Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan artinya secara harfiah mencintai secara mendalam. Al-Mahabbah dapat pula berbentuk al-wadud, yakni sangat kasih dan penyayang. Al- Mahabbah, kecenderungan kepada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual. Dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang Mutlak ayitu cinta kepada Tuhan. Mahabbah dapat berupa bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan. Allah SWT merupakan tujuan tertinggi dan paling hakiki dalam kehidupan manusia di dunia ini. Karena itu, apa pun yang dilakukan haruslah berujung kepada tujuan tersebut. Salah satu caranya, yaitu dengan memahami konsep mahabbah (cinta) kepada Allah. Perasaan cinta tersebut harus diikuti dengan ketulusan untuk mengorbankan apa saja kepada-Nya. Cinta kepada Allah juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada seluruh alam semesta. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil syara', baik dalam Alquran maupun hadis yang menunjukkan tentang persoalan mahabbah. Mahabbah juga dapat dijumpai di dalam sumber agama Islam, yaitu Alquran. Dalam surah Ali Imran ayat 31, Allah berfirman, "Katakanlah: jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Dalam surah al-Maidah ayat 54, Allah juga berfirman, "Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya dan yang mencintai-Nya."Namun, untuk menemukan cinta sejati Allah tersebut, kita mungkin perlu terlebih dahulu mulai belajar membaca Alquran dengan benar dan memahami kandungan dan maksudnya. Selain itu, tekun melakukan shalat fardhu beserta shalat sunahnya. Sebab, hal ini nantinya juga dapat mengantarkan kita ke tingkatan cinta yang lebih tinggi kepada Allah. Selain itu, kita harus lebih mendahulukan apa yang dicintai Allah dari pada cinta hawa nafsu kita walau hal ini berat. Karena itu, kita harus selalu komitmen dan selalu konsisten dengan aturan Allah. Allah mengingatkan dalam firman-Nya. "Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan untung ruginya, dan rumah-rumah yang kamu senangi lebih kamu cintai dari Allah dan rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan putusan-Nya. Dan, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang fasik. (QS at-Taubah : 24) . Ketika di hati telah tumbuh rasa mahabbah dan menghamba, maka manisnya iman akan semakin nikmat untuk dirasa. Karena hati adalah singgasana, siapa yang mengisinya maka dialah yang akan menjadi raja. Ketika dunia yang bertahta di sana, maka siap-siaplah menjadi hamba dunia yang dipenuhi rasa hampa dan nestapa. Layaknya seorang yang tengah di relung dahaga. Yang mana untuk menghilangkan dahaganya, seseorang itu meneguk air laut untuk menghilangkan rasa dahaganya. Bukannya mensirnakan rasa dahaga, namun yang didapatkan adalah rasa dahaga yang tak kunjung berhenti. Begitulah perumpamaan ketika menjadi hamba dunia, kepuasan yang didapatkan takkan pernah memberikan rasa yang benar-benar memuaskan. Namun jika yang bertahta adalah rasa mahabbah dan menghamba, maka rasa gembira yang menggembirakan yang akan selalu membersamainya. Karena sejatinya, hidup yang tengah dijalani seorang insan adalah bak tukang parkir. Walaupun memiliki banyak kendaraan, tetapi si tukang parkir tak pernah ada rasa memiliki. Begitu juga dengan bergantiannya kendaraan yang singgah, tidak membuat si tukang parkir kecewa ataupun jumawa. Hal ini karena dia menyadari betul esensi kehadiran dan kepergian dari setiap kendaraan yang ada itu, sudah ada yang menentukan keberadaannya.