Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian
Indonesia melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan. Dimana jumlah
industri untuk menghasilkan berbagai macam produk dan memenuhi kebutuhan
manusia saat ini semakin tinggi. Selain menghasilkan produk yang dapat
digunakan oleh manusia, kegiatan produksi ini juga menghasilkan produk lain
yang belum begitu banyak dimanfaatkan yaitu limbah. Seiring dengan
peningkatan industri, ini juga akan terjadi peningkatan jumlah limbah.
Situs huffingtonpost.com (Huffpost Green, Amerika), 31 Agustus 2012,
menetapkan sembilan tempat paling tercemar di seluruh dunia yaitu Kota Los
Angeles, Kota Linfen di China, Delta Niger di Nigeria, London, Kota Dzerzhinsk
di Rusia, Kota Phoenix di AS, Kota La Oroya di Peru, Danau Karachay di Rusia
dan sungai Citarum (Bandung) di Indonesia.
Dari kesembilan tempat tersebut salah satunya industri pertambangan dan
peleburan Logam telah mengkontaminasi La Oroya, Peru. Lebih dari 35.000
warga La Oroya telah terdampak oleh timbal, seng, tembaga dan polusi
belerang dioksida dari pertambangan logam dan limbah perusahaan. Menurut
Majalah Time, 99 % anak-anak di kota pertambangan memiliki kadar darah
yang melampaui ambang batas normal. Sejak 1922, kota di Pegunungan
Andes Peru ini telah tercemar oleh industri pertambangan.
Di Indonesia terdapat sungai Citarum yang pencemaran limbahnya
terparah. Ketua Komunitas Elingan Citarum, Deni Riswandana mengungkapkan,
di kawasan Majalaya, sedikitnya terdata 139 indutri tekstil dan tenun yang
membuang limbahnya langsung ke aliran Citarum, dan sekitar 1.500 industri
yang berada di sekitar Daerah aliran Sungai Citarum , menyumbang 2.800 ton
limbah untuk tiap harinya yang semuanya merupakan limbah cair kimia bahan
bahaya beracun (B3).
Selain sungai Citarum, sejumlah industri yang beroperasi di Kota Bekasi
masih bermasalah dalam hal pengelolaan limbah cair. Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi mencatat sekitar 60 persen industri
membuang limbah cair yang melampaui ambang baku mutu. Sungai Ciujung
yang terletak di serak banten juga masih menjadi tempat favorit untuk mencuci
pakaian dan mandi, padahal sungai ini menjadi tempat pengelolaan limbah cair
yang dibuang langsung dari PT Indah kiat.
Dari berbagai macam industri yang menghasilkan limbah, keberadaan
limbah yang bersumber dari industri kosmetik juga cukup mengkhawatirkan.
Industri kosmetik, saat ini lebih terfokus pada upaya untuk melakukan efisiensi
seiring makin melambungnya biaya produksi. Sehingga mau tak mau akan
menomorduakan persoalan pembuangan limbahnya. Apalagi pengolahan
limbah memerlukan biaya tinggi. Padahal limbah industri kosmetik sangat
potensial sebagai penyebab terjadinya pencemaran. Dalam hal ini pemerintah
harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh.
Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran
lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan
pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus
melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran
atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang
diperbolehkan.

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui teknik pengolahan limbah
cair pada industri kosmetik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
1. Limbah Cair
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair (PP No. 82 tahun 2001). Limbah cair atau air limbah adalah
sisa dari suatu hasil usaha dan auatu kegiatan yang berwujud cair yang
dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Menurut Sugiharto (1987) air limbah (waste water) adalah kotoran dari
masyarakat, rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air
permukaan serta buangan lainnya.
Begitupun dengan Metcalf & Eddy (2003) mendefinisikan limbah
berdasarkan titik sumbernya sebagai kombinasi cairan hasil buangan rumah
tangga (pemukiman), instansi perusahaan, pertokoan dan industri dengan air
tanah, air permukaan, dan air hujan.
Sedangkan baku mutu limbah cair adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam limbah cair yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan.

2. Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah cair dalam proses produksi adalah dimaksudkan untuk
meminimalkan limbah yang terjadi, volume limbah minimal dengan
konsentrasi dan toksisitas yang juga minimal. Terdapat juga pengolahan
limbah cair setelah proses produksi yang dimaksudkan untuk menghilangkan
atau menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalamnya
sehingga limbah cair tersebut memenuhi syarat untuk dapat dibuang.
Dengan demikian dalam pengolahan limbah cair untuk mendapatkan hasil
yang efektif dan efisien perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan yang
dilaksanakan secara terpadu dengan dimulai dengan upaya minimisasi
limbah (waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment), hingga
pembuangan limbah produksi (disposal).

B. Jenis-Jenis Air Limbah


Air limbah berasal dari dua jenis sumber yaitu air limbah rumah tangga dan
air limbah industri. Secara umum di dalam limbah rumah tangga tidak
terkandung zat-zat berbahaya, sedangkan di dalam limbah industri harus
dibedakan antara limbah yang mengandung zat-zat yang berbahaya dan harus
dilakukan penanganan khusus tahap awal sehingga kandungannya bisa di
minimalisasi terlebih dahulu sebelum dialirkan ke lingkungan, karena zat-zat
berbahaya tersebut bisa mematikan fungsi mikro organisme yang berfungsi
menguraikan senyawa-senyawa di dalam air limbah. Sebagian zat-zat
berbahaya bahkan kalau dialirkan ke sawage plant hanya melewatinya tanpa
terjadi perubahan yang berarti, misalnya logam berat. Penanganan limbah
industri tahap awal ini biasanya dilakukan secara kimiawin dengan
menambahkan zat-zat kimia yang bisa mengeliminasi yang bersifat kotoran
umum. zat-zat yang berbahaya.

C. Baku Mutu Limbah Cair


Peraturan tentang baku mutu limbah cair bagi kawasan industri sudah
ditetapkan pemerintah, berdasarkan surat keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup no: 03/MENLH/1998 tanggal 15-Januari-1998. Dalam
keputusan tersebut dijelaskan bahwa batas maksimum limbah cair yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup dari suatu Kawasan Industri tertera
pada tabel di bawah:
Tabel 1
Ketentuan Baku Mutu Limbah Cair
Beban Pencemaran
Parameter Kadar Maximun (mg/l) Maximum
(kg/hari.Ha)
BOD 50 4,3
COD 100 8,6
TSS 200 17,2
pH 6,0 – 9,0
Debit limbah cair maksimum
1liter per detik per hektar lahan kawasan yang terpakai

Keterangan :
a. COD, (Chemical Oxygen Demand), atau kebutuhan oksigen kimia untuk
reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.
b. BOD (Biological Oxygen Demand), atau kebutuhan oksigen biologis untuk
memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.
c. TSS (Total Suspended Solid) TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter
kering lumpur yang ada dalam limbah setelah mengalami penyaringan
dengan membran berukuran 0,45 mikron (Sugiharto: 1987)

D. Teknik Pengolahan Limbah

Teknologi pengolahan limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian


lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah domestik maupun
industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh
masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai
dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. Berbagai teknik
pengolahan limbah untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan
dikembangkan selama ini.

Teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara


umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan; pengolahan kimia, pengolahan
fisika dan pengolahan biologis. Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga
metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau
secara kombinasi.

1. Pengolahan Limbah Secara Fisika


Pengolahan secara fisika dilakukan pada limbah cair dengan kandungan
bahan limbah yang dapat dipisahkan secara mekanis langsung tanpa
penambahan bahan kimia atau melalui penghancuran secara biologis. Pada
umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah
mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu.
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi
yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini
adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam
bak pengendap.
Proses filtrasi dalam pengolahan air buangan biasanya dilakukan untuk
mendahului proses adsobrsi atau proses revers osmosis, untuk menyisihkan
sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu
proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses
osmosis. Proses adsorbsi biasanya menggunakan karbon aktif, dilakukan
untuk menyisihkan senyawa aromatik (fenol) dan senyawa organik terlarut
lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan
tersebut. Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk
unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk
menggunakan kembali air yang diolah.

2. Pengolahan Limbah Secara Kimia


Pengolahan limbah cair secara kimia merupakan proses pengolahan
limbah dimana penguraian atau pemisahan bahan yang tidak diinginkan
berlangsung dengan adanya mekanisme reaksi kimia (penambahan bahan
kimia ke dalam proses). Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair
secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat
mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian
memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air
limbah dapat dihilangkan melalui penambahan atau pembubuhan sejenis
bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium
sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau poli elektrolit organik
dapat digunakan sebagai flokulan.
Pengolahan limbah cair secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid),
logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun dengan menambahkan
bahan kimia tertentu yang dibutuhkan. Menurut Nurika (2006), proses
pemisahan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui
perubahan sifat bahan yang semula tak dapat diendapkan menjadi mudah
diendapkan baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga
berlangsung sebagai hasil dari reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
menambahkan elektrolit yang mempunyai muatan berlawanan dengan
muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga
dapat diendapkan. Pemisahan logam berat dan fosfor dilakukan dengan
menambahkan larutan alkali sehingga terbentuk endapan logam-logam
tersebut atau endapan hidroksiapatit. Penyisihan bahan-bahan organik
beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan
dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permenganat, aerasi,
ozon hydrogen peroksida.

3. Pengolahan Limbah Secara Biologis


Pengolahan seacra biologis merupakan sistem pengolahan yang
didasarkan pada aktivitas mikroorganisme dalam kondisi aerobik atau
anaerobik ataupun penggunaan organisme air untuk untuk mengabsorbsi
senyawa kimia dalam limbah cair. Secara ringkasnya, pengolahan biologis
adalh pengolahan air limbah dengan memanfaatkan microorganism/bakteri
untuk mendegradasi polutan organik. Dalam sistem pengolahan limbah cair,
pengolahan biologis dikategorikan sebagai pengolahan tahap kedua
(secondary treatment), melanjutkan sistem pengolahan secara fisik sebagai
pengolahan tahap pertama (primary treatment).
Tujuan utama pengolahan ini adalah untuk menghilangkan zat padat
organik terlarut yang biodegradable berbeda dengan ssistem pengolahan
sebelumnyayang lebih ditujukan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi.

Berdasarkan metode pengolahan di atas, pengolahan limbah cair pada


dasarnya dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :

a. Pengolahan primer
Pengolahan primer bertujuan membuang bahan – bahan padatan yang
mengendap atau mengapung. Pada dasarnya pengolahan primer terdiri dari
tahap – tahap untuk memisahkan air dari limbah padatan dengan
membiarkan padatan tersebut mengendap atau memisahkan bagian –
bagian padatan yang mengapung. Pengolahan primer ini dapat
menghilangkan sebagian BOD dan padatan tersuspensi serta sebagian
komponen organik. Proses pengolahan primer limbah cair ini biasanya
belum memadai dan masih diperlukan proses pengolahan selanjutnya.

b. Pengolahan sekunder
Pengolahan sekunder limbah cair merupakan proses dekomposisi
bahan-bahan padatan secara biologis. Penerapan yang efektif akan dapat
menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan BOD. Ada dua
proses pada pengolahan sekunder, yaitu :
1) Penyaring trikle
Penyaring trikle menggunakan lapisan batu dan kerikil dimana
limbah cair dialirkan melalui lapisan ini secara lambat. Dengan
bantuan bakteri yang berkembang pada batu dan kerikil akan
mengkonsumsi sebagian besar bahan – bahan organik.
2) Lumpur aktif
Kecepatan aktivitas bakteri dapat ditingkatkan dengan cara
memasukkan udara dan lumpur yang mengandung bakteri ke
dalam tangki sehingga lebih banyak mengalami kontak dengan
limbah cair yang telah diolah pada proses pengolahan primer.
Selama proses ini limbah organik dipecah menjadi senyawa –
senyawa yang lebih sederhana oleh bakteri yang terdapat di dalam
lumpur aktif.

c. Pengolahan tersier
Proses pengolahan primer dan sekunder limbah cair dapat menurunkan
BOD air dan meghilangkan bakteri yang berbahaya. Akan tetapi proses
tersebut tidak dapat menghilangkan komponen organik dan anorganik
terlarut. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan pengolahan tersier.

E. Bahaya Limbah Cair


Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkunngan
hidup sekitarnya, mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan
melalui air limbah. Akibat kontak dengan limbah cair atau terpajan oleh zat
pencemar maka dampak kesehatan yang timbul bervariasi dari ringan, sedang
sampai berat bahkan sampai menimbulkan kematian, tergantung dari dosis dan
waktu pemajanan.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai
aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu
lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar
terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk
hidup, tumbuhan atau benda lainnya. (Bruce Mitchell: 2000)
Limbah yang bersumber dari industri kosmetik cukup mengkhawatirkan.
Bahan beracun dan berbahaya banyak digunakan sebagai bahan baku industri
kosmetik. Beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia
bahan itu sendiri, baik dari jumlah maupun kualitasnya. Jenis limbah yang sering
dihasilkan dari industri kosmetik adalah sejenis minyak atsiri, minyak lemak, dan air
buangan yang mengandung logam. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah
ditetapkan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan
reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk dan lain-
lain. Dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu, kehadirannya dapat merusakkan
kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu
ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu.
Contoh pengolahan limbah kosmetik di Indonesia yaitu pengolahan limbah
PT. Procter & Gamble (P&G). PT. P&G didirikan oleh William Procter, seorang
pembuat lilin, dan James Gamble, seorang pembuat sabun. Pada tanggal 24
Agustus 1837, Procter & Gamble didirikan. Tanggal inilah yang kemudian diperingati
sebagai hari jadi P&G pada tiap tahunnya. Procter & Gamble Co (P & G) merupakan
perusahaan multinasional yang berpusat di USA, bergerak dalam bidang industri
personal car, health care dan household cleaner. P & G memiliki sekitar 54 merek
yang dipasarkan ke seluruh dunia.

Sementara itu PT. Procter & Gamble Indonesia (PT. P & G Indonesia) berdiri
pada 1989, perusahaan ini menangani distribusi sebagian produk P & G untuk
pemasaran di seluruh Indonesia seperti Oral B merek produk pasta dan pemutih
gigi, Downy merek pelembut pakaian, Head & Shoulders merek shampoo anti-
ketombe dan kondisioner, Olay merek produk perawatan kulit wanita, Pampers
merek popok sekali pakai, Pantene merek produk perawatan rambut, Rejoice Merek
Produk Perawatan rambut yang hanya dipasarkan di wilayah Asia. Pabrik ini
berlokasi di Karawang, Jawa Barat akan dilengkapi dengan fasilitas modern untuk
memproduksi produk yang nantinya akan menyuplai produk P&G di pasar kawasan
ASEAN. Pabrik ini juga akan menjadi pabrik pertama di Indonesia yang menerima
sertifikasi LEED (Leadership in Energy & Environmental Design), yaitu sistem
sertifikasi internasional yang diberikan oleh Green Building Council Amerika Serikat
kepada bangunan yang memenuhi sejumlah kriteria ramah lingkungan.
Mengenai limbah hasil produksi PT. P&G, limbah cair dari PT. P&G terutama
mengandung bahan organik yang tinggi yang berasal dari produksi shampo (80 %
dari total limbah). Sistem pengolahan limbah cair PT P&G dilakukan secara
kombinasi fisik-kimia-biologis. Pengolahan kimia yang digunakan adalah proses
koagulasil flokulasi, sedangkan proses biologis yang digunakan adalah proses
lumpur aktif (activated sludge).

Teknik Pengolahan Limbah Cair PT. P&G (Procter & Gamble)


1. Pengolahan kimia
Pengolahan limbah industri kosmetik yang berupa logam berat dan sisa
pelarut toksik secara kimia dilakukan dengan pengikatan bahan kimia
menggunakan partikel koloid. Penyisihan bahan tersebut dilakukan melalui
perubahan sifat bahan tersebut, yaitu tak mudah diendapkan (flokulasi-
koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi ,dan juga
berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. Pengendapan bahan tersuspensi
yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi
netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan.
Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan
membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit.
Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk
hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum
diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi
menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau
Na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada
konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor
(Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pengolahan
kimia produk P&G dengan proses koagulasi/flokulasi menggunakan bahan
kimia Na2CO3 untuk pengaturan pH, PAC sebagai koagulan, dan polimer
anionik sebagai koagulan pembantu. Berdasarkan percobaan yang
dilakukan, didapatkan dosis optimum koagulan yang digunakan, yaitu
Na2CO3 sebesar 600 ppm, PAC sebesar 4000 ppm, dan polimer anionik
sebesar 1.5 ppm. Efisiensi yang diperoleh adalah zat padat tersuspensi (SS)
tebesar 80,3% dan COD sebesar 80,8%.
Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan
pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal
karena memerlukan bahan kimia. Hasil pengolahan limbah B3 dari industri
kosmetik ini harus di buang . Salah satunya dengan metode injection well.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika
Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid
hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu
usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di
bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama
halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak
dan gas bumi.

Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah


struktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat. Limbah
B3 diinjeksikan dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah
lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus
terdapat lapisan impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal
sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar
0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.

2. Pengolahan Biologis
Pengolahan limbah secara biologi dapat dilakukan dengan metode lumpur
aktif. Pengolahan sistem lumpur aktif adalah metode pemprosesan limbah
dengan mempelajari proses dekomposisi secara mikrobiologis yang dikenal
dengan biodegradasi oleh mikroorganisme pengurai. Lumpur akan
mengandung berbagai jenis mikroorganisme heterotrofik termasuk bakteri
yang memiliki peran penting dalam proses pembersihan secara biologis.
Bakteri dapat memanfaatkan bahan terlarut maupun yang tersuspensi dalam
air sebagai energi .Bakteri tersuspensi dalam lumpur digunakan untuk
mengolah limbah secara mikrobiologis dapat dikembangkan dengan
pembibitan (seeding) lumpur yang berasal dari ekosistem alam yang
terkontaminasi, tercemar, maupun dari ekosistem alami yang memiliki sifat-
sifat khas ataupun ekstrim.
Pegolahan biologis baik dengan proses lumpur aktif maupun gabungan
proses anaerob-aerob dalam reaktor tipe fixed film dilakukan dengan
menggunakan tiga variasi waktu tinggal (detention time), yaitu 24 jam, 48 jam,
dan 72 jam. Pengolahan limbah cair dengan proses anaerob dan aerob dalam
reaktor tipe fixed film (AAFBR) dengan waktu tinggal 24 jam dapat
menurunkan COD maksimum sebesar 34,94%, dengan waktu tinggal 48 jam
sebesar 75,34%, sedangkan dengan waktu tinggal 72 jam sebesar 81,53%.
Sedangkan proses lumpur aktif dengan waktu tinggal 24 jam dapat
menurunkan COD maksimum sebesar 52,01%, dengan waktu tinggal 48 jam
sebesar 68,29%, dan dengan waktu tinggal 72 jam sebesar 76,22%.
Berdasarkan pengamatan, terlihat bahwa persentase penyisihan COD pada
proses aerob cenderung menurun dengan bertambahnya waktu tinggal.
Sebaliknya dengan proses anaerob, persentase penyisihan COD pada proses
aerob semakin meningkat dengan bertambahnya waktu tinggal.
3. Pengolahan Fisika
Dalam industri kosmetik, limbah cair secara umum diolah secara fisika
dengan cara pengendapan purifikasi sehingga dihasilkan air yang terpurifikasi
yang dapat direcycle untuk kegiatan yang lain. Namun dalam industri kosmetik
terdapat limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang biasanya berupa
logam-logam berat dan sisa-sisa pelarut yang bersifat toksik.
Untuk bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak
mengganggu proses pengolahan berikutnya digunakan proses floatasi.
Floatasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan
tersuspensi atau pemekatan lumpur endapan dengan memberikan aliran
udara ke atas. Proses filtrasi dalam pengolahan air buangan biasanya
dilakukan untuk mendahului proses adsobrsi atau proses revers osmosis,
untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar
tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang
dipergunakan dalam proses osmosis. Proses adsorbsi biasanya menggunakan
karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (fenol) dan
senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan
kembali air buangan tersebut.
Yang perlu diperhatikan bahwa tenyata efisiensi pengolahan Iimbah cair
dengan proses koagulasi/flokulasi (proses fisik kimia), proses lumpur aktif dan
proses anaerob-aerob (proses fisik-biologi) yang dilakukan secara terpisah
belum dapat menurunkan beban COD sampai memenuhi baku mutu limbah
yang berlaku. Untuk memperoleh efisiensi pengolahan yang dapat
menurunkan beban COD sampai memenuhi baku mutu maka dilakukan
penggabungan terhadap ketiga proses.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud
cair (PP No. 82 tahun 2001). Air limbah berasal dari dua jenis sumber yaitu
air limbah rumah tangga dan air limbah industri. Secara umum limbah yang
dihasilkan dari rumah tangga tidak terlalu banyak menggandung zat-zat yang
beracun, akan tetapi limbah yang dihasilkan oleh industri mengandung
beberapa zat-zat yang apabila tidak di olah terlebih dahulu maka akan dapat
mencemari lingkungan sekitar.
 Teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara
umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan; pengolahan kimia, pengolahan
fisika dan pengolahan biologis.
 Contoh pengolahan limbah kosmetik di Indonesia yaitu pengolahan limbah
PT. Procter & Gamble (P&G).
 limbah cair dari PT. P&G terutama mengandung bahan organik yang tinggi
yang berasal dari produksi shampo (80 % dari total limbah). Sistem
pengolahan limbah cair PT P&G dilakukan secara kombinasi fisik-kimia-
biologis. Pengolahan kimia yang digunakan adalah proses koagulasil
flokulasi, sedangkan proses biologis yang digunakan adalah proses lumpur
aktif (activated sludge).

B. Saran

Dalam mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai


aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu
lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar
terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk
hidup, tumbuhan atau benda lainnya.

Anda mungkin juga menyukai