O

H2
HO C CH2 C C OH
H2 H2
N C C N

H2C CH2

C O M O C

O O

Bentuk asam dari EDTA dapat ditulis sebagai H4Y

13
Jika asam ini direaksikan dengan basa misalnya NaOH akan dinetralkan dalam

berbagai tingkatan menjadi H3Y-, H3Y2-, H3Y3-dan akhirnya Y4-.

Asam yang bebas H4Y dan garam NaH3Y tidak cukup larut dalam air, sedangkan

NaH2Y melarut baik dalam air. Selama titrasi ion logam dengan Na 2H2Y melarut baik dalam

air. Selama titrasi ion logam dengan Na2H2Y selalu terjadi ion hidrogen.

Mg2+ + H2Y2- MgY2- + 2H+

Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+

Al3- + H2Y2- AlY- + 2H+

Secara umum dapat ditulis:

Mn+ + H2Y2- MY(n-4) + 2 H+

Oleh karena terbentuknya ion H+ selama titrasi, maka untuk mencegah perubahan pH

harus dipergunakan larutan penyangga (buffer).

Dari reaksi di atas terlihat bahwa ion logam bereaksi dengan EDTA dengan perbandingan

molar 1 : 1.

Suatu hal penting dalam perkembangan titrasi EDTA yaitu penemuan indikator

logam, yang memungkinkan titrasi ini dilakukan dalam larutan untuk konsentrasi yang sangat

encer.

Saat ini dikenal berbagai macam indikator logam antara lain Erichrome Black T

(Selechroreme Black/EBT/Erio T). Struktur indikator ini adalah sebagai berikut


OH
OH

SO3 N N

NO2

Indikator ini dapat membentuk kompleks yang berwarna dengan hampir semua

logam. Erio T adalah asam berbasa tiga yang dapat ditulis sebagai berikut :

H2Ind- H Ind2- Ind3-

Merah pH 5,3-7,3 Biru pH 10-11

Pada pH H Ind2- berwarna biru. Bentuk indikator ini bereaksi dengan magnesium

membentuk kompleks yang berwarna merah. Kompleks Mg Ind lebih lemah dari MgY 2-.

Dengan demikian kelebihan Mg dari Mg Ind membentuk Kompleks MgY2-

Mg Ind + H2Y2- MgY2- + H Ind2- + H

Merah tidak berwarna biru

7.2. Alat-alat

- Buret 50 mL - Erlenmeyer

- Gelas ukur - Klem buret

- Gelas piala - Statif

- Labu takar 100 mL

7.3. Bahan-bahan

- CaCO3 0,1 M - EDTA 0,1 M

- Larutan buffer pH 10 - ZnSO4 0,05 M

- Murexide (0,2 g + 50 g NaCl digerus) - EBT

15
7.4. Cara Kerja

7.5. Standarisasi Larutan EDTA

 Timbang teliti ± 5 gram CaCO3 yang murni dan telah dikeringkan sebelumnya

pada suhu 100 0C.

 Pindahkan zat padat tersebut pada labu takar 1000 mL dengan menggunakan air

suling dan tambahkan setetes demi setetes HCl 1 : 1 sampai berhenti bergelegak

dan larutan menjadi jernih. Encerkan sampai tanda batas dan kocok sampai

homogeny.

 Pipet 25 larutan tersebut ke dalam erlenmeyer

 Tambahkan 2 mL larutan buffer pH 10 dan ± 0,5 gram EBT.

 Titrasi dengan EDTA sampai terjadi perubahan warna dari merah ungu ke biru

 Ulangi pengerjaan ini 2 kali

 Hitung molaritas EDTA

7.6. Penetapan Kadar Nikel dalam Nikel Sulfat (Penitaran Kembali)

7.6.1. Dasar

Pada pH ± 10 ion Ni2+ direaksikan dengan larutan EDTA berlebihan. Kelebihan

larutan EDTA dititar kembali dengan larutan ZnSO4 dengan petunjuk EBT.

7.6.2 Reaksi

Ni2+ + H2Y2- NiY2- + 2H+

H2Y2- + Zn2+ ZnY2- + 2H+

7.6.3 Cara kerja :

 Ditimbang dengan teliti 400 mg contoh Nikel sulfat dibilaskan dengan air suling ke

dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan sampai tanda garis.


 Dipipet 25 larutan ini ke dalam Erlenmeyer tambahkan 10 mL larutan dapat (pH 10),

ditambahkan 25 larutan EDTA 0,1 M dan dititar dengan larutan ZnSO 40,05 M hingga

warna biru berubah menjadi merah.

 Penepatan ini dilakukan duplo.

7.6.4 Perhitungan

fp x (V 2 x M 2 ) - (V 2 x M 2 ) x 58,7
Kadar Ni = x 100 %
mg contoh

Dengan pengertian :

Fp = faktor pengenceran

V1 = mL larutan EDTA

M1 = kemolaran EDTA

V2 = mL larutan ZnSO4

M2 = kemolaran ZnSO4

58,7 = bobot setara Ni

17
PERCOBAAN VI
ARGENTOMETRI
8.1. Latar Belakang Teori

Titrasi pengendapan reaksi antara terbatas padareaksi-reaksi ion Ag+ dan anion-anion

X- yaitu : halida, tiocynat dan sianida. Cara-cara ini dimana larutan AgNO 3 dipergunakan

sebagai larutan standar dinamakan Argentometri.

Ag+ + X- AgX (p)

Suatu reaksi pengendapan berlangsung berkesudahan bilaenapan yang terbentuk

mempunyai kelarutan yang cukup kecil. Dideka titik ekuvalennya akan terjadi perubahan

besar dari konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi

pengendapan dipergunakan suatu indkator yang baru menhasilakan suatu endapan bila reaksi

ipergunakan dengan berhasil baik titrasi pengendapan ini/. Cara Morh menggunakan ion

kromat untuk mengendapakan Ag2CrO4 berwarna merah kuing, cara Volhard menggunakan

indikator Fe3+ untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiocyanat dengan cara

Fayans menggunakan indikator adsorbsi.

8.2. Titrasi penetapan klorida secara Mohr

Titrasi ini berdasarkan atas reaksi

Ag+ + Cl- AgCl(p)

Jika membandingkan hasil kali kelarutan dari AgCl dan Ag 2CrO4 maka AgCl akan

mengendap terlebih dahulu

Ksp AgCl = 1,8 x 10-10

Ksp Ag2CrO4 = 1,9 x 10-12

Dengan demikian maka CrO42-dapat digunakan sebagai indikator untuk titrasi Mohr

ini. Jika di dalam labu titrasi terdapat ion Cl - yang mengandung sedikit ion kromat, dengan
menambahkan larutan Ag+, mula-mula AgCl akan mengendap dan setelah terjadi

pengendapan sempurna dari AgCl maka terjadi endapan merah kuning dari Ag 2CrO4, pH

larutan antara 7 dan 10.

8.3. Cara Kerja

8.3.1. Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan baku NaCl

Note : Untuk membuat AgNO3 sebaiknya menggunakan akuabides.

 Bilas buret yang akan dipakai dengan larutan AgNO3 0,01 N, kemudian isilah buret

dengan larutan AgNO3 tersebut.

 Pipet 25 mL larutan NaCl 0,01 N tambahkan 2 mL larutan K2CrO4 5%.

 Titrasi dengan larutan AgNO3 0,01 N sampai warna merah kuning kotor dari endapan

Ag2CrO4.

 Catat volume AgNO3 0,01 N yang digunakan.

 Hitung molaritas larutan AgNO3 tersebut.

8.3.1.1. Penetapan NaCl dalam Garam Dapur (Cara Mohr)

 Timbang garam dapur 0,5 gram.

 Larutkan dengan air suling dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.

 Pipet 25 mL larutan contoh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan

indikator K2CrO4 5% dan titrasi dengan larutan AgNO3 0,01 N.

 Hitung kadar NaCl dalam garam dapur.

8.3.1.2 Penetapan NaCl dalam Garam Dapur (Cara Volhard)

 Timbang garam dapur.

 Larutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL.

 Pipet 10 mL ke dalam labu ukur 100 mL dan impitkan sampai garis.

 Tambahkan HNO3 4 N hingga bersifat asam.

19
 Tambahkan AgNO3 0,01 N yang telah distandardisasi dan catat volume

penambahannya (tambahkan sampai pengendapan sempurna).

 Impitkan dengan air suling sampai tanda batas.

 Kocok dan saring.

 Pipet 25 mL filtrat ke dalam erlenmeyer.

 Tambahkan indikator Fe3+ (Tawas Feri amm.Sulfat 20%).

 Titrasi dengan KCNS / NH4SCN 0,01 N sampai merah darah (KCNS / NH4SCN 0,01

N distandardisasi dengan AgNO3 0,01 N yang telah dibakukan).

 Catat volume titrasinya.

mg NaCl VAgNO 3 × NAgNO 3


N= NKCNS =
fp ×VAgNO 3 × Mr NaCl VKCNS

fp × ( VAgNO3 × NAgNO 3−VKCNS× NKCNS ) × Mr NaCl


%NaCl = × 100%
mgContoh

Anda mungkin juga menyukai