“Demi Allah, demi Tuhan-ku, dusta aku dalam kata-ku, mengaku dekat
bagai terpaku, kepada Allah penguasa-Ku. Segala mudah aku rasakan,
taat dan cinta aku ucapkan, isi maknanya aku tinggalkan, mulut
menyebut hati mungkirkan. Di akhir malam yang masih kelam, di
waktu tenang seisi alam, aku terbaring di atas tilam bagaikan batu di
lumpur dalam. Lain halnya si burung murai, memekik, menangis
berderai-derai. Jika mulut dan hati tidak bercerai, masakan kalah oleh
burung murai.”